Kedudukan Pancasila dan Perlindungan Hukum dalam Kebebasan Beragama menurut UUD 1945 serta kaitannya dengan HAM
on
Kedudukan Pancasila dan Perlindungan Hukum dalam Kebebasan Beragama menurut UUD 1945 serta kaitannya dengan HAM
Carel Jonathan Adisetya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Ni Luh Gede Astariyani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penyusunan jurnal ini memiliki tujuan memperoleh pemahaman terkait kedudukan Pancasila dalam menjamin kebebasan beragama menurut UUD 1945 serta kaitannya dalam persefektif Hak Asasi Manusia. Jenis penelitian dalam artikel ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji kekaburan Norma dan didasarkan pada pendekatan peraturan perundang-undangan serta kajian pustaka. Hasil penelitian dari studi ini menjelaskan bahwa Pancasila merupakan Ideologi negara mengakui keberadaan Agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjamin warga negara dalam kebebasan memeluk agama serta beribadah menurut keyakinan dan kepercayannya itu yang merupakan hak dasar warga negara yang di lindungi oleh Undang Undang Dasar 1945. Hak memeluk agama dan berkeyakinan merupakan hak asasi yang bersifat hakiki dan universal, melekat pada diri setiap manusia sejak ia dilahirkan. Hubungan antara agama dan negara senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi hukum di Indonesia yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam penerapan menegaskan bahwa Negara atas nama konstitusi memberikan pengaturan atas urusan agama dan kepercayaan, sehingga menghadirkan pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang harmonis. Negara secara aktif dan dinamis harus menyokong setiap individu-individu sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dan tercapailah hubungan ideal yang di harapkan pendiri Negara. Oleh karena itu, pemerintah harusnya mampu menjamin hak-hak warga negara dalam menjalankan kehidupan keagamaan dan keyakinannya sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Kata Kunci: Ideologi, Negara, Agama, Pancasila dan HAM.
ABSTRACT
The preparation of this journal has the aim of gaining an understanding of the position of Pancasila in guaranteeing religious freedom according to the 1945 Constitution and its relation to the perspective of Human Rights. The type of research in this article is normative legal research that examines the ambiguity of norms and is based on an approach to legislation and literature review. The results of this study explain that Pancasila is a state ideology recognizing the existence of religion in the life of the nation and state and guaranteeing citizens the freedom to embrace religion and worship according to their beliefs and beliefs which are basic rights of citizens protected by the 1945 Constitution. Rights embracing religion and belief are fundamental and universal human rights, inherent in every human being since he was born. The relationship between religion and the state always presents a legal consequence in Indonesia which is based on the One Godhead. In its implementation, it is emphasized that the State on behalf of the constitution provides regulation on matters of religion and belief, thus presenting legal pluralism in carrying out harmonious legal politics. The state must actively and dynamically support each individual so as to create religious harmony and achieve the ideal relationship expected by the founders of the state. Therefore, the government should be able to guarantee the rights of citizens in
carrying out their religious life and beliefs in accordance with what is mandated by the 1945 Constitution.
Keywords: Ideology, State, Religion, Pancasila and Human Rights.
Pancasila sebagai ideologi pandangan hidup bangsa Indonesia ialah merupakan hasil perenungan yang mendalam mengenai suatu masa depan kehidupan yang menjadi cita-cita dan prinsip hidup yang sesuai dengan cita-cita masa depan dari bangsa Indonesia.1 Pancasila juga disebut sebagai suatu sumber dari segala sumber hukum sebab Pancasila melahirkan dan juga mejadi landasan dasar negara. Dikemukakan Hans Nawiasky bahwa norma hukum dari negara manapun selalu berlapis dan memiliki jenjang, dan norma hukum yang bersumber dan juga berdasar pada suatu norma yang lebih tinggi, adapun norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang tingginya lebih lagi, hingga sampainya pada norma yang tertinggi yang disebut atau dinamakan Norma Dasar.
