PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

ATAS PENGGUNAAN ALAT
RAPID TEST ANTIGEN BEKAS

Sheren Gracia Simanjuntak, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dwi Dimas Mahendrayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sekarang ini, pandemi Covid-19 sudah melanda hampir semua dunia. Tes SWAB (RT-Pcr) atau rapid test antigen merupakan usaha yang sangat berharga bagi para penyedia jasa pelayanan kesehatan. Maka dari itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui atau mengkaji perlindungan hukum kepada konsumen yang telah mengalami kerugian dan pertanggung jawaban pelaku usaha dalam menjual alat rapid test antigen bekas tersebut. Studi ini mempergunakan prosedur kajian hukum normatif berdasarkan kepada peraturan undang-undang maupun peraturan yang berhubungan dengan permasalahan hukum dan literatur-literatur yang terkait. Hasil dari penelitian ini ialah pelaku usaha yang menjual alat rapid test antigen bekas pakai yang telah melanggar hak-hak konsumen dapat dituntut oleh para konsumen berdasar pada “Undang-Undang Perlindungan konsumen”.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Alat Rapid Test Antigen

ABSTRACT

Currently, the Covid-19 pandemic has hit almost the entire world. The SWAB test (RT-Pcr) or business antigen rapid test is very valuable for health service providers. Therefore, this study aims to determine or examine the legal protection for consumers who have suffered losses and the responsibility of business actors in selling the used antigen rapid test kits. This study uses a normative legal research method based on laws and regulations related to legal issues and related literature. The result of this study is that business actors who sell used rapid test antigen kits that have violated consumer rights can be sued by consumers based on the “Consumer Protection Act”.

Key Words: Legal Protection, Concumer, Used Antigen Rapid Test Tool

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pandemi ialah sebuah epidemic yang telah meluaske berbagai benua dan Negara yang pada umumnya melukai banyak orang. Seluruh dunia terkena pademi penyakit baru yang mematikan, yakni Corona virus Disease atau Covid-19. World Health Organization (WHO) menyampaikan bila Covid-19 ialah pandemi pada tanggal 9 Maret 2020. WHO pertama kali mengumumkan sebagai “Health Emergency of International Concern (PHEIC)” yang saat ini penyebarannya semakin meningkat dan hampir menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 perihal Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat akibat Penyakit Virus Corona mempergunakan wewenang konstitusional berdasar Pasal 22 UUD 1945 guna mengeluarkan PP Pengganti UU No. 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan fiskal pemerintah dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan guna menangani Pandemi Covid-19 maupun mengatasi Ancaman terhadap Stabilitas Ekonomi dan Sistem Keuangan Nasional (Perppu 1/2020).1 Situasi di mayoritas Negara di dunia memburuk dan mempengaruhi semua bidang salah satunyaa ialah bidang ekonommi. Pandemi ini kali pertama terdapat di kota Wuhan, yaitu di Negara Cina dan kemudian meluas hingga menyebar hampir ke seluruh dunia. Karena adanya pandemi ini, di beberapa Negara melaksanakan banyak metode untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 dengan beberapa kebijakan, yakni menutup tempat keramaian, dilarang berkerumunan, memberhentikan pembelajaran tatap muka hingga untuk sementara memberhentikan semua aktivitas dengan stay at home dan sebagian negara juga melakukan lockdown pada kegiatan kehidupan masyarakat.2

