Pola Kerjasama Pemerintah Dengan Pihak Swasta Dalam Pembangunan Infrastruktur
on
POLA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN PIHAK SWASTA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Azzahra Salsabila Novriany, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: azzahranovriany@gmail.com
I Ketut Westra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: ketut_westra@unud.ac.id
ABSTRAK
Dalam memenuhi kebutuhannya manusia memerlukan orang lain untuk mencapainya. Namun tidak hanya manusia saja, tetapi badan hukum atau organisasi hukum membutuhkan organisasi hukum lain dalam menciptakan kontrak kerja untuk mengembangkan usahanya. Terdapat badan hukum publik dan badan hukum privat, yang mana badan hukum privat biasanya didirikan untuk mencari keuntungan. Badan hukum yang didirkan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan memiliki manfaat yang baik dalam perkembangan perekonomian sebuah negara, maka dari itu negara membutuhkan pihak swasta sebagai investor dalam menanamkan modalnya dalam mengembangkan sebuah usaha seperti pembangunan infrastruktur, penanaman modal dapat berbentuk penanaman modal dalam negeri atau asing. Pemerintah mengadakan Kerjasama dengan pihak swata dengan menerapkan prinsip Public Private Partnership atau di Indonesia sering disebut dengan Kemitraan Pemerintah dan Swasta. Pengaturan tentang pembentukan PPP terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami dan menganalisa kontrak Kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan badan usaha swasta terutama mengenai pembangunan infrastruktur serta penyelesaian wanprestasi antara para pihak. Dimana diharapkan dengan adanya keterlibatan pihak swasta dapat membantu pembangunan infrastruktur menjadi lebih baik.
Kata Kunci: Public Private Partnership, Infrastruktur, Wanprestasi
ABSTRACT
In meeting their needs, humans need other people to achieve them. However, not only humans, but legal entities or legal organizations also need other legal organizations in creating work contracts to develop their businesses. There are public legal entities and private legal entities, where private legal entities are usually established for profit. Legal entities established with the aim of making profits have good benefits in the economic development of a country, therefore the state needs the private sector as investors in investing in developing a business such as infrastructure development, investment can be in the form of domestic or foreign investment. The government holds cooperation with the private sector by applying the principle of Public Private Partnership or in Indonesia it is often referred to as the Government and Private Partnership. The regulation regarding the establishment of PPP is contained in Presidential Regulation Number 56 of 2011 concerning the Second Amendment to Presidential Regulation Number 67 of 2005 concerning Government Cooperation with Business Entities in the Provision of Infrastructure. The purpose of this paper is to understand and analyze Cooperation contracts made by the government and private business entities, especially regarding infrastructure development and settlement of defaults between the parties. Where it is hoped that the involvement of the private sector can help improve infrastructure development.
Key Words: Public Private Partnership, Infrastructure, Default
Manusia membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya agar kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan cara mengikatkan diri dengan manusia lainnya. Tidak hanya manusia, tetapi dalam pembuatan kontrak kerja badan hukum juga membutuhkan badan hukum lainnya.1 Satu orang atau lebih dapat mendirikan suatu badan usaha, hal ini lebih merupakan karakteristik dari sebuah badan usaha, kekayaan terpisah dari kekayaan sendiri dan pengurus-pengurusnya, badan hukum memiliki kewajiban diluar dari hak serta kewajiban para pendiri atau pengurus.2
