URGENSI PEMBEBASAN PEMBERIAN PATEN

VAKSIN COVID-19 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL

Made Ayu Okshana Yogaputri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Cokorda Dalem Dahana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengkaji kepastian hukum dan risiko hukum atas pembebasan hak paten terhadap suatu invensi vaksin Covid-19 di bidang farmasi, terutama dalam keadaan darurat. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan faktual serta teknik penelitian hukum normatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kepastian hukum pelepasan hak paten atas suatu invensi serta resiko hukum yang akan timbul telah diatur secara eksplisit dan implisit dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi Wajib Paten, dan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat CoronaVirus Disease 2019. Dari segi hukum, pembebasan paten dapat menimbulkan risiko yang dianggap menyerang landasan hukum dalam pengaturan UU Paten.

Kata Kunci: Pembebasan, Hak Paten, CoronaVirus Disease 2019, Invensi Vaksin

ABSTRACT

The goal of this study is to evaluate the legal certainty and risk associated with a Covid-19 vaccine invention's patent uncertainty in the pharmaceutical industry, particularly in times of emergency. This study employs statutory and factual approaches along with normative legal research techniques. The results of the study show that the legal certainty of obtaining a patent for an invention and the legal risks that will arise have been regulated explicitly and implied in Law Number 13 of 2016 concerning Patents, Government Regulation Number 77 of 2020 concerning Procedures for Granting Patent Compulsory Licensing, and Presidential Decree Number 11 of 2020 Concerning the Establishment of a Public Health Emergency for CoronaVirus Disease 2019. From a legal perspective, patent reactions can pose a risk which is considered based on the legal basis in the regulation of the Patent Law.

Key Words: Exemption, Patents, CoronaVirus Disease 2019, Vaccine Invention.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1 . Latar Belakang Masalah

Pada akhir tahun 2019 sebuah virus yang bermula di sebuah provinsi di China kini telah menyebar begitu cepat ke hampir setiap negara di dunia, termasuk Indonesia tanpa terkecuali, sehingga wabah virus Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 tampaknya menjadi ancaman bagi hampir setiap negara di dunia. Corona Virus Disease 2019 atau biasa disingkat dengan Covid-19 merupakan penyakit menular dan telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi karena tingkat penyebarannya yang sangat cepat serta merata. Kebanyakan orang dengan infeksi Covid-19 memiliki gejala ringan hingga sedang dan sembuh sendiri tanpa perawatan khusus. Namun, beberapa orang mengalami penyakit parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Kenaikan kasus penyebaran virus Covid-19 terus mengalami peningkatan di mulai dari kasus pertama di Indonesia ditemukan pada bulan Maret 2020 hingga kasus tertinggi di Indonesia terdapat lebih dari 1.200.000 kasus pada Juli 2021.1

Terjadinya pandemi Covid-19 berdampak dalam segala sektor, yakni dalam hampir semua aspek kehidupan termasuk ekonomi keuangan dunia serta tidak hanya dalam aspek kematian. IMF menerangkan bahwa pandemi Covid-19 berdampak sangat besar bagi bidang ekonomi dunia, bahkan IMF memperkirakan kemungkinan terjadinya resesi dunia yang lebih besar dari krisis keuangan global pada tahun 2008.2 Hal serupa juga berlaku untuk aspek pendidikan yang terkena dampak Covid-19, sesuai kebijakan pemerintah segala kegiatan lembaga pendidikan yang ada di Indonesia dilakukan secara daring. Bali sebagai salah satu destinasi wisata yang menggantungkan aspek perekonomiannya pada bidang pariwisata baik itu dari skala kecil, menengah, hingga skala besar juga terkena dampak dari terjadinya pandemi Covid-19. Dimulai dari penutupan penerbangan baik domestik maupun internasional, terjadinya isolasi serta pembatasan kegiatan yang dilakukan diluar rumah yang membuat jumlah wisatawan yang datang ke Bali secara khusus mengalami penurunan drastis.3