Secara umum, Covid-19 mengakibatkan tanda-tanda yang ringan hingga sedang, yang berupa flu, batuk maupun demam dengan taraf pemulihan dalam beberapa minggu. Namun, Covid-19 dapat menimbulkan risiko tinggi bagi orang tua dan orang yang mempunyai permasalahan kesehatan jangka panjang misalnya diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Penyebaran kasus positif Covid-19 di Indonesia sekarang ini masih menjadi permasalahan yang besar dan tidak dikendalikan dengan baik oleh pemerintah Indonesia dalam menanggulangi dampak kasus Covid-19 yakni berupa pencegahan penyebaaran Covid-19 melalui “Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)” hingga beraneka ragam peraturan-peraturan kebijakan pemulihan perekonomian. Untuk mengetahui seseorang terpapar virus atau tidak bisa mengetahuinya dengan melakukan Rapid Test Antigen yang merupakan tes yang dilakukan untuk medeteksi virus yang dapat menyatakan terdapatnya infeksi virus. Rapid test antigen digunakan untuk memeriksa pernafasan dan bisa juga dengan melakukan swab test PCR (Polymerase Cain Reaction) yakni, tes molekuler untuk pasien yang terinfeksi Covid-19. Tes ini secara resmi dirokemendasikan oleh WHO untuk digunakan masyarakat. Tes ini dipakai untuk mengetahui covid-19 dengan menggunakan cara mencari materi genetic virus pada sampel yang dikumpulkan dan diambil dengan usap hidung atau tenggorokan.

Pasal 14 UU No. 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan, tanggung jawab Pemerintahan atas kesehatan ialah merancang, mengelola, menyelenggarakan, membimbing, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan upaya kesehatan yang terjangkau maupun merata oleh masyarakat.3

Berdasarkan Surat Edaran Menkes Nomor 234 Tahun 2020 Tanggal 7 April 2020, menjelaskan seluruh laboratorium dan sampel uji pengujian Covid-19 akan melaporkan hasil pengujian (baik positive maupun negative) kepada dinas kesehatan masyarakat untuk menyikapi lingkungan pasien dan mengenali ODP (Orang Dalam Pengawasan). PDP (Pasien Dalam Pengawasan) perlu mengirimkan sampel laporan pengujian kerumah sakit yang mengirimkan sampel untuk pengujian, dan setiap lab yang melakukan pengujian Covid-19 akan menyertakan formulir tersebut dan dilaporkan ke Pusdatin dan satgas.

Karena semakin meningkatnya kebutuhan akan RT-PCR atau penyedia layanan rapid test antigen di Indonesia, beberapa pihak mempergunakan kondisi itu untuk mencari keuntungan. Pada 27 April 2021 di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, ditemukan pemakaian antigen bekas yang diungkap oleh Tim Penyidik Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumut yang awalnya sudah memperoleh aduan dari masyarakat atas dugaan pemakaian ulang stik swab antigen daur ulang. Setelah melakukan pemeriksaan, pada desember 2020 didapati bukti bahwa terdapat penggunaan pemakaian antigen bekas. Tindakan pemakian antigen bekas tersebut diberikan kepada masyarakat yang melakukan test dilakukan dengan sengaja oleh oknum petugas medis Kimia Farma. Adanya kasus pemakaian alat rapid test antigen bekas, maka tindakan tersebut dapat mencelakakan keselamatan nyawa dan kesehatan para korban, sehingga dapat dipidana karena merupakan tindakan kejahatan dan terdapat kerugian bagi para konsumen. Kerugian juga terdapat dalam biaya rapid test antigen yang cukup mahal. Pada UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen yang biasa disebut UUPK merupakan suatu peraturan sebagai upaya pemerintah guna memberi kepastian hukum terhadap konsumen dan pelaku usaha. UUPK secara langsung ditujukan guna mengoptimalkan kesadaran dan martabat hak konsumen. Tujuan tidak langsung adalah untuk memungkinkan produsen bertanggung jawab atas usaha mereka.4

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang signifikan dengan permasalahan kasus ini, yakni berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Hand Sanitizer Yang Dikemas Ulang Tanpa Izin Edar” yang ditulis oleh Ni Putu Dinar Nareswari dan Ida Ayu Sukihana yang membahas tentang perlindungan hak konsumen yang mengalami kerugian akibat membeli hand sanitizer yang menuntut hak kenyamanan, keamanan, dan keselamatan terkait penggunaan barang tersebut, serta tidak mempunyai izin edar atau dapat disebut sebagai barang illegal yang belum mempunyai dasar hukum yang jelas.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis artikel dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENGGUNAAN ALAT RAPID TEST ANTIGEN BEKAS”

  • 1.1    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah perlindungan hukum kepada konsumen mengenai penggunaan alat rapid test antigen bekas tersebut?

