PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG MASIH MEMILIKI DANA DI DALAM BANK YANG MENGALAMI LIKUIDASI
on
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG MASIH MEMILIKI DANA DI DALAM BANK YANG MENGALAMI LIKUIDASI
I Putu Eka Putrawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Dewa Ayu Dwi Mayasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan sebuah bank dapat mengalami likuidasi, serta mengetahui kepastian hukum apa saja yang deberikan kepada nasabah penyimpana dana jika bank tersebut dinyatakan likuidasi. Adapun dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan pada Undang-Undang No 10 Tahun 1998 j.o Undang – undang No 7 Tahun 1992 yang dimaksud dengan Bank ialah merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat atau funding dan juga sebagai penyalur dana bagi masyarakat atau lending. Adapun beberapa faktor yang memnyebabkan bank dilikuidasi, utang perusahaan berada di posisi extreme leverage, banyak utang yang sudah jatuh tempo, melakukan strategi yang salah, dan menggunakan sistem gali lubang tutup lubang. Kepastian hukum bagi nasabah bank yang mengalami likuidasi Pasal 1 Perpu Nomor 3 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan.
Kata Kunci: Likuidasi, Kepastian Hukum, Nasabah
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out what factors cause a bank to go into liquidation, and to find out what legal certainty is given to customers who deposit funds if the bank is declared liquidated. As for in this study using a normative juridical approach. Based on Law No. 10 of 1998 j.o. Law No. 7 of 1992, what is meant by Bank is a business entity that collects funds from the public or funding as well as channeling funds for the community or lending. There are several factors that caused the bank to be liquidated, the company's debt was in a position of extreme leverage, a lot of debt was past due, carried out the wrong strategy, and used a hole-to-mouth system. Legal certainty for bank customers undergoing liquidation Article 1 Perpu Number 3 of 2008, Law Number 24 of 2004 concerning the Deposit Insurance Corporation, Government Regulation Number 66 of 2008 concerning the Amount of Deposits Guaranteed by the Deposit Insurance Corporation.
Keywords: Liquidation, Legal Certainty, Customers
Bank ialah suatu bagian yang ada dari suatu sistem keuangan dan juga pembayaran dunia apalagi di waktu globalisasi yang sangat cepat ini. Adapun peran yang diberikan dari adanya bank ini sangat penting di Indonesia yakni sebagai instansi yang bisa memberikan pelayanan dalam setiap hal yang dibutuhkan masyarakat. Dalam hal ini bank saat ini sudah mengalami perkembangan yakni sebagai sarana yang bisa memberikan pemenuhan pada setiap tuntutan perkembangan ekonomi serta kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tidak hanya itu bank juga berfungsi untuk menjadi perantara dari tiap pihak yang memiliki dana berlebih (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan dana (lock of funds).1
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UU Perbankan) menyatakan definisi dari bank itu sendiri yakni ialah suatu organisasi usaha dimana di dalamnya bertugas menyimpan uang yang didapatkan dari masyarakat atau funding serta sebagai penyalur dana bagi masyarakat atau lending. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan sektor usaha bank, mereka akan untung melalui selisih yang diperoleh dari bunga kredit dengan bunga simpanannya. Dalam hal-hal penunjang perekonomian nasional, terdapat faktor-faktor yang sangat penting, sektor perbankan ini lah yang juga termasuk ke dalam faktor yang paling penting sebagai alat penunjang di suatu sistem ekonomi nasional.2