Virus Covid-19 telah menjadi sebuah wabah yang mengakibatakan suatu kedaruratan kesehatan diseluruh dunia. Sebuah virus dapat ditanggulangi melalui pembuatan suatu vaksin ataupun obat-obatan untuk mencegah serta menahan wabah virus Covid-19 tersebut berkembang atau menyebar secara cepat, yang dimana vaksin tersebut merupakan invensi dalam bidang teknologi dan farmasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 1 (1) yang menjelaskan bahwa selama jangka waktu tertentu, negara memberikan hak eksklusif kepada inventor di industri farmasi untuk mengimplementasikan inovasinya sendiri atau dengan persetujuan pihak lain. Artinya, sebuah invensi harus di lindungi oleh negara sebagai suatu hak eksklusif bagi inventor baik dari produk maupun prosesnya.4 Invensi di bidang farmasi tersebut melahirkan sebuah paten dan dapat

diartikan sebagai hak ekslusif dari inventor itu sendiri, dalam hal ini hak eksklusif tersebut memiliki beberapa makna, yaitu hak penggunaan pribadi dalam kaitannya dengan penemuan sebuah invensi. Kapasitas untuk memberikan hak-hak tersebut di bawah lisensi atau sebaliknya kepada pihak ketiga untuk penemuan invensi. Serta hak untuk mencegah orang lain menyalahgunakan invensi tersebut.5

Terjadi polemik mengenai pengadaan paten vaksin Covid-19 masyarakat menilai apakah pemberian paten vaksin Covid-19 oleh pemerintah dapat tepat sasaran yang berakibat timbulnya pro-kontra di masyarakat mengenai pemberian hak paten vaksin Covid-19.6 Realitas masyarakat menilai pemerintah dalam menangani paten telah menghasilkan keuntungan dan kelemahan selama pandemi Covid-19. Mengingat kemajuan terbaru dalam ilmu kedokteran serta farmasi secara khusus, kelompok pro-masyarakat berpendapat bahwa paten sangat penting setelah terjadinya wabah Covid-19 ini. Dengan kata lain, penggunaan barang palsu dapat menghasilkan pelanggaran paten. Di sisi lain, penentang paten berpendapat bahwa paten tidak diperlukan dalam konteks inovasi medis selama pandemi Covid-19 yang mengakibatkan penghambatan pemberian vaksin di Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan mempersulit penggunaan manfaat penggunaan invensi medis untuk menghentikan virus Covid-19 yang telah menyebar diseluruh dunia khususnya di Indonesia sebagai negara berkembang. Dalam hal tersebut inventor memiliki hak penuh dari invensinya, apakah ia akan meminta hak patennya kepada suatu negara ataupun melepaskan untuk tidak mematenkannya kepada suatu negara tersebut. Pada dasarnya inventor tidak berkewajiban untuk meminta paten sebagai hak eksklusifnya kepada suatu negara. Dapatkah Indonesia sebagai negara berkembang mengatasi pengadaan serta pemerataan vaksin Covid-19 apabila vaksin Covid-19 diabaikan hak patennya. Keputusan penulis untuk melakukan penelitian untuk judul di atas dilatarbelakangi oleh hal tersebut.

Terdapat beberapa jurnal yang telah membahas mengenai hak paten vaksin Covid-19 yang dalam hal ini penulis jadikan sebagai perbandingan ataupun acuan dalam penulisan penelitian ini. Adapun jurnal yang pertama yaitu jurnal yang ditulis oleh Nabila Hananza Sarahdiva dan I Gde Putra Ariana dengan judul "Usulan Pengabaian Hak Paten Vaksin Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Internasional". 7 Namun pembahasan dalam jurnal tersebut lebih mengarah kepada pengabaian hak Paten vaksin dilihat dari perspektif hukum internasional. Selanjutnya terdapat pula jurnal lain yang ditulis oleh I Gusti Ayu Nadya Candra Pramitha dan Kadek Agus Sudiarawan dengan judul "Perlindungan Hukum Terhadap Vaksin Covid-19: Perspektif Hak Kekayaan Intelektual Indonesia", dalam jurnal tersebut pembahasannya lebih mengarah pada perlindungan hukum vaksin dilihat dari hak kekayaan intelektual secara umum.8 Hal tersebutlah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dengan judul "URGENSI PEMBEBASAN PEMBERIAN PATEN VAKSIN COVID-19 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL". Adapun

pembeda dari kedua penelitian sebelumnya, yakni pembahasan pada penelitian ini lebih memfokuskan kepada pengaturan hukum mengenai pembebasan hak paten invensi vaksinasi di bidang farmasi yang termasuk kedalam kedaruratan, serta resiko hukum yang timbul akibat dari pembebasan paten vaksin Covid-19.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apakah Pembebasan Hak Paten suatu Invensi Yang Termasuk Kedalam Kedaruratan Diatur Dalam Hukum Nasional?