  • 2.    Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen pengguna alat rapid test antigen tersebut?

  • 1.2    Tujuan Penelitian

Tulisan ini bertujuan untuk memahami, menekuni, dan mengidentifikasi perlindungan hukum terhadap konsumen berdasarkan penggunaan alat rapid test antigen bekas pakai dalam bentuk pertanggungjawaban hukum serta sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha tersebut.

  • II.    Metode penilitian

Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.5 Metode penilitian yang dipakai dalam mengkaji jurnal ini ialah metode penilitian hukum normatif yang berasal dari sumber hukum primer, yakni berdasarkan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara mengkaji semua undang-undang dan sumber hukum sekunder seperti jurnal, literatur-literatur, dan buku yang berdasarkan dengan tema pembahasan pemakaian alat rapid test antigen bekas pakai. Peraturan umum yang dipakai dalam penelitian ini ialah UUPK yang merupakan peraturan untuk melindungi para konsumen. Penelitian ini diperlukan untuk memenuhi kajian ilmu hukum sesuai dengan apa yang akan diamati.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terkait Penggunaan Alat Rapid Test Antigen Bekas

Istilah konsumen terdapat didalam Pasal 1 angka 2 UUPK memaparkan “Konsumen adalah setiap orang, pemakai barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan”. Pengaturan mengenai perlindungan konsumen juga terdapat pada Pasal 1 angka 1 UUPK memaparkan “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Ketentuan itu memberikan kepastian hukum bagi konsumen sehingga bisa memberi pelindungan bagi hak, yang dimana penegakan hak konsumen di Indonesia penting dilakukan agar menciptakan keseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Perlindungan hukum adalah perlindungan yang memberikan hak secara merata kepada semua warga Negara yang dapat dilanggar oleh siapapun. Tujuannya agar masyarakat bisa menikmati segala hak yang diatur oleh perundang-undangan.6 Presiden Amerika J.F. Kennedy berpidato di hadapan Kongres Amerika Serikat yang disampaikan pada 15 Maret 1962,

menyampaikan 4hak konsumen, seperti Hak atas rasa aman (The right to safety), Hak memperoleh informasi (The right to be informe), Hak memilih (The right to choose), dan Hak untuk didengar (The right to be heard).7 Perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi hak para konsumen yang merupakan bagian dari 3 prinsip dasar, yakni Hak untuk menghindari kerugian, baik konsumen pribadi maupun materi, Hak guna menerima barang maupun jasa dengan harga yang normal, Hak atas penyelesaian yang wajar atas setiap masalah yang timbul.8

Di Indonesia, dalam undang-undang pengaturan hak konsumen merupakan sebagian dari pelaksanaan Negara kesejahteraan. UUD 1945 merupakan konstitusi politik, dan merupakan konstitusi ekonomi yang memuat gagasan Negara kesejahteraan dapat berkembang di bawah pengarush sosialisme pada abad ke-19. Pasal 4 UUPK mneyebut 9 hak konsumen, yakni:

  • a.    “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa

  • b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan

  • c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

  • d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan

  • e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut

  • f.    Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

  • g.    Hak untuk diperlakukan datau dilayani secara benar dan jujur serta diskriminatif

  • h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

  • i.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.