Ada beberapa peran yang dimiliki oleh bank itu sendiri dan merupakan suatu peran yang amat penting untuk membantu meningkatkan perkembangan negara. Hal tersebut dikarenakan setiap sektor yang ada akan memiliki hubungan yang langsung dengan aktivitas keuangan dan pasti mereka akan memerlukan jasa dari bank ini sendiri. Maka dari itu, ada istilah yang menyatakan bank ialah suatu “nyawa” yang membantu proses pergerakkan roda ekonomi dalam negara dikarenakan fungsi dari bank sendiri yang sangat vital. Seperti contohnya ialah dalam kegiatan mencetak uang, mengedarkan uang, sebaga wadah untuk bisa menyediakan uang, menunjang aktivitas berusaha, sebagai tempat untu membuat uang menjadi aman, serta wadah untuk bisa melakukan investasi. .3
Sesuai dalam Pasal 29 sampai dengan PasaI 37 Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 8 jo. Pasal 24 sampai dengan PasaI 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Undang-Undang Bank Indonesia), bank dalam kegiatannya akan dilakukan pengawasan oleh Bank Indonesia. Adapun yang dimaksud dari membina bank disini ialah suatu rangkaian yang dilakukan sebagai usaha untuk bisa menentukan peraturan yang berhubungan pada elemen-elemen, yakni
aspek Lembaga, kepemilikan, kegiatan dalam berusaha, kepengurusan, aspek pelaporan, dan juga beberapa aspek lainnya yang memiliki kaitan dengan operasional dari bank. Adapun dalam proses pengawasan bank ini di dalamnya mencakup proses untuk mengawasi secara langsung yakni yang berbentuk pemeriksaan dan kemudian akan dilakukan proses perbaikan. Adapun pengawasan yang dilakukan dengan cara tidak langsung ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian, proses analisa dan juga proses evaluasi untuk laporan kepada bank. Sehubungan dengan hal tersebut, wewenang serta tanggung jawab diberikan secara penuh oleh Bank Indonesi untuk bisa membina serta mengawasi pada bank dan juga menjalankan suatu cara yang baik yang lebih kepada usaha berupa preventif ataupun represif.4
Sektor usaha bank ini dalam setiap kegiatannya akan membutuhkan nasabah. Di sini nasabah ialah suatu bagian yang ada dalam suatu masyarakat yang mengumpulkan dana yang dimiliki ke Bank. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbaankan yakni dalam Pasal 1 angka 16 – 18 menyatakan ada beberapa definisi dari nasabah serta jenis dari nasabah. Dalam perundangan tersebut dijelaskan ada nasabah penyimpan yakni nasabah yang memberikan dana yang mereka miliki ke bank untuk disimpan sesuai dengan perjanjian bank. Lalu Nasabah debitur yakni nasabah yang mendapatkan fasilitas kredit ataupun pembiayaan sesuai dengan kaidah Syariah dan sejenisnya dan didasarkan dengan perjanjian bank bersama nasabah tersebut. Kepercayaan yang diberikan nasabah pada bank ialah suatu hal yang paling penting untuk keberjalanan operasional dari bank itu sendiri. Sehingga berdasarkan paparan yang ada di atas, hal tersebut ialah hal yang akan memberikan dorongan pada kepercayaan yang diberikan nasabah untuk bank.
Hal yang diinginkan oleh masyarakat ialah untuk bisa melakukan penyimpanan terhadap uang yang mereka miliki dimana hal ini mereka lakukan atas dasar rasa percaya yang mereka berikan bahwa uang mereka ini bisa didapatkan kembali di waktu yang mereka inginkan dengan adanya bunga yang didapatkan. Sehingga, dari hal tersebut menjadi suatu bukti kepercayaan nasabah ialah hal yang sangat penting untuk dimiliki bank. Ada beberapa riwayat kasus yang terjadi dimana bank yang ada di Indonesia ataupun luar negara ini mengalami kesulitan dan mengharuskan mereka akhirnya tutup dan kemudian menyebabkan masyaralat menjadi rugi dikarenakan uang yang mereka miliki tidak bisa didapartkan kembali.5