Norma hukum tertinggi dan merupakan kelompok yang pertama dalam hirarki Norma hukum negara ialah staatsfundamentalnorm. Dikatakan juga bahwa isi atau bunyi Staatsfundamentalnorm adalah Norma yang merupakan dasar bagi pembentukan Undang Undang Dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk juga Norma pengubahannya. Adapun Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm adalah syarat agar berlaku UUD, ia lebih dulu ada sebelum adanya Undang-Undang Dasar. Atas dasar teori yang dikemukakan Hans Nawiasky inilah, maka pada Pembukaan UUD 1945 dapat diklasifikasi sebagai suatu Norma Fundamental Negara Republik Indonesia (Staatsfundamentalnorm), yang mana Pembukaan UUD 1945 memiliki isi Pancasila dan cita luhur (tujuan) bangsa Indonesia.2
Semenjak ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus tahun 1945 sudah dijamin bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dirumuskan jaminan tersebut pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang mana sampai sekarang tidaklah dilakukan perubahan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Disamping pasal tersebut, dirumuskan pula dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.3 Rumusan didalam UUD 1945 ialah landasan hukum serta jaminan terhadap kebebasan memiliki keyakinan bagi seluruh warga negara di Indonesia. Sebagai aturan yang sifatnya masih umum, rumusan di UUD 1945 tersebut harus dilaksanakan serta dirumuskan dalam Undang Undang yang bisa lebih berperan serta untuk lebih menjamin terpenuhi amanat dalam UUD 1945, namun walaupun demikian saat ini jaminan tersebut terasa makin jauh. Oleh sebab itu, persoalan yang menyangkut kebebasan dalam beragama merupakan salah satu pemasalahan yang begitu riskan apabila salah dalam menyelesaikannya, yang berakibat nantinya bisa menyalahi dari hak asasi dari seseorang. Hal ini disebabkan karena konsep kebebasan didalam beragama ini selain daripada dijamin serta dilindungi didalam UU, baik UUD
Tahun 1945 juga dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pancasila harus konsisten artinya sesuai, harmonis dan berhubungan secara logis, antara sila satu dengan sila lainnya, begitu juga dengan pasal-pasal dalam UUD 1945. Misalnya, sila kesatu (Ketuhaan Yang Maha Esa) memiliki hubungan yang logis terhadap pasal 29 (Agama) dalam UUD Tahun 1945. Sehingga, segala dinamika kehidupan suatu kenegaraan, dan kebangsaan serta kemasyarakatan di Indonesia hadir dan lahir atas dorongan dari Pancasila. Agama memerlukan Pancasila didalam penyelesaian keterbatasannya, terkhusus dalam mempertemukan keinginan bersama antara agama atau mereduksi ikatan primordial yang berpotensi menghadirkan suatu konflik.
Didalam dimensi sosiologis agama sering memiliki fungsi laten yaitu sebagai ”pemecah” (out group) sekaligus fungsi manifes yaitu sebagai ”perekat” (in group). Dari penjelasan di atas, bisa diketahui bahwa konsep dari kebebasan didalam beragama apabila salah dalam dimengerti dan dipahami dapat menjadi rancu bahkan bisa menjadi pemicu terjadi konflik, oleh sebab itulah, penulis akan berupaya membahasnya sehingga yang menjadi batasan masalah yang dibahas didalam penulisan jurnal ini adalah bagaimanakah konsep dari kebebasan dalam beragama menurut Pancasila dan UUD 1945 serta bagaimana keterkaitannya dengan HAM.
Rumusan Masalah dari latar belakang tersebut adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana hubungan negara dan agama menurut perspektif Pancasila?
-
2. Bagaimana konsep kebebasan beragama menurut Pancasila dan UUD Tahun 1945 ?
-
3. Bagaimana keterkaitanya Pancasila dan UUD 1945 dengan HAM ?
Jurnal ini bertujuan untuk menganalisa dan mengidenfikasi terkait konsep kebebasan beragama menurut Pancasila dan UUD 1945 dan bagaimana kaitannya dengan HAM. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui serta menganalisa tentang Kedudukan Pancasila terkait kebebasan beragama berdasarkan UUD NRI 1945 dan dan juga memahami aturan hukum terkait hubungan antara Pancasila dan UUD NRI 1945 terkait kebebasan beragama dalam HAM.