Tindakan petugas medis yang memakai alat antigen bekas tersebut merupakan tindakan melawan hukum kepada masyarakat umum yang dapat memicu risiko bagi kesehatan maupun keselamatan para penggunanya, sebab tahapan itu tidak sesuai standar kualitas alat rapid antigen tersebut. Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kenyamanan dari produk yang disediakan. Produk tesebut tidak boleh merugikan konsumen, sehingga pemakai produk tersebut tidak dapat dirugikan secara materi dan psikis.9 Manfaat dari penegakan hukum perlindungan konsumen ialah memberikan kemudahan dan keamanan kepada konsumen. Dengan melaksanakan UUPK, para pengguna produk dapat berhati-hati dengan adanya akibat hukum yang

ada.10 Pasal 98 ayat (1) UU kesehatan, ketersediaan obat-obatan dan peralatan medis harus memenuhi standar kualitas layanan obat yang ditentukan dalam peraturan pemerintahan. Dengan menggunakan kembali alat antigen kepada masyarakat umum, tindakan petugas medis tersebut telah menyalahi aturan UUPK terkait hak para konsumen yang terdapat dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, dan huruf g UUPK. Yang dimana, untuk memenuhi pertanggungjawabannya selaku pelaku usaha, petugas medis tersebut telah gagal dan sudah bertentangan dengan bermacam kebijakan yang tertera di Pasal 7 huruf a dan huruf d UUPK dan Pasal 8 ayat (1) huruf a, huruf d, hururf e, dan ayat (3) UUPK. Tindakan para petugas medis tersebut bertentangan dengan berbagai peraturan pemerintah yang bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak infeksi dan penyebaran wabah global di Indonesia, seperti

  • 1.    UU No. 6 Tahun 2018 mengenai Kekarantinaan Kesehatan

  • 2.    UU No. 2 Tahun 2020 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UU No. 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease maupun untuk Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang

  • 3.    Permenkes No. 16 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

  • 4.    Permenkes No. 18 Tahun 2021 mengenai Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penaggulangan Pandemi Coronavirus Disease (Covid19)

  • 5.    Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/4641/2021 mengenai Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi Dalam Rangka Percepatan Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19)

  • 6.    Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Coronavirus Disease No. 7 Tahun 2021 mengenai Perpanjangan Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).

Dengan demikian, tindakan petugas medis tersebut telah melanggar berbagai peraturan diantaranya berdasarkan UU Kesehatan. Oleh karena itu, para petugas yang melakukan tindakan tersebut bertentangan dengan Standart Operating Procedure (SOP) perusahaan dan para petugas yang melakukan tindakan tersebut telah diberhentikan dari perusahaan dan mendapatkan sanksi hukum yang tegas. Tindakan yang tidak pantas ini terjadi walau telah terdapat UUPK yang memberikan perlindungan hukum dengan mengatur kewajiban pelaku usaha dan melindungi hak konsumen, sehingga menimbulkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk mencederai hak konsumen.11

  • 3.2 Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen pengguna Alat Rapid Test Antigen

Dalam pemakaian alat rapid antigen memerlukan prosedur yang berada dalam aturan yang telah ditujukan. Berdasarkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK mengemukakan adanya hak dan kewajiban pelaku usaha. Hak pelaku usaha diantaranya ialah:

  • 1)    “Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,

  • 2)    Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan kondumen yang beritikad baik

  • 3)    Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen

  • 4)    Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

  • 5)    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”

Pelaku usaha berkewajiban:

  • 1.    “Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

  • 2.    Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan

  • 3.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

  • 4.    Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

  • 5.    Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan

  • 6.    Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

  • 7.    Memberi kompensasi, ganti rugu dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

Para pelaku usaha yakni orang yang paling tahu terkait barang/jasa yang dibuat oleh pelaku usaha tersebut. Pelaku usaha mengetahui material yang digunakan untuk diperdagangkan, maka dari itu pelaku usaha yang lebih memahami mengapa barang tersebut terdapat kerusakan dan apa dampak yang terjadi jika barang tersebut diberikan kepada konsumen.12 Dan juga, mengenai keterangan pencantuman informasi dalam suatu barang, pemerintah harus ikut serta dalam melindungi konsumen, karena hal ini melibatkan kepentingan pelaku usaha dan perlindungan

terhadap konsumen. Termasuk juga kepentingan public, Hal ini sangat membutuhkan keterlibatan pemerintah dan upaya pemerintah dalam perlindungan dan pengoyaman masyarakat. Pelaku ekonomi juga perlu menghormati hak konsumen, menghasilkan barang/jasa berkualitas tinggi yang dapat digunakan atau dimakan dengan aman, dengan harga barang/jasa sesuai dengan kualitas dan sesuai SOP yang berlaku.