Ketika suatu bank ini ditutup secara permanen, maka mereka akan mencabut izin usaha yang mereka miliki dan biasanya hal ini dapat terjadi ketika ada beberapa hal seperti asset yang mereka miliki sudah tidak lagi stabil, perusahaan memiliki utang yang besar, dan juga bisa terjadi karena adanya krisis keuangan dimana Indonesia pernah mengalaminya di tahun 1998 yang kurang lebih menyebabkan 16 Bank di likuidasi pada saat itu. Proses pencabutan dari izin usaha ini dinamakan dengan Likuidasi. Likuidasi ini sendiri diatur dalam UU Perbankan Pasal 37 yang menyatakan likuidasi tidak hanya berarti sebagai pencabutan izin usaha dari suatu bank saja, namun dalam ayat 2 dan 3
di pasal yang sama dijelaskan likuidasi di dalamnya juga mencakup proses pembubaran (Outbinding) dari suatu badan jukum serta cara untuk menyelesaikan atau membereskan (verifying) dari setiap hak serta kewajiban dari bank yang harus dilakukan sebagai akibat dari pembubaran badan hukumnya.6
Adapun dampak lain yang bisa terjadi karena kondisi di atas ialah bisa membuat kondisi ekonomi serta perbankan nasional menjadi terancam, masyarakat akan menjadi tidak percaya dengan bank terkait hal perlindungannya sebagai nasabah saat proses likuidasi ini terjadi pada suatu bank. Secara harfiah sebagian besar nasabah merupakan masyarakat yang dapat dikatan awam terhadap ruang lingkup hukum perbankan, berdasarkan hal tersebut kemungkinan besar masyarakat atau nasabah tidak tahu mengenai apa yang terjadi dana apa yang harus dilakukan jika seandainya bank tempat nasabah tersebut mengalami likuidasi, hal ini dikarenakan pada saat proses likuidasi nasabah akan mengalami ketidak pastina terhadap dana yang mereka miliki didalam bank yang bersangkutan. Sebelumnya, Gusti Ayu Mirah Febriary Adhyaksa dalam penelitiannya yang berjudul Pertanggungjawaban bank kepada nasabah bilamana mengalami likuidasi. Dalam penelitian ini membahas mengenai, pertanggungjawaban bank bilamana mengalami likuidasi. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana nantinya jika asset yang dimiliki bank tidak cukup untuk mengganti rugi kerugian daripada pihak nasabah.7 Dalam penelitian ini akan mengkaji mengenai bagaimana perlindungan hukum yang didapatkan nasabah penyimpan dana terhadap bank yang mengalami likudiasi, yang lebih mengarah kepada perlindungan dana dari nasabah penyimpan setelah bank mengalami proses likuidasi. Berdasarkan latar belakang diatas munculah ide tulisan yang diharapkan dapat membantu baik itu sedikit maupun banyak kerabunan bagi para masyarakat yang menjadi nasabah bank terkait peraturan, ataupun hukum yang berlaku di sektor perbankan, yang dimana tulisan ini memiliki sebuah judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG MASIH MEMILIKI DANA DI DALAM BANK YANG MENGALAMI LIKUIDASI”
-
1. Bagaimana pengaturan likuidasi sebuah bank dalam peraturan hukum Nasional Indonesia?
-
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana pada saat bank dinyatakan Likuidasi?
Untuk mengetahui tentang, pengaturan dari likuidasi dalam peraturan hukum perbankan di Indonesia, serta bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah pada saat bank mengalami likuidasi.
Metode dari penelitian ini ialah memakai suatu pendekatan yakni yuridis normative. Pendekatan ini akan melakukan penelitian dari tiap sumber kepustakaan
(library research) dari setiap sumber yang ada yang sesuai dengan topik dari peneliti. Adapun sumber yang digunakan ialah bahan hukum primer serta sekunder. Bahan hukum primer sendiri berupa peraturan undang-undang yang berlaku dan untuk bahan sekunder sendiri berupa pendekatan perundangan (State Appproach) serta pendekatan akaun sautu konsep (conseptual approach). Proses analisisnya nanti akan memakai analisa deskriptif kualitatif dimana hasilnya nanti berupa suatu uraiain dalam bentuk deskriptif yang dilakukan untuk bisa mendapatkan suatu hal yang benar dan dilakukan melalui penarikan kesimpulan yang dilandaskan proses berpikir deduktif yakni suatu cara yang dilakukan untuk prose penarikan kesumpulan yang dilakukan dengan melihat suatu prinsip ataupun sikap yang sifatnya umum lalu kemudian dispesifikan secara khusus.
-
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengaturan likuidasi sebuah bank dalam peraturan hukum Nasional Indonesia
Dalam Hukum Nasional Indonesia, pengaturan tentang likuidasi sebuah bank diatur dalam beberapa peraturan yang berkaitan yakni diantaranya :
-
1. Ketentuan likuidasi menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang “Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan”
-
2. Ketentuan Iikuidasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, tanggal 3 Mei 1999 tentang “Pencabutan izin usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank”
-
3. Ketentuan Iikuidasi menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR taggal 14 Mei 1999 tentang “Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank umum” dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/54/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang “Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat”
Berdasarkan peraturan – peraturan ini, penulis merumuskan faktor – faktor penunjang yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Sebelum memasuki latar belakang atau faktor mengapa suatu bank bisa mengalami Likuidasi, Likuidasi terjadi melalui 2 proses yakni ; Likuidasi bank karena penetapan pengadilan dan Likuidasi secara sukarela. Adapun likuidasi yang dilakukan atas dasar penetapan pengadilan ini dilakukan dikarenakan tidak terselenggaranya RUPS yang terjadi ketika direksi dari suatu bank tidak memberikan kesediaan untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk membubarkan bank tersebut, maka kemudian proses likuidasi ini tidak bisa dilakukan. UU Perbankan Pasal 37 ayat 3 menyatakan ketika hal tersebut terjadi, pemimpin dari Bank Indoensia akan meminta proses pengadilan yang dilakukan di kantor pusat bank dan kemudian menetapkan ketetapan yang didalamnya berisikan proses pembubaran dari badan hukum bank tersebut. Adapun tim likuidasi serta perintah dari pemebrlakuan likuidasi ini dibentuk sesuai dengan perundangan yang masih berlaku.
Selanjutnya yakni likuidasi bank secara sukarela, likuidasi sukarela (voluntary dissolution) dapat terjadi dimana sebuah bank mau atau besedia secara sukarela untuk menyelesaikan posisinya sebagai suatu badan hukum.8 Peristiwa ini biasanya terjadi apabila sebuah bank mengalami kesulitan tetapi tidak terlalu signifikan, maka berdasarkan keputusan para pemegang saham, bank tersebut bisa saja
melakukan pembubaran secara sukarela, kejadian-kejadian seperti ini mungkin terjadi sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1000 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Proses pembubaran yang dilakukan denga cara sukarela ini bisa dilakukan ketika para oemegang saham ataupun individu yang memiliki saham ini beranggapan bahwa tujuan ataupun target dari bank tersebut sudah bisa terwujud atau pemilik dari sebuah bank ini sepakat untuk melakukan pengalihan dana mereka untuk melakukan bisnis lainnya sesuai dengan keinginan mereka. Bisnis dan kondisi keuangan juga menjadi suatu dasar dalam mempertimbangkan dibubarkannya suatu bank. Hal ini dapat dimungkinkan karena berdasarkan pertimbangan-pertumbangan secara finansial para pemilik perusahaan dapat memprediksi benk ini akan mengalami suatu kerugian ataupun berada dalam keadaan insolvensi sehigga terjadi kebangkrutan di kemudian hari.
Ada beberapa latar belakang yang memunculkan faktor-faktor sebuah bank dapat mengalami likuidasi, yakni diantaranya:9
-
1. Utang perusahaan sudah memenuhi kapasitas dari extreme leverage. Extreme leverage ini merupakan dimana kondisi utang dari sebuah perusahaan ada dalam ketegori yang berbahaya untuk perusahaan tersebut.
-
2. Tagihan yang datang ketika jatuh tempo sudah sangat banyak, baik ini utang dari bank, mitra usaha, kredit dagang, leasing dan juga utang yang berupa bunga obligasi ada di kondisi sudah jatuh temp dan harus dulakukan pembayaran pada utang tersebut secepatnya, serta tuntutan-tuntutan yang lainnya.