Jenis penelitian hukum dalam jurnal ini ialah penelitian hukum normatif. Jenis pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatakn konseptual dan pendekatan historis. Pendekatan Perundangan yang digunakan ini menyangkut kebebasan dalam beragama menurut Pancasila dan UUD Tahun 1945 dan bagaimana juga keterkaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) pada penelitian ini beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang didalam ruang lingkup ilmu hukum. Pendekatan Historis (Historical Approach) pada penelitian ini dilakukan didalam kerangka guna mengerti/ paham filosofi tentang aturan hukum dari waktu ke waktu, dan paham akan perubahan serta perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum itu.
Pada dasarnya pandangan hidup bangsa pangkalnya ada pada kodrat manusia, hanya karena pendapat masing-masing bangsa tentang kodrat manusia ini berbeda, sehingga timbul pandangan hidup yang juga berbeda juga. Pancasila adalah Pandangan hidup bagi bangsa Indonesia yang merupakan jiwa bangsa Indonesia yang selanjutnya terwujud dalam bentuk tingkah dan laku dan amal perbuatan menjadi kepribadian bangsa. Kepribadian bangsa yang kuat inilah akhirnya menjelma menjadi suatu kepribadian bangsa. Pancasila ialah dasar negara Indonesia yang menjadi sebuah landasan dari bangsa Indonesia agar bisa berkehidupan sehari-hari yang ingin menjadikan sebuah negara yang makmur serta sejahtera. Berbagai nilai dalam Pancasila haruslah diterapkan didalam kehidupan hari-hari, serta nilai-nilai tersebut meliputi nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai itulah yang menjadi dasar untuk hidup berbangsa serta bernegara. Dalam silanya yang pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki arti yaitu dapat dinyatakan dengan bangsa Indonesia takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agamanya, sesuai atau seturut dengan kepercayaan agama yang umum, yaitu Islam, Katolik , Kristen, Hindu, dan juga Budha serta dilaksanakan didalam kehidupan yang bermasyarakat, berbangsa, serta juga bernegara. Kehadiran Pancasila ini menjadi ideologi yang terbuka sehingga mendorong semua suku serta agama selalu berjalan pada satu titik temu didalam membangun bangsa, tidaklah hanya pada agama Islam namun perlunya semua agama-agama yang lain, pancasila menjadi sebuah ideologi terbuka tidak monolitik hanya diperuntuk satu agama, termasuk dihapusnya piagam Jakarta, sebab menyangkut pertimbangan kesamaan kemanusiaan (egaliter) tanpa melihat warna dari agamanya, melainkan tetap mecapai satu tujuan yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti, didalam tiap budaya dan agama di Indonesia akan selalu ada pertemuan/perjumpaan, dialog antar agama serta budaya karena pancasila menjadi ideology yang menjadi penyeimbang didalam keanekaragam tersebut (pancasila menjadi rumah cinta perjumpaan dari semua agama-agama).4
Indonesia memiliki Konsep dasar yang merupakan suatu falsafah nilai berupa Pancasila yang mana mengakui Nilai Ketuhaan, Sebab Pancasila merupakan Dasar Negara serta merupakan sumber dari segala atau semua sumber hukum, sehingga apapun aturan hukum yang terbentuk haruslah mengancu kepada Nilai-Nilai dalam Pancasila.5 Pancasila sebagai suatu dasar ideologi negara dan juga sekaligus dasar filosofis negara, hingga setiap materi muatan peraturan Perundang-Undangan tidaklah boleh memiliki pertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Sila pertama Pancasila memiliki bunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa” terkandung nilai bahwa tiap orang Indonesia bertuhan menurut agama dan juga kepercayaannya, agama dan kepercayaan dijalankakan secara berkeadaban dan saling hormat, dan mendapat tempat dan perlakuan yang sama bagi segenap agama dan kepercayaan6 untuk meraih tujuan negara Pancasila merupakan landasan dari negara
Indonesia yang menjadi sebuah dasar dari cita-cita bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang ada pada sila-sila pancasila lahir serta tumbuh didalam kepribadian bangsa Indonesia sendiri yang merupakan wujud dari adanya budaya serta tradisi dari masyarakat Indonesia. Didalam setiap silanya Pancasila terkandung nilai-nilai yang luhur yang patutlah dijunjung dengan tinggi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Sila pertama ini berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki nilai arti keyakinan serta pengakuan yang perwujudannya ialah dalam bentuk perbuatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang harus dipenuhi demi tercapainya hak dan kewajiban warga negara didalam suatu pelaksanaan kenegaraan, maupun negara ialah perangkat hukum sebagai hasil derivasi dari dasar filsafat negara Pancasila. Pada hubungan ini agar hukum bisa memiliki fungsi dengan baik sebagai pengayom serta juga pelindung masyarakat, maka hukum harusnya senantiasa mampu melakukan penyesuaian dengan perkembangan serta dinamika aspirasi dari masyarakat. Oleh karenanya, hukum haruslah senantiasa dilakukan pembaharuan, supaya hukum bisa bersifat aktual dinamis sesuai dengan keadaan/ kondisi dan kebutuhan masyarakat.
”Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Silanya yang pertama dalam Pancasila menjadi faktor penting terkait pengakuan nilai-nilai dari keagamaan di Indonesia guna mempererat persatuan serta persaudaraan, sebab sejarah dalam bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan demikian Indonesia bukanlah merupakan negara agama, sebab tidak berdasar agama tertentu saja, serta juga bukan negara sekuler sebab tidak memisahkan antar urusan negara dan juga agama. Negara dan Agama tidaklah boleh dikatakan sekuler di Indonesia, sebab agama dan negara ialah kesatuan nilai dalam kebangsaan. Tidak juga menjadikan agama tertentu sebagai prinsip dari kebangsaan. Tapi semua agama membangun sebuah dialog kebangsaan yang dituangkan didalam pancasila. Sebagaimana pada sila pertama yang mendasar pada akar-akar berketuhanan sebagai suatu prinsip yang paling dasar kehidupan berbangsa. Dengan demikianlah maka Indonesia ialah “negara beragama”, dan bukan suatu negara agama.7 Menurut Mahfud M.D, negara Pancasila ini ialah sebuah religious nation state yaitu negara kebangsaan yang religius yang bisa melindungi serta memfasilitasi berkembangnya semua agama yang diyakini oleh rakyatnya tanpa membeda-beda besarnya jumlah pemeluknya masing-masing, Berangkat dari konsep itu, maka adalah suatu keniscayaan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional (constitutional obligation/judicial revien) guna memberikan perlindungan kebebasan dalam beragama bagi setiap warga negara yang juga berarti bahwa negara memberikan perlindungan kepada semua agama serta aliran kepercayaannya. Secara filosofis relasi ideal antara negara Pancasila dengan agama, prinsip dasar negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya tiap warga negara memiliki kebebasan memiliki keyakinan ataupun juga memeluk agamanya sesuai dengan keyakinannya dan juga kepercayaan. Kebebasan didalam pemahaman ini ialah bahwa dalam keputusan beragama serta beribadat ditempatkan pada domain privat ataupun pada tingkatan individu.8 Bisa pula dikatakan bahwa agama merupakan persoalan individu serta bukanlah persoalan negara. dalam hubungan ini negara cukup memberi jaminan secara yuridis serta memfasilitas agar
warga negara tersebut bisa melaksanakan agama serta beribadat dengan adanya rasa tentram, damai, dan juga aman.