Berdasar unsur kesalahan dalam prinsip pertanggungjawaban disusun pada KUHP, yakni pada Pasal 1365, 1366, 1367 yang menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat dimintai pertanggungjawaban, kecuali terdapat unsur perbuatan yang salah.13 Secara umum, hubungan antara konsumen dengan pelaku bersifat jangka panjang. Pelaku usaha sangat membutuhkan konsumen dan sangat terikat dengan mereka. Dan kebutuhan konsumen, disisi lain sangat tergantung pada hasil ekonomi.14

Tidak mematuhi aturan yang telah ditentukan dan dengan mengabaikan hak-hak konsumen untuk mendapat laporan yang jujur, benar dan jelas, pelaku usaha yang menjual alat rapid test antigen bekas telah melalaikan pertanggungjawaban selaku pelaku usaha. Maka bisa memberi simpulan bila pelaku usaha itu telah bertindak berlainan dengan Pasal 8 ayat (1) UUPK yang dimana pelaku usaha mengabaikan keselamatan dan keamanan konsumen atas barang yang ditawarkannya demi meraih keuntungan.15 Pasal 8 ayat (3) UUPK menyatakan “bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar”. Perbuatan pelaku usaha yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen diberikan hak untuk memperoleh pertanggung jawaban dari pihak yang menyebabkan kerugian, yakni pelaku usaha16. Pemakaian alat rapid test antigen bekas yang dipakai pelaku usaha terhadap konsumen menimbulkan kerugian bagi para konsumen. Maka dari itu, para konsumen yang mendapat kerugian dapat menuntut pelaku usaha sesuai dengan aturan UUPK. 17 Pasal 7 huruf d UUPK menjelaskan bahwa memberikan kompensasi juga merupakan tugas pelaku usaha untuk wajib bertanggung jawab kepada konsumen. Pada Pasal 19 ayat (2) UUPK, pertukaran barang dengan nilai yang sama, ketentuan yang berlaku, dan bentuk ganti rugi dalam rangka pelayanan kesehatan merupakan peraturan mengenai bentuk ganti rugi oleh para pelaku ekonomi.18

Jika para konsumen mendapat masalah kesehatan seperti keracunan dalam penggunaan produk, alergi dan lainnya yang dapat menyakiti konsumen, maka berdasarkan pasal tersebut ganti rugi yang dapat diterima berupa dana. Dan bagi para pelaku usaha tidak mengikuti aturan Pasal 19 ayat (2) UUPK maka, Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) akan memberikan pelaku usaha “sanksi administratif” yang harus dipertanggung jawabkan pelaku usaha atas perbuatannya yang berbentuk “ganti rugi atau dana dengan jumlah Rp. 200.000.000 sesuai ketentuan Pasal 60 UUPK.”19 Dan atas tindakan petugas tersebut mendapatkan “sanksi pidana” yang diterapkan pada pasal 196 UU Kesehatan yang menyatakan “setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK, pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.000 (dua miliar rupiah).”