-
3. Keasalahan penentuan strategi yang dilakukan perusahaan sehingga menyebabkan pengaruh pada kerugian yang bersifat progresif baik dalam waktu singkat maupun dalam waktu berkelanjutan. Kepemilikan materi kekayaan perusahaan tidak lagi mencukupi dalam menunjang kestabilan sebuah perusahaan, dikarenakan sudah terlalu banyak aset yang dijual, pun jika perusahaan ingin menjual asset kembali asset tersebut juga tidak dapat memenuhi kapasitas ubtuk stabilisasi perusahaan.
-
4. Adanya proses “gali tutup lubang” yang terjadi secara berkelanjutan ketika ada kewajiban yang harus dibayarkan dalam jangka pendek, seperti contohnya ialah dana yang dibutuhkan untuk melakukan penyelesaian pada permasalahan likuiditas yang dilakukan dengan menggunakan uang dari pembuayaan tunggakan, dimana kemudian hal ini menyebabkan terjadi penunggakan dalam pemenuhan utang dan begitupun sebaliknya.
Bank Indonesia ialah suatu Lembaga yang memiliki kewenangan paling tinggi di industri jasa perbankan dimana memiliki hak dalam menentukan beberapa Tindakan untuk bisa menjadikan bank ini selamat seperti apa yang tercantum dalam UU Perbankan. Adapun langkah yang bisa dilakukan dari Bank Indonesia ini ialah melakukan penyerahan pengorganisasiaan dari semua ataupun Sebagian saja aktivitas dari bank pada pihak yang lain.10
CAMEL atau Capital Assets Management Earning Liquidity ialah suatu cara yang bisa dilakukan untuk menilai sehat tidaknya kondisi suatu bank. Cara ini dilakukan dalam beberapa langkah yang akan diawali dengan penghitungan besaran dari setiap rasio yang ada dlaam tiap komponen dibawah ini:11
-
1. C: Capital ( Rasio dalam kecukupan modal);
-
2. A: Assets (menentuan rasio mutu dari aktiva);
-
3. M: Management (Untuk menilai mutu manajemn);
-
4. E: Earning (Untuk rasio rentabilitas bank);
-
5. L: Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas bank).
Metode CAMEL ini diatur di UU No. 7 Tahun 1992 yang selanjutnya diganti ke UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan tepatnya termaktub pada Pasal 29 ayat 2, dimana dinyatakan Bank Indonesia bisa menentukan kondisi kesehatan dari suatu bank yang dilihat dari beberapa aspek seperti aspek permodalan, asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas serta aspek lainnya yang memiliki kaitan dengan suatu usaha bank.
Dalam perkembangannya, menindaklanjuti dari aturan yang ada terkait penjaminan dana dari masyarakat, secara khusus dalam hal ini untuk membuat apa yang sudah diamanahkan terwujud dalam UU Perbankan Pasal 37B yakni terkait dibutuhkannya suatu Lembaga Penjamin Simpanan untuk dibentuk, dan kemudian hal ini dapat terjadi pada tahun 2004 yang akhirnya terbentuk badan khsuus yakni Lembaga yang menjamin dana yang disimpan di bank. LPS yang sudah terbbentuk ini, likuidasi sendiri kemudian ditentukan dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut UU LPS)12, serta dalam beberapa perundangan bank Indonesia lainnya dan juga Surat Edaran Bank Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut, meskipun LPS ini sudah dibentuk, UU No. 24 Tahun 2004 tentang “Lembaga Penjamin Simpanan” menyatakan likuidasi ini diawali dari saat UU LPS masih belum terbentuk dan juga tetap dilakukan dengan landasan setiap aturan terkait likuidasi bank seperti apa yang ada dalam PP No. 25 Tahun 1999 tentang “Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank”.
