PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP INTERNATIONAL CONVENTION ON TRAVEL CONTRACTS DALAM TRANSAKSI JASA PERJALANAN WISATA
on
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP INTERNATIONAL CONVENTION ON TRAVEL CONTRACTS DALAM TRANSAKSI JASA PERJALANAN WISATA
Oleh :
Irma Prawita Saragih
Pembimbing I : Dr. Ida Bagus Wyasa Putra
Pembimbing II : Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
The legal relationship between the travel agency with consumer services travel services (travel) between the members agent or travel services (travel) is subject to the provisions of contract law in Indonesia and in particular, it is also regulated under the International Convention Travel Contract. In fact, not all travel service agency contracts in Denpasar-Bali refer to the provisions of the convention in concern. It shows that the contract lacked the capacity to prevent disputes, control of potential disputes, and resolve issues arising from a contract that has been made .
Keyword : Principle, Travel Contracts, International
ABSTRAK
Hubungan hukum antara agen perjalanan dengan jasa konsumen jasa perjalanan atau antar sesama agen jasa perjalanan tunduk pada ketentuan hukum perjanjian Indonesia dan secara khusus juga diatur pada Convention International Contract Travel. Pada kenyataannya tidak seluruh kontrak agen jasa perjalanan di Denpasar-Bali mengacu pada ketentuan Konvensi tersebut. Kenyataan ini menunjukan bahwa kontrak tersebut kurang memiliki kapasitas untuk mencegah sengketa, mengendalikan potensi sengketa, dan menyelesaikan masalah sengketa yang timbul dari kontrak yang telah dibuat.
Kata Kunci : Prinsip, Kontrak Travel, Internasional
Pariwisata saat ini telah dianggap sebagai suatu industri terbesar di duniayang merupakan andalan utama menghasilkan devisa di berbagai negara seperti misalnya Thailand, Singapura,
Filipina, Maladewa, Hawai, Tonga Galapagos, Barbados, Kepulauan Karibia.1 Dalam praktiknya, para wisatawan menggunakan agen perjalanan untuk mempermudah perjalanan wisata mereka. Adapun yang dimaksud dengan ‘usaha jasa perjalanan’ adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen jasa perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan serta penyediaan jasa pelayanan dan penyelenggara pariwisata termasuk penyelenggara perjalanan ibadah. Sedangkan usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan.2 Hubungan hukum antara agen perjalanan dengan jasa konsumen jasa perjalanan atau antar sesama agen jasa perjalanan tunduk pada ketentuan hukum perjanjian Indonesia. Namun demikian, pengaturan mengenai hal ini secara khusus juga terdapat pada Convention International Contract Travel. Sepanjang penelusuran penulis, pada kenyataannya tidak seluruh kontrak agen jasa perjalanan, khususnya yang dilakukan di Denpasar Bali, mengacu pada ketentuan konvensi tersebut. Kontrak-kontrak yang ada kebanyakan hanya mengacu pada asas-asas hukum umum kontrak sebagaimana diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kenyataan ini menunjukan bahwa kontrak tersebut kurang memiliki kapasitas untuk mencegah sengketa, mengendalikan potensi sengketa, dan menyelesaikan masalah sengketa yang timbul dari kontrak yang telah dibuat.
Sayangnya, banyak konsumen agen jasa perjalanan justru mengalami kasus penipuan tanpa perlindugan memadai dari kontrak yang mereka buat. Berdasarkan pada latar belakang di
atas, maka penulisan ini bertujuan untuk menganalisis prinsip serta aturan-aturan dalam membuat sebuah kontrak dalam transaksi perjalanan wisata.
Penulisan ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, yaitu penelitian terhadap hukum tertulis dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. Data penunjang yang digunakan berupa hasil wawancara mendalam dari tokoh-tokoh kunci bidang hukum.3serta disertai data penunjang melalui wawancara ini dilakukan kepada pelaku usaha jasa perjalanan pariwisata internasional sebagai pelengkap penulisan skripsi ini.
