KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUNGUT BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Oleh:

Ketut Sista Putri Wijaya A.A. Gde Oka Parwata

Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT:

Customs Acquisition of Land and Building (BPHTB) is one type of tax potential in the Badung regency especially with the tourism industry and the utilization of very developed land and buildings. Based on the Act No. 28 Year 2009 on Regional Tax and Levies, hence it the district/city in this paper especially Badung regency has the authority to levy BPHTN. With the methods and approaches of writing normative law, this paper describes the arrangement of BPHTB and also the authority of Badung regency to levy BPHTB conducted by Revenue Office of Badung regency.

Key Words: BPHTB, authority

ABSTRAK:

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis pajak yang potensial apalagi di kawasan Kabupaten Badung dengan industri pariwisata serta pemanfaatan tanah dan bangunannya yang sangat maju. Berdasarkan pada Undang – Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka kabupaten /kota yang dalam tulisan ini khususnya Kabupaten Badung memiliki kewenangan untuk memungut BPHTN. Dengan metode penulisan normatif dan pendekatan undang-undang, tulisan ini menjelaskan pengaturan mengenai BPHTB serta kewenangan Kabupaten Badung dalam memungut BPHTB yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung.

Kata Kunci: BPHTB, kewenangan

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan), yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.1

Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (yang selanjutnya disingkat BPHTB)2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Pemberian kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Hal ini berguna juga untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan daerah, dimana masyarakat daerah akan secara langsung ikut mengkontrol keberadaan pajak dikarenakan kewajiban pajak dan restribusinya tersebut langsung dibayarkan pada pemerintah daerah masing-masing.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Termasuk dalam hal ini pengelolan terhadap pajak BPHTB. Dalam Penyelenggaran Pemerintahan Daerah selanjutnya diatur dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPD). Dalam UUPD ini ditentukan Pajak Daerah yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah,seperti yang terjadi di Kabupaten Badung yang memang sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut Perda No.14 Tahun 2010) sebagai implementasi ketentuan Undang – Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD). Dari latar belakang diatas dapat dikemukakan permasalahan yaitu bagaimana pengaturan BPHTB di Kabupaten Badung serta kewenang Pemerintah Kabupaten Badung dalam memungut BPHTB?

  • 1.2    Tujuan

Adapun Tujuan yang juga menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan BPHTB dan bagaimana kewenangan Daerah Kabupaten Badung dalam mengurus BPHTB

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) artinya penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau peraturan perundang-undangan.3

  • 2.2.1    Pengaturan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pengertian BPHTB menurut Pasal 1 angka 41 UU PDRD adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dalam Pasal 1 angka 42 UU PDRD adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Mengenai Hak atas Tanah dan/atau Bangunan terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 43 UU PDRD adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

Sedangkan pada Perda Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dalam Pasal 1 angka 11 mengatur bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Terdapat sedikit perbedaan dalam hal pengertian BPHTB dalam UU PDRD dengan pengertian BPHTB yang terdapat dalam Perda No. 14 Tahun 2010, yaitu dalam Perda No. 14 Tahun 2010 lebih diperjelas bahwa BPHTB adalah sebuah pajak daerah.

  • 2.2.2    Kewenangan Pemerintah Kabupaten Badung terhadap BPHTB

Dalam konteks Negara Kesatuan, hubungan kewenangan antara pusat dan daerah di Indonesia mendasarkan diri pada tiga pola, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind (tugas pembantuan).4 Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan.

Diundangkannya UU PDRD merupakan apresiasi bagi otonomi daerah karena memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola BPHTB. Pengalihan BPHTB dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan langkah maju yang dilakukan oleh Indonesia dalam penataan sistem perpajakan nasional. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan dalam upaya menata kembali sistem perpajakan nasional yang dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, maka BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota yang telah diatur di Kabupaten Badung dengan Perda No. 14 Tahun 2010 guna mengefisiensikan pengelolaan BPHTB di Kabupaten Badung serta menjamin kepastian dan dasar hukum pemungutan BPHTB.

Dalam penerimaan BPHTB ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung menyerahkannya kepada Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung, dimana ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2010 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yakni pada Pasal 1 ayat (6) mengenai teknis dalam pemungutan BPHTB di Kabupaten Badung diserahkan kepada Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung yang sistem dan prosedur pemungutannya.

  • III.    KESIMPULAN

BPHTB diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 dan dalam pendelegasian kewenangannya diatur dalam Perda Kabupaten Badung No. 14 Tahun 2010 yaitu BPHTB merupakan pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dan dalam Perda No. 14 Tahun 2009 lebih diperjelas lagi bahwa BPHTB merupakan pajak daerah.

Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap BPHTN sesuai UU PDRD adalah memungut dan membuat peraturan daerah sebagai dasar pemungutan BPHTN. Dalam Pelaksanaan pungutan BPHTN Pemerintah Kabupaten Badung menyerahkannya kepada Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung yang memiliki wewenang untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menata usahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah termasuk BPHTN dalam rangka pelaksanaan APBD Kabupaten Badung.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Brotodiharjo, Santoso, 1987, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Cet. Ke-3, PT. Eresco, Bandung.

Fauzi, Noer, 2000, Mensiasati Otonomi Daerah, Konsorsium pembaruan Agraria bekerjasama dengan INSIST “Press”, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2008, Perpajakan edisi Revisi 2008, C.V Andi offset, Yogyakarta.

Siahaan, Marihot, 2003,Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek,Edisi I, Cet. Ke-I, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Soerjono, Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta.

Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Peraturan Bupati Badung Nomor 73 Tahun 2010 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

5