-
3.2 Bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana pada saat bank dinyatakan Likuidasi
Likuidasi merupakan sebuah proses yang ditentukan dari pembuat UU Pebankan yakni menjadi suatu proses dari keperdataan dalam melakukan pembubaran atau dalam ruang lingkup yang lebih sempit yakni mencabut izin usaha dari suatu bank dan juga melakukan penyelesaian pada hak serta kewajiban yang harus dipenuhi dari bank, seperti melakukan penjualan pada asset, emlakukan penagihan pada piutang, serta melunasi setiap utan yang ada, yang bertujuan supaya setiap nasabah yang melakukan penyimpanan uangnya di bank bisa tetap terpenuhi dan juga terlindungi hak-haknya. UU Perbankan tepatnya ada dalam Pasal 32 ayat 2 menyatakan izin usaha bisa dicabut dan juga bank bisa dibubarkan serta likuidasi ialah suatu bentuk rangkaian prosesnya.
Lembaga Penjamin simpanan atau LPS menjaminkan nilai sebuah simpanan dalam bank yakni sebesar Rp 100.000.000,- atau serratus juta rupiah,hal ini tercantum dalam Perpu Nomor 3 Tahun 2008 pasal 1. Kemudian di tahun 2009, peraturan ini semakin dikuatkan kedudukannya dengan mendaulatkannya sebagai suatu UU No. 7 Tahun 2009 sebagai peraturan yang mengubah UU No. 24 Tahun 2004 terkait “Lembaga Penjamin Simpanan”, yang mana Lembaga ini ialah suatu langkah dalam menyempurnakan program yang telah dirancang pemerintah untuk
bisa menjamin kewajiban dari Bank ini dpenuhi (blanket guarantee) yang diebrlakukan pada tahun 1998-2005. Kebijakan ini dilakukan untuk bisa menjadikan rasa eprcaya dari nasabah pada bank semakin mengalami peningkatan dan juga bsia menyebabkan adanya moral hazard untuk tiap individu yang melakukan usaha bank dan juga nasabah. Dalam Peraturan Pemerintah yang terbit tanggal 17 Oktober 2008 yakni PP No. 66 Tahun 2008 yang dimana peraturan ini mengatur tentang perubahan dari naiknya besaran dari jumlah simpanan bisa diberikan jaminan oleh LPS yakni makismal sejumlah 2 Miliah Rupiah. Apabila ada beberapa rekening tang dimiliki oleh nasabah dalam satu bank, maka simpanan tersebut akan dijumlahkan secara keseluruhan dari beberapa rekening yang ada di satu bank tersebut. Adapun nilai dari simpanan yang diberikan jaminan ini ialah simpanan pokok yang akan ditambahkan dengan bunga untuk bank konvensional serta simpanan pokok yang juga ditambahkan dengan bagi hasil dalam bank syariah.
Menurut Adrian Sutedi, simpanan yang dijamin oleh LPS ialah:13
-
1. Simpanan yang berupa giro, deposito, tabungan serta berbagai bentuk lainnya yang sama dengan hal tersebut.
-
2. Simpanan nasabah bank yang didasarkan pada prinsip syariah akan diberikan jaminan yakni:
-
a. Giro yang didasarkan Prinsip Wadiah,
-
b. Tabungan yang didasarkan Prinsip Wadiah,
-
c. Tabungan yang didasarkan Prinsip Muharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh Bank,
-
d. Deposito yang didasarkan Prinsip Muharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh Bank,
-
e. Simpanan yang didasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan setelah mandapat pertimbangan Lembaga Pengawas Perbankan
-
3. Simpanan yang diberikan jaminan ialah simpanan yang datangnya dari nasabah termasuk juga dair bank yang lain.
-
4. LPS akan memberikan jaminan pada nilai simpanan yang meliputi saldo pada waktu pencabutan izin usaha dari suatu bank.
-
5. Saldo tersebut berupa:
-
a. Pokok yang akan ditambahkan dengan bagi hasil yang mana ini ialah hak dari nasabah dalam simpanan yang ada bagi hasilnya yang disebabkan karena adanya transaksi dengan dasar kaidah Syariah.
-
b. Pokok yang akan ditambahkan dengan bunga dari hak nasabah, untuk komponen yang mempunyai bunga.
