PELAKSANAAN PEMBERIAN CUTI BERSYARAT BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KEROBOKAN DENPASAR

Oleh

I Kadek Niko Suardi

Ida Bagus Surya Dharma Jaya Sagung Putri M.E Purwani Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

In the writing of this journal entitled "Administration of Conditional holidays for conman in class 2 Kerobokan Denpasar". Conditional holidays is "development process outside the penitentiary for for prison inmates and Children Criminal sued 1 (a) years down at least have undergone two thirds (two-thirds) criminal time". There is a problem that is how the process of granting conditional holidays in penitentiary for class 2 Kerobokan Denpasar, and how the effort in mengastasi barriers conditional holidays. The implementation of the giving of the conditional holidays Pemayarakatan Target (WBP) has been conducted in accordance with the regulation, will but less effective. Required socialization to the family of the convict in the case of complete requirements in proposing a conditional holidays so that the process of granting conditional holidays running effectively.

Keywords: The Implementation, Gift, Maternity Leave Conditional, Convict

ABSTRAK

Di dalam penulisan jurnal ini yang berjudul “Pelaksanaan Pemberian Cuti Bersyarat Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar”. Cuti Bersyarat adalah “proses pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang dipidana 1 (satu) tahun ke bawah, sekurang-kurangnya telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana”. Terdapat permasalahan yaitu bagaimana proses pemberian cuti bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kerobokan Denpasar, dan bagaimana upaya dalam mengastasi hambatan cuti bersyarat tersebut. Pelaksanaan pemberian cuti bersyarat terhadap Warga Binaan Pemayarakatan (WBP) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi kurang efektif. Diperlukan sosialisasi kepada keluarga narapidana dalam hal melengkapi persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuan cuti bersyarat agar proses pemberian cuti bersyarat berjalan secara efektif.

Kata Kunci: Pelaksanaan, Pemberian, Cuti Bersyarat, Narapidana

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1   Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hukuman akan dijatuhkan kepada terdakwa yang sudah terbukti melakukan kesalahan atau tindak pidana. Bunyi Pasal 2 UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan tersebut sama dengan yang dipaparkan oleh Sahardjo dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Indonesia pada tahun 1965 yang dikutip dari Soedjono Dirdjosubroto, mengemukakan bahwa penghukuman bukanlah hanya untuk melindungi masyarakat semata-mata melainkan harus pula berusaha membina si pelanggar hukum. Pelanggar hukum tidak lagi disebut penjahat, melainkan orang yang tersesat.1 Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran, itu merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya suatu tindak kejahatan. Meningkatnya tindak kejahatan membuat Lembaga Permasyarakatan membludak, sehinga diadakan cuti bersyarat, merupakan salah satu bentuk program pembinaan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita terbentuk pada tahun 1881, ketentuan yang mengatur masalah pembebasan bersyarat di dalam KUHP kita itu hampir sepenuhnya sama dengan ketentuan yang mengatur masalah penempatan di bawah suatu parole di dalam penal servitude Inggris, seperti yang dikemukakan oleh P.A.F Lamintang, dimana telah ditentukan bahwa yang dapat dibebaskan secara bersyarat itu hanya orang-orang yang telah dijatuhi pidana penjara, yang telah menjalankan tiga perempat dari masa pidana mereka, dan tiga per empat dari masa 2 pidana tersebut sekurang-kurangnya adalah tiga tahun.2

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui proses Pelaksanaan Pemberian Cuti Bersayarat Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan tersebut adalah penelitian empiris. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang muncul dengan berlandaskan pada peraturan-peraturan hukum dan teori-teori yang ada, untuk kemudian dihubungkan dengan kenyataan di lapangan.3

  • 2.2    Hasil dan pembahasan

    2.2.1    Pelaksanaan Pemberian Cuti Bersyarat bagi Narapidana di Lembaga
    Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nyoman Budi Utami selaku informan yang membidangi Kasubimaskeswat (Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan) pada tanggal 9 Juni 2015 pukul 10.15 WITA, pelaksanaan pemberian cuti bersyarat bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar sebagai berikut:

  • 1.    Petugas pemasyarakatan mendata narapidana yang telah memenuhi syarat dan kelengkapan dokumennya

  • 2.    TPP Lapas merekomendasikan usulan pemberian CB kepada Kepala Lapas Kelas IIA Denpasar berdasarkan data yang telah memenuhi syarat

  • 3.    Dalam hal Kepala Lapas menyetujui usulan pemberian CB, Kepala Lapas menyampaikan usulan pemberian CB kepada Kepala Kanwil berdasarkan rekomendasi TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar

  • 4.    Kepala Kanwil Provinsi Bali menyampaikan usulan pemberian CB kepada Direktur Jenderal KementerianHukum dan HAM untuk memperoleh persetujuan

  • 5.    Usulan dari Kepala Kanwil Provinsi Bali dengan melampirkan :

  • a.    Hasil sidang TPP Kanwil Provinsi Bali

  • b.    Fotokopi putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan

  • c.    Salinan daftar perubahan perilaku dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar

  • 6.    Persetujuan Direktur Jenderal KementerianHukum dan HAM berdasarkan rekomendasi TPP Direktorat Jenderal. Kepala Kanwil Provinsi Bali atas nama Menteri menetapkan pemberian CB berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.

  • 2.2.2    Faktor Penghambat Pelaksanaan Pemberian Cuti Bersyarat di Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wayan Putu Sutrisna selaku informan yang membidangi Kepala Seksi Binaan & Pendidikan (Binadik)Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar pada tanggal 28 Mei 2015 pukul 11.05 WITA, faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar adalah sebagai berikut:

  • 1.    Ada beberapa Narapidana Anak yang mempunyai tempat tinggal tidak jelas, sehingga menyulitkan pihak lapas untuk menghubungi keluarga tersebut.

  • 2.    Ada beberapa Narapidana yang melakukan pelanggaran di Lapas sehingga tidak mendapatkan hak hak mereka.

  • 3.    Hasil putusan sidang dari pengadilan yang lama akan secara tidak langsung memperlambat proses pengajuan Cuti Bersyarat.

  • III.    KESIMPULAN

Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan, pelaksanaan pemberian cuti bersyarat terhadap Warga Binaan Pemayarakatan (WBP) di Lembaga Pemasayarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi kurang efektif. Hal ini dikarenakan karena lamanya putusan atau vonis dari kejaksaan dan lamanya hasil rekomendasi cuti bersyarat dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan sehingga membuat ketidakpastian status narapidana dan secara otomatis akan membuat jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kerobokan Denpasar menjadi bertambah (over capacity).

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Soedjono Dirdjosubroto, Sejarah dan Azas Penologi, Eresco, Bandung.

P.A.F Lamintang, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung.

Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.

M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan

Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat

Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1999 tentang Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan.