ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PNS BERUJUNG PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT

I Nyoman Anom Nesa Parwasaba, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Made Gde Subha Karma Resen, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Keputusan Majelis Hakim Tipikor Nomor 36/Pidsus TPK/2020/PN.Jkt.Pst. Pemerintah DKI Jakarta memberhentikan secara tidak horamat pada siapa saja oknum Pegawai Negeri Sipil karena secara sah terbuki melakukan korupsi. Tri Prasetyo Utomo tergolong melakukan kejahatan maka dari itu saudara Tri Prasetyo Utomo dierhentikan secara tidak hormat. Putusan hakim tersebut menjadi bukti dalam penegakan hukum yang pasti dan bermanfaat serta adil. Keberatan pemberhentian seharusnya diajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan ASN melalui Badan Pertimbangan Pegawai namun ASN yang diberhentikan tersebut mengajukan banding langsung ke PTUN, berkaitan dengan itu prosedur yang telah tersedia tidak dilaksanakan dengan tepat. Pejabat Pembina Kepegawaian atau yang lebih dikenal dengan PPK merupakan pejabat yang mempunyai wewenang pada bidang menetapkan dalam pengangkatan, dalam hal pemindahan dan juga pada pemberhentian Pegawai ASN pada instansii pemerintahan sesuai dengan peraturran perundang-undangan yang berlaku. Dalam upaya penyampaian keberatan dapat ditempuh melalui jalur hukum dengan upaya banding administratif dan diajukan dengan prosedur yang telah ditentukan .

Kata Kunci: Kepastian Hukum, Korupsi, Pegawai Negeri Sipil, PPK

ABSTRACT

the Corruption Eradication Panel of Judges Decision No. 36/Pidsus TPK/2020/PN.Jkt.Pst. The DKI Jakarta Government dishonorably terminated any unscrupulous Civil Servants because they were legally proven to have committed corruption. Tri Prasetyo Utomo was classified as having committed a crime, therefore Tri Prasetyo Utomo's brother was dishonorably terminated . The judge's decision is evidence in law enforcement that is certain and useful and fair. Objections that should have submitted an administrative appeal to the ASN Advisory Board through the Employee Advisory Board but the dismissed ASN filed an appeal directly to the Administrative Court, related to that the existing procedures were not carried out properly. Civil Service Development Officials or better known as PPK are officials who have authority in the field of placement in placements, in terms of transfers and also in the dismissal of ASN Employees in government agencies in accordance with applicable laws and regulations. In an effort to apply for an objection, it can be pursued through legal channels with administrative appeals and filed with a predetermined procedure.

Keywords: Legal Certainty, Corruption, Civil Servants, PPK.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1 . Latar Belakang Masalah

Pemaknaan tentang korupsi oleh masyarakat sebagai saalah satu musuh dari seluruh belahan di dunia ini. Korupsi beredar di masyarakat sejak dulu. Sejak Indonesia belum merdeka beberapa praktik korupsi telah terjadi dan tidak lain tidak bukan dilakukan oleh pribumi yang menjadi bagian dari pemerintah kolonial. Pemberian uang suap di massa pemerintahan kolonial belanda merupakan salah satu praktik korupsi yang terbukti, dimana suatu perjanjian atau perizinan akan berjalan mulus ketika telah menyrahkan uang suap yang sesuai.

Berbicara mengenai tindak pidana korupsi memang tidak ada habisnya, sampai sekarang pembincangan mengenai korupsi masih menjadi trending topic di kalangan masyarakat. Media massa dan media cetak seolah-olah tidak bisa lepas dari Tindakan tercela yang dilakukan oknum pejabat. Mayoritas yang melakukan Tindakan ini yaitu pejabat tinggi negara yang sebelumnya mendapat kepercayaan dari masyarakat luas untuk membantu mensejahterakan rakyat malah berubah haluan menjadi menyengsarakan rakyat. Kelangsungan hidup rakyat sangat terancam jika mereka secara terus menerus dipimpin oleh pejabat yang terbukti melakukan praktik korupsi.