-
c. Nilai yang ada saat ini dari tanggal dimana izin dicabut dengan memakai tingkat diskonto yang ada dalam billyet ketika simpanannya memiliki diskonto.
-
6. Saldo yang diberikan jaminan untuk tiap nasabah dalam bank didapatkan dengan menjumlahkan saldo yang ada pada keseluruhan rekening yang dimiliki nasabah baik itu rekening tunggal ataupun rekening gabungan.
-
7. Dalam rekening gabungan sendiri, saldo yang ada nanti akan dihitung dengan pembagian rata dengan jumlah dari individu yang memiliki rekeningnya.
-
8. Saldo rekening yang akan dihitung ketika individu memiliki akun tunggal dan gabungan ialah saldo yang ada di rekening tunggal terlebih dahulu.
Dalam dunia perbankan dalam menjamin simpanan yang dimiliki oleh nasabah di suatu bank terdapat Lembaga Penjamin simpanan yang bertanggung jawab penuh terhadap nasabah untuk membantu mengawal pengembalian dana yang dilakukan oleh pihak bank ketika mengalami likuidasi14, pengembalian dana ini didasari oleh UU LPS tepatnya pada pasal 53 huruf a j.o. Pasal 54 ayat (1) huruf f dan g. pasal 53 huruf a menyebutkan bahwa, “pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut” dan pasal 54 Ayat (1) huruf f dan g menyebutkan, “bagian Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan” “hak dari kreditur lainnya”. Berdasarkan hal tersebut secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa pengembalian dana yang dilakukan berjumlah keseluruhan dari dana yang dimiliki nasabah dengan hak-hak lainnya yang berarti mencakup juga bunga yang dihasilkan dari simpanan nasabah bersangkutan. Dalam penjabaran lebih lanjut mengenai perintah Undang-Undang Perbankan terhadap pemberlakuan proses likuidasi terhadap suatu bank diatur lebih lanjut didalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang “Pencabutan Izin Usaha”, hal ini kembali diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).15
Ketika bank sudah dilikuidasi oleh Bank Indonesia, atau suatu izin usaha yang diambil oleh Bank Indonesia, kemudian LPS harus membayarkan klaim yang dijaminkan pada nasabah penyimpan maksimal 5 hari ketika surat izin usaha dari bank tersebut ditarik. Maka dari itu, hak yang dimiliki oleh penabung dengan jumlah yang kecil juga tetap akan dilindungi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapatkan legitimasi hukum dalam UU No. 21 Tahun 2011 terkait “Otoritas Jasa Keuangan (OJK)” dalam pasa 7 yang dilakukan yntuk memberikan ketentuan yakni dalam melakukan tugasnya yakni mengatur serta mengawasi pebankan, maka wewenang yang dimiliki OJK yakni: 16 “Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.” Maka dalam hal ini, bank Indonesia sendiri berfungsi serta bertugas dalam melakukan pengaturan pengawasan serta pencabutan pada izin usaha dari suatu bank yang sudah dialihkan pada OJK dengan adanya UU OJK ini.
Pada sistem hukum Nasional di Indonesia telah terdapat mengenai likuidasi. Hal tersebut dapat dilihat yang secara khusus terdapat pada Undang-Undang Tentang Perbankan, Undang-Undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan,
Peraturan Pemerintah Tentang Pencabutan Izin usaha, Pembubaran dan Likuidasi, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum serta dasar hukum lainnya yang menyangkut mengenai likuidasi bank. Berdasarkan pada hasil temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengaturan-pengaturan tentang likuidasi dalam peraturan Hukum Nasional Indonesia dapat dirumuskan beberapa faktor yang membuat bank dilikuidasi diaantaranya yaitu: utang perusahaan berada di posisi “extreme leverage”, banyak utang yang sudah jatuh tempo, melakukan strategi yang salah, dan menggunakan sistem gali lubang tutup lubang yang merugikan bank itu sendiri. Adapun bentuk perlindungan hukum yang bagi nasabah bank yang mengalami likuidasi diantaranya yaitu Pasal 1 Perpu Nomor 3 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang “Lembaga Penjamin Simpanan”, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang “Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan”, yang mana beberapa aturan tersebut menjamin nasabah yang menyimpan dananya dibank untuk mendapatkan kembali uang yang sudah mereka simpan di bank yang mengalami likuidasi.
