PERALIHAN HAK PATEN TERHADAP PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG MELAKUKAN AKUISISI

I Gusti Agung Bagus Adhitya Surya Ananda, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana status kepemilikan serta bentuk peralihan Hak Paten dalam perusahaan manufaktur yang melakukan akuisisi. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penulisan ini, yaitu suatu produk dan atau proses yang dihasilkan melalui hubungan kerja memberikan hak bagi perusahaan atas kepemilikan Paten sebagai pemberi kerja. Kepemilikan hak atas Paten oleh perusahaan sebagai pemberi kerja hanya berupa hak ekonominya saja namun hak moral masih melekat pada inventornya. Dalam tindakan akusisi atau pengambilalihan, perusahaan manufaktur sebagai pemegang Paten yang dihasilkan dalam hubungan kerja dapat secara eksklusif melakukan pengalihan hak Paten kepada perusahaan pengakusisi sebagaimana diatur dalam PP No. 46 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pencatatan Pengalihan Paten. Pengalihan hak Paten dilakukan melalui perjanjian tertulis dengan menuangkan dokumen asli berikut aspek-aspek hak lainnya yang berkaitan dengan Paten.

Kata Kunci: Paten, Akuisisi, Manufaktur

ABSTRACT

This study aims to acknowledge the proprietary status and Patent transfer agreements in the manufacturing company that were conducted an acquisition. This study uses a normative legal method with a statutory and conceptual approach. Based on the study, the writer acknowledges that an invention of work relationship gives its an employer legal rights as a Patent holder who receives further rights from the inventor. The proprietary status of Patent by an employer only uses as economic rights, however moral rights are attached into the inventor. In cases manufacturing company conducted an acquisition, exclusively as a Patent holder by work relationship could have conduct patent transfer agreement into acquirer that referred to Regulations of The Government of The Republic of Indonesia Number 46 of 2020 concerning Requirements and Procedures for Patent Transfer Registration. The form of Patent transfer agreement conduct by written agreement including an authentic documents consists of related rights aspects of Patent.

Key Words: Patent, Acquisition, Manufacture

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Hak eksklusif diberikan kepada penciptanya terhadap hasil kemampuan daya pikir intelektualitas pencipta yang diwujudkan dalam bentuk karya cipta disebut sebagai Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Hak kekayaan

intelektual dikualifikasikan ke dalam bentuk hak kebendaan, yakni benda tidak berwujud (benda immateriil). Dalam hukum perdata, pengelompokkan benda berwujud (materiil) dan benda tidak berwujud (immateriil) merupakan bagian dari salah satu kategori kebendaan. Dikatakan sebagai benda immateriil dikarenakan sifat dari kepemilikan atas hak kekayaan intelektual ialah kemampuan daya pikir intelektual manusia yang menalar. Menurut Pitlo sebagaimana dikutip oleh Prof. Mahadi, mengatakan bahwa hak immateriil tidak memiliki objek dalam bentuk benda berwujud (materiil). Artinya, hak kekayaan intelektual sebagai benda immateriil merupakan hak atas hasil kreativitas daya pikir kemampuan otak (intelektual) manusia yang terpisah dari hasil materiilnya.1

Hak kekayaan intelektual berupa kumpulan hak yang kepemilikannya secara otomatis diberikan kepada individu yang membuat hasil karya seperti karya sastra, lagu, film, atau perangkat lunak lainnya, serta hak untuk memperbanyak karya ciptannya, mendistribusikan dan mempublikasikan karya tersebut kepada publik, dilindungi sebagai hak cipta. Demikian halnya dengan kemampuan intelektualitas tersebut menghasilkan temuan atau invensi yang penggunaannya berbasis teknik dan teknologi yang dilindungi sebagai hak paten. Adapun pengelompokkan kekayaan intelektual menurut hukum nasional Indonesia, yakni Hak cipta (Copyrights) dan Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Rights).2 Pada prinsipnya, hak cipta dapat dibagi menjadi dua bagian yakni Hak Cipta (Copyrights) dan Hak Terkait (dengan hak cipta) (Neighbouring Rights). Demikian dengan Hak Milik Perindustrian dapat dibagi menjadi beberapa kualifikasi, salah satunya adalah Paten.

