PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA

DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

Oleh :

I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana

I Made Walesa Putra

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tulisan ini akan membahas mengenai hak tersangka dengan mengangkat judul “Perlindungan Hukum Atas Hak Terhadap Tersangka Di Tingkat Penyidikan”. Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai perlindungan hukum terhadap hak tersangka dan juga pengaturan sanksi terhadap pihak penyidik yaitu pihak kepolisian yang telah melakukan kekerasan. Tersangka sebagai seorang manusia memiliki hak-hak dasar yang tidak dapat dikurangi, hak tersebut juga berlaku didalam sebuah penyidikan oleh oknum polisi. Tindakan kekerasan fisik yang dilakukan aparat kepolisian merupakan tindakan yang melanggar kode etik penyidik, atas perbuatan tersebut oknum polisi tersebut dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi administratif, maupun disiplin polisi. Indonesia juga telah memiliki aturan yang digunakan sebagai perlindungan hukum atas hak terhadap tersangka. Penulisan ini dilakukan secara normatif dengan melakukan pendekatan undang-undang.

Kata Kunci : Sanksi, Perlindungan Hukum

ABSTRACT

This paper will discuss the rights of the accused by lifting the title "On the Right Legal Protection Against Suspect In Level Investigation". Issues to be discussed in this paper is the legal protection of the rights of suspects and also setting sanctions against the investigating authorities, namely the police who have committed violence. Suspect as a human being has basic rights that can not be reduced, that right also applies in an investigation by the police. Acts of physical violence committed by the police is against the code of ethics investigators, the actions of the police officers could be subject to criminal sanctions, administrative sanctions, as well as police discipline. Indonesia also had the rule that is used as the legal protection of the rights of suspects. The writing is done normative approach legislation.

Key Words : Sanction, Legal Protection

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pengertian tersangka dapat ditemukan dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni “Tersangka

adalah seseorang yang karena perbuatannya atau perbuatannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Pada ketentuan Pasal 27 Ayat (1) Ned. Sv. istilah “tersangka” ditafsirkan secara lebih luas dan lugas, yaitu dipandang sebagai orang karena fakta-fakta atau keadaan-keadaan menunjukkan patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana.1 Mengenai penyidikan terhadap seorang tersangka terjadi sebuah perubahan yang diakibatkan adanya peralihan sistem kepenjaraan di Indonesia menjadi sistem pemasyarakatan. Penyidikan yang dilakukan diharapkan tidak melanggar Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut HAM dari seseorang yang dianggap melakukan tindak pidana.

Pada proses penyidikan, seorang polisi melakukan pemeriksaan guna mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan/atau saksi atau barang bukti maupun unsur-unsur perbutana pidana yang terjadi, sehingga jelas peranan atau kedudukan seseorang atau barang bukti dalam perbuatan pidana yang terjadi.

Dalam Bab III tentang Tugas dan Wewenang Pasal 14 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian), bahwa “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : …melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya…” Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa dalam tingkat penyidikan dilakukan oleh pihak kepolisian.

Menjalankan peran ditingkat penyidikan, seorang polisi yang berwenang untuk menyidiki diatur dengan kode etik yang tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan sanksi bagi aparat kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan di tingkat penyidikan, serta mengetahui bagaimana perlindungan terhadap hak tersangka di tingkat penyidikan.

  • II.   ISI MAKALAH

    2.1  METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.2

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tersangka Di Tingkat Penyidikan

Berdasarkan ketentuan yang ada pada Pasal 75 KUHAP dalam melakukan penyidikan kepada seorang tersangka penyidik membuat berita acara permeriksaan dan menyerahkan kepada lembaga kejaksaan.3 Dalam setiap proses yang dijalani oleh tersangka terdapat perlindungan hukum yang melindungi haknya, karena tersangka sebagai manusia tentu saja memiliki hak-hak dasar yang tidak dapat dikurangi atau diganggu gugat yang mana diatur didalam Pasal 28 I Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa, “Hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”

Selain di UUD NRI 1945, perlindungan atas hak dari tersangka dapat ditemukan pada Pasal 52 KUHAP yang menyebutkan, “dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.” Bunyi pasal tersebut diperkuat dengan Pasal 28 E UUD NRI 1945 yang mana pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan bagi setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya. Berdasarkan pasal 7 Ayat (1) huruf j KUHAP, penyidik mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Yang dimaksud kewenangan tersebut tidak dilakukan

secara bebas, melainkan diatur lagi didalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a angka 4 yang menyebutkan bahwa mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Kemudian berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) huruf a KUHAP dan Pasal 7 Ayat (1) huruf j KUHAP yang menyebutkan kewenangan penyidik untuk “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab” dijelaskan sebagai tindakan yang: tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan jabatan, tindakan itu harus patut dan masuk akan termasuk dalam lingkungan jabatannya, atas pertimbangan yang layak dan berdasarkan keadaan memaksa, dan menghormati hak asasi manusia.4

  • 2.2.2    Pengaturan Sanksi Bagi Aparat Kepolisian Yang Melakukan Tindak

    Kekerasan Di Tingkat Penyidikan

Sesuai dengan KUHAP yang dimaksud dengan penyidikan diatur dalam Pasal 1 butir 2, disebutkan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” Pemberkasan merupakan salah satu bagian dari proses penyidikan, yang mana dimaksud pemberkasan disini yaitu mengumpukan menjadi satu kesatuan yang berkenaan dengan perkara. Umumnya urutan-urutannya adalah sebagai berikut: daftar isi, maksud perkara, resume, laporan/laporan penyelidikan, surat perintah penyidikan, berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara, berita acara pemeriksaan (saksi, ahli, tersangka), lampiran-lampiran, dan daftar barang bukti. 5

Apabila dalam proses penyidikan disertain dengan tindakan penyiksaan fisik berupa pemukulan ataupun dengan bentuk kekerasan yang lain yang mana merupakan bentuk pemaksaan kepada tersangka untuk mengakui perbuatan yang belum tentu perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku merupakan sebuah pelanggaran HAM yang diatur didalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa, “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Jelas berdasarkan bunyi pasal tersebut, tidak ada seorang pun yang boleh disiksa secara fisik maupun mental dalam proses hukum. Didalam Pasal 96 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa semua orang yang kebebasannya dicabut harus diperlakukan secara manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia.

Apabila terjadi penyiksaan di tingkat penyidikan oleh oknum polisi, maka polisi tersebut dapat dijatuhkan sanksi pidana, administratif, maupun disiplin polisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga KUHP.

  • III.    KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:

  • 1.    Pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana, administratif, ataupun disiplin polisi.

  • 2.    Seorang tersangka tetap memiliki hak sebagai manusia yang mana tidak bisa dikurangi atau diganggu gugat. Perlindungan hukum atas hak tersangka tersebut telah diatur didalam UUD NRI 1945 serta telah diatur juga didalam KUHAP.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Denpasar.

Mahmud Marzuki, Peter, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan), Sinar Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, 2007, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Prespektif Teoritik dan Praktek Peradilan, CV Mandar Maju, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor Polisi 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia

6