Tindak pidana korupsi di Indonesia tergolong masih tinggi, seolah-olahkorupsi sudah menjadi virus flu yang mandarah daging di tubuh pemerintahan. Indonesia Coruption Watch (ICW) menerangkan bahwa sepanjang 2020 terlah terjadi 444 kasus tipikor yang telah dilakukan penindakani oleh penegak hukum. Siti Juliantari selaku Wakil Kordinator ICW menyatakan sepanjang tahun 2020 telah terungkap kasus klaster suap mencapai total Rp 86,5 M serta pungli mencapai Rp 5,2 M. Mayoritas korupsi dilakukan untuk memperrkaya diri dan menguntungkan diri sendiri. Kekuasaan menjadi hal terpenting dalam melakukan aksi ini karena dengan kekuasaan seseorang dapat menyalahgunakan hak dan kewajibannya.1 Korupsi saat ini sudah bukan tergolongkan dalam kejahatan biasa, namun kini memperoleh gelar kejahattan yang bersifat luar biasa (extraordinarry crime). Metode konvensional yang dilakukan sepanjang ini tidak relevan digunakan untuk menyelesaiikan permasalahan ini, sehingga diperlukan penanganan yang bersifat luar biasa (extraordinary).

Pada era reformasi dalam mewujudkan good goverments sangat dibutuhkan dukungan dari penindakan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Korupsi dapat merusak sendi sendi kehidupan bernegara sehingga Tindakan ini digolongkan dalam jenis extraordinary crime, namun dalam kenyataannya hukuman yang dijatuhkan pada pelaku lebih ringan disbanding dengan ancaman pidananya. Hal tersebut menjadi factor utama masyarakat memberi anggapan bahwa peningkatan kasus korupsi dikarenakan hakim memberikan hukuman yang terlalu ringan.2

Tidak jarang kegiatan korupsi ini dianggap wajar oleh para oknum pejabat nakal yang tidak bertanggung jawab. Mereka menganggap gajih yang didapat belum sebanding dengan semua pengeluaran yang telah digunakan pada masa pencalonan diri. Salah satu viedo yang sempat viral yaitu pernyataan dari bupati Banjarnegara saat diwawancara oleh wartawan mengenai kepala daerah berpotensi melakukan

korupsi karena gaji dianggap kecil, mengatakan bahwa “ooh pasti harus itu (korupsi), bukan berpotensi lagi, tapi itu (korupsi) harus”. Video tersebut sempat menjadi pernyataan paling kontroversial di mata publik, pasalnya masyarakat bertanya-tanya apakah pantas seorang pejabat publik menyatakan hal seperti itu seolah-olah jabatan sebagai ladang uang sesorang. Tidak hanya kepala daerah, namun praktik praktik korupsi kerap terjadi dilingkungan bawah yang dilakukkan oleh Pegawaii Negeri Sipil (PNS). 3

Satu diantaranya kasus yang sempat terjadi pada agustus 2021 yaitu menyinggung Pegawai Negeri Sipiil (PNS), nama dari yang berkaitan tersebut adalah Tri Prrasetyo Utomo menjadi staf pada bagian Sekretarriat Kota Administrasi Jakarta Barat terukti melakukan tindak pidana korups (TPK). Tri Prasetyo Utomo telah dinyatakan perbuatannya bertentangan dengan hukum dikarenakan melakukan tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan atas kewenangannya pada penerbitan surat pernyataan tentang ahli waris dengan estimasi nilai kerugian tersebut mencapai ratusan juta rupiah. Pemerintah DKI Jakarta merespon hal tersebut dengan memberhentikan secara tidak horamat karena secara sah terbuki melakukan korupsi. Maria Qibtiya yang menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaiian Daerah (BKD) Prov DKI Jakarta menyeebutkan bahwa pemberhentan itu terdapat dalam Keputussan Gubenur Nomor 989 Tahun 2021 yang telah ditandatangani secara sah oleh Gubernur DKI Jakarta Aniies Baswdan tertanggal 16 Agustus 2021, bersumber pada putusan Majeliis Hakim Pengadilan Tipiikor. " Putusan ini berdasarkan putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Nomor 36/PidasusTPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 11 November 2020 yang bersifat tetap. Tri Prasetyo Utomo divonis satu tahun empat bulan penjara dan denda 50 juta rupiah subsider tiga bulan kuruungan.

