TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Oleh

I Nyoman Adi Wiradana

Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This paper takes the title of the crime of wanton against animals evaluated from the perspective of criminal law, especially regarding criminal acts against animals immoral and criminal liability of the offender. The method used in the writing of this journal using normative law. Acts of wanton against animal is suffering or human violence committed against animals in the form of sexual intercourse with animals. Besides showing deviations of the norm by the perpetrators, this incident also violated the positive law. Criminal responsibility of the perpetrators of immoral acts against animals is an unlawful act and every tort considered as an element of any offense so that the perpetrators of immoral acts against animals may be liable because it meets the elements in Article 302 Code of Criminal Law (KUHP).

Key Words : Crime, Immoral, Animal, Criminal Law

ABSTRAK

Tulisan ini mengambil judul tentang tindak pidana asusila terhadap hewan ditinjau dari perspektif hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana asusila terhadap hewan dan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode hukum normatif. Tindak asusila terhadap hewan merupakan penderitaan atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan dalam bentuk melakukan hubungan seksual dengan hewan. Selain menunjukkan menyimpangnya norma oleh para pelaku, kejadian ini juga melanggar hukum positif. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak asusila terhadap hewan merupakan perbuatan melawan hukum dan setiap perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana sehingga para pelaku tindak asusila terhadap hewan dapat dipidana karena sudah memenuhi unsur-unsur pada pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kata Kunci : Tindak Pidana, Asusila, Hewan, Hukum Pidana

  • 1.    PENDAHULUAN

    1.1    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, semakin marak kasus kejahatan yang terjadi terutama mengenai kejahatan kesusilaan. Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari

norma-norma atau kaidah kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat. Tindakan asusila merupakan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai moral manusia. Kejahatan kesusilaan merupakan perbuatan seseorang yang melanggar moral, etika dan prinsip-prinsip berprilaku di dalam masyarakat khususnya dalam hubungan pada hal/kejadian seksual.1 Kejahatan terhadap kesusilaan hampir selalu mendapat perhatian masyarakat, karena disamping penderitaan yang dialami korban, tetapi juga disebabkan masalah yang berkaitan dengan norma-norma kesusilaan.

Sesuai dengan ketentuan KUHP bahwa tindak pidana kesusilaan termasuk dalam kejahatan terhadap kesopanan BAB XIV yang dimulai dari pasal 281-303 KUHP. Tindak pidana kesopanan dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang) terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa kesusilaan di dalamnya). Norma-norma kesopanan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal rasa kesopanan bagi setiap manusia dalam pergaulan hidup masyarakat.

Akhir-akhir ini, banyak muncul kasus-kasus kejahatan terhadap kesusilaan yang tidak hanya dialami oleh manusia, melainkan juga hewan. Seperti kasus yang terjadi di desa Joanyar, kecamatan Seririt, seorang pelaku bernama ketut M datang ke kandang sapi milik Nyoman Toya, tetangganya. Saat itu, Ketut M melihat sapi betina milik tetangganya tersebut seperti wanita cantik yang sangat menggoda untuk disetubuhi. Kasus ini bukan kali pertama yang terjadi di Bali, bahkan sebelumnya telah terjadi kasus pelecehan terhadap sapi dan ayam di Karangasem, Bali. Seorang anak berumur 16 (enam belas) tahun tega melakukan pelecehan seksual terhadap kedua hewan tersebut. Menurut pelaku, ayam dan sapi yang disetubuhinya tersebut dilihatnya seperti seorang gadis cantik.2

Kejadian-kejadian tersebut merupakan contoh dari adanya penyimpangan norma yang dilakukan oleh pelaku. Perlu adanya peraturan yang mengatur mengenai kejadian-kejadian ini untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku dan nantinya dapat mengurangi kejadian tercela tersebut.

  • 1.2    TUJUAN PENULISAN

Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana tindak pidana asusila terhadap hewan dan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak asusila terhadap hewan.