  • 2.    Bagaimanakah Resiko Pembebasan Paten Vaksin Covid-19 Ditinjau Dari Aspek Hukum?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini apabila dilihat dari latar belakang serta permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu agar dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengaturan pembebasan hak Paten suatu invensi di bidang farmasi yang termasuk kedalam kedaruratan, serta dampak pembebasan vaksin Covid-19 ditinjau dari aspek hukum.

  • II.    Metode Penelitian

Dengan menggunakan pendekatan metodologi hukum normatif, penulis meneliti penelitian ini yakni menemukan serta merumuskan argumentasi hukum dengan cara pendekatan peraturan perundang-undangan yang ada serta pendekatan fakta. Adapun beberapa bahan hukum (Studi kepustakaan) dalam penelitian ini, terdapat bahan hukum primer yang mengikat seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016. Selanjutnya terdapat bahan hukum sekunder dalam hal ini berfungsi untuk menjelaskan lebih detail berkaitan dengan bahan hukum primer sebelumnya, yakni terdapat hasil penelitian serta jurnal hukum terkait.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pengaturan Pembebasan Hak Paten dalam Hukum Nasional

Landasan sistem perlindungan hak paten yang disepakati dalam perjanjian internasional ialah sistem perlindungan paten yang dianut dalam hukum nasional Indonesia. Hal ini merupakan adaptasi peraturan perundang-undangan dalam negeri dari perjanjian internasional tersebut. Akibatnya, semua negara yang menandatangani perjanjian internasional tentang KI akan mendapat perlindungan hukum yang sama tanpa adanya perbedaan. Jika paten telah didaftarkan, perlindungan paten dapat diberikan sebab suatu paten dikeluarkan oleh negara berdasarkan suatu permohonan dari inventor atau penemu. Setiap invensi paten harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yuridis yang berlaku di Indonesia.9 Hanya jika invensi paten seseorang terdaftar, maka KI tersebut dapat diakui dan dilindungi secara hukum. 10 Menjadi tidak terdaftar dan tidak menghasilkan perlindungan atau pengakuan dari negara mengenai penemuannya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 menjunjung tinggi sistem konstitutif, beberapa hal berikut yang merupakan penghentian atau penghapusan hak milik berdasarkan sistem tersebut:

  • a.    Dalam salah satu cara untuk mendapatkan hak milik, apabila orang lain melakukannya.

  • b.    Kepunahan atau pemusnahan benda tersebut.

  • c.    Jika pemilik atau inventor melepaskan barang tersebut dengan tujuan untuk melepaskan hak peruntungannya.

Oleh karena itu, terjadinya penghentian paten bukan karena kehilangan atau harus membuang barang tersebut karena keadaan darurat atau alasan lain yang tidak dibenarkan dalam undang-undang. Dalam situasi seperti itu, pemilik asli tetap mempertahankan kepemilikan atas invensi tersebut. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan paten berakhir atau dihapus untuk invensi yang telah dilindungi oleh mereka, faktor pertama ialah dalam hal jangka waktu perlindungan paten yang telah berakhir, diatur dalam Pasal 22 UU No. 13/2016; penemu telah meminta kepada pemerintah agar permohonan mengenai suatu invensi ditarik kembali, diatur dalam Pasal 43; Kementerian telah menyetujui permintaan penghapusan dari pemegang paten, diatur dalam Pasal 43; Pemerintah sendiri yang akan melakukan paten, diatur dalam Pasal 103-Pasal 120; Faktor terakhir ialah terjadinya pengalihan hak paten yang telah dilakukan secara sah kepada orang atau badan hukum lain, diatur dalam Pasal 74-Pasal 75.