Dijelaskan oleh Kabiro Hukum Yahyan Yuhanah Sekretariat Daerah DKI Jakarta, gugatan Tri Prasetyo Utomo untuk membatalkan surat perintah pemberhentian sebagai PNS akhirnya ditolak karena tidak mengikuti prosedur. "Keberatan pemberhentian seharusnya diajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan ASN melalui Badan Pertimbangan Pegawai bukan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Gugatan digugurkan dalam proses dismissal sebelum masuk persidangan," ujarnya.4

Berdasarkan uraian diatas, penulis mempunyai ketertarikan untuk meneliti sebuah penelitian tentang “Analisis Kasus Pidana Korupsi PNS Berujung Pemberhentian Tidak Hormat”. Sebelumnya telah terdapat penulisan yang dimana disini penulis memiliki ketertarikan untuk mengkaji sebuah jurnal ilmiah dengan judul “Analisis Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi Sebagai Upaya Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih (Clean Govermen)” dari Dwi Lapriesta Ratmahesarani, yang diterbitkan pada tahun 2016 yang pada intinya membahas tentang arah kebijakan pemerintah di bidang pemberantasan korupsi adalah jelas yakni dengan diundangkannya berbagai peraturan perundang-undangan khusus di bidang pemberantasan korupsi. Sebagai bentuk komitmen

moral dalam berupaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean governance)5. Kemudian jurnal ilmiah lainnya yang berjudul “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Legislatif Negara” dari I Gede Dion Raharja, yang diterbitkan pada tahun 2015 yang pada intinya membahas tentang upaya memproses tindak pidana korupsi yang telah diidentifikasi sebelumnya dengan cara melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan6. Yang membedakan penelitian ini dengan jurnal sebelumnya yakni akan dibahas mengenai analisis kasus pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam putusan Nomor 36/Pidana Khusus TPK/2020/PN.Jkt.Pst dan upaya banding administratif terhadap PNS yang diberhentikan secara tidak hormat.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasar uraiian lattar belakang diatass, maka perumusan permasalahan yang terjadi sebagai berikut, :

  • 1.    Bagaimana analisis kasus pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam putusan Nomor 36/Pidana Khusus TPK/2020/PN.Jkt.Pst.?

  • 2.    Bagaimana upaya banding administratif terhadap PNS yang diberhentikan secara tidak hormat?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan darii penulisan artikel inni yaitu selain untuk memperluas pengetahuan tentang hukum, juga untuk mengetahui penerapan dari Undang-undang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi sebagai payung hukum yang berupaya memberi efek jera bagi pelaku korupsi di Indonesia. Serta bertujuan untuk menambah wawasan dalam bidang penyampaian keberatan melalui jalur hukum atau yang lebih dikenal dengan upaya hukum banding

  • 2.     Metode Penelitian

Pengkajian permasalahan tulisan ini yaitu dari perspektif yuridiss normatif, penelitian hukum dengan penggunaan metode kepustakaan/studi dokumen yang ditunjukan pada peraturan tertulis atau bahan hukum lain. Dengan cirin menggunakan data-data yang mencakup bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Dalam pembahasan masalah yang termuat dalam studi ini digunakan jenis pendekatan jenis Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical and Conseptual Approach) dan Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach). Ketika dalam pemberhentian PNS dengan tidak hormat, ada upaya banding sebagai salah satu syarat formil, Keberatan pemberhentian seharusnya diajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan ASN melalui Badan Pertimbangan Pegawai namun ASN yang diberhentikan tersebut mengajukan banding langsung ke PTUN, berkaitan dengan itu prosedur yang telah tersedia tidak dilaksanakan dengan tepat.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Analisis kasus pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam putusan Nomor 36/Pidana Khusus TPK/2020/PN.Jkt.Pst.