Badan hukum dibagi menjadi badan hukum publik dan privat, dimana objek daripada hukum public terjadi antara suatu negara dengan individu dan bersifat memaksa secara keseluruhan, sedangkan objek daripada hukum privat terjadi antara individu dengan individu dan bersifat melengkapi serta tidak memaksa meskipun ada yang memaksa.3 Mendapatkan keuntungan biasanya merupakan tujuan dari sebuah badan hukum privat didirikan, contohnya seperti Perseroan Terbatas, apabila tidak mencari keuntungan biasanya mendirikan sebuah yayasan.4
Badan hukum yang didirkan dengan tujuan mencari keuntungan memiliki fungsi dalam perkembangan ekonomi negara sebagai pemberi dana, baik sebagai investor dalam negeri atau asing, karena pajak dan retribusi yang merupakan salah satu penghasilan negara tidak bisa menanggung pembangunan ekonomi yang melaju dengan cepat, maka dari itu negara membutuhkan peran badan hukum swasta.5
Penanaman modal asing ini dilakukan bertujuan untuk meingkatkan persaingan perekonomian nasional, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik dari sebelumnya.6 Penanaman modal asing juga termasuk kedalam sumber pendapatan yang sifatnya non pajak yang memiliki peran penting bagi negara. Merujuk pada Pasal 1 ayat 3 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa, “kegiatan penanaman modal asing merupakan kegiatan untuk melakukan usaha di Indonesia yang dilakukan oleh pihak asing dengan menggunakan modal asing secara keseluruhan atau dengan penanaman modal dalam negeri”. Dengan adanya peluang untuk mendongkrak perekonomian negara juga ditunjang dengan perkembangan masyarakat yang semakin pesat, pemerintah terus membuat kebijakan
agar mendorong lebih banyak investor untuk terlibat dalam pembangunan dan membuka kesempatan bagi Penanam Modal Asing (selanjutnya PMA).7
Dinamika perkembangan masyarakat juga memberikan pengaruh besar terhadap tanggungjawab pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan Indonesia, sehingga peran pemerintah sebagian dapat diserahkan kepada sektor swasta untuk dikembangkan maupun dioperasikan.8 Terkait dengan investasi baik sarana maupun prasarana di Indonesia kini masih tertinggal dari negara-negara berkembang yang lain.9 Maka dari itu pemerintah mengadakan kerjasama dengan pihak swata dengan menerapkan prinsip Public Private Partnership yang umumnya di Indonesia disebut dengan Kemitraan Pemerintah dan Swasta, hal ini diharapkan dapat menjadi opsi untuk meningkatkan kualitas demi terlayaninya kepentingan public.10 PPP merupakan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta yang mendanai serta mengoperasikannya melalui kemitraan pemerintah dengan perusahaan swasta, dimana skema ini disebut dengan PPP).11
Kerjasama Pemerintahan Swasta (selanjutnya disebut dengan KPS) atau Public Private Partnership (selanjutnya disebut PPP), hal ini merupakan atensi di dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.12 Negara-negara selain Indonesia telah banyak menggunakan skema ini dalam melakukan infrastruktur negaranya, seperti pembangunan Jalan Tol, Jaringan Air minum, Listrik, pelayanan Kesehatan maupun pendidikan.13 Dalam menarik investor pemerintah melakukan sebuah upaya, salah satunya adalah melalui percepatan pembangunan infrastruktur, hal ini disebabkan karena keberadaan infrastruktur merupakan faktor yang menjadi daya tarik perusahaan swasta untuk menanamkan modalnya.14 Pengaturan KPS pertama kali diatur dengan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan disahkannya Perpres No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Merujuk pada Perpres No. 38 Tahun 2015,
“Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KBU adalah Kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/ Badan Usaha Milik Negara/ badan Usaha Milik Daerah yang Sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan mempertahatikan pembagian resiko diantara para pihak.”