Invensi yang telah dipatenkan dapat juga dicabut atau dihapus menurut pandangan penemu karena alasan-alasan atau upaya pencabutan paten karena suatu invensi atau penemuan melanggar undang-undang, baik jika dilihat dari aspek ketertiban umum maupunn aspek kesusilaan. Selanjutnya, pihak ketiga mengajukan gugatan atas batalnya Paten terhadap Pemegang Paten di pengadilan niaga, dan pengadilan tersebut telah menjatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan kepada pemegang paten. Serta, penghapusan paten karena inventor tidak membayar biaya tahunan yang diwajibkan terhadap negara yang telah diatur dalam perundang-undangan yuridis.11 Terdapat beberapa keadaan yang digolongkan sebagai suatu kepentingan umum dalam pelestarian Paten di Indonesia, yang pertama ialah perlindungan di bidang gizi dan kesehatan masyarakat; pengembangan teknis dan sosial ekonomi; bagaimana hak dan kewajiban pemilik dan pengguna KI seimbang.; tidak mengganggu daya saing komersial; bukan untuk penggunaan keuntungan; untuk sains, eksperimen, penelitian, dan pengajaran; untuk kebutuhan kritis; untuk pertahanan dan keamanan; ada kompensasi yang memadai; penggunaan pemerintah ditentukan oleh aturan dan regulasi pemerintah (intervensi negara). Memberlakukan lisensi wajib atau penggunaan pemerintah adalah salah satu metode intervensi. 12 Standar perlindungan KI berdasarkan kepentingan umum, antara lain adanya campur tangan negara/pemerintah melalui regulasi perundang-undangan, pengalokasian KI (untuk masyarakat, negara, dan persaingan usaha yang sehat), juga pemberian ganti rugi sepadan kepada pemilik KI, dapat disimpulkan dari berbagai syarat yang tercantum di atas.

Kriteria kepentingan umum yang diberikan di atas dapat digunakan sebagai pijakan pengadilan dalam menyelesaikan perselisihan tentang kepentingan umum dalam penggunaan kekayaan intelektual jika hukum dan peraturan telah membuatnya eksplisit dalam perundang-undangan yuridis. 13 Standar kepentingan umum sering direpresentasikan dalam aturan larangan dan pengecualian dalam praktik pengaturan di bidang KI di tingkat internasional dan nasional, khususnya yang berkaitan dengan

paten. Selain ketentuan larangan dan pengecualian, juga lazim dijumpai klausula yang mengandung ketentuan umum. Pasal 19 (3) Ketentuan UU Paten 2016 Menurut ketentuan pasal ini, penggunaan Paten untuk dipelajari, diuji, atau dianalisis sepanjang tidak merugikan kepentingan hak eksklusif Pemegang Paten bukan merupakan pelanggaran terhadap hak eksklusifnya untuk itu. Klausula ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak tersebut untuk mematuhi ketentuan pengumuman Pasal 46–50 UU Paten 2016 dengan tetap menggunakan Invensi hanya untuk penelitian dan pengajaran. Ditetapkan bahwa Permohonan Paten diumumkan dalam Berita Resmi Paten yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal secara teratur, dan/atau disimpan dalam sarana tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal yang mudah dilihat dan diketahui oleh umum. Masing-masing pihak dapat membaca dengan teliti pemberitahuan ini, yang tersedia dengan mudah dan mencolok untuk umum, dan menyampaikan pendapat dan/atau keberatan mereka secara tertulis terhadap Permohonan yang digugat dengan memberikan justifikasi.

Ketentuan perjanjian lisensi diatur dalam Pasal 78 UU Paten 2016.14 Persyaratan pasal ini menyatakan bahwa perjanjian lisensi tidak memuat klausula yang secara langsung atau sebaliknya, dapat merugikan perekonomian negara Indonesia atau membatasi kemampuan negara untuk menguasai mauupun memajukan teknologi pada umumnya dan teknologi yang terkait dengan penemuan yang dilindungi pada khususnya. 15 Jika diperhatikan kembali dari segi kepastian hukum alih teknologi melalui Perjanjian Lisensi dan pembelaan kepentingan umum melalui pembatasan isi Perjanjian Lisensi, rumusannya cukup luas bagian dari Pasal 109 hingga 120 UU Paten 2016 yang mengatur bagaimana pemerintah dapat menggunakan paten. Diputuskan apabila Pemerintah berpendapat bahwa Paten di Indonesia sangat diperlukan untuk pertahanan, keamanan maka Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten tersebut dan sangat diperlukan untuk kepentingan rakyat. Antara lain bidang kesehatan. memiliki kebutuhan mendera untuk kepentingan nasional, seperti obat-obatan remedi yang masih dipatenkan di Indonesia dan diperlukan untuk mengobati penyakit yang bersifat umum (endemik). Di bidang pertanian, misalnya, pestisida diperlukan untuk memerangi gagal panen yang disebabkan oleh hama di tingkat nasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu tujuan paten adalah untuk melindungi ekonomi negara dan bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi Wajib Paten, diatur ketentuan tambahan terkait penggunaan paten oleh pemerintah.