Secara ekonomi, hak kekayaan intelektual dapat menjadi obyek transaksi bersifat komersial yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Hak Kekayaan Intelektual menjadi instrument penting dalam bidang usaha guna melindungi pelaku usaha terhadap tindakan pembajakan serta penyalahgunaan terhadap suatu invensi berupa produk ataupun prosesnya yang telah dilindungi sebagai hak paten. Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual diberikan berdasarkan sistem first to file yakni perlindungan diberikan kepada individu maupun badan hukum yang pertama kali mendaftarkan kekayaan intelektualnya. Dengan demikian, Paten yang dilindungi adalah yang didaftarkan pertama kali oleh inventornya.

Dalam perusahaan, Paten merupakan aset atas hasil pengembangan intelektual yang dilindungi.3 Sebab perlindungan atas hak Paten tidak terlepas dari kepentingan bisnis atau perdagangan dalam hal menggunakan temuannya di bidang teknologi dan industri secara komersial dengan batasan waktu tertentu. Hal ini termasuk bagian dari hak eksklusif pemegang Paten untuk menggunakan, memproduksi, serta mendapatkan manfaat ekonomi atas invensinya. Perlindungan Paten sebagai kepentingan bisnis atau perdagangan ditunjukkan dengan diratifikasikannya Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO)4 dengan Trade Related Aspects Intellectual Property Rights-TRIPs Agreement sebagai lampirannya, dengan tujuan mengikuti perkembangan perdagangan internasional. Hal ini menyebabkan

timbulnya aturan hukum di bidang hukum ekonomi, salah satunya mengenai Hak Kekayaan Intelektual sebagai timbal balik perkembangan di bidang perdagangan termasuk juga intervensi asing terhadap perlindungan Kekayaan Intelektual.5 Kekayaan Intelektual selain sebagai bagian dalam aspek hukum ekonomi, sekaligus juga menjadi salah satu agenda yang telah disepakati dalam perjanjian WTO mengenai perdagangan bebas internasional. 6

Hak Kekayaan Intelektual berperan sangat penting di bidang usaha perdagangan terutama dalam dunia industri. Hal ini disebabkan oleh terjadinya inovasi-inovasi baru di bidang teknologi yang dapat meningkatkan serta memudahkan produsen atau pelaku usaha dalam proses produksinya.7 Dalam menghadapi daya saing yang sangat ketat di era perdagangan bebas, para pelaku usaha yang memiliki asset di bidang kekayaan intelektual berusaha untuk terus dapat memanfaatkan invensi dan/atau karya ciptanya sehingga dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai asset yang paling potensial, hak kekayaan intelektual pada kegiatan usaha wajib untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hasil immateriil maupun materiilnya. 8Dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan daya saing, pelaku usaha melakukan berbagai inovasi salah satunya dengan melakukan pengambilalihan atau akuisisi perusahaan. Kepemilikan hak Paten dapat beralih, salah satunya karena adanya pengambilalihan atau akuisisi perusahaan. Peralihan hak Paten adalah wujud dari hak ekslusif pemegang hak Paten untuk melaksanakan serta memberikan persetujuan atas pelaksanaan invensinya kepada pihak lain. Beralihnya hak atas paten tidak menghilangkan hak pemegang Paten sepenuhnya, hal ini disebabkan adanya hak moral yang termuat dalam Paten tersebut, melainkan yang beralih berupa hak atas ekonomi kepada penerima hak paten.

Konsep hak kekayaan intelektual yang berawal dari kreativitas manusia menjadi suatu hasil karya yang dapat dinikmati masyarakat luas menggambarkan konsep produksi bahan mentah menjadi sesuatu yang dapat dikonsumsi merupakan salah satu bagian dari proses manufaktur. Manufaktur adalah orang atau perusahaan yang memproduksi barang jadi dari bahan mentah dengan menggunakan berbagai alat, peralatan, dan proses, kemudian menjual barang tersebut kepada konsumen, grosir, distributor, pengecer, atau produsen lain untuk produksi barang yang lebih kompleks. Menurut Airlangga Hartarto, bahwa industri manufaktur berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 20% (dua puluh persen), di bidang perpajakan sebesar 30% (tiga puluh persen), dan pada tingkat ekspor sebesar 74% (tujuh puluh empat persen).9 Sektor industri ini meliputi: industri tekstil dan pakaian (textile and garment or clothing

industry), industri makanan dan minuman (food innovation and security), industri otomotif (automotive industry), industri elektronika (electronics industry), dan industri kimia (chemical industry). 10

Dalam sektor industri manufaktur, hak kekayaan intelektual lahir atas pemikiran dan tenaga yang dikeluarkan dalam bentuk konsep dan kegiatan produksi yang kemudian melahirkan Paten.11 Produksi dalam industri manufaktur juga mendapatkan perlindungan hukum atas produk maupun proses yang dihasilkannya sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual terutama dalam hal Paten dengan mendaftarkannya pada Direktoral Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini sekaligus bagian dari perlindungan dan pengakuan hukum atas hak kekayaan intelektual milik perusahaan sebagai aset untuk dapat berkontribusi dalam meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa adanya penyimpangan hukum dan jauh dari resiko bisnis berupa kerugian.12 Tidak hanya itu, Hak Kekayaan Intelektual dalam pertumbuhan ekonomi di bidang ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah asset di era perdagangan bebas ASEAN mendatang.13 Dengan demikian pentingnya pengelolaan aset kekayaan intelektual bagi pelaku usaha untuk menghindari adanya pelanggaran dan sengketa di bidang hak kekayaan intelektual.

Terkait dengan obyek penelitian terhadap Paten dalam pelaksanaan Akuisisi atau Pengambilalihan perusahaan, terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai hal terkait, yakni dalam jurnal karya Valerie Vanya Kaulica & Muhamad Amirulloh yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kepemilikan Paten Oleh Karyawan Bumn Di Indonesia”14 dan juga dalam jurnal karya Yoyon M Darusman yang berjudul “Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional”. 15Pada penulisan karya ilmiah ini, penulis menekankan pada status kepemilikan dan bentuk peralihan hak Paten dalam perusahaan manufaktur yang melakukan tindakan Akuisisi atau Pengambilalihan perusahaan sehingga terdapat perbedaan dalam pembahasan pada penelitian yang sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat judul penelitian “Peralihan Hak Paten Terhadap Perusahaan Manufaktur Yang Melakukan Akuisisi.”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah kepemilikan hak paten dalam perusahaan manufaktur di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah peralihan hak paten terhadap perusahaan manufaktur yang melakukan akuisisi?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana kepemilikan hak paten dalam perusahaan manufaktur di Indonesia serta memahami bagaimana peralihan hak paten terhadap perusahaan manufaktur yang melakukan tindakan hukum pengambilalihan atau akuisisi.

  • II.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statutory Approach) dalam bidang Paten dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Adapun bahan hukum yang akan digunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pencatatan Pengalihan Paten, dan bahan hukum sekunder berupa literatur mengenai Paten dan Akuisisi atau pengambilalihan perusahaan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Kepemilikan Hak Paten Terhadap Perusahaan Manufaktur Di Indonesia

Paten dikualifikasikan sebagai bagian dari hak milik perindustrian dalam bentuk benda tidak berwujud (benda immateriil). Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek, secara yuridis disebut sebagai benda.16 Dalam ketentuan Pasal 511 KUH Perdata menyebutkan bahwa benda tidak berwujud (benda immateriil) sebagai hak atas benda bergerak, seperti kepemilikan atas saham, hak atas bunga uang, hak tagih, dan lain sebagainya. Begitupula dengan kepemilikan atas hak kekayaan intelektual, menurut Prof. Mahadi dikatakan bahwa ide-ide yang berasal dari hasil otak (intelektualitas) manusia dapat menjadi obyek hak absolut. Pandangan tersebut didukung dengan perwujudan buah pikiran intelektualitas manusia menjadi hasil karya nyata yang dapat dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual serta mencakup dalam pengertian kebendaan menurut hukum perdata.17 Secara konsep kepemilikan, sebagaimana dikemukakan oleh John Locke yang menganggap bahwa kepemilikan atas hak kekayaan intelektual berdasar pada upaya yang dikeluarkan oleh seseorang atas suatu barang atau proses yang diciptakan atau ditemukan yang seharusnya dihargai dengan tidak merugikan penciptanya dengan melakukan suatu tindakan yang melanggar kreativitas intelektual penemunya.18

Kemampuan intelektualitas manusia yang menghasilkan temuan atau invensi berbasis teknik dan teknologi yang oleh negara diberikan perlindungan sebagai hak paten dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Selanjutnya disebut Undang-Undang Paten). Dalam perlindungan kekayaan intelektual di bidang Paten tersebut memberikan inventornya hak untuk menggunakan atau memberi persetujuan untuk melaksanakan invensinya kepada pihak lain. Ketentuan tersebut dibatasi dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan jenis Paten yang didaftarkan. Penemuan-penemuan yang dihasilkan oleh inventor di bidang teknologi merupakan obyek perlindungan Paten yang oleh undang-undang dikualifikasikan menjadi dua

macam, yakni Paten (biasa) dan Paten Sederhana. Perlindungan terhadap Paten (biasa) diberikan kepada Invensi yang baru (novelty), yang mengandung langkah inventif berupa ide-ide kreativitas intelektual manusia yang tidak terduga sebelumnya, serta dapat dimanfaatkan dalam kegiatan industri sedangkan perlindungan terhadap Paten Sederhana diberikan atas dasar Invensi tersebut adalah baru (novelty), yang memiliki fungsi dan kegunaan yang lebih efektif dari pengembangan terhadap produk atau proses sebelumnya, dan juga dapat dimanfaatkan dalam setiap kegiatan industri.19 Perlindungan hukum kekayaan intelektual di bidang perindustrian terkait Paten (biasa) dengan Paten Sederhana diberikan perlindungan apabila Paten tersebut memiliki langkah inventif dan inovatif sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai suatu hal yang baru dan atau berupa pengembangan dari proses ataupun produk yang telah ada sebelumnya (novelty). Pengertian dari frasa “diungkapkan sebelumnya” ialah teknologi tersebut telah dilakukan pengumumannya di Indonesia atau negara lainnya dalam bentuk tulisan, pertunjukkan, dan atau cara lainnya yang memungkinkan penemunya untuk melaksanakan invensinya sebelum tanggal penerimaan (permohonan) atau tanggal prioritas, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Paten. Terhadap proses atau produk (invention) yang bertentangan dengan norma hukum yang diatur oleh undang-undang, tidak dapat mengajukan permohonan atas invensinya tersebut, sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Paten mengenai invensi yang permohonan invensinya tidak dapat diajukan permohonan Paten.20 Sistem perlindungan hukum atas Paten di Indonesia dilakukan dengan menggunakan sistem first to file, yakni perlindungan diberikan kepada individu maupun badan hukum yang pertama kali mendaftarkan kekayaan intelektualnya. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap Paten dapat diberikan apabila inventor telah melakukan pendaftaran terlebih dahulu.21 Perlindungan terhadap Paten juga harus dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat Paten sebagai dokumen kepemilikan atas Paten, sesuai dengan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Paten. Sertifikat Paten tersebut sebagai bukti kepemilikan hak atas Paten yang dimiliki oleh pemegang Paten dalam bentuk benda tidak berwujud (intangible goods), sedangkan Paten merupakan invensi yang dihasilkan baik produk maupun prosesnya dalam bentuk benda berwujud (tangible goods).

Pendaftaraan terhadap Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia merupakan suatu kewajiban bagi pencipta atau penemu guna mendapatkan perlindungan atas hasil temuannya. Dalam sistem pendaftaran pada Paten dilakukan melalui 2 (dua) sistem pendaftaraan, yakni sistem registrasi (Registration System) dan sistem ujian (Examination System).22 Setiap permohonan pendaftaran Paten dalam system registrasi (registration system) akan diberikan Paten secara otomatis oleh Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI). Namun dikarenakan semakin bertambahnya jumlah permohonan pendaftaran Paten, maka sistem registrasi diubah menjadi sistem ujian. Di Indonesia, permohonan pendaftaran Paten menggunakan sistem pendaftaran ujian

atau biasa juga disebut sistem konstitutif. Menurut sistem konstitutif, pemberian hak paten diberikan dengan melakukan penyelidikan terlebih dahulu terhadap invensi yang dimohonkan pendaftarannya terutama dalam hal langkah inventif serta kebaharuan invensi tersebut.23 Pada sistem ini menekankan pada pemberian hak Paten setelah melalui tahapan permohonan dan pemeriksaan, tahapan inilah yang dikenal dengan sistem ujian (examination system).