Guna menyelamatkan berbagai kepentingan yang bermacam ragam dan memelihara keselarasan hidup di dalam masyarakat, maka timbulah ketentuan dan peraturan yang menjadi pegangan dari kehidupan masyarakat. Ketentuan dan peraturan tersebut berisi tentang bagaimana masyarakat harus berbuat, apa yang diwajibkan dan apa yang tidak diperbolehkan demi mewujudkan keamanan, kenyamanan serta menghindari terjadinya chaos. Beberapa peraturan juga dibuat sesuai dengan keadaan atau zaman. Sebagaimana yang telah diketahui banyak orang, hukum pidana tersebut merupakan hukum sanksi. Dimana sanksi bertujuan untuk menguatkan sesuatu yang dilarang ataupun apa yang dianjurkan oleh ketenttuan hukum. Selain hukuman yang telah kita kenal terdapat juga rupa-rupa tindakan hakim yang dikenal Undang-undang.7 Tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan tersebut sangat membawa pengaruh besar terhadap pelaku atau yang bersangkutan. Selain pidana, tindakan juga dapat merampas kemerdekaan dari seseorang. Kembali berbicara mengenai tindak pidana, di Indonesia dikenal dengan adanya tindak pidana khusus, dimana peraturan yang terkandung didalamnya memiliki perbedaan dengan peraturan- peraturan umum.

Tindak pidana khusus diatur diluar dari ketntuan-ketentuan yang telah ada pada tubuh Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta memiliki kententuan-ketentuan khusus dalam beracara pidana. Beberapa jenis Tipisus yaitu Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Psikotropika, Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektrinik, serta Tindak Pidana Terorisme. Kali ini penulis berkeinginan untuk membahas perihal mengenai Tindak Pidana Khusus yaitu Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan rumusan masalah yang tertera diatas. Tindak pidana Korupsi terlah terjadi sejak lampau. Kita ketahui bahwa pada zaman penjajahan kolonial Belanda banyak terjadi praktik-praktik korupsi di dalam pemerintahan. Tindakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah yang berasal dari belanda namun juga banyak informasi dan referensi yang menyebutkan bahwa pribumi yang menduduki pangkat-pangkat atau tempat tertentu juga melakukan hal tersebut.8

Dari berbagai tindak pidana korupsi, pasti tidak jauh dari kata “kedudukan”, karena seseorang memiliki kedudukan yang tepat atau memiliki suatu kuasa, maka tidak jarang hal tersebut yang memberikan jalan terang untuk dirinya melakukan tindak pidana tersebut. Sebelum berbicara lebih jauh istilah mengenai korupsi berasal dari kata “coruptus” yang dapat diartikan sebagai kerusakan atau kebobrokan. Jika kita lihat dari termininologiistilah korupsi juga berasal dari kata “coruptio” bahasa latin diartikan sebagai kerusakan atau kebobrokan serta dapat dipakai juga dalam menunjukkan keadaan atau perilaku busuk. Jika kita cari dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, corup berarti rusak, busuk, dan dapat digosok, namun korupsi diartikan penyelewengan atau penyalahgunaan dari uang negara (dls).9 Robert Klitgaard berpandanggan bahwa, “Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi”. Dalam hal tersebut R. Klitgarrd memandang korupsi yang klaster pejabat negara ataupun pejabat publik meupakan tindakkan “menggunakan jabatan untuk (memperoleh) keuntungan pribadi”. Jiga R. Klitgarrd berpandangan bahwa historis dari konsep itu dilihat melalui tingkah perbuatan politik. Menurutnya yang ditimbulkan kata corupsi adalah serangkaian ganbaran mengenai kejahatan. Itu diartikan segala yang memungkinkan merusak daripada keutuhan.10 Jerremy Popee juga mempunyai pandangan bahwa, “Korupsi melibatkan perilaku dipihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil. Mereka secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan kepada mereka”. Cukup jelas mengenai arti dari korupsi, pada bagian ini kita akan membahas mengenai salah satu kasus yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).11

