PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK

KONSUMEN ATAS WANPRESTASI KETIDAKSESUAIAN

KECEPATAN INTERNET YANG DITAWARKAN

PROVIDER WI-FI

I Gst. Ngr. Bgs. Putra Prianatha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Dewa Ayu Dwi Mayasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk memahami dan mengetahui bagaimana pengaturan terhadap hak-hak konsumen sebagai pelanggan provider Wi-Fi terhadap wanprestasi dari pihak provider dan mengetahui bentuk perlindungan hukum terkait konsumen yang merasa dirugikan oleh provider WiFi. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian normative. Perlindungan hukum terhadap konsumen telah tertuang pada “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, dimana dalam penulisan ini akan membahas perihal wanprestasi yang sering terjadi dari pihak provider Wi-Fi terkait ketidaksesuaian kecepatan internet yang ditawarkan dan disaat penggunaan layanan sehingga merugikan pihak konsumen. Walaupun sudah tertuang dalam “pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang hak konsumen serta dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha”, masih kurangnya kepastian hukum bagi hak-hak konsumen yang harus dilindungi dalam halnya sebagai konsumen pelanggan provider Wi-Fi. Maka dari itu, agar pihak konsumen mendapatkan apa yang menjadi haknya, diperlukannya kepastian hukum yang mengatur dan melindungi agar berjalannya asas dari perlindungan konsumen sendiri yang tertuang dalam “Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.”

Kata kunci: Perlindungan hukum, konsumen, provider Wi-Fi.

ABSTRACT

The purpose of writing this journal is to understand and find out how to regulate the rights of consumers as customers of the Wi-Fi provider against default from the provider and to find out the form of legal protection related to consumers who feel aggrieved by the Wi-Fi provider. The research method used in this paper is normative. Legal protection for consumers has been stated in “Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection”, which in this paper will discuss defaults that often occur from the Wi-Fi provider regarding the incompatibility of the internet speed offered and when using the service to the detriment of the consumer. Although it has been stated in “Article 4 of Law Number 8 of 1999 which regulates consumer rights and in Article 7 of Law Number 8 of 1999 which regulates the obligations of business actors”, there is still a lack of legal certainty for consumer rights which must be protected in this case. as a consumer of a Wi-Fi provider customer. Therefore, for consumers to get what they are entitled to, there is a need for legal certainty that regulates and protects so that the principle of consumer protection itself is contained in “Article 2 of Law Number 8 of 1999”.

Key words: Legal protection, consumer, Wi-Fi provider

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pada masa dikala ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah berkembang secara kilat, dimana kita dapat terhubung dengan orang- orang berlainan daerah terlebih berlainan daratan. Negara Indonesia yakni negara berkembang, yang dimana rata-rata masyarakat Indonesia sudah terkategori mampu dan memahami bagaimana tata cara memberdayakan teknologi yang memiliki berbagai macam bentuk. Teknologi sudah berkembang di segala sisi, dimana sudah terdapat berbagai perkembangan di bagian ekonomi, pendidikan, pariwisata, terlebih di dalam zona hukum pula teknologi sudah jadi bahan pokok guna menunjang pemberian informasi terhadap hukum yang berlaku.

Konektivitas pada masa globalisasi 4.0 ini yakni Mengenai yang sangat menunjang dan pula berperan berarti dalam berbagai kegiatan masyarakat. Salah satunya ialah dalam halnya dikala saat sebelum mengenakan internet, fitur haruslah tersambung terlebih dahulu dengan jaringan konektivitas biar dapat berjalan ataupun mendapatkan akses terhadap internet. Di Indonesia sendiri telah banyak berdiri provider-provider yang menawarkan kemudahan dalam mendapatkan jaringan konektivitas dalam bentuk Wi-Fi. Wi-Fi yang yakni kependekan dari Wireless Fidelity,1 Wi-Fi pula dapat diartikan teknologi yang memakai peralatan elektronik buat bertukar data dengan mengenakan gelombang radio (nirkabel) melalui sesuatu jaringan komputer tercantum koneksi.2