Dalam sistem konstitutif, terdapat 2 (dua) cara dalam sistem pemeriksaan yang dilakukan, yaitu sistem pemeriksaan ditunda (deferred examination system) dan sistem pemeriksaan langsung (prompt examination system).24 Menurut Undang-Undang Paten, sistem pemeriksaan yang digunakan adalah sistem pemeriksaan ditunda (deferred examination system), hal ini guna melonggarkan beban pemeriksaan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) serta mengikutsertakan masyarakat dalam proses pemeriksaan paten sehingga lebih demokratis. Dalam sistem pemeriksaan ditunda (deferred examination system), pemeriksaan substantif akan dilaksanakan setelah syarat administratif terpenuhi. 25Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Paten, pemberian hak Paten didasarkan atas permohonan pengajuan pendaftaran Paten secara tertulis oleh pemohon dalam Bahasa Indonesia kepada Menteri dengan membayar biaya. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Paten. Pengajuan permohonan Paten secara tertulis oleh pemohon dalam Bahasa Indonesia dilakukan untuk mengefisienkan pelaksanaan pemeriksaan dan permohonannya sebagai sumber teknologi atau invensi baru bagi bangsa Indonesia. Adapun syarat administratif tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Paten, yakni memuat paling sedikit: Mencakup tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan, identitas inventor ataupun pemohon bukan badan hukum, identitas Pemohon sebagai badan hukum, serta apabila permohonan diajukan melalui Kuasa maka pemohon wajib mencantumkan identitas kuasanya, dan pemohon wajib mencantumkan nama negara tempat penerimaan permohonan pertama kali beserta tanggal penerimaannya (apabila permohonan tersebut merupakan Hak Prioritas). Permohonan syarat administrative tersebut juga wajib melampirkan persyaratan berupa: Judul dan deskripsi tentang invensi beserta gambar untuk memperjelas invensi yang dimohonkan (gambar bersifat opsional), klaim seluruh atau sebagian klaim atas invensi, mencantumkan abstrak invensi, lampiran surat kuasa (apabila diajukan dengan Kuasa), lampiran surat pernyataan menyangkut kepemilikan atas invensi yang dihasilkan oleh inventor, dan lampiran surat pengalihan atas hak kepemilikan Paten (apabila permohonan diajukan bukan oleh inventornya), serta apabila permohonan yang diajukan terkait dengan jasad renik maka pemohon dapat melampirkan surat bukti penyimpanan jasad.

Dalam lingkup hubungan kerja (dalam hal ini perusahaan), pemegang hak paten atas invensi yang dihasilkan oleh inventor menjadi milik pihak perusahaan sebagai pemberi kerja. Perusahaan sebagai pemberi kerja menurut undang-undang diakui sebagai pemegang Paten akibat dari adanya hubungan kerja antara inventor dengan pemberi kerja. Menjadi milik pemberi kerja disebabkan atas penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dalam pekerjaaanya. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila dalam perjanjian telah diperjanjikan sebaliknya (Pasal 12 Undang-Undang Paten). Adanya hak atas kepemilikan Paten oleh pihak perusahaan

sebagai pemberi kerja ditandai dengan penandatanganan pengalihan hak dari pekerja kepada pihak pemberi kerja (perusahaan).26 Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang Paten, Pemegang Paten terdiri dari Inventor, Pihak penerima hak atas Paten oleh Pemilik Paten, dan Pihak yang terdaftar dalam daftar umum Paten. Sebagai pemegang Paten, perusahaan memiliki eksklusifitas untuk mendistribusikan, menjual, menyewakan, menyerahkan dan atau menyerahkan hak Patennya untuk dilaksanakan oleh orang lain. Dengan adanya perolehan hak atas Paten yang diperoleh perusahaan melalui hubungan kerja, maka inventor berhak atas imbalan terhadap invensi yang dihasilkannya melalui perjanjian tertulis antara inventor dengan pemberi kerja (Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Paten). Ketentuan ini tidak menghilangkan hak yang dimiliki oleh inventor untuk mencantumkan namanya dalam sertifikat Paten. Hal ini disebabkan oleh adanya hak moral yang masih melekat dan dimiliki inventor terhadap invensi yang dihasilkannya.

  • 3.2    Peralihan Hak Paten Terhadap Perusahaan Manufaktur Yang Melakukan Akuisisi

Dalam pengambilalihan atau akuisisi perusahaan tidak hanya melibatkan aspek bisnisnya saja namun juga melibatkan organisasi, kegiatan usaha, keuangan, manajemen, beserta aspek hukumnya. Akuisisi perusahaan dilakukan sebagai salah satu cara dalam pengembangan perusahaan. Pengembangan perusahaan melalui akuisisi dilakukan dengan cara pengembangan internal (internal growth) dan pengembangan eksternal (external growth).27 Pelaksanaan pengambilalihan atau akuisisi perusahaan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor tergantung dengan kebutuhan antara perusahaan yang terlibat dalam pelaksanaan akuisisi. Beberapa faktor yang melatarbelakangi pelaksanaan akuisisi antara lain: untuk melakukan eskploitasi energi, meningkatkan bagian pasar, melindungi pangsa pasar, mengakuisisi produk, memperkuat bisnis inti, memperluas pangsa pasar di luar negeri, meningkatkan Critical Mass-Competitive (mendapat profit dari largescale production).28

