TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PIETER RUMAROPEN TERKAIT PERTANGGUNGJAWABAN ATLET DALAM CABANG OLAHRAGA SEPAK BOLA
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS
PIETER RUMAROPEN TERKAIT PERTANGGUNGJAWABAN ATLET DALAM CABANG OLAHRAGA SEPAK BOLA
Oleh :
Rino Adi Guna Pembimbing : Nyoman A. Martana Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas Udayana
Abstract :
Problems discussed shall concern upon the act of oppression committed by Pieter Rumaropen, a professional football player towards Referee Muhaimin during a match in Indonesia Super League (ISL). This research shall analyze means of liability and lawful institution which is eligible to adjudicate. Method of research applied in this writing shall be normative legal research combined with statutory, factual, and comparative approach. Throughout this writing, the author shall assess the conflict of norms existed among national criminal law (as elucidated in Criminal Code) and Statute of Indonesian Football Federation (PSSI) pursuant to international regulations concerning sport law, as both of the laws serve the authority to resolve the Rumaropen case. Conclusion drawn from this research shall affirm that legal sanction lawful to be ruled upon Pieter shall be lifetime ban of football match participation, pursuant to set of regulations excluded from the Criminal Code, whose settlement shall be resolved through internal procedure of Disciplinary Committee pursuant to Statute of PSSI.
Keywords : liability, act of oppression, football
Abstrak:
Masalah yang diangkat adalah perihal insiden penganiayaan oleh Pieter Rumaropen, pemain sepak bola professional kepada wasit Muhaimin dalam suatu pertandingan Indonesia Super League (ISL). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk pertanggungjawaban yang dapat dijatuhkan terhadap Pieter Rumaropen dan institusi yang berwenang dalam menjatuhkan sanksi atas insiden yang terjadi. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, faktual dan komparatif. Melalui tulisan ini, penulis berupaya untuk mengkaji konflik norma antara hukum pidana nasional (dalam hal ini KUHP) dan Statuta Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan mengacu kepada berbagai peraturan internasional mengenai hukum olahraga (sport law), karena kedua norma tersebut pada dasarnya sama-sama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Pieter Rumaropen. Adapun kesimpulan yang dapat penulis tarik adalah bentuk sanksi yang dijatuhkan terhadap Pieter Rumaropen adalah penjatuhan sanksi yang mengacu pada pengaturan diluar KUHP, yaitu berupa larangan bermain sepak bola seumur hidup, yang diselesaikan melalui mekanisme internal Komisi Disiplin PSSI berdasarkan Statuta PSSI.
Kata kunci : pertanggungjawaban, penganiayaan, sepak bola
Nama Indonesia kembali tercoreng. Minggu, 21 April 2013 lalu, aksi brutal telah dilakukan oleh seorang pemain sepakbola profesional asal Persiwa Wamena Pieter Rumaropen yang memukul wasit Muhaimin dalam suatu pertandingan Indonesia Super League (ISL). Pertandingan yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional tersebut menampilkan pertandingan antara tuan rumah Pelita Bandung Raya (PBR) melawan Persiwa Wamena di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung. Pieter Rumaropen dengan brutal memukul wasit Muhaimin yang dinilai kurang jeli dan tidak profesional dalam mengambil keputusan. Wasit memberikan hadiah pinalti kepada kubu tuan rumah PBR. Akibat penganiayaan tersebut bibir sang wasit sobek dan tidak dapat melanjutkan pertandingan karena harus dilarikan ke rumah sakit dan menerima 3 jahitan di bagian mulut.1
Kemudian yang menjadi menarik adalah isu yang hangat diperbincangkan di masyarakat baik oleh pemerhati sepakbola maupun dari kalangan akademisi khususnya ilmu 2 hukum bahwa apakah perbuatan dari Pieter Rumaropen ini dapat dituntut secara pidana,2 mengingat perbuatan tersebut secara yuridis telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351-357 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).3 Namun di sisi lain, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) selaku induk organisasi sepakbola di Indonesia juga memiliki wewenang untuk menyelesaikan kasus penganiayaan wasit tersebut mengingat peristiwa itu terjadi dalam suatu kompetisi pertandingan sepakbola resmi yang diselenggarakan oleh PSSI.4
Peristiwa pemukulan yang dilakukan oleh Pieter Rumaropen kepada wasit Muhaimin ini mendapat perhatian yang begitu luas baik oleh media nasional dan internasional. The Guardian memberitakan insiden memalukan tersebut dengan judul "Indonesian Footballer In Hot Water After Punching Referee".5
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk pertanggungjawaban yang dapat dijatuhkan terhadap Pieter Rumaropen yang melakukan tindak pidana penganiayaan kapada wasit dalam sebuah pertandingan sepakbola serta upaya penyelesaian kasus Pieter Rumaropen tersebut.