Bagi penemu yang telah berusaha keras untuk menciptakan suatu invensi baik di bidang teknologi maupun bidang farmasi, paten ialah sebuah penghargaan bagi sang inventor yang dapat menimbulkan suatu hak. Namun, dari sudut pandang lain suatu Paten memiliki dampak yang tidak menguntungkan dengan menaikkan biaya dan mengurangi akses masyarakat terhadap obat-obatan tersebut, meskipun tujuan positifnya adalah untuk memberi kompensasi kepada para inventor. Pemberian paten untuk industri farmasi di negara “adidaya” sering menyebabkan harga jual produk farmasi tertentu meroket untuk negara berkembang dan terbelakang yang mayoritas memiliki tingkat kemiskinan tinggi. Indikasi-indikasi ini menyulitkan negara-negara berkembang dan terbelakang untuk membeli dan juga memperoleh obat-obatan ini,

didorong dengan pengembangan yang lemah di negara-negara ini mencegah mereka memproduksi dan memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan mereka sendiri secara mandiri.

  • 3.2    Resiko Hukum Pembebasan Paten Vaksin Covid-19

Pemerintah dalam melakukan penyelesaian pandemi Covid-19, dapat dikatakan secara keseluruhannya berpusat pada isu perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (KI). Hampir setiap produk farmasi terkait Covid-19, termasuk masker medis, obat-obatan, vaksin, dan respirator tanpa terkecuali dilindungi oleh peraturan hak paten maupun rahasia dagang sebagai sebuah hukum nasional. Secara tidak langsung Undang-Undang Kekayaan Intelektual telah mendorong monopoli pengetahuan, yang dimana sepenuhnya dipenuhi negara-negara maju dari sisi aspek farmasi.16 Perlindungan paten di nilai cenderung meningkatkan biaya, menghambat persaingan juga menimbulkan ketidakpastian dalam masalah terkait kesehatan, dan pada akhirnya membuat harga vaksinasi tetap tinggi di negara berkembang yang notabene berpenghasilan rendah atau menengah. Selain itu, paten, yang pada awalnya dirancang untuk memberi penghargaan kepada inovator, dapat dimanfaatkan oleh perusahaan besar untuk menetapkan harga, terlibat dalam perilaku monopolistik, dan terlibat dalam persaingan ekonomi yang tidak sehat, yang semuanya merusak reputasi sistem perlindungan paten. Hal tersebut diatas yang membatasi akses ke persediaan medis baik obat-obatan maupun vaksin yang sangat diperlukan untuk pasien beresiko tinggi.17 Saat pandemi terjadi, negara-negara berusaha memproduksi vaksinnya dan mendistribusikan vaksin ke sasaran dengan harga yang terjangkau. Menjadi pertanyaan besar apakah kebijakan KI yang telah diatur benar-benar tepat jika dilihat dari perspektif sosial, invensi vaksin Covid-19 sebagai pengobatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di seluruh dunia, di Indonesia tanpa terkecuali.

Terjadinya kesetaraan akses vaksin bagi seluruh masyarakat di dunia sangat dijunjung tinggi oleh Indonesia serta berada di pihak negara-negara lain yang memperjuangkan penghapusan atau pembebasan paten vaksin tersebut, hal tersebut selaras dengan apa yang dikatakan oleh Menlu Republik Indonesia, Retno M. Didasari dari pengaturan khsus mengenai paten UU No. 13/2016 atau UU Paten dalam Pasal 19 (1), pada dasarnya pemegang paten miliki hak eksklusif mengenai pelarangan serta pemanfaatan hasil invensi penemuannya tanpa persetujuan sang inventor. Namun, faktanya pada saat pandemi yang termasuk ke dalam suatu keadaan darurat pengaturan tersebut berbanding terbalik mengenai pengimplementasian pasal tersebut. Banyak negara mayoritas negara-negara berkembang yang menggemakan penolakan pembebasan paten vaksin Covid-19, yang memang penolakan tersebut sangat menyerang dasar-dasar pengaturan UU Paten. Pencederaan hal mendasar seperti pelanggaran hak eksklusif pemegang hak paten dampak dari pencabutan sepihak atas invensinya. Pengurangan bahkan penghapusan hak ekonomi dalam suatu invensi dari pemilik paten menjadi dampak yang sangat merugikan dari aspek ekonomi sang inventor.