Adapun bentuk pengaturan terkait pembagian hasil berdasarkan Pasal 29 ayat 3 huruf c dibayar dengan melihat dasar dari keberhasilan transaksi KPBU (success fee) serta jangka waktu kerja sama relatif antara 15 tahun sampai dengan 30 tahun.15 Dalam PPP dikenal suatu istilah yaitu Build Operate Transfer (BOT). dalam BOT (bangun guna serah) pihak swasta bertanggungjawab untuk membangun, mengoperasikan, dan setelah selesai fasilitasnya akan diserahkan kembali kepada sektor pemerintah, contohnya adalah proyek jalan raya nasional yang dikontrak oleh NHAI. Selain BOT terdapat Build, Own, Operate, Transfer (BOOT) atau bangun milik serah yang merupakan variasi dari BOT, tetapi pada BOOT kepemilikan fasilitas akan menjadi milik pihak swasta selama masa kontrak. Pada akhir periode kontrak fasilitas atau proyek yang dibangun dibawah PPP akan ditransfer kembali ke pemerintah.16 Perjanjian BOT dilatar belakangi oleh adanya dua pihak yang berkerjasama, dimana salah satu pihak memiliki tanah serta pihak lainnya memiliki dana atau teknologi. BOT umumnya diterapkan pada proyek pemerintah yang sklanya besar. Penggunaan sistem BOT dalam PPP yaitu pemerintah menyediakan kesempatan bagi pihak swasta untuk membangun sebuah proyek, kemudian pihak swasta diberikan hak ekslusif untuk mengelola dan mengambil keuntungan dari proyek yang dikelolanya sebagai pengganti biaya yang telah digunakan. Pada tahap operasional pihak swasta berhak untuk mengoperasikan proyek tanpa memberikan fee kepada pemerintah. Setelah jangka waktu tertentu saat tahap penyerahan, pihak swasta menyerahkan tanah dan bangunan komersil pada pemerintah, pada tahap inilah perjanjian BOT berakhir.17
Keuntungan dalam menggunakan sistem BOT bagi pemerintah yaitu dapat mengurangi penggunaan APBN dan pinjaman maka studi kelayakan tidak menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk diadakan. Proyek didanai, dibangun, dan dioperasikan atas resiko pihak lain. Keuntungan bagi pihak swasta dalam sistem BOT yakni pihak swasta dapat memperluas usaha ke bidang yang lain karena telah bersangkutan dengan bidang usaha milik pemerintah. Bagi perbankan atau penyedia dana keuntungannya dapat berupa pengembangan bidang usaha pada bidang pembiayaan proyek. Keuntungan sistem BOT memiliki resiko kerugian, itu keruguan pada saat build dan operate berlangsung pemerintah melepaskan hak eksklusifnya dan memberikan kepada pihak swasta. Kerugian bagi pihak swasta salah satunya adalah proyek yang memiliki resiko karena harus ada pertimbangan serta persiapan yang matang untuk pendanaan pada sistem BOT, terlebih apabila sulit mendapatkan pinjaman dari bank yang diakibatkan karena tidak feasible.18 Selain itu kerugian yang dialami terjadi karena ada pihak yang melakukan wanprestasi, wanprestasi yang
dikemukakan oleh Yahya Harahap adalah, “merupakan pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya, dilakukan tidak menurut selayaknya.”19 Wanprestasi memiliki arti prestasi buruk yang asalnya dari bahasa, permasalahan wanprestasi tidak luput dari pernyataan lalai (ingebrekke stelling).20
Dengan menggunakan sistem PPP, pemerintah dapat memisahkan tugas antara penyelenggara infrastruktur dengan pihak swasta, agar pemerintah lebih focus terhadap tugas negara lain yang memiliki urgensi yang lebih tinggi, namun tetap memenuhi pembangungan infrastruktur bagi pelayanan publik atau pelayanan kepada warganya.21 Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, infrastruktur merupakan salah satu faktor penting untuk infrastruktur yang memadai tidak hanya secara kualitas namun juga dari segi kuantitas.22 Di Indonesia sendiri telah mengimplementasikan PPP, antara lain pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang menghubungkan antara Kota Balikpapan dan Samarinda.23
-
1. Bagaimana pola kerjasama yang terjadi di antara pemerintah dengan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur?
-
2. Bagaimana pola penyelesaian dalam hal terjadinya wanprestasi antara pihak usaha dengan pemerintah dalam Public Private Partnership?
Penulisan ini memiliki tujuan untuk memahami serta menganalisa kontrak kerjasama yang terjadi antara pemerintah dengan badan usaha swasta terutama mengani pembangunan infrastruktur.
