PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR PADA TINDAK PIDANA KORUPSI
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR PADA TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh:
Made Yulita Sari Dewi Nyoman Mas Ariyani
Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
This paper, entitled Legal Protection Against Witness and Reporting In Corruption in Indonesia, in writing using the method of normative law by analyzing some of the laws that exist, and the literature related to the legal protection of the witnesses and the reporting of corruption in Indonesia. This paper will discuss about what corruption and its causes and legal protection for witnesses and whistleblowers who report corruption that occurred in Indonesia. The purpose of this paper is that people know that the existence of a legal protection for those who report on acts of corruption. The conclusion of this paper witnesses and complainants get a better protection of legal protection for himself and his family set out in some legislation, namely Article 41 of Law Number 31 Year 1999 on Eradication of Corruption, article 15 of Law No. 30 of 2002 the Corruption Eradication Commission, Article 5 of Law No. 13 of 2006 on the Protection of Witnesses and Victims and Mahlamah Court Circular No. 4 of 2011 on Treatment For Reporting Witness and Witnesses Actors Cooperating in a specific criminal case.
Keywords: corruption, witness, reporting crime
ABSTRAK
Tulisan ini berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dan Pelapor Pada Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, di dalam penulisannya menggunakan metode hukum normatif yaitu dengan menganalisis beberapa peraturan perundang-undangan yang ada, dan berbagai literatur terkait perlindungan hukum mengenai saksi serta pelapor tindak pidana korupsi di Indonesia. Tulisan ini akan membahas mengenai apa itu korupsi dan penyebabnya serta perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor yang melaporkan tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Tujuan dari tulisan ini adalah agar masyarakat mengetahui bahwa adanya suatu perlindungan hukum bagi siapa saja mereka yang melaporkan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi. Kesimpulan dari tulisan ini saksi dan pelapor mendapatkan suatu perlindungan hukum baik perlindungan bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang diatur dalam beberapa perundang-undangan yaitu pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Surat Edaran Mahlamah Agung Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam perkara tindak pidana tertentu.
Kata kunci : korupsi, saksi, pelapor
Manusia didalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya dan mencapai tujuannya, sering kita jumpai berbuat atau bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum, agama, adat-istiadat atau kepatuhan dan keharusan yang terdapat dalam masyarakat. Terjadinya perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan dalam masyarakat, yang terkait dengan masalah sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik sudah tentu turut mempengaruhi pola pikir, sifat dan tingkah laku manusia. Demikian pula diikuti dengan kejahatan-kejahatan yang timbul dewasa ini semakin luas dan kompleks akibatnya. Kejahatan yang marak di Indonesia saat ini adalah semakin merajalelanya pelaku-pelaku tindak pidana korupsi yang mana perbuatan mereka sangat merugikan negara dan masyarakat khususnya. Korupsi yang pada awalnya merupakan sebuah individu kini berubah menjadi tindakan yang terorganisir dan terstruktur. Korupsi menjadi virus mematikan yang merusak sistem hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Agar terciptanya keberhasilan pemberantasan tindak pidana korupsi, aparat penegak hukum di Indonesia harus memperhatikan dan melindungi saksi dan pelapor tindak pidana korupsi tersebut karena keberhasilan dalam pemberantasan korupsi juga bergantung kepada mereka yang berani dan mau mengungkapkan kebenaran itu. Di Indonesia sudah muncul beberapa saksi dan pelapor pengungkap tindak pidana korupsi namun mereka masih belum dihargai secara layak atau dilindungi, nasibnya justru mendapat ancaman dan tekanan dari berbagai pihak. Misalnya yang terjadi pada Agus Condro pelapor skandal dugaan suap dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom, yang akhirnya dipecat oleh PDI-P tanpa alasan jelas. Kemudian yang tak kalah tragis adalah kasus Edin Wahyudin, pada tahun 2001 silam, Edin melaporkan kasus penyuapan tiga hakim agung. Konyolnya, dia justru dijadikan terdakwa dan dijatuhi hukuman 3 bulan penjara dan dalam masa percobaan 6 bulan.1 1.2 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah agar nantinya aparat penegak hukum dapat memberikan perhatian dan perlindungan yang baik terhadap saksi dan pelapor tindak pidana korupsi tersebut demi keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sehingga adanya kepastian hukum yang melindungi saksi dan pelapor tindak pidana korupsi membuat masyarakat tidak takut untuk membuka kebenaran tanpa cemas akan ancaman-ancaman yg diberikan pada diri mereka sebagai saksi atau pelapor.