Sebagai Ideologi maka Pancasila ialah seperangkat gagasan atau pemikiran yang merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir suatu sistem yang teratur yang menjadi pegangan dan perjuangan yang dicita-citakan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.9
Nilai-nilai Pancasila harus bisa dikatualisasikan dalam kehidupan karena Pancasila merupakan Norma dasar yang setiap nilainya harus bisa dijadikan landasan dalam mencapai sebuah kemakmuran. Masyarakat harus bisa hidup berdampingan dalam keberagaman, terutama keberagaman menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing. Membahas mengenai hak atas kebebasan beragama dan beribadah, kita kembali melihat dan mengkaji sila-sila Pancasila, teruatama sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yang berarti bahwa setiap warga Indonesia harus bisa menghormati kepercayaan orang lain karena setiap manusia berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing^masing selama tidak merugikan yang lainnya.10 Disini Pancasila yaitu sebagai dasar falsafah negara yang terdapat dalam alineanya yang keempat Undang Undang Dasara NRI Tahun 1945 dengan silanya yang pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan saja hanya menjadi dasar rohani serta dasar moral kehidupan didalam bangsa, melainkan juga secara implisit terkandung toleransi dalam beragama. Toleransi dalam beragama dalam hal ini yaitu menghargai agama serta kepercayaan orang, menghormati agama dan kepercayaan meskipun tidak mempercayai doktrin dari ajaran agamanya. Di dalam toleransi beragama ada batasan yang haruslah juga dipahami oleh masyarakat Indonesia yaitu tidak ikut ataupun melaksanakan ajaran dari agama tersebut, melainkan cukup menghargai ajarannya saja, kemudian tidak menodakan ataupun mengganggu kegiatan ibadah agama serta kepercayaan orang lain.11 Saat sejat ditetapkan UUD 1945 pada 18 Agustus ditahun 1945 dijamin bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Terkait pebahasan konsep tentang hak atas kebebasan dalam beragama dan beribadah yang didasarkan pada sila pertama dalam Pancasila, yang kemudian menjiwai dari Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945. Toleransi beragama dalam hal ini menghargai agama dan kepercayaan orang lain, menghormati agama dan kepercayaan antara pemeluk agama.
Istilah dari hak asasi manusia ialah terjemahan dari “droits de l’homme” dalam bahasa Prancis atau Human Rights di bahasa Inggris, yang berarti “hak manusia”. Arti secara teoritis dari hak asasi manusia yaitu: “hak yang melekat pada martabat manusia
yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah Illahi. Berarti hak-hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, karena itu Hak Asasi Manusia bersifat luhur dan suci.” Hukum dan HAM Secara etimologi, yaitu hak ialah unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta jaminan adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling mendasar atau fundamental. Istilah hak asasi mansuia sediri berasal dari istilah “droits I’home” (Prancis), “menslijkerecten” (Belanda), “fitrah” (Arab) dan “human right” (Inggris). Istilah human right semula berasal dari ‘right of human’yang menggantikan istilah ‘naturalright’ yang selanjutnya oleh Eleanor Roosevelt diubah dengan diubah dengan istilah ‘human right’ yang memiliki konotasi lebih nertral dan universal. Sehingga hak asasi ialah hak yang mendasar yang dimiliki manusia sebagai fitrah, taksatu pun dapat menginvestasinya apalagi mencabutnya serta merupakan anugerah wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi oleh Negara, dan hukum, seta pemerintahan dan setiap orang agar tercipta kehormatan dan harkat manusia. Tidak seorang pun manusia memiliki kewenangan supaya mencabut kehidupan manusia lainnya.12 Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 1, hak asasi manusia pada dasarnya juga disandarkan kepada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan dimana HAM diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.13 Sadar akan pentingnya dari tujuan bersama agar terjamin hak-hak asasi maka Indonesia menuang segala nilai serta juga nilai religi sebagai suatu kausa materialis dalam suatu sistem pikiran yang rasional serta menyeluruh yang selanjutnya dinamakan Pancasila.
Konsep Hak Asasi Manusia didalam Pancasila tujuannya terletak pada ajaran sila yang kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab didalam kesatuan dengan sila-sila yang lain. Konsep dari HAM pada Pancasila lebih dasar apabila dijelaskan dalam tatanan filosofis. Pemahaman dari Pancasila sebagai filsafat bertolak titik dari hakikat sifat kodrat manusia sebagai manusia individu dan juga sosial. Hak asasi begitu di hormati serta dijunjung oleh nilai pancasila khususnya pada nilai sila ke-2, sikap toleransi serta saling menghormati merupakan suatu kebiasaan bangsa Indonesia yang berkembang dan tumbuh di hidup bangsa Indonesia.14 Konsep HAM didalam Pancasila tidaklah cukup bedasarkan pada kebebasan individu melainkan pula pertahankan kewajiban sosial didalam bermasyarakat. Pada hakikatnya HAM ialah hak yang dipunyai manusia saat terlahir yang merupakan sebuah karunia serta Tuhan Yang Esa bahkan sebelum Manusia itu membentuk suatu persekutuan yang disini disebut negara. Hak itu melekat terhadap manusia secara kodrat serta bukanlah pemberian dari orang lain. Hal itu ialah hak kodrat manusia dan sifatnya moral. Maka
hakikat manusialah yang merupakan suatu sumber yang dasar atas pemahaman serta penjabaran hak-hak asasi manusia.