-
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasal 1ayat (1) Convention International Contract Travel memberikan definisi Travel Contract" sebagai “means either an organized travel contract or an intermediary travel contract”. Selanjutnya, Pasal 3 dari konvensi tersebut menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang tertuang di dalam kontrak sebagaimana diatur di dalam Pasal 1, harus diberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan wisatawan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum umum dan good usages di bidang pariwisata.Sejumlah literatur menyebutkan bahwa ada sejumlah prinsip yang terdapat di dalam International Convention Travel Contract, antara lain kebebasan berkontrak, itikad baik, peralihan resiko, ganti rugi, alasan pemutusan serta
force majeure, perubahan kontrak, pilihan hukum dan penyelesaian sengketa. Sedangkan kenyataannya prinsip-prinsip tersebut tidak diadopsi keseluruhan dalam transaksi jasa travel di Bali, sebagaimana diuraikan dalam fakta yang penulis dapatkan, sebagai berikut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada nara sumber Bapak Dirga selaku pihak dari contoh kontrak Marintur, beliau memaparkan bahwa pihak Marintur sendiri merasa bahwa kontrak yang ada hanya sebagai formalitas semata untuk dapat mencapai suatu persyaratan sebuah kontrak internasional. Namun pada kenyataannya mereka tidak sepenuhnya menggunakan kontrak yang telah mereka sepakati karena kurang mengertinya mengenai susbstansi kontrak tersebut. Di lain tempat penulis juga berhasil mewawancarai pemilik agen perjalanan bernama Ibu Melysa Charlex, yang ternyata tidak memakai kontrak perjalanan wisata. Agen perjalanan ini hanya menggunakan invoice untuk pengikatan sementara. Apabila tidak dilakukan pelunasan pembayaran maka uang yang sudah dibayarkan terlebih dahulu menjadi hak dari pihak agen perjalanan. Menurut mereka, pembuatan kontrak yang terlalu formal tidak terlalu disukai wisatawan yang menjadi klien mereka. Dengan kenyataan seperti ini maka beberapa agen perjalanan hanya menggunakan invoice dan itikad baik dari para pihak sudah cukup mengikat.
Pasal 6 International Convention on Travel Contract menyebutkan bahwa dokumen perjalanan wisata meliputi hal-hal sebagai berikut; a. Tempat dan tanggal pembuatan; b. Nama dan alamat penyelenggara perjalanan; c. Nama wisatawan atau para wisatawan dan jika kontrak ditandatangani oleh orang lain, maka berisi nama orang tersebut; d. Tempat dan tanggal dimulai dan diakhirinya perjalanan termasuk tempat tinggal; d. Semua rincian yang diperlukan mengenai
transportasi, akomodasi termasuk semua layanan tambahan yang dihitung; e. Dimana berlaku, jumlah minimum wisatawan yang diperlukan; f. Harga inklusif mencakup semua layanan yang disediakan dalam kontrak; g. Situasi dan kondisi dimana wisatawan boleh membatalkan kontrak; h. Segala ketentuan arbitrasi, disepakati di bawah ketentuan Pasal 29; i. Pernyataan bahwa, meskipun terdapat ketentuan yang bertentangan, kontrak berlaku pada ketetapan perjanjian ini; j. Ketentuan-ketentuan lain yang mungkin disepakati oleh para pihak.
Merujuk pada temuan fakta di lapangan mengenai pembuatan dokumen kontrak, penulis merasa perlu untuk menambahkan pengaturan pembayaran dalam jasa perjalanan pariwisata selain yang diatur di dalam ketentuan tersebut, yaitu khususnya mengenai kesepakatan mekanisme dalam pembayaran jasa pariwisata internasional. Hal itu ditujukan agar tidak menimbulkan masalah dalam pembayaran transaksi perjalanan wisata.
Sejumlah prinsip yang tertuang di dalam Pasal 6 International Convention on Travel Contract pada kenyataannya tidak diadopsi secara keseluruhan dalam transaksi jasa travel di Bali. Hal tersebut dikarenakan adanya pemikiran dari beberapa pihak dalam kontrak beranggapan bahwa kontrak yang ada hanya sebagai formalitas semata untuk dapat mencapai suatu persyaratan sebuah kontrak internasional. Adanya kesepakatan mekanisme dalam pembayaran jasa pariwisata internasional kemudian menjadi salah satu faktor penting agar tidak menimbulkan masalah dalam pembayaran transaksi perjalanan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
I Gde Pitana, 2005, Sosiologi Pariwisata, CV. Andi Offset, Yogyakarta.
Violetta Simatupang , 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, P.T Alumni, Bandung.
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
International Convention on Travel Contract.
Discussion and feedback