Namun belum lama ini di Indonesia spesialnya, sering kali terjalin permasalahan konektivitas dari sebagian provider sehingga terjadinya hambatan ataupun hambatan yang dialami oleh para konsumen Wi-Fi itu sendiri. Peristiwa yang tetap terus terjalin secara berulang-ulang sehingga mencuat pula ketidaknyamanan dari konsumen terhadap apa yang sudah jadi haknya sebagai pelanggan provider Wi-Fi dalam menggunakan dan mengenakan layanannya. Telah banyak pula konsumen yang tetap meringik terhadap kinerja dari sebagian provider Wi-Fi, yang dimana pada dini perjanjian dari pihak provider dan pihak konsumen, pihak provider sendiri menjanjikan kecepatan internet yang didapat oleh pihak konsumen hendak sama dengan paket WiFi apa yang telah dipilih maupun dibayarkan oleh konsumen sendiri sehingga konsumen yang menggunakan jasa tersebut nyatanya hendak dirugikan. Walaupun sudah banyak pihak yang sering mengeluhkan Mengenai tersebut secara berulang kali, namun masih sedikitnya usaha dari pihak provider sendiri buat memperbaiki secara langsung serta memberikan informasi yang jelas terhadap apa yang terjalin terlebih berlagak semacam tidak acuh terhadap pengaduan dari para konsumen dengan memberikan jawaban yang terlebih tidak menuntaskan permasalahan hambatan terhadap layanan tersebut. Mengenai ini nyatanya sangat berbenturan dengan “Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).” Dimana dalam pasal 4 huruf (b), (c), (d), (g), dan (h) pada Undang- Undang tersebut mengatur tentang hak konsumen Serta Mengenai ini pula pula berlawanan dengan

asas perlindungan konsumen yang tertuang pada “Pasal 2 UUPK dan Pasal 7 UUPK yang mengatur tentang kewajiban pelakon usaha.” Dari apa yang sudah diterangkan diatas, nyatanya dalam Mengenai ini konsumen merasa dirugikan oleh pihak provider dan nyatanya menimbulkan wanprestasi dari pihak provider sendiri. Wanprestasi ialah sesuatu kelalaian dari pihak kreditor maupun debitor dalam memenuhi suatu prestasi dari sesuatu perjanjian. Wanprestasi sendiri dapat terjalin karena disengaja maupun tidak disengaja. Untuk “Pasal 1234 KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi ialah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dikira wanprestasi apabila seseorang:”

  • a)    Tidak melaksanakan apa yang disanggupi hendak dikerjakannya.

  • b)    Melakukan apa yang dijanjikannya, namun tidak sebagaimana dijanjikan.

  • c)    Melaksanakan apa yang dijanjikan namun terlambat.

  • d)    Melaksanakan suatu yang bagi kontrak tidak boleh dikerjakannya.3

Dalam melakukan maupun membuat sesuatu perjanjian yang sah untuk hukum, sepatutnya para pihak yang mengikatkan diri wajib mendengarkan 4 syarat yang dinyatakan dalam “Pasal 1320 KUHPerdata.” Perjanjian didasarkan pada kesepakatan 2 belah pihak yang melakukan perjanjian, kesepakatan tersebut sehabis itu menghasilkan hak dan kewajiban tiap- masing- masing pihak yang dimana apabila salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya sampai Mengenai tersebut dapat diucap sebagau wanprestasi. Lebih dulu terdapat sesuatu studi yang membahas dan memiliki keterkaitan mengenai wanprestasi dari pihak provider Wi-Fi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Warnet Dalam Perjanjian Pemberian Kuota Internet Yang Diberikan Oleh Provider4 yang ditulis oleh Faizal Rahmat Ananta, studi ini berkhusus pada perlindungan hukum terpaut minimalisasi kuota buat usaha warnet dari provider Wi-Fi. Kebalikannya belum adanya studi yang membahas mengenai perlindungan hukum terpaut wanprestasi pihak provider Wi-Fi atas ketidaksesuaian dengan produk kecepatan internet yang ditawarkan. Mengenai ini nyatanya hendak jadi pembahasan yang menarik buat dilanjutkan, sampai dari itu usulan studi ini mengangkat judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konsumen Atas Wanprestasi Ketidaksesuiaan Kecepatan Internet Yang Ditawarkan Provider WiFi”. Sangat diperlukannya kepastian hukum atas hak- hak konsumen yang harus dilindungi dalam halnya sebagai konsumen pelanggan provider Wi-Fi, sampai dari itu perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai dasar hukum yang mengatur terpaut hak- hak konsumen.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berkaca dari apa yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas, dapat ditemukannya permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana bentuk perlindungan hukum terkait konsumen provider WiFi yang merasa dirugikan karena ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi?