Pancasila merupakan Dasar dari Negara serta sumber dari segala sumber hukum yang ada, sehingga apa saja aturan hukum yang dibentuk dan terbentuk haruslah mengacu pada Nilai-Nilai yang ada pada Pancasila. Sila pertama yang terkandung didalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor yang sangat penting terkait pengakuan nilai-nilai keagamaan, dalam artian Indonesia bukanlah negara agama, karena tidak berdasarkan agama tertentu, juga bukanlah negara sekuler sebab tiada pemisah antara urusan agama dan negara. Pancasila harus konsisten artinya sesuai, harmonis dan berhubungan secara logis, antara sila satu dengan sila lainnya, begitu juga dengan pasal-pasal dalam UUD 1945. Konsep dari HAM didalam Pancasila tumpuannya yaitu di pengajaran sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab” didalam kesatuan dengan sila-sila yang lainnya. Hak asasi begitu di hormati serta sangat dijunjung tinggi oleh nilai yang terkandung didalam pancasila terkhusus pada nilai sila ke-2, dimana sikap dari toleransi serta saling hormat-menghormati menjadi kebiasaan dari masyarakat dan bangsa Indonesia itu sendiri yang telah tumbuh serta berkembang didalam hidup bangsa Indonesia. HAM juga sebagai wujud dari sila ke-2 yang lebih menempatkan hak dari setiap warga negara yang pada kedudukannya yang sama. Tiap manusia/individu memiliki hak dan juga kewajiban yang tentunya sama yaitu untuk memperoleh perlindungan dan jaminan Undang-Undang itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aprita, Serlika, and Yonani Hasyim. Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bogor: Mitra Wacana Media, 2020).
Rahayu, Ani Sri. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). (Bumi Aksara, 2017) Sekretariat Jenderal MPR RI. Materi Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, (Jakarta, 2014).
Shaleh, Ali Ismail, and Fifiana Wisnaeni. Hubungan Agama dan Negara Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Sumber 11, 2019).
Jurnal
Arifin, Ridwan, and Lilis Eka Lestari. "Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi manusia di Indonesia dalam konteks implementasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 5, no. 2. (2019).
Budiyono, Budiyono, and Wawan Kokotiasa. "Analisis Persepsi Mahasiswa Ikip Pgri Madiun Terhadap Pancasila Sebagai Identitas Nasional." Citizenship Jurnal
Pancasila dan Kewarganegaraan 1, no. 2. (2013).
Faradila, Ayu Hanita, Holilulloh Holilulloh, and M. Mona Adha. "Pengaruh Pemahaman Ideologi Pancasila Terhadap Sikap Moral Dalam Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila." Jurnal Kultur Demokrasi 2, no. 7. (2014).
Fatmawati, Fatmawati. "Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara Hukum Indonesia." Jurnal Konstitusi 8, no. 4. (2016).
Mukhlis, Febri Hijroh. "Teologi Pancasila: Teologi Kerukunan Umat
Beragama." Fikrah 4, no. 2. (2016).
Nisa, Nurul, and Dinie Anggraeni Dewi. "Pancasila Sebagai Dasar dalam Kebebasan Beragama." Jurnal Pendidikan Tambusai 5, no. 1. (2021).
Pinilih, Sekar Anggun Gading, and Sumber Nurul Hikmah. "Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Terhadap Hak Atas Kebebasan Beragama Dan Beribadah Di Indonesia." Masalah-Masalah Hukum 47, no. 1. (2018).
Sulbi, Sulbi, and Salmanul Hakim Siregar. "Pancasila Sebagai Titik Temu Agama-Agama Dan Kemanusiaan: Diskursus Nurcholish Madjid Dan Yudi Latif." Al-Adyan: Journal of Religious Studies 2, no. 1. (2021).
Peraturan Perundang-undangan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran RI No.
165, Tambahan Lembaran Negara No. 3886. Sekretariat Negara. Jakarta.
Jurnal Kertha Negara Vol.10, No.02, Tahun 2022, hlm.175-183
183
Discussion and feedback