Bentuk penelitian ini dalam penulisan karya ilmiah dengan metode penelitian hukum normatif menganalisa ketentuan hukum yang berlaku dan berkaitan dengan pokok masalah yang dianalisa.24 Dalam penilitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan serta bahan hukum sekunder dari buku hukum dan penulisan karya ilmiah
hukum lainnya.25 Penulisan ini dilatarbelakangi oleh pendekatan statue approach dan case approach.26
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Bagaimana pola kerjasama yang terjadi di antara pemerintah dengan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur
-
Dalam mempercepat pembangunan ekonomi diperlukan adanya pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan penanaman modal untuk meningkatkan perekonomian Indonesia menggunakan dana dari dalam atau luar negeri. Pemerintah memiliki kewajiban dalam meningkatkan pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik, akan tetapi karena dana yang terbatas menjadikan penanaman modal dari pihak swasta sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan infrastruktur.27 Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut dengan UU No. 25 Tahun 2007) menyebutkan bahwa, “penanaman modal adalah suatu kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri maupun asing di wilayah Negara Republik Indonesia.”
Pembangunan infrastruktur meningkat dan menyebabkan dana anggaran yang ada melampaui dana publikasi konvensional, sehingga kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta dibutuhkan.28 Selain meningkatkan ekonomi, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat yang meningkat, serta terwujudnya pelayanan bagi masyarakat yang lebih baik.29 Dengan tujuan kemudahan, pemerintah dapat melakukan transaksi secara e-government yang merupakan implementasi dari praktek e-business dalam bidang pemerintahan yang diinginkan dapat menjadi tempat untuk mempermudah bertukar informasi serta bertukar kegiatan transaksi dengan pelaku bisnis yang disebut Government to Business (G2B). 30
Terciptanya pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur membutuhkan keterlibatan pihak swasta yang diharapkan dapat menjadi perkembangan yang lebih baik, berkaitan dengan ini maka Pemerintah Indonesia menggunakan skema kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU sendiri telah ada sejak tahun 2005 dengan nama Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS),
Legalitas KPS diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintahan dan Badan Usaha (Selanjutnya disebut dengan Perpres No. 38 Tahun 2015), KPS atau KPBU sering juga disebut dengan PPP. Pada intinya PPP merupakan mekanisme pembiayaan alternatif dalam pengadaan pelayanan publik, dengan masuknya pihak swasta di dalam pembangungan infrastruktur menyebabkan adanya kerjasama dan peran swasta yang diharapkan memberikan akibat yang lebih baik dalam hal investasi agar terciptanya pelayanan kepada masyarakat yang meningkat.31
PPP dalam menyediakan infrastruktur untuk memberi ruang bagi pemeritah untuk melakukan kerjasama bersama pihak swasta.32 Public Private Partnership (PPP) atau KPBU memiliki dalam hal mempercepat pembangunan infrastruktur, serta timbul dorongan untuk meningkatkan kerjasama dalam pendanaan infrastruktur serta layanan sosial. PPP atau KPBU merupakan sebuah kerjasama penyedia infrastruktur public dimana pihak swasta terlibat di dalamnya. Pasal 5 Perpres No. 38 Tahun 2015 menyebutkan berbagai jenis infrastruktur dengan memperhatikan mekanisme KPBU, yaitu infrastruktur ekonomi serta infrastruktur sosial, dimana kedua hal tersebut merupakan fasilitas public yang menguasai kelangsungan hidup masyarakat.33 Penyelenggaraan PPP atau KPBU dilaksanakan melalui metode pengadaan badan usaha seperti seleksi dan pelelangan dalam persiapan KPBU, dalam hal ini pemerintah memiliki peran dengan cara memberikan dukungan kontribusi yang bersifat finansial, jaminan infrastruktur diberikan oleh pemerintah dalam bentuk kompensasi pada bidang keuangan dan kekayaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian KPBU.34