  • 2.    Bagaimana tanggung jawab provider Wi-Fi terhadap konsumen yang merasa dirugikan karena ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Ada pula tujuan dari penyusunan harian ini merupakan buat menguasai serta mengenali gimana pengaturan terhadap hak- hak konsumen selaku pelanggan provider Wi- Fi terhadap wanprestasi ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider WI-FI serta mengenali wujud proteksi hukum terpaut konsumen yang merasa dirugikan disebabkan ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi- Fi.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji dan mengkaji standar hukum dalam peraturan perundang-undangan.5 Penelitian memakai pendekatan terhadap “Undang- Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen (UUPK).” Kajian ini dilakukan karena adanya standar hukum yang ambigu, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Bentuk perlindungan hukum terkait konsumen provider Wi-Fi yang merasa dirugikan karena ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi.

Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga hampir seluruh kegiatan kecil hingga besar bisa dikerjakan dengan bantuan internet. Dengan internet segala aktivitas dapat menggapai efisisensinya. Namun provider sebagai penyedia layanan internet dewasa ini terlihat lalai dalam pelayanannya terhadap konsumen. Provider yang dimana manfaatnya ialah sebagai industri yang memberikan jasa penyambungan jaringan internet maupun jasa yang lain yang berhubungan. Namun akhir-akhir ini, sering sekali ditemui kecepatan internet yang ditawarkan diawal oleh provider Wi-Fi tidak sesuai pada disaat penjalanan masa penggunaan jasa jaringan WiFi untuk para konsumen. Mengenai ini tentu sangat merugikan konsumen provider WiFi, dimana terjadinya sesuatu wanprestasi terhadap kesepakatan kontrak diawal yang dimana pihak konsumen hendak membayarkan jumlah yang sesuai dengan kecepatan internet yang hendak dipakai namun pada disaat menggunakan jasa tampaknya berbeda dengan yang sudah disepakati diawal. Konsumen pula memiliki hak dalam memperoleh ganti kerugian dan pelakon usaha memiliki kewajiban dalam mendengarkan keluh kesah konsumen dan mengganti kerugian konsumen.6 Dimana

konsumen dalam konteks ini ialah sebagai pengguna layanan internet yang memiliki hak atas perlindungan hukum akibat dari kerugian yang ditimbulkan oleh provider penyedia layanan internet. Konsumen ialah raja, namun pada kenyataanya konsumen tetap dikontruksikan ke dalam kerangka pihak yang konsumtif. Hal ini membuat konsumen sering menjadi korban dalam hubungan dagang dengan pelaku komersial (produsen).7

Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan hukum mengenai hak serta kewajiban manusia.8 Perlindungan hukum merupakan perlindungan kepada subyek hukum.9 Hukum perlindungan konsumen ialah yakni totalitas asas–asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam jalinan serta kasus penyediaan dan konsumsi produk konsumen antara penyedia dan penggunaanya dalam bermasyarakat.10 Dalam rangka mewujudkan bekerjanya hukum sebagi kontrol sosial dan ketertiban masyarakat, sampai hukum tidak dapat bekerja sendiri secara otomatis, namun hukum senantiasa harus dapat merespon terhadap perihal yang berkembang di lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap, antara lain:

  • a.    Faktor hukum, ialah peraturan yang sedang berlaku mengenai hal tersebut

  • b.    Faktor penegakan hukum, ialah pihak-pihak yang membuat dan yang menegakannya di masyarakat.

  • c.    Faktor sarana dan prasarana yang memadai bagi proses penegakan hukum.

  • d.    Faktor masayarakat,  ialah dimana  hukum itu berlaku atau

dijalankanyang dalam hal ini adalah masyarakat konsumen dan masyarakat produsen.