Terdapat berbagai resiko dari pembebasan paten vaksin Covid-19 apabila dilakukan tanpa memberikan imbalan bagi inventor. Jika hal itu tidak dilakukan,

penemu akan enggan untuk mengumumkan ciptaanya dan kurangnya motivasi hingga menyebabkan "kematian" pada cipataanya. Inventor akan menghalangi pemerintah untuk mengambil keuntungan dari penemuannya, serta merahasiakan invensinya. Dengan begitu, hal terbesar yang mempengaruhi lahirnya invensi ialah kapasitas pemerintah untuk menjamin hak eksklusif atas paten itu. Pada Pasal 1 (1) Undang-Undag Paten dapat diulas lebih dalam mengenai pembatasan hak eksklusif paten dengan memberikan batasan jangka waktu tertentu perlindungan paten. Dari penjelasan tersebut dapat menunjukkan bahwa hak eksklusif inventor terhadap temuannya bukan merupakan hak mutlak maupun tidak terbatas. Jangka waktu yang disebutkan diatas telah diatur secara eksplisit dalam UU No. 13/2016 Pasal 22 serta Pasal 23, dijabarkan bahwa jangka waktunya ialah selama 20 tahun bagi paten dan 10 tahun bagi paten sederhana. Tak satu pun dari kerangka waktu tersebut dapat diperpanjang dikarenakan keduanya mencakup konsep tujuan sosial. Untuk menjamin keharmonisan antara kepentingan masyarakat dengan inventor, disitulah fungsi sosial hadir. Begitu juga halnya dengan penjelasan Pasal 109 (1), pada pasal tersebut dijelaskan secara eksplisit mengenai kemungkinan pemerintah untuk melepaskan hak paten vaksin serta pemerintah mengajukan paten sendiri bertujuan untuk kepentingan negara.

Dengan dibentuknya KeputusanPresiden (KEPPRES) Nomor. 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Virus Corona ini telah menyebabkan korban yang sangat besar dan dampak yang luar biasa tinggi dari segala aspek bagi Indonesia, akibatnya telah mengklasifikasikan wabah Covid-19 sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Keputusan tersebut juga menyebutkan bahwa krisis kesehatan masyarakat akibat Covid-19 harus diperhatikan secara lebih mendalam. 18 Salah satu tindakan Indonesia ialah menyediakan serta mempersiapkan vaksin Covid-19 yang telah diatur dalam Peraturan MenteriKesehatan (PERMENKES) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin Untuk Penanggulangan Pandemi Virus Corona 2019.Selanjutnya telah dipastikan bahwa vaksinasi tidak dipungut biaya apapun. Pada akhirnya, vaksinasi gratis diharapkan dapat memenuhi hak kesehatan masyarakat Indonesia, pernyataan tersebut selaras dengan Pasal 2 ayat (4) Keputusan Menteri Kesehatan tentang Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengadaan Vaksin.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi CoronaVirus Disease 2019, salah satu kewajiban Indonesia adalah penyediaan vaksin Covid-19 (Permenkes tentang Pengadaan Vaksin). Hak kesehatan masyarakat diantisipasi untuk dipenuhi dengan memberikan vaksinasi gratis. Untung, 8 juta vaksinasi diimpor ke Indonesia dalam bentuk bahan baku curah. Meski memiliki total 91,9 juta dosis vaksin, baik vaksin curah maupun siap pakai, Indonesia masih jauh dari jangkauan. sasaran vaksinasinya adalah 70% dari populasi. Menurut Pasal 4 Menteri Kesehatan tentang Pengadaan Vaksin yang menyatakan bahwa jumlah vaksin Covid-19 harus sesuai dengan kebutuhan yang diantisipasi dalam rangka penanggulangan pandemi, kenyataan ini jelas bertentangan dengan kebutuhan tersebut. Pencapaian hak kesehatan masyarakat tentunya akan terhambat jika tujuan vaksinasi tidak terpenuhi. Belum lagi kemungkinan berkurangnya ketersediaan dosis vaksin jika terjadi overfilling dan waste selama proses produksi vaksin. Sebagaimana ditunjukkan oleh Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Paten Obat Antiviral dan Antiretroviral Pasal 4 Peraturan Presiden tentang Pemerintah Paten, sektor farmasi harus membayar