PPP atau KPBU dilaksanakan dengan melalui tiga tahap yakni perencanaan, penyiapan, serta transaksi.35 Dengan adanya skema KPBU atau PPP diharapkan pembangunan di bidang infrastruktur di Indonesia dapat terealisasikan. Hal in berdasarkan pada peraturan-peraturan yang telah ada yaitu, UU No. 25 Tahun 2007 serta Perpres No. 38 Tahun 2015.Pembangunan infrastruktur merujuk pada sistem fisik seperti fasilitas public yang diperlukan dalam keperluan dasar manusia, fungsi sistem social dan economy dalam hidup masyarakat Indonesia yang menjadi asset fisik dalam sebuah sistem didukung oleh sistem infrastruktur, sehingga memberikan pelayanan public yang dibutuhkan.36
Inti dari PPP secara teori yakni merupakan keterkaitan yang berlanjut berupa kontrak kerjasama yang jangkanya lama dalam pembangunan sebuah proyek agar terciptanya peningkatan pelayanan kepada publik.37 PPP baru dianggap sah
keabsahannya apabila telah memenuhi aspek-aspek yang telah disebutkan, baik dari prosedur hingga dengan substansi. Dimana aspek prosedur biasanya diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan sedangkan aspek substansi berkaitan dengan perjanjian Kerjasama tersebut telah sesuai dengan tujuan bersama.38
-
3.2 Bagaimana pola penyelesaian dalam hal terjadinya wanprestasi antara pihak usaha dengan pemerintah dalam Public Private Partnership
PPP atau KPBU dapat diartikan sebagai perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, dimana baik swasta dan pemerintah menggunakan keahliannya untuk mencapai satu tujuan yang sama guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.39 Kontrak yang dibuat oleh pemerintah memiliki perbedaan dengan kontrak privat pada umumnya, karena kontrak yang dibuat oleh pemerintah mengakibatkan adanya rezim hukum yaitu hukum publik dan privat.40 Dalam pembuatan kontrak pemerintahan dasar hukum yang digunakan adalah pengadaan barang dan jasa yang masuk kedalam ranah hukum privat namum pemerintah memiliki kekuasaan serta tanggungjawab untuk memenuhi keperluan publik, dalam hal ini terdapat implikasi percampuran element privat dan public tidak hanya dalam pembentukan atau pembuatan kontrak melainkan dalam aspek pelaksanaan serta penegakkan hukum.41 Hal ini menyebabkan bahwa aturan serta prinsip hukum kontrak privat tidak selalu berlaku secara sepenuhya baik dalam perjanjian yang dibuat oleh pemerintah.42 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak mendefinisikan secara mendetail definisi dari perjanjian, namun merujuk pada Pasal 1313 KUHPer menyebutkan bahwa perjanjian merupakan perbuatan satu orang atau lebih yang terikat dengan orang lain.
Alokasi risiko pada skema kerjasama yang terjadi diantara pemerintah dengan swasta dalam membuat kontrak pembangunan infrastruktur tidak lepas dari klausul dalam pengaturan perjanjian kerjasama pemerintah dan swasta.43 Pasal 1320 KUHPer menjadi dasar hukum yang utama terlaksananya perjanjian, yang mengatur bahwa :
“supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
-
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
-
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
-
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
-
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.”
Apabila syarat telah terpenuhi oleh para pihak yang terikat dalam kontrak perjanjian, maka kontrak sudah sah adanya, dan berlaku asas Pacta Sunt Servanda yang berarti kontrak atau perjanjian tersebut belaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
menyelenggarakan.44 Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang menyatakab bahwa:
“semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alsan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dialksanakan dengan itikad baik.”
Menurut Harry Purwanto: 45
“pacta sunt servanda diartikan sebagai janji harus ditepati, yang merupakan prinsip dalam sistem civil law. Berkaitan dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan baik antara individu dengan individu ataupun negara. Asas ini harus dilandasi dengan itikad baik dan kesepakatan para pihak dalam berkontrak.