  • 2.    ISI MAKALAH

    2.1    METODE PENELITIAN

Metode dalam penulisan jurnal “Tindak Pidana Asusila Terhadap Hewan Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana” menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang dipergunakan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.3

  • 2.2    PEMBAHASAN

    • 2.2.1    TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Tindak asusila terhadap hewan merupakan penderitaan atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan dalam bentuk melakukan hubungan seksual dengan hewan. Kejadian-kejadian ini menunjukkan adanya penyimpangan norma yang dilakukan oleh para pelaku demi mencapai kepuasan sendiri. Tindak asusila terhadap hewan merupakan tindakan yang tidak wajar. Kesusilaan yang dirusak ini sebenarnya apa yang dirasakan sebagai kesusilaan oleh segenap orang biasa dalam suatu masyarakat tertentu.4

Kejahatan ini merupakan perbuatan disengaja dan dilakukan secara sadar oleh para pelaku yang merupakan salah satu bentuk penganiayaan terhadap hewan. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam penjelasan pasal 66 ayat (2) huruf c menyebutkan bahwa penganiayaan hewan adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan. Tindakan ini tidak hanya dianggap menunjukkan menyimpangnya norma oleh para pelaku, tetapi juga melanggar hukum positif. Sehingga hukum diperlukan untuk menghapuskan tindak

asusila terhadap hewan agar ketentraman dan keseimbangan dalam masyarakat dapat dipulihkan.

  • 2.2.2    PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK ASUSILA TERHADAP HEWAN

Pidana merupakan bagian mutlak dari hukum pidana, karena pada dasarnya hukum pidana memuat dua hal, yakni syarat-syarat untuk memungkinkan penjatuhan pidana dan pidananya itu sendiri. Melihat KUHP Indonesia, mengenai penjatuhan ancaman hukuman terhadap orang yang telah melakukan suatu pelanggaran tindak pidana, sifatnya ialah memberikan pelajaran supaya tidak mengulangi perbuatan yang jahat, dan dapat kembali kepada masyarakat untuk menjadi orang yang baik.

Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana. Hal ini berdasarkan pendapat doktrin Satochid Kartanegara membedakan dalam dua bentuk yakni: “pertama, wederrechtelijk formil, yakni apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; kedua, wederrechtelijk materiil, yakni sesuatu perbuatan mungkin wederrechtelijk walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

Terkait dengan tindak asusila terhadap hewan, unsur melawan hukum dari elemen perbuatan pidana, oleh Moeljatno dikatakan bahwa meskipun perbuatan pidana pada umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir, namun ada kalanya dalam perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu sifat melawan hukum yang subyektif. Sifat melawan hukum yang subyektif adalah unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi: Kesengajaan (dolus), Kealpaan (Culpa), Niat, (Voortnemen), Maksud (Oogmerk), dengan Rencana terlebih dahulu, dan Perasaan Takut (Vrees).

Karena tindak asusila terhadap hewan merupakan perbuatan melanggar hukum, pertanggungjawaban pidana menggunakan pasal 302 KUHP karena sudah memenuhi unsur-unsur pada pasal 302 KUHP:5

  • - Unsur obyektif:

  • a.    Tanpa tujuan patut; atau untuk mencapai tujuan patut secara melampaui batas;

  • b.    Perbuatannya : menyakiti, melukai, merugikan kesehatan;

  • c.    Obyeknya : hewan;

  • - Unsur subyektif:

  • d.    Dengan sengaja.

Para pelaku dapat dipidana karena telah memenuhi unsur-unsur penganiayaan dan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4500.00,-.

  • 3.    KESIMPULAN

Tindak asusila terhadap hewan merupakan penderitaan atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan dalam bentuk melakukan hubungan seksual dengan hewan. Kejahatan ini merupakan perbuatan disengaja dan dilakukan secara sadar oleh para pelaku yang merupakan salah satu bentuk penganiayaan terhadap hewan. Selain menunjukkan menyimpangnya norma oleh para pelaku, kejadian ini juga melanggar hukum positif. Mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, setiap perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana sehingga para pelaku tindak asusila terhadap hewan dapat dipidana karena sudah memenuhi unsur-unsur obyektif maupun subyektif pasal 302 tentang penganiayaan terhadap hewan.

DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, Adami, 2005, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Marpaung, Laden, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009.

Didi Syafirdi, 2012, “5 Kisah Hubungan Terlarang Manusia dan Binatang”, URL :

http://www.merdeka.com/peristiwa/5-kisah-hubungan-terlarang-manusia-dan-binatang.html. diakses tanggal 4 Januari 2015.

5