PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF

DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

Oleh :

Pande I Putu Cahya Widyantara

A. A. Sri Indrawati

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

To determine fault someone who commits a crime shall respect the principle of legality, which gives the sense that there is no one who can be in the criminal before any rules / laws that govern. There are a few exceptions to this principle which imposed a retroactive principle which gives the sense that the rules apply retroactively. Retroactive application of the principle of the Indonesian criminal code only in substantive criminal law, there is no retroactive principle in the formal criminal law.

Keywords : Enforcement, Retroactive Principles, and the Indonesian Penal Code.

ABSTRAK

Untuk menentukan kesalahan seseorang yang melakukan kejahatan wajib memperhatikan asas legalitas, yang memberikan arti bahwa tiada orang yang dapat di pidana sebelum adanya suatu aturan/hukum yang mengatur. Ada beberapa pengecualian dari asas ini yakni memberlakukan asas retroaktif yang memberikan arti bahwa suatu aturan diberlakukan surut Pemberlakuan asas retroaktif pada hukum pidana Indonesia hanya terdapat pada hukum pidana materiil, asas retroaktif tidak ada pada hukum pidana formil.

Keywords : Pemberlakuan, Asas Retroaktif, dan Hukum Pidana Indonesia.

  • I.    PENDAHULUAN

    1.    1 LATAR BELAKANG

Mengkaji hukum pidana, tidak dapat dilepaskan dari masalah kejahatan.

Hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan yakni bentuk kejahatan, kausalitas serta perkembangan kejahatan merupakan masalah yang tidak pernah selesai untuk dikaji dan sesuai menarik disiplin lain untuk turut serta mengkaji.1 ”Kejahatan tidak terjadi dan tidak terdapat kekosongan artinya dimana ada manusia lebih dari satu orang atau dimana ada masyarakat, disitu ada kejahatan”.2

Pemberlakuan pidana secara retroaktif merupakan pengecualian dari asas legalitas seperti pelanggaran terhadap HAM yang berat. Asas legalitas pada intinya berisi asas “lex temporis delicti” hanya memberikan perlindungan kepada individu pelaku tindak pidana dan kurang memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat yang menjadi korban tindak pidana, sehingga akses memperoleh keadilan bagi korban terhambat.

Asas legalitas merupakan asas fundamental bagi Negara-Negara yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan, namun berlakunya tidak mutlak dalam arti pembentuk undang-undang dapat menyatakan suatu perbuatan yang telah terjadi sebagai tindak pidana dan dapat dipidana asalkan perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum tidak tertulis.

Pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dilandasi oleh prinsip keadilan untuk semuanya dalam arti keadilan bagi pelaku tindak pidana maupun keadilan bagi korban tindak pidana, merupakan menyeimbang asas legalitas yang semata-mata berpatokan pada kepastian hukum dan asas keadilan untuk semuanya.

Pemberlakukan hukum pidana secara retroaktif dengan kondisi-kondisi seperti baik kepentingan kelompok masyarakat. bangsa, maupun Negara yang selama ini kurang mendapat perlindungan dari asas legalitas dapat diterima guna memenuhi tuntutan moral pembalasan masyarakat.

Berdasarkan hal diatas penulis bermaksud untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “Pemberlakuan Asas Retroaktif dalam Hukum Pidana di Indonesia”.

  • 1.    2 TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan dalam karya ilmiah ini untuk mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai Pemberlakuan Asas Retroaktif dalam Hukum Pidana di Indonesia. Disamping itu juga terdapat tujuan secara khusus yaitu untuk mengetahui pemberlakuan hukum pidana materiil dan hukum formil/hukum acara secara retroaktif.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1.    METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif karena lebih menekankan pada norma hukum dan sumber-sumber hukum lainnya. Sumber Hukum yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui study kepustakaan, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam hal pengumpulan bahan hukum penulis melakukan pencatatan teori-teori yang diperoleh dari bukum serta peraturan perundang-undangan. Dari jawaban tersebut dilakukan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan analisa.3

  • 2.2.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1.    Pemberlakuan Hukum Pidana Materiil Secara Materiil

Dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan “tiada suatu perbuatan yang dapat di pidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan Perundang-Undangan pidana yang mendahuluinya”.

Pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif, sebagaimana terdapat dalam undang-undang tentang HAM dan terorisme untuk kasus bom di bali, merupakan pemberlakuan secara retroaktif bagi hukum pidana materiil. Lebih lanjut dikemukanan bahwa hukum acara pidana baru berjalan kalau hukum pidana materiil ada. Fungsi hukum acara pidana adalah untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum pidana materiil, atau lebih khusus lagi hukum pidana member tugas kepada para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil. Kebenaran materiil itu hanya ada pada fakta-fakta yang ada di dalam hukum pidana materiil. Jadi asas-asas hukum acara pidana hanya ditujukan kepada para penegak hukum terutama hakim yang akhirnya harus mencari kebenaran materiil.

Dalam sejarah hukum pidana retroaktif itu hanya untuk hukum pidana materiil, tidak dalam hukum acara pidana, karena asas legalitas yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP itu memang dilahirkan sebagai akibat dari rezim yang otoriter. Asas legalitas dimaksudkan untuk membatasi kewenang-wenangan, dan hingga saat ini tidak ada perubahan.

Penentuan delik berkaitan dengan ranah hukum pidana materiil, yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang (legislatif). Dengan demikian pemberlakuan secara retroaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) secara jelas menunjuk pada hukum pidana materiil, tetapi asas non retroaktif dapat disampingi berdasarkan pasal 103 KUHP. Asas non retroaktif merupakan asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana, sehingga tidak dapat disampingi begitu saja, hanya karena telah diatur dalam sebuah undang-undang. Dengan kata lain, penyimpangan yang diperolehkan menurut pasal 103, tidak berlaku terhadap asas non retroaktif. Pemberlakuan asas retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil. Dari kalimat “nullum delictum” yang artinya “tidak ada delik” dan “nulla poena” yang artinya “tidak ada pidana” menunjukan bahwa hal tersebut merupakan ranah hukum pidana materiil. Penentuan delik dan pidana, ditentukan dalam hukum pidana materiil.

Suatu ketentuan adalah mengandung pemberlakuan secara retroaktif jika ketentuan tersebut : menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana dan menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

  • 2.2.2.    Pemberlakuan Hukum Pidana Formil Secara Retroaktif

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil, tidak berarti tertutup kemungkinan bahwa terdapat hukum pidana formil, yang diberlakukan secara retroaktif.

Pemberakuan hukum pidana formil secara retroaktif sangat mungkin terjadi. Undang-Undang KPK sebagai contoh Undang-Undang yang mengatur sesuatu perbuatan tetapi disertai dengan hukum acara yang baru misalnya pembuktian dengan alat elektronik yang diberlakukan terhadap suatu peristiwa tertentu yang telah ada sebelumnya. Ketika perbuatan tersebut dilakukan pembuktian dengan alat elektronik, belum diberlakukan, sehingga dalam hal ini hukum acara pidana diberlakukan secara retroaktif.

Bila diamati dalam Undang-Undang KPK, hal-hal teknis yang menyangkut proses beracara tidak ada yang baru. KPK sebagai institusi yang baru dibentuk,

hanya dapat mengambil alih proses penyidikan. KPK dibentuk setelah adanya beberapa kasus korupsi. Maka dari itu tidak ada pemberlakuan hukum acara secara retroaktif.

  • III.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas penulis memberikan simpulan yaitu sebagai berikut :

  • a.    Dalam hukum pidana materiil dapat di berlakukan secara retroaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) secara jelas menunjuk pada hukum pidana materiil. Pemberlakuan asas retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil. Dari kalimat “nullum delictum” yang artinya “tidak ada delik” dan “nulla poena” yang artinya “tidak ada pidana” menunjukan bahwa hal tersebut merupakan ranah hukum pidana materiil. Penentuan delik dan pidana, ditentukan dalam hukum pidana materiil.

  • b.    Bila diamati dalam Undang-Undang yang bersifat khusus (specialis) misalnya Undang-Undang KPK, hal-hal teknis yang menyangkut proses beracara tidak ada yang baru. KPK sebagai institusi yang baru dibentuk, hanya dapat mengambil alih proses penyidikan. KPK dibentuk setelah adanya beberapa kasus korupsi. Maka dari itu tidak ada pemberlakuan hukum acara secara retroaktif.

Daftar Pustaka

  • 1.    Buku-Buku

J.E.Sahetapy, 1979, Kausa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas Hukum Unair, Surabaya.

Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Ananta, Semarang.

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Ed.1, Cet.5, Kencana, Jakarta.

  • 2.    Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

5