PPP melibatkan pemerintah dan sektor swasta dalam kontrak bisnis biasanya akan menghasilkan potensi keuntungan kemudian diikuti potensi resiko. Langkah yang dapat dilakukan investor untuk mengurangi resiko adalah dengan cara melibatkan pihak ketiga seperti bank agar kedua belah pihak tidak mengingkari isi perjanjian atau wanprestasi.46 Wanprestasi menurut Rutten adalah species dari genus perbuatan yang bertentangan dengan yakni terhadap hak subjektif dimana wanprestasi maupun perbuatan yang melawan hukum adalah "Lex Specialis Derogat legi generalis".47
Dalam hal pemerintah melakukan wanprestasi selain pihak swasta, pemerintah juga dapat digugat apabila pemerintah tidak memenuhi ketentuan atau syarat dalam sebuah perjanjian dan menjadi tanggungjawab negara/pemerintah, pihak yang melakukan wanprestasi memberikan wewenang kepada pihak yang merugi untuk menyelesaikan melalui jalur litigasi atau non-litigasi tergantung bagaimana kesepakatan para pihak dalam kontrak.48 Pada tingkat pertama apabila terjadi wanprestasi dapat diselesaikan melalui non litigasi seperti konsultasi, negosiasi, dan mediasi, apabila jalur non litigasi tidak berhasil maka dapat menempuh jalur litigasi. Apabila terjadi wanprestasi maka perjanjian dapat berakhir sebelum waktunya, dalam sebuah perjanjian harus diatur tentang kompensasi apabila terjadi hambatan sehingga
menyebabkan kontrak dihentikan sebelum jangka waktunya selesai akibat wanprestasi atau keadaan memaksa (force majeur).49 UU tidak mengatur eksplisit mengenai ganti rugi yang disebabkan karena perbuatan wanprestasi, sedangkan pengganti kerugian karena wanprestasi ditentukan dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUPer50
Itikad baik dalam pasal 1338 KUHP mengacu pada patokan perilaku yang harus dapat dipertanggungjawabkan, pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut harus mematuhi isi daripada perjanjian tersebut dalam segala keadaan.51 Selain itu, sah nya suatu perjanjian tidak hanya didasarkan pada klausula-klausula umum yang terdapat dalam KUHPer, tetapi juga perlu memperhatikan pembatasan yang ada dalam Peraturan Perundang-Undangan lainnya.52
Penanaman modal memiliki tujuan untuk meningkatkan pembangunan pada infrastruktur. Keterlibatan pihak swasta diharapkan dapat menjadi perubahan baik pada pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan pelayanan public kea rah yang lebih baik, berkaitan dengan hal ini maka Pemerintah Indonesia menggunakan skema kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha atau sering disebut dengan Public Private Partnership dalam menyediakan infrastruktur untuk memberi ruang bagi pemeritah dalam melakukan Kerjasama dengan pihak swasta, yang mana implementasi pola ini diatur dalam Perapres No. 38 tahun 2015. PPP atau KPBU merupakan perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, dimana baik swasta dan pemerintah menggunakan keahliannya untuk mencapai satu tujuan yang sama guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dalam PPP dikenal istilah Build, Operate, Transfer (BOT) disebut juga bangun guna serah, dimana pihak swasta membangun, mengoperasikan, dan setelah selesai fasilitasnya akan diserahkan kepada pemerintah. Terdapat variasi dari BOT yaitu BOOT, dalam BOOT kepemilikan bangunan dan fasilitas dimiliki oleh pihak swasta selama masa kontrak berlangsung untuk mengelola dan mengambil keuntungan komersil dengan tujuan untuk menggantikan biaya yang telah digunakan untuk membangun fasilitas tersebut, fasilitas akan diserahkan kembali kepada pemerintah pada akhir periode kontrak. BOT umumnya diterapkan pada proyek pemerintah dengan skala besar dengan keuntungan yaitu pemerintah dapat mengurangi penggunaan APBN, dalam perspektif pihak swasta BOT memiliki keuntungan dimana pihak swasta dapat memperluas usaha ke bdiang yang lain. BOT memiliki resiko kerugian salah satunya apabila terdapat pihak yang tidak memenuhi prestasinya atau melakukan wanprestasi. PPP menimbulkan potensi keuntungan yang diikuti dengan potensi resiko yang menimbulkan kerugian apabila salah satu pihak wanprestasi yang mana pihak tersebut tidak menerapkan asas pacta sunt servanda, pihak swasta maupun pemerintah dapat digugat apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya maupun tidak memenuhi janjinya. Penyelesaiannya dapat melalui jalur litigasi maupun non-litigasi tergantung bagaimana kesepakatan para pihak dalam perjanjian yang sudah disepakati parah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Diantha, I Made Pasek, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. (Jakarta, Prenada Mediia, 2016).