Daftar Pustaka
BUKU
Adrian Sutedi, Aspek HukumLembaga Penjamin Simpanan, Sinar Grafika, jakarta, 2010
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan; Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Irham Fahmi, Pengantar Perbankan; Teori dan Aplikasi, Alfabeta, bandung, 2014. Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta
Jurnal
Adhyaksa, Febriary., Utami Yustisia.2022. Pertanggungjawaban Bank Kepada Nasabah Bilamana Mengalami Likuidasi. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 10 No. 5
Apriani, Rani.2017. “Perlinndungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Perbankan Di Indonesia”. Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure:Kajian Ilmiah Hukum 2. No.2
Aruan,Parulian.2021. Legal Protection for Customers Against Liquidation of a Bank. Proceedings from the 1st International Conference on Law and Human Rights, ICLHR 2021, 14-15 April 2021, Jakarta, Indonesia
Ciria Angga Mahendra, Made, & Yuwono . " perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum [Online], (2015)
Danaparamita, B.B. (Nd). Penjaminan Dana Nasabah Bank Oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Jurnal Kajian Hukum Dan Keadilan
Dasri Libriyanti, Ni Made Dan Mahartayasa, Made. “Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Likuidasi Bank”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana 3. No.06 (2014): 146 - 151
Dewi,Sri.,dkk. (Nd). Legal Protection Against Bank Customers in Review of Banking Laws. International Journal of Educational Research & Social Sciences.Vol 2
Dio Anjasmara, Kadek, & Ni Ketut Sri Utari. " pertanggungjawaban perdata dari direksi dan pemegang saham bank terlikuidasi yang berbadan hukum perseroan terbatas." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum [Online], 5.1 (2017)
Jufrin, Dkk. 2021. Perlindungan Hukum Nasabah Bank Terhadap Adanya Likuidasi. Vol. 5, No. 2
Prabowo, Muhammad Shidqon. “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Likuidasi Bank” . Jurnal Ilmiah Hukum Qistie 4. No. 1 (2010): 1319 - 131.
Pratama, Dkk. 2021. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pada Bank Beku Operasi. Vol. 2, No.1
Sari Wijradiani, Ni Wayan Dan Ariawan, I Gusti Ketut. “Tanggung Jawab Dan Kewenangan Bank Indonesia Dalam Likuidasi Bank ”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana 8. No. 2 (2017): 533 - 560.
Sari, Yessy Meriyantika. ”Perlindungan Hukum Nasabah Yang Dirugikan Akibat Likuidasi Bank (Sebuah Tinjauan Teoriti j k Dan Normati j f)”. Jurnal Hukum Uniski 5. No. 1 (2016): 67 - 78.
Susanto, Chairil. ”Tinjauan Hukum Tentang Pengawasan Bank Dan Perlindungan Nasabah Oleh Otoritas Jasa Keuangan”. JUrnal Ilmu Hukum Legal Opinion 2. No.5 (2014) : 149 - 160.
Tyas, Yustisia Rahayuning, Islamiyati Islamiyati, and Budiharto Budiharto. "Kajian Yuridis Tentang Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dalam Proses Likuidasi Bank Perusahaan Daerah (Studi BPR Bungbulang Garut)." Law, Development and Justice Review 3, no. 2 (2020) : 196 - 211.
Yuwono, M.C.A.M. (Nd). Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Likuidasi Bank. Journal Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Yoga, i. made darmadi, aa gede agung dharmakusuma, and desak putu dewi kasih. "peranan tim likuidasi dalam rangka likuidasi bank." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 1.01 (2012).
PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)
UU No 25 tahun 1999
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas jasa keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253)
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 52 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomro 3831)
Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 10 Tahun 2022 hlm 1095-1105
1105
Discussion and feedback