  • e.    Faktor budaya, yang didasarkan dari dalam pergaulan hidup.11

Penerapan proteksi konsumen ialah upaya terdapatnya proteksi yang sangat diperlukan, ialah seluruh upaya yang menjamin terdapatnya kepastian hukum buat membagikan proteksi kepada konsumen.12

Kemauan yang hendak dicapai dalam proteksi konsumen merupakan menghasilkan rasa nyaman untuk konsumen merupakan menghasilkan rasa nyaman untuk konsumen dalam penuhi kebutuhan hidup spesialnya dalam perihal pemakaian

paket informasi internet. Teruji jikalau seluruh norma proteksi konsumen13 dalam UUPK memiliki sanksi pidana.

Hingga seluruh upaya yang diartikan dalam perlindungan konsumen tersebut tidak saja terhadap aksi preventif hendak namun pula aksi represif dalam seluruh bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen. “Oleh sebab itu, pengaturan perlindungan konsumen selaku pengguna jasa provider dilakukan dengan:”

  • 1.    Menghasilkan sistem proteksi konsumen yang memiliki faktor keterbukaan akses data, dan menjamin kepastian hukum.

  • 2.    Melindungi kepentingan pada spesialnya serta kepentingan segala pelakon usaha.

  • 3.    Tingkatkan mutu benda serta pelayanan jasa.

  • 4.    Berikan proteksi kepada konsumen dari aplikasi usaha yang menipu serta menyesatkan.

  • 5.    Memajukan penyelenggaran, pengembangan serta pengaturan proteksi konsumen dengan bidang- bidang proteksi yang lain.14

Jika upaya perlindungan hukum konsumen provider Wi-Fi yang merasa dirugikan disebabkan ketidaksesuaian kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi belumlah terwujudkan secara maksimal dan masih banyaknya pelanggan-pelanggan yang mengeluhkan dan mengadukan perihal ini secara langsung buat memohon kompensansi maupun ubah rugi kepada pihak provider Wi-Fi tetapi senantiasa seolah tutup mata tutup kuping hendak perihal yang mengenai para pelanggan/konsumen tersebut. Perihal tersebut pastinya melanggar “Pasal 4 huruf (d) UUPK yang menarangkan kalau konsumen mempunyai hak agar didengar komentar serta keluhannya atas benda serta/ ataupun jasa yang digunakan dan Pasal 4 huruf (h) UUPK yang melaporkan hak konsumen buat mendapatkan kompensasi ataupun ubah rugi apabila jasa yang ditawarkan tidak cocok dengan perjanjian” serta “Pasal 7 UUPK menimpa kewajiban pelakon usaha spesialnya pada huruf (c) memperlakukan ataupun melayani konsumen secara benar serta jujur dan tidak diskriminatif serta huruf gram berikan kompensasi ubah rugi serta/ ataupun penggantian apabila benda serta ataupun jasa yang dterima ataupun dimanfaatkan tidak cocok dengan perjanjian”. “Pada huruf (f) Pasal 8 UUPK pula sudah diterangkan kalau pelakon usaha dilarang memproduksi serta/ ataupun memperdagangkan benda serta/ ataupun jasa yang tidak cocok dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, penjelasan, iklan ataupun promosi penjualan benda serta/ ataupun jasa tersebut.”

Pihak provider Wi-Fi bisa dijerat “sanksi pidana penjara dengan lama 5 tahun ataupun pidana denda sangat banyak 2 miliyar rupiah cocok dengan Pasal 62 ayat (1) UUPK disebabkan sudah melanggar syarat huruf (f) Pasal 8.” Pada UUPK masih ada kekurangan dalam mengendalikan tentang proteksi konsumen yang dirugikan atas wanprestasi yang dicoba oleh pelakon usaha menimpa ketidaksesuaian terhadap jasa yang ditawarkan diawal dengan pada dikala konsumsi jasa. Pada Undang-Undang tersebut lebih dominan mengatur perlindungan konsumen yang hadapi kerugian atas produk yang diterima berlawanan dengan yang dibeli. Tetapi dalam kasus ini,

konsumen dapat memperoleh proteksi dengan memakai UUPK ini serta pula pelakon usaha harus bertanggung jawab Mengenai kerugian yang dirasakan oleh konsumen.15

Upaya yang bisa dicoba oleh konsumen mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pihak provider Wi-Fi dalam rangka memenuhi perlindungan hukum terhadap konsumen yakni konsumen berhak untuk menuntaskan persengketaan di majelis hukum maupun di luar majelis hukum sesuai dengan syarat yang dipaparkan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan memperoleh konsolidasi terpaut penyelesaian sengketa dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

  • 3.2.    Bentuk tanggung jawab provider Wi-Fi terhadap konsumen yang merasa dirugikan dikarenakan ketidaksesuaiaan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi.