  • IV. Kesimpulan

Tindakan yang dilangsungkan petugas medis yang melakukan pemakaian alat rapid test antigen bekas merupakan tindakan melawan hukum yang melanggar hak para konsumen terhadap keamanan, kenyamanan maupun keselamatan. Perlindungan hukum terhadap konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK mengenai hak-hak konsumen. Apabila terdapat pelanggaran yang terjadi pada konsumen, maka hak tersebut merupakan hal dasar dan utama dalam perlindungan konsumen. Pelaku usaha telah melanggar aturan Pasal 196 UU Kesehatan yang menyatakan “setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan kemanan, khasiat, atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000 (satu miliyar rupiah) dan dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dana Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.000 (dua miliar rupiah).”

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum (Jakarta, Sinar Grafika, 2018).

Barkatullah, Abdul Hakim. Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2019).

Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona Di Indonesia), Universitas Indonesia, (Jakarta, 2020)

Elin Wuri Dewi. Hukum Perlindungan Konsumen, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2016).

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta, Sinar Grafika,2022).

Mona, N. Konsep Isolasi Dalam Jaringan Sosial Untuk Meminimalisasi Efek Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona Di Indonesia), Universitas Indonesia, (Jakarta, 2020)

Jurnal

Arta, Komang Giri., dan I Ketut Markeling., “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Dengan Penggunaan Boraks Pada Bakso”. Kertha Semaya: Jurnal lmu Hukum 5.1 (2018): 1-16

Astuti, Desak Ayu Lila., dan AA Ngurah Wirasila., “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transaksi E-Commerce Dalam Hal Terjadinya Kerugian”. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 1. 5 (2018): 1-5

Barkatullah, Abdul Hakim., ”Urgensi Perlindungan Hak-hak Konsumen Dalam Transaksi Di E

Commerce”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 14.2, (2007): 247-270

Lestari, Desy, dan Rinitami Njatrijani Suradi., “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Produk Makanan Kemasan Tanpa Izin Edar Yang Beredar Di Pasaran”, Diponegoro Law Jurnal 2.2 (2013): 1-11

M. Aris Munandar, Audyna Mayasari Muin, Hijrah Adhyanti MirzanaTelaah Ketentuan Pidana Kekarantinaan Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Bagi Kesehatan Notaris Dan Masyarakat Era Pandemi Covid-19, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 5.1 (2021) : 80-81.

Mansyur, Ali. dan Irsan Rahman., "Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Produksi Nasional" Jurnal Pembaharuan Hukum, 2.1 (2015): 1-10

Murni, Ni Putu Ayu Yuliana. , dan I. Nyoman Bagiastra., “Perlindungan Hukum Terhadap KonsumenAtas Makanan Berformalin”, Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 4.2 (2015): 3

Nurmahayani, Ni Made Dwi., dan Keneng I Ketut Keneng., “Bentuk Pengawasan

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Konsumen”, Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 4 No.3, (2016): h.2

Pangestu, Sari Dwi., dan Ida Bagus Putra Atmadja. “Perlindungan Hukum Terhadap KonsumenAtas Beredarnya Produk Obat Yang Tidak Mencantumkan

Keterangan Halal/Tidak Halal”, Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 7.12, (2019): 1-15

Pratiwi, Ni Kadek Diah Sri., dan Nurmawati, M. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen TerhadapProduk Kosmetik Impor Tanpa Izin Edar Yang Dijual Secara Online”. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 7.5 (2017): 1-16

Putri, Leonita Citriana and Dewa Gde Rudy. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kecantikan Yang Diimpor Online Yang Tidak Terdaftar Pada BPOM”. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, 9.12 (2021): 11131121

Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 4 (2017): 521-537

Rusmini, Andin, “Tindak Pidana Pengedaran Dan Penyalahgunaan Obat Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”. Jurnal Hukum, 8.3, (2017) :26

Yohanes Suhardin, “Peranan Negara Dan Hukum Dalam Memberantas Kemiskinan Dengan Mewujudkan Kesejahteraan Umum”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, 40. 3, (2012) :303.

Peraturan Perundang-Undangan:

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5036).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19);

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penaggulangan Pandemi Coronavirus Disease (Covid19)

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 6 Tahun 2022 hlm 535-545

545