Tulisan ini menggunakan metode normatif dengan menganalisis beberapa peraturan perundang-undangan yang ada, dan berbagai literatur terkait perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor tindak pidana korupsi.
Korupsi berasal dari kata latin crruptio atau corrupt. Kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis corruption, dalam bahasa Belanda korruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan korupsi.2 Menurut Robert Klitgaard, definisi korupsi adalah ketika seseorang secara tidak halal meletakkan kepentingan pribadi diatas kepentingan rakyat, serta cita-cita yang menurut sumpahnya akan dilayaninya. Korupsi muncul dalam banyak bentuk dan membentang dari soal sepele sampai pada soal yang amat besar. Korupsi dapat menyangkut penyalahgunaan instrument-instrumen kebijakan seperti soal tarif, pajak, kredit, sistem irigasi, kebijakan perumahan, penegakan hukum, peraturan menyangkut kepentingan umum, pelaksanaan kontrak,dan sebagainya. Korupsi tidak saja dapat terjadi pada sector pemerintahan tapi juga di sector 3 swasta, bahkan sering terjadi sekaligus di kedua sektor.3
Tentang sebab-sebab terjadinya korupsi, Eko Prasojo menganalisis bahwa sumber internal yang menjadi penyebab korpsi adalah kelemahan dan kegagalan dari sistem birokrasi itu sendiri, terutama menyangkut pelembagaan nilai-nilai dan perkembangan budaya organisasi yang baik. Sementara sumber eksternal pemicu korupsi adalah gabungan antara watak kooptatif dan interventif dari kekuatan politik yang bertemu dengan budaya masyarakat yang pemissif dan cenderung melumrahkan suap atau gratifikasi sebagai hal yang biasa dalam birokrasi pelayanan publik.4 Faktor pemicu tindak pidana korupsi juga antara lain karena lemahnya pendidikan agama, moral dan
etika, tidak adanya sanksi yang keras terhadap pelaku korupsi, dan sedikitnya orangorang yang berani melaporkan tindak pidana korupsi tersebut, di Indonesia sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi saksi dan pelapor tindak pidana korupsi dan seharusnya dijalankan dengan baik.
Di Indonesia, perlindungan terhadap saksi dan pelapor terdapat dalam beberapa aturan, baik ditingkat undang-undang, maupun aturan pelaksanaan lainnya. Di tingkat undang-undang, perlindungan terhadap saksi dan pelapor terdapat paling tidak dalam tiga undang-undang. Pertama, dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan bahwa masyarakat dapat diberikan perlindungan hukum yang berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Bentuk peran serta tersebut salah satunya dengan menjadi saksi atau pelapor. Kedua, Pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatur bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikaan laporan mengenai terjadinya korupsi. Yang dimaksud dengan “memberikan perlindungan” dalam ketentuan tersebut melingkupi pemberian perlindungan hukum, jaminan keamanan, bahkan jika perlu mengganti identitas pelapor. Ketiga Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa seorang saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya. Bahkan seorang saksi dan korban dapat ikut serta memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan baginya. Selain diatur dalam ketentuan undang-undang, jaminan perlindungan saksi dan pelapor juga terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam perkara tindak pidana tertentu. Mahkamah Agung (MA), dalam SEMA ini meminta kepada hakim agar jika menemukan salsi pelapor atau saksi pelaku yang bekerja sama, maka dapat diberikan perlakuan khusus berupa keringanan hukuman dan/atau perlindungan lainnya.
Korupsi merupakan tindak pidana yang secara tidak halal meletakkan
kepentingan pribadi diatas kepentingan rakyat, penyebabnya adalah dari beberapa faktor seperti tidak transparannya sistem pemerintahan, kelemahan dan kegagalan dari sistem birokrasi dan kurangnya pendidikan moral dan etika, agar tindak pidana korupsi dapat berkurang atau diberantas dengan baik, maka dibutuhkannya orang-orang yang berani melaporkan mengenai kejahatan tindak pidana korupsi ini. Di Indonesia pun sudah mengatur perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam beberapa peraturan seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, serta SEMA Nomor 4 tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Abdul Haris Samendawai, dkk, 2011, Memahami Whistleblower, lembaga perlindungan saksi dan korban, Jakarta.
Andi Hamzah, 2008, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta.
Robert Klitgaard, 1998, Membasmi Korupsi, Yayasan Obor, Jakarta.
Perundang-Undangan :
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602.
Surat Edaran Mahlamah Agung Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama.
5
Discussion and feedback