Kebutuhan internet akhir ini dapat dikatakan sangat menempel dalam kehidupan manusia. Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan akses internet dengan dorongan jaringan koneksi menimbulkan tuntutan lebih terhadap provider Wi-Fi memaksimalkan kinerja jaringannya. Tetapi di Indonesia sendiri, masih banyaknya keluhan-keluhan para konsumen provider Wi-Fi disebabkan lambatnya akses jaringan ke internet. Masih banyaknya ketidaksesuaian kecepatan internet yang didapatkan dengan kecepatan internet yang ditawarkan oleh pihak provider Wi-Fi menimbulkan konsumen merasa dirugikan. Tidak jarang dilayangkannya pengaduan-pengaduan di media sosial terhadap kinerja layanan suatu provider Wi-Fi, tetapi sangat tidak untuk ditindak lanjuti secara sungguh-sungguh dalam upaya perbaikan serta pula penyesuaiaan terpaut komplain yang dilayangkan oleh para konsumen. Dimana sepatutnya, pelaku usaha ataupun pihak provider Wi-Fi disini dalam melakukan usaha layanan jasanya harus bertanggung jawab penuh atas layanannya.

Ada pula hal- hal yang dilarang untuk pelakon usaha telah tertuang pada “Pasal 8– 17 UUPK.” Diperlukannya sesuatu wujud pertanggung jawaban dari provider WiFi terhadap konsumen yang merasa dirugikan baik dalam wujud mendapatkan kompensasi ataupun ganti rugi “Pasal 4 huruf (h) UUPK”. Pada umumnya, pertanggung jawaban hukum mempunyai prinsip dimana terdapat pembedaan dalam beberapa hal, yaitu:

  • 1.    Pertanggungjawaban beralaskan unsur kesalahan “strict based on fault

  • 2.    Pertanggungjawaban beralaskan unsur praduga untuk selalu bertanggung jawab “presumption of liability principle

  • 3.    Pertanggungjawaban beralaskan praduga tidak bersalah “presumption of nonliability

  • 4.    Pertanggungjawaban mutlak ”strict liability

  • 5.    Pertanggungjawaban beralaskan pembatasan “limitation of liability”.16

Pada kasus ini, prinsip tanggung jawab yang bisa dipergunakan yakni Pertanggungjawaban beralaskan faktor kesalahan “strict based on fault”, secara

pendek prinsip ini terjalin apabila ada unsur- unsur penguat sesuatu kesalahan yang bisa dijadikan salah satu acuan supaya terciptanya tanggung jawab yang diterangkan pada Pasal 1365 KUHPer. Ada pula unsur- unsur yang harus ada didalam suatu gugatan tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan antara lain:17 Unsur pertama pada prinsip ini sudah terpenuhi dikarenakan pihak provider Wi-Fi telah melakukan perbuatan melawan hukum wanprestasi terhadap kesepakatan kontrak layanan jasa provider Wi-Fi. “Pada Pasal 1365 KUHPer telah diterangkan “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”, provider Wi-Fi sendiri telah merugikan pihak konsumen dikarenakan ketidaksesuain kecepatan internet pada saat penawaran dan pada saat pemakian jasa.” Unsur kedua, pihak provider Wi-Fi akan dipersalahkan karena tidakan tersebut. Unsur ketiga, pihak konsumen jelas merasakan kerugian akibat perbuatan ataupun kinerja provider Wi-Fi dikarenakan kecepatan internet yang didapat tidak sesuai dengan apa yang sudah dibayarkan. Adapun Tanggung jawab pelaku usaha sendiri sudah tertuang dalam Pasal 19 – 28 UUPK. Dimana pada “Pasal 19 UUPK” dijabarkan sebagai berikut:

  • (1)    Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

  • (2)    Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • (3)    Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