pemegang paten 0,5% dari nilai penjualan bersih obat antiviral dan antiretroviral sebagai kompensasi. Rencana ganti rugi itu ternyata sesuai dengan Pasal 115 UU Paten, yang menyebutkan bahwa ketika pemerintah melaksanakan paten atas suatu inovasi, pemegang paten berhak membayar dalam bentuk imbalan yang wajar. Kompensasi yang adil dihitung berdasarkan kemampuan keuangan negara untuk menutupi keuntungan ekonomi yang diantisipasi dari penggunaan teknologi pemegang paten. Berbeda dengan pengabaian paten, permohonan paten pemerintah untuk vaksin Covid-19 tetap menghormati hak eksklusif pemegang paten.

Persyaratan dalam Bab 3 Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah, khususnya Pasal 31, mengatur bahwa Pemegang Paten mendapatkan imbalan yang adil sebagai pembayaran atas pelaksanaan Patennya oleh Pemerintah. Dalam situasi ini, kemampuan keuangan negara untuk membayar keuntungan ekonomi atas penggunaan inovasi pemegang paten digunakan untuk menghitung kompensasi yang wajar. Selain itu, sesuai Pasal 32 Perpres tersebut, besaran kompensasi yang telah disepakati dituangkan dalam Perpres terkait keputusan pemerintah untuk mengadopsi paten. Menurut Pasal 117 (1) UU Paten, pemegang paten berhak menggugat Pengadilan Niaga jika tidak menyetujui jumlah uang yang dibayarkan oleh pemerintah untuk penggunaan inovasinya. Prosedur penyelidikan dan litigasi dalam hal ini tidak menghalangi pemerintah untuk menegakkan paten. Selain itu, sesuai Pasal 32 Perpres tersebut, besaran kompensasi yang telah disepakati dituangkan dalam Perpres terkait keputusan pemerintah untuk mengadopsi paten. Menurut Pasal 117 (1) UU Paten, pemegang paten berhak menggugat Pengadilan Niaga jika tidak menyetujui jumlah uang yang dibayarkan oleh pemerintah untuk penggunaan inovasinya. Prosedur penyelidikan dan litigasi dalam hal ini tidak menghalangi pemerintah untuk menegakkan hak paten tersebut.

  • IV.    Kesimpulan

Invensi yang telah dipatenkan dapat juga dicabut atau dihapus menurut pandangan penemu karena alasan-alasan atau upaya pencabutan paten karena suatu invensi atau penemuan melanggar undang-undang, baik jika dilihat dari aspek ketertiban umum maupunn aspek kesusilaan. Selanjutnya, pihak ketiga mengajukan gugatan atas batalnya Paten terhadap Pemegang Paten di pengadilan niaga, dan pengadilan tersebut telah menjatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan kepada pemegang paten. Suatu keadaan yang digolongkan sebagai suatu kepentingan umum dapat dibebaskan dalam pelestarian Paten di Indonesia, antara lain adanya campur tangan negara melalui peraturan perundang-undangan, pengalokasian KI (untuk masyarakat, negara, dan persaingan usaha yang sehat), dan pemberian ganti rugi yang layak bagi pemilik KI, dapat disimpulkan dari berbagai syarat yang tercantum di atas. Terdapat berbagai resiko dari pembebasan paten vaksin Covid-19 apabila dilakukan tanpa memberikan imbalan bagi inventor. Jika hal itu tidak dilakukan, penemu akan enggan untuk mengumumkan ciptaanya dan kurangnya motivasi hingga menyebabkan "kematian" pada cipataanya. Pembebasan vaksin tersebut dinilai sangat menyerang dasar-dasar pengaturan UU Paten. Pencederaan hal mendasar seperti pelanggaran hak eksklusif pemegang hak paten dampak dari pencabutan sepihak atas invensinya. Pengurangan bahkan penghapusan hak ekonomi dalam suatu invensi dari pemilik paten menjadi dampak yang sangat merugikan dari aspek ekonomi sang inventor.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Barrett, Mr Philip, Mr Sonali Das, Giacomo Magistretti, Evgenia Pugacheva, and Mr Philippe Wingender. After-effects of the COVID-19 pandemic: Prospects for mediumterm economic damage. International Monetary Fund, 2021.