Adapun metodelogi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.6 Metode yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.7 Persoalan hukum yang terjadi di dalam kasus Pieter Rumaropen ini adalah adanya konflik norma antara hukum pidana nasional (dalam hal ini KUHP) dan Statuta PSSI dengan mengacu kepada berbagai peraturan internasional mengenai hukum olahraga (sport law), karena kedua norma tersebut pada dasarnya sama-sama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Pieter Rumaropen tersebut.
-
B. Hasil dan Pembahasan
-
1. Bentuk Pertanggungjawaban dan Upaya Penyelesaian Kasus Pieter Rumaropen
8
Secara umum, tindak pidana kejahatan tubuh pada KUHP disebut penganiayaan.8 Pengaturan mengenai penganiayaan tercantum di dalam Pasal 351-357 KUHP. Memang di dalam KUHP tersebut tidak memberikan perumusan yang jelas apa yang disebut dengan penganiayaan. Namun dalam bukunya R. Soesilo mengatakan menurut jurisprudensi pengadilan yang dinamakan unsur-unsur penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), menyebabkan rasa sakit, dan menyebabkan luka-luka.9 Wiryono Prodjodikoro juga mengatakan penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dengan sengaja mengakibatkan rasa sakit tubuh orang lain atau kesehatan orang lain, yang menimbulkan luka, luka berat maupun meninggalnya seseorang (korban). Artinya setiap
tindakan yang memenuhi unsur penganiayaan tersebut dapat disebut kejahatan atau tindak pidana yang tentu dapat dijerat dengan KUHP.10
Menurut ketentuan normatif hukum pidana serta pandangan yang disampikan oleh para ahli di atas harus diakui perbuatan yang dilakukan oleh Pieter Rumaropen dengan menganiaya wasit Muhaimin dalam pertandingan sepakbola dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana karena memang telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penganiayaan, khususnya Pasal 351 KUHP. Sudah barang tentu seharusnya Pieter Rumaropen dapat dituntut pertanggungjawabannya secara pidana di muka persidangan.