Dari latar belakang diatas telah dijelaskan bahwa oknum PNS pada bagian staf sekretariat Administrasi Kota Jakarta Barat telah terbukti melakukan korupsi. Dimana pelaku yang bernama Tri Prasettyo Utomo dinyatakan bersalah dikarenakan telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan surat pernyataan ahli waris dengan nilai kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Jika kita telaah lebih awal, korupsi juga disinggung pada isi dari UU No. 5 Th 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang tercantukan pada, Pasal 1 ayat 5 yang berbunyi :

“Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untukmenghasilkan Pegawai ASN yang profesional,memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dariintervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”

Pasal 12 : Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme Pada pasal diatas kita dapat lihat bahwa dalam pembentukan Undang-undang ini Aparatur Sipil Negara diharapkan dapat bersih dalam hal praktik korupsi. Serta diharapkannya keprofesionalan seseorang dalam menjalankan tugasnya sebagai

bagian dari pemerintahan.12

Mengacu pada Pasal 12 hurruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantassan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimanna telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahana Atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka putusan ini dikeluarkan hakim serta menyatakan Terdakwa TRI PRASETYO UTOMO terbukti secaraa sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam Dakwaan Ketiga perkara ini;

  • 1.    Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa TRI PRASETYO UTOMO oleh karena itu dengan pidana penjarra selama 1 (satu) th dan 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) apabila Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;

  • 2.    Memerintahkan Terdakwa TRI PRASETYO UTOMO agar tetap berrada dalam tahanan;

  • 3.    Menetapkan massa penahanan yang telah diijalani Terdakwa TRI PRASETYO UTOMO dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jak.Pus No. 36/Pidana KhususTPK/2020/PN.Jkt yang menjadi acuan pemerintah Jakarta melakukan pemberhentian terhadap saudara Tri Utomo Prasetyo, telah sesuai dengan isi dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014, dimana dalam Undang-Undang tersebut menggunakan atau mencantumkan asas kepastian hukum dan keadilan dan kesetaraan yang terdapat pada Pasal 2. Putusan yang telah dikeluarkan oleh hakim memberikan gambaran kepastian hukum dalam bidang pemberantasan korupsi, serta tidak adanya pengecualian dalam penegakan hukum di badan pemerintahan sehingga keadilan dan kesetaraan terbukti dalam penegakan hukum13. Putusan ini juga sesuai dengan yang dinyatakan dalam pasall 87 ayatt (4) huruf b dan d yaitu : PNS diberhentiikan tidak dengan hormat karrena:

  • b.    dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putussanpengadilan yang tellah  memiliki kekuatan

hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahattan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;

  • c.    dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukuum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana

sesuai dengan putusan, Saudara Tri Prasetyo Utomo tergolong melakukan kejahatan maka dari itu saudara Tri Prasetyo Utomo dierhentikan secara tidak hormat. Putusan hakim tersebut menjadi bukti dalam penegakan hukum yang pasti dan bermanfaat serta adil di dalam menjalankan dan menerapkan UU Nomor 5 Tahun 2014

serta memberikan keyakinan terhadap masyarakat bahwa dibuatnya produk hukum berupa peraturan ini tidak sia-sia keberadaannya.

3.2 Upaya banding administratif terhadap PNS yang diberhentikan secara tidak hormat

Pada era reformasi dalam mewujudkan good goverments sangat dibutuhkan dukungan dari penindakan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Korupsi dapat merusak sendi sendi kehidupan bernegara sehingga Tindakan ini digolongkan dalam jenis extraordinary crime, namun dalam kenyataannya hukuman yang dijatuhkan pada pelaku lebih ringan disbanding dengan ancaman pidananya.14 Hal tersebut menjadi factor utama masyarakat memberi anggapan bahwa peningkatan kasus korupsi dikarenakan hakim memberikan hukuman yang terlalu ringan.