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarata, Kencana, 2005).
Soekanto, Soerjono dan Sri, Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009).
Thalib, Prawira, et.al. 2017. Elaborating Appropriate Models of the Sustainable Financing Instrument in Public Private Partnerships (PPP) In Infrastructure Projects, Proceedings of the University N(sari n.d.)etwork for Indonesia infrastructure Development, Indonesia Infrastructure Guarantee Fund, Surabaya, Indonesia,
JURNAL
Anggraeni, Rica, and Indah Mutiara Sari. "Mengungkap Materi Muatan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Perjanjian Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur." Masalah-Masalah Hukum 49, No. 2: 125-135.
Arsana, I. Putu Jati. Etika Profesi Insinyur: Membangun Sikap Profesionalisme Sarjana Teknik. Deepublish, 2018
Dewi, L. Widya dan Ibrahim R. “Tanggungjawab Hukum Atas Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba.” Kertha Semaya 2, No. 6 (2014).
DJKN. 2016. Mengenai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, Skema PPP di Indonesia. Jakarta: Kementerian Keuangan.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/11824/Mengenal-Kerjasama-Pemerintah-dengan-Badan-Usaha-KPBU-Skema-Public-Private-Partnership-PPP-di-Indonesia.html Diakses Pada 30 Oktober 2020
Salim. dan Budi S.." Hukum investasi di Indonesia (2007).
Joshua, Cliff Simon. "Aspek Perjanjian Dalam Penerapan Public Private Partnership (Ppp) Dalam Badan Layanan Umum Transjakartabusway." (2013).
Junita, Fifi. "Prinsip Proporsionalitas Dan Governance Terhadap Alokasi Dan Transfer Risiko Dalam Skema Kerjasama Public-Private Partnership (Ppp)." Yuridika 32, No. 3 (2017).
Kaur, Sumita. "Aspek Hukum Peran Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (Kpbu) Dalam Mendorong Penyediaan Pembangunan Infrastuktur Di Kota Pekanbaru." (2018).
Kurniawan, Faizal, And Sintarini Kristine Setyobudi. "Klausula Tipping Fee Dalam Kontrak Kerjasama Pemerintah Dengan Swasta (Public-Private Partnership) Pengelolaan Persampahan." Adil: Jurnal Hukum 4, No. 1 (2013): 24-48. URL: https://www. academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/Jurnal-
ADIL/article/view/27
Mahsyar, A. "Public Private Partnership: Kolaborasi Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan Aset Publik Di Kota Makassar." Jurnal Administrasi Publik 12, No. 1 (2015)
Masitoh, Hidayatul. "Public Private Partnership (Ppp) Pengelolaan Aset Daerah: Studi Deskriptif Tentang Kemitraan Antara Perusahaan Daerah Pasar Surya (Pdps)
Surabaya Dengan Pt Arwinto Intan Wijaya (Aiw) Dalam Pembangunan Dan Pengembangan Darmo Trade Centre (Dtc) Surabaya." Jurnal Kebijakan Dan Manajemen Publik 2, No. 1 (2014).
Muhammad, Hasbi. "Perbuatan Tidak Merugikan Dalamkaitannya Dengan Kontrak Konstruksi Indonesia." Phd Diss., Universitas Andalas, 2018.
Noveriyanto, Baharudin, et.al., “E-Government Sebagai Layanan Komunikasi Pemerintah Kota Surabaya (Studi Kematangan e-government Sebagai Layanan Komunikasi Government to Government, Government to Citizen, Government to Business)”, Profetik Jurnal Komunikasi 11 No. 1 (2018).