Namun, ketentuan di dalam Pasal 351 KUHP tersebut tidak dapat serta merta diterapkan dalam dunia olahraga apapun, termasuk pada cabang olahrga sepakbola. Hal ini disebabkan dengan adanya Peraturan Konvensi Dasar Olympic Yunani, khususnya article 5. Ketentuan itu menyebutkan bahwa : “Setiap peristiwa atau kejadian yang menimbulkan persoalan atau masalah antara pemain dengan pemain, atau juri/wasit, pengurus perkumpulan cabang olahraga, diselesaikan oleh induk olahraga yang bersangkutan”. Ketentuan dasar Olympic Yunani tersebut juga yang menjadi referensi lahirnya aturan-aturan pertandingan sepakbola baik di tingkat internasional (FIFA) maupun di tingkat nasional (PSSI).11
Pasal 21 Anggaran Dasar (AD) PSSI tahun 2003 disebutkan bahwa : “setiap kasus baik perdata maupun pidana yang terjadi dalam persepakbolaan lingkungan PSSI, hanya bisa diselesaikan oleh intern PSSI, dan tidak dibenarkan diajukan ke meja pengadilan”. Di samping itu di dalam Pasal 70 Statuta PSSI tahun 2011 tentang Jurisdiksi juga dipertegas bahwa tidak diperkenankan suatu permasalahan di bawa ke Pengadilan Negara, dan yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan adalah internal PSSI. Dalam menangani kasus-kasus penganiayaan sebagaimana yang dilakukan Pieter Rumaropen, PSSI memiliki lembaga khusus yang membidangi hal tersebut, yakni Komisi Disiplin (Komdis) 12
PSSI, sesuai dengan Statuta PSSI Pasal 64-71 mengenai Badan Peradilan.12
Komdis memutuskan untuk menghukum Pieter Rumaropen dengan larangan bermain sepakbola seumur hidup. Komdis menjatuhkan hukuman atas dasar video rekaman dan 13
penjelasan dari pengawas pertandingan.
Berdasarkan uraian di atas, secara yuridis Pieter Rumaropen tidak dapat dituntut pertanggungjawaban secara pidana walaupun perbuatan yang dilakukannya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351-357 KUHP. Oleh karena adanya ketentuan bahwa seorang atlet tidak dapat dipidana yang tercantum dalam berbagai konvensi internasional (Peraturan Konvensi Dasar Olympic Yunani dan Statuta FIFA) dan peraturan nasional (Anggaran Dasar 2003 PSSI dan Statuta PSSI 2011), maka berlaku asas hukum yaitu Lex Specialis Derogat Legi Generalis atau peraturan yang khusus mengenyampingkan peraturan umum. Maka bentuk pertanggungjawaban yang dijatuhkan terhadap Pieter Rumaropen yang melakukan tindak pidana penganiayaan kapada wasit dalam sebuah pertandingan sepakbola adalah dengan penjatuhan sanksi yang diterimanya dari Komisi Disiplin PSSI yaitu larangan bermain sepakbola seumur hidup. Upaya penyelesaian kasus Pieter Rumaropen ini diselesaikan bukan melalui lembaga peradilan umum sebagaimana penyelesaian tindak pidana pada umumnya melainkan melalui internal organisasi PSSI berdasarkan Statuta PSSI.
DAFTAR PUSTAKA
Haris, 2007, Tinjauan Kriminologis Terhadap Penganiayaan Pemain Kepada Wasit Dalam Pertandingan Sepakbola (Studi Pada Kantor Pssi Jakarta), Laporan Akhir Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Laden Marpaung, 2000, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika. Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Surabaya.
R. Soesilo, 1988, KUHP lengkap beserta Komentar-komentarnya, Politiea, Bogor.
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed.1, cet 10, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Taufik Effendi, 2010, Analisis Yuridis Sosiologis Terhadap Kasus Penganiayaan Antar Pemain dalam Pertandingan Sepak Bola (Studi Di Polres Solo Dan Kantor PSSI Jakarta), Abstrak Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Wiryono Prodjodikoro, 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung. http://bola.kompas.com/read/2013/04/23/20062563/Pukulan.Pemain.Persiwa.Go.International
,diakses pada tanggal 10 Mei 2013
http://bola.viva.co.id/news/read/407254-kronologi-pemukulan-wasit-isl-oleh-pemain-
persiwa, diakses pada tanggal 11 November 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cf590d06a75f/bukan-kali-pertama-polisi-pidanakan-pesepakbola, diakses pada tanggal 11 November 2013
http://usum.co/arsip/read/tag/pieter-rumaropen/, diakses pada tanggal 11 November 2013
Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 351-357 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Article 5 Peraturan Konvensi Dasar Olympic Yunani
Pasal 21 Anggaran Dasar (AD) PSSI Tahun 2003
Pasal 64, 70 dan 71 Statuta PSSI Tahun 2011
5
Discussion and feedback