Berkaca dari kasus diatas, masih banyak kasus-kasus yang menemukan permasalahan serupa. Tidak jarang oknum PNS melakukan tindak pidana korupsi dan diberhentikan dari jabatannya. Oknum tersebut pasti berupaya mempertahankan argumennya dan akan mengajukan keberatan atas keputusan untuk dirinya. Pengajuan keberatan tersebut bisa ditempuh melalui jalur hukum dengan mengajukan upaya hukum banding. Pemberhentian yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian merupakan suatu upaya final dalam penerapan asas kepastian hukum.15 Keawaman dalam pengajuan upaya hukum banding mengenai prosedurnya masih sering terjadi di lingkungan masyarakat. Bahkan masih banyak masyarakat di lingkungan pemerintahan atau oknum instansi pemerintahan belum mengetahui lebih jelas tentang apa itu Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pejabat Pembina Kepegawaian atau yang lebih dikenal dengan PPK merupakan pejabat yang mempunyai wewenang pada bidang menetapkan pengangkatan, dalam pemindahan serta juga pemberhentian Pegawai ASN di instansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diatur dalam Peraturan Presiden Republlik Indonesia Nomorr 96 Tahun 2000 Tentang Wewennang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentiian Pegawai Negeri Sipil dinyatakan, Gubernur merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada tingkat Provinsi. Dalam hal ini pemberhentian secara tidak hormat yang telah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta sudah memenuhi prosedur menurut peraturan yang telah berlaku.

Dalam perkembangan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil terdapat ruang terbuka bagi terpidana untuk mengajukan upaya keberatannya atas keputusan yang telah ditentukan. Namun masih banyak yang belum mengetahui bagaimana tata cara mengajukan upaya hukum banding tersebut. Salah satu contoh dapat kita lihat dari kasus diatas, dimana terpidana mengajukan upaya hukum banding langsung ke PTUN (Pengadiilan Tata Usaha Negaara). Melilihat dari tata cara pengajuan upaya hukum banding hal itu dianggap tidak tepat atau salah. Menurut pasal 1 Ayat 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2021 (PP 79/2021) tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) bahwa “Banding Administratif adalah Upaya

Administratif yang ditempuh oleh Pegawai ASN yang tidak puas terhadap Keputusan PPK mengenai pemberhentian sebagai PNS atau pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK”. Dilanjutkan pada ayat 7 yang menyatakan “Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat BPASN adalah badan yang berwenang menerima, memeriksa, dan mengambil keputusan atas Banding Administratif.” Penolakan yang dilakukan PTUN dalam pengajuan upaya hukum banding oleh saudara Tri Prasetyo Utomo merupakan suatu kewajaran karena dalam prosedur yang telah ditentukan saudara Tri Prasetyo Utomo seharusnya tidak langsung mengajukan upaya hukum banding tersebut kepada PTUN. Dari penjelasan tersebut dapat dartikan bahwa pengajuan keberatan dengan upaya hukum banding seharusnya diajukan terlebih dahulu kepada Badan Pertimbangan ASN sesuai dengan PP/79/2021 bukan pada PTUN langsung.