Santosa, Aa Gede Dh. "Perbedaan Badan Hukum Publik Dan Badan Hukum Privat." Jurnal Komunikasi Hukum (Jkh) 5, No. 2 (2019).
Shukla, Nirali, et.al. “Built-Own-Lease-Transfer (BOLT): “A Public Private Partnership Model that Bridges Gap of Infrastructure in Urban Areas”, International Journal of Civil Engineering Research 5, No. 2, (2014).
Simamora, Yohanes Sogar. Hukum Perjanjian: Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Pemerintah. Laksbang, 2009.
Suhendra, Maman. "Penyediaan Infrastruktur Dengan Skema Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha (Public-Private Partnership) Di Indonesia." Jurnal Manajemen Keuangan Publik 1, No. 1 (2017): 41-46.
Suparji. Kerjasama Pemerintah-Swasta dan Kawasan Ekonomi Khusus, (Jakarta, Universitas Al-Azhar Indonesia, 2018).
Suwitri, Sri, Enny Rachyuningsih, And Cahyo Samito. "Pelayanan Publik: Public-Private Partnership Percepatan Infrastruktur Di Indonesia 2005-2009." Dialogue 2, No. 3 (September) (2005).
Tijani, A. Mubarak. "Legal And Regulatory Framework For Public-Private Partnerships In Infrastructure Development: A Case Study Of Three African Models And Core International Frameworks." Phd Diss., UM, 2014.
U., Dwinanta. "Prinsip Dan Strategi Penerapan “Public Private Partnership” Dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi." Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia 12, No. 3 (2010): 146-147.
Permana, S. M. Satya Dita, I. Wayan Wiryawan, And I. Ketut Westra. "Kedudukan Hukum Direksi Terhadap Pengelolaan Perseroan Terbatas Yang Belum Berstatus Badan Hukum." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, No. 2 (2017).
Purwanto, Harry. "Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Internasional." Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 21, No. 1 (2009).
Puspita, Ikka, dan Budi Santoso. “Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dengan Pola (BOT) Build Operate Transfer dalam Pembangunan Jalan Tol (Studi Pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo)”, Jurnal Law Reform 14, No 1 (2018).
Wiguna, Ketut Gde Dannu Mertha, dan I Gede Artha. “Tanggungjawab Induk Perusahaan Sebagai Penanggung (Corporate Guarantee) Anak Perusahaan Dalam Perjanjian Kredit Jika Terjadi Wanprestasi.” Kertha Semaya 2, No. 5 (2014).
Yudakusumah, Rinaldi. "Peran Pemerintah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Di Indonesia Tahun 2015 (Studi Pada Badan Koordinasi Penanaman Modal)." (2016).
INTERNET
Sumber Berita :
Https://Www.Kompasiana.Com/Salmanabilaaswinda7667/5ebae3eed541df49 252a0fc3/Ppp-Sebagai-Solusi-Pembiayaan-Infrastruktur-Di-Indonesia
Badan Pembinaan Hukum nasional (selanjutnya disebut BPHN I). 2008. Aspek-Aspek Hukum Kontrak Dalam Pembangunan dan Pengoperasian Infrastruktur Dengan Pola BOT (Build, Operate, and Transfer). Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
https://bphn.go.id/data/documents/aspek_hkm_kontrak_dlm_pemb_&_pen goperasian_infrastruktur_dg_pola_bot.pdf Diakses Pada 30 Oktober 2020
_____________ (selanjutnya disebut BPHN II). tanpa tahun terbit. Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa Dalam Era Otonomi Daerah. Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 60.
https://bphn.go.id/data/documents/perbuatan_melawan_hukum_oleh_peng uasa_dalam_era_otonomi_daerah.pdf diakses pada 7 Juli 2021.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintahan dan Badan Usaha
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Peraturan Presiden Nomor 56 tahun 2011 tentang Perubahn kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintahan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrutur
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan infrastruktur.
Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 5 Tahun 2020, hlm. 34-46.
46
Discussion and feedback