  • (4)    Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

  • (5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdasarkan pasal tersebut, pelaku tentunya wajib untuk melakukan pertanggungjawaban sebagaimana mestinya sesuai yang tertuang dalam Pasal 19 UUPK dimana pihak provider Wi-Fi harus mengganti rugi berupa pengembalian uang atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

IV. Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi konsumen provider Wi-Fi yang merasa dirugikan sebab wanprestasi dari pihak provider Wi-Fi haruslah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan pada Pasal 4 huruf (d) UUPK yang menyatakan konsumen memiliki hak agar didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan dan Pasal 4 huruf (h) UUPK yang menyatakan hak memperoleh kompensasi apabila

jasa yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian, serta Pasal 7 huruf (c) UUPK dimana pelaku usaha wajib untuk memperlakukan konsumen dengan baik, jujur, dan tidak diskriminatif, dan Pasal 7 huruf (g) UUPK yang menyebutkan kewajiban pelaku usaha untuk memberi kompensasi atau ganti rugi jika jasa tidak sesuai pada saat perjanjian. Sebagai bentuk pertanggungjawaban oleh pihak provider Wi-Fi telah dinyatakan pada Pasal 19 UUPK, dimana pelaku wajib untuk mengganti rugi berupa pengembalian uang atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pihak konsumen yang dirugikan. Selain itu konsumen juga dapat dan berhak menyelesaikan perkara wanprestasi tersebut di pengadilan ataupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta mendapatkan konsolidasi terkait penyelesaian sengketa dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam permasalahan tersebut pihak provider Wi-Fi haruslah bertanggungjawab penuh terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atsar, Abdul dan Apriani, Rani. Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen (Jogjakarta, Deepublish, 2019)

Handayani, Fajar Nugroho dan Harahap, Ahmad Raihan. Hukum Perlindungan Konsumen (Jogjakarta, Bintang Pustaka Madani, 2021)

Rosmawati. Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta, Kencana, 2018) Zainuddin, Ali. Metode Penelitian Hukum (Jakarta, Sinar Grafika, 2015)

Jurnal Ilmiah

Ananta, Faizal Rahmat, and Sagung Putri M.E Purwani. “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Warnet Dalam Perjanjian Pemberian Kuota Internet Yang Diberikan Oleh Provider.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 1, No. 6 (2013): 1-4.

Desfiyana, Vernia, and I Made Sarjana. "Perlindungan Konsumen Terhadap Batasan Kandungan Tar Dan Nikotin Pada Produk Rokok", Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 8 (2019): 1-18.

Erika, Ni Putu Mayra, And I Made Dedy Priyanto. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Iklan Produk Menyesatkan Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha”. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 10, no. 5 (2021): 314-329

Noviantari, Anak Agung Made Yuni, and I Made Dedy Priyanto. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Wanprestasi Pelaku Usaha Online”. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 10, no.4 (2021): 247-257.

Pande, Ni Putu Januaaryanti. “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar Di BPOM Denpasar”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 6, No. 1 (2017): 13-22.

Priatama, Rio. “Efektivitas Wifi Dalam Menunjang Proses Pendidikan Bagi Lembaga Perguruan Tinggi (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa Pengguna Di Lingkungan Universitas Kuningan).” Jurnal of Information System I, No. 1 (2015): 22-28

Rahmatia Karim, Stevi S. Seumendap, F.V.I.A Koagow. “Pentingnya Penggunaan Jaringan Wi-Fi Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Pemustaka Pada Kantor Perpustakaan Dan Kearsipan Daerah Kota Tidore Kepulauan.” e-journal “Acta Diurna” V, No. 2 (2016): 1

Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen", Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 4 (2017): 521-537.

Ruhaeni, Neni. "Perkembangan Prinsip Tanggung Jawab (Bases Of Liability) dalam Hukum Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Keruangangkasaan." Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 21, no. 3 (2014): 335-355.

Saputra, I Ketut Gde Juliawan, and Anak Agung Sri Utari. “Perbedaan Wanprestasi Dengan Penipuan Dalam Perjanjian Hutang Piutang”. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 4, No. 3 (2015): 1-5.

Winter, AP. ”Perlidungan Hak-Hak Konsumen Terhadap Penggunaan Produk Telekomunikasi Di Indonesia. Vol.XXI/No. 4/april-juni/2013: 65.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821.

381

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 4 Tahun 2022 hlm 372-381