4. Kesimpulan

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia sangat riskan dilakukan oleh pemegang suatu kuasa atau mempunyai tempat strategis pada tubuh organisasi. Putusan Majelis Hakim Tipikor Nomor 36/Pidsus TPK/2020/PN.Jkt.Pst. merupakan suatu bukti nyata dari penerapan asas kepastian hukum. Keputusan tersebut sudah sesuai dengan beberapa Undang-undang terkait. Seperti pada UU No. 5 Thn 2014 tentang ASN dan UU No. 31 Thn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberhentian yang dilakukan pemerintah Jakarta merupakan pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi yang dapat memberikan manfaat terhadap kelangsungan pemerintahan. Gurbernur merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian pada tingkat Provinsi yang mempunyai kewenangan untuk mengangkat, membina dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pemberhentian tersebut pula hukum di Indonesia memberikan hak terhadap terdakwa untuk mengajukan keberatannya. Pengajuan keberatan yang dilakukan terdakwa dapat ditempuh melalui jalur hukum dengan upaya hukum banding. Upaya hukum banding yang diajukan sudah diatur pada Undang-undang Disiplin PNS. Pengajuan banding harus terlebih dahulu diajukan pada BPASN. Diharapkan kepada Pemerintah agar lebih serius menanggapi atau menindak lanjuti Pegawai Negeri Sipil yang terindikasi melakukan Tipikor. Besar harapan pula Majelis Hakim agar tetap dan/atau lebih tegas dalam memutus perkara Tipikor pada oknum yang telah merugikan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Kasiyanto, Agus Teori Dan Praktik Sistem Peradilan Tipikor Terpadu Di Indonesia (Jakarta, Edisi Pertama Kencana, 2018).

Setia, Michael Barama, Tindak Pidana Khusus. (Manado, Unsrat Press 2015)

Jurnal

Alfedo, Juan Maulana, and Rama Halim Nur Azmi. "Sistem Informasi Pencegahan

Korupsi Bantuan Sosial (Si Pansos) di Indonesia: Rumusan Konsep dan Pengaturan." INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi 6, no. 2 (2020): 283-296.

Launa, Launa, and Hayu Lusianawati. "Potensi Korupsi Dana Bansos Di Masa

Pandemi Covid-19." Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa 2, no. 1

(2021).

Raharja, G. D., I. Ketut Mertha, and I. Wayan Suardana. "Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Pejabat Legislatif Negara." Kertha Negara 3.3 (2015): 1.

Ratmahesarani, Dwi Lapriesta, and Nyoman A. Martana. "Analisis Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi Sebagai Upaya Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih (Clean Governance)." Kertha Negara (2016).

Pratama, M. Ilham Wira. "Tindak Pidana Korupsi Sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia." Lex Renaissance 4, no. 1 (2019): 65-80.L. Yuwanto, Profil Koruptor Berdasarkan Tinjauan Besic Human Values, Jurnal Anti KorupsiIntegritas, Vo.1 No.1 November 2015, hlm.67

Wardani, Koko Arianto, and Sri Endah Wahyuningsih. "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia." Jurnal Hukum Khaira Ummah 12, no. 4 (2017): 951-958.

Listiyani, Nurul. Konsep Perizinan Terpadu sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsir Sektor Pertambangan. Lambung Mangkurat University, 2018.

Putra, Ida Bagus Dwi Cahyadi, & I Dewa Gede Dana Sugama. " Eksistensi Penjatuhan Pidana Mati Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Korupsi Dalam Peradilan Pidana Indonesia."Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum10.No 7(2021): 475-483.

Gani, Ruslin Abdul. "Dampak dan upaya pemberantasan serta pengawasan korupsi di Indonesia." (2017).

Yuwanto, Listyo. "Profil koruptor berdasarkan tinjauan basic human values." Integritas Jurnal Antikorupsi 1, no. 1 (2015): 1-11.

Lain-Lain

Greatday, Rizka Maria Merdekahttps://greatdayhr.com/id-id/blog/cara-mengatasi-korupsi/ diakses 29 November 2021.

Liputan 6, Yopi Yakdori, https://www.liputan6.com/news/read/4661888/anies-pecat-pns-sekretariat- kota-jakbar-yang- terbukti-korupsi. diakses 28 November 2021.

Newsdetik, Athika Rahma. https://news.detik.com/berita/d-5682891/icw-ungkap-ada-444-kasus-korupsi-di-   2020-kerugian- negara-rp-186-t

DirektoritiPutusanMahkamahAgungRepubliIndonesia

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Putusan Nomor 36/Pidana Khusus TPK/2020/PN.Jkt.Pst

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 12 Tahun 2022 hlm 1355-1364

1364