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual PropertyRights). Jakarta: Raja Grafindo. 2013.

Jurnal

Amrita, Nyoman Dwika Ayu, Made Mulia Handayani, dan Luh Erynayati. "Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Pariwisata Bali." Jurnal Manajemen dan Bisnis Equilibrium 7, no. 2 (2021): 246-257.

Arimuladi, Setia Untung. "Perlindungan Negara, Paten Vaksin Covid-19, Dan Potensi Monopoli." Jurnal Hukum Progresif 9, no. 1 (2021): 50-63.

Atmaja, Yustisiana Susila, Budi Santoso, and Irawati Irawati. "Pelindungan hukum terhadap paten produk farmasi atas pelaksanaan paten oleh pemerintah (Government use)." Masalah-Masalah Hukum 50, no. 2 (2021): 196-208.

Berlianty, Teng. "Formulasi Pengaturan Disclosure Requirements Sumber Daya Genetik Sebagai Hak Paten." Jurnal Kertha Patrika 39, no. 2 (2017).

Darusman, Yoyon M. "Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional." Yustisia Jurnal Hukum 5, no. 1 (2016): 202-215.

Demmassabu, Valentino M. "Penghapusan Lisensi Paten Oleh Pemegang Hak Paten Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten." Lex Privatum 5, no. 2 (2017).

Dewi, Niken Sari, and Suteki Suteki. "Obstruksi Pelaksanaan Lisensi Wajib Paten Dalam Rangka Alih Teknologi Pada Perusahaan Farmasi Di Indonesia." Law Reform 13, no. 1 (2017): 1-17.

Hanoraga, Tony, dan Niken Prasetyawati. "Lisensi wajib paten sebagai salah satu wujud pembatasan hak eksklusif paten." Jurnal Sosial Humaniora (JSH) 8, no. 2 (2015): 160-180.

Ismayana. "Kepentingan Umum Dalam Perlindungan Hak Cipta di Indonesia". Jurnal Hukum Responsif 6, No. 1, (2015).

Masnun, M. Ali, Eny Sulistyowati, and Irfa Ronaboyd. "Pelindungan hukum atas vaksin Covid-19 dan tanggung jawab negara pemenuhan vaksin dalam mewujudkan negara kesejahteraan." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 17, no. 1 (2021): 35-47.

Pramitha, I Gusti Ayu Nadya Candra dan Kadek Agus Sudiarawan. "Perlindungan Hukum Terhadap Vaksin Covid-19: Perspektif Hak Kekayaan Intelektual Indonesia". Jurnal Kertha Semaya 10, No. 7, (2022): 1560-1573.

Rahmawati, Nur Aini. "Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Di Masa Pandemi Dalam Perspektif Hukum Kesehatan." Jurnal Hukum, Politik Dan Ilmu Sosial 1, no. 1 (2022): 43-57.

Sarahdiva, Nabila Hananza dan I Gde Putra Ariana. "Usulan Pengabaian Hak Paten Vaksin Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Internasional". Jurnal Kertha Desa 10 No. 10, (2022): 1054-1065.

Yodo, Sutarman. "Perlindungan Hak Paten (Studi Komparatif Lingkup Perlindungan di Berbagai Negara)." Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 4 (2016): 697-714.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.5922)

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi CoronaVirus Disease 2019

Internet/Website

Prastiwi, Devira, “Update Covid-19 Minggu 6 Juni 2021: Positif 1.856.038, Sembuh 1.705.971, Meninggal 51.612,” Liputan6, diakses pada 7 Juni    2023,

https://www.liputan6.com/news/read/4575016/update-covid-19-minggu-6-juni-2021-positif-1856038-sembuh-1705971-meninggal-51612.

Riswandi, Budi Agus, “Paten di Era Pandemi Covid 19,” 9 September 2021, Fakultas Hukum UII, diakses pada 7 Juni 2023,   https://law.uii.ac.id/blog/2021/09/09/paten-di-era-

pandemi-covid-19/.

Stiglitz, Josep E., Arjun Jayadev, dan Achal Prabhala, “Patents vs. the pandemic,” 10 April 2020, The Jakarta Post, diakses pada 5 Juni 2023, https://www.thejakartapost.com/academia/2020/04/26/patents-vs-the-pandemic.html.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 6 Tahun 2023 hlm 650-660

660