Pengambilalihan atau akuisisi perusahaan merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perusahaan target akusisi (acquiree) kepada perusahaan pengakusisi (acquirer) yang dilakukan baik oleh badan hukum ataupun orang perorangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Akuisisi diartikan sebagai pengambilalihan dalam bentuk ambil alih atas saham perusahaan. Perbuatan hukum pengambilalihan atau akuisisi perusahaan merupakan bagian dari kontrak atau perjanjian (verbintenisseurechts, contract law).29 Perbuatan hukum yang dilakukan atas dasar kontrak atau perikatan antara pihak pengakusisi dengan pihak yang diakuisisi dalam tindakan hukum pengambilalihan menimbulkan akibat hukum terhadap beralihnya pengendalian perusahaan target akusisi kepada perusahaan pengakusisi.

Pelaksanaan pengambilalihan atau akuisisi perusahaan pada umumnya dilakukan dengan pemeriksaan dokumen-dokumen perusahaan atau due diligence atau

yang biasa dikenal dengan legal audit sebagai peranan penting dalam pelaksanaan akuisisi. Pemeriksanaan dokumen milik perusahaan target akuisisi dilakukan dengan mengaudit organ perusahaan dan dituangkan dalam bentuk laporan pemeriksaan hukum (legal audit report).30 Dalam pemeriksaan hukum atau Due Diligence umumnya dilakukan untuk menghindari permasalahan hukum yang dapat merugikan pihak pengakusisi, hal demikianlah yang mewajibkan adanya pemeriksaan hukum (due diligence) untuk menghindari adanya permasalahan hukum yang krusial terjadi pada perusahaan target akusisi. Masalah hukum yang biasanya terjadi, seperti ancaman atas cabutan izin usaha oleh pemerintah, ancaman perusahaan atas kepailitan, dan penyitaan aset-aset perusahaan Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam melakukan due diligence antara lain: Keabsahan pendirian Perseroan, Riwayat permodalan, Riwayat Kepengurusan, Perizinan, Perjanjian dengan pihak ketiga, Perjanjian pemberian fasilitas kredit/pembiayaan, penjaminan atas perusahaan dan/atau aset perseroan, perpajakan, asuransi, hingga pada Hak Kekayaan Intelektual perusahaan. Terhadap dokumen atas hak kekayaan intelektual, pemeriksaan hukum dilakukan terhadap pendaftaran merek, perjanjian lisensi, pendaftaran paten, bukti hak cipta, serta bentuk hak milik intelektual lainnya.31 Kekayaan Intelektual berkaitan erat dengan hak-hak ekonomi yang terkandung pada hasil materiil baik produk ataupun prosesnya serta memberikan hak eksklusif bagi pemiliknya untuk melaksanakan invesinya dan atau memberikan larangan kepada orang lain melakukan tindakan yang bersifat komersial.32

Pengambilalihan atau akuisisi perusahaan tidak menimbulkan akibat hukum berupa pembubaran atau berakhirnya status perseroan sebagai badan hukum, melainkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.33 Dalam hal tidak adanya konsekuensi hukum atas status badan hukum berupa peleburan atau pembubaran diri perusahaan sebagai badan hukum setelah pelaksanaan akuisisi dilakukan, maka status perusahaan sebagai pemegang hak paten masih berada pada perusahaan target akuisisi. Adapun dalam hal perusahaan melakukan perbuatan hukum pengambilalihan atau Akuisisi perusahaan kepada perusahaan lain, tidak serta merta beralih atau menghilangkan status perusahaan target akusisi sebagai pemegang Paten yang diperoleh melalui hubungan kerja. Perusahaan sebagai pemegang Paten dapat melakukan pengalihan hak terhadap perusahaan pengakusisi melalui perjanjian tertulis yang disertai dengan dokumen asli berikut dengan hak terkait lainnya (Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Paten). Pengalihan hak tersebut hanya berupa hak atas ekonomi, namun hak moral tetap berada pada inventor. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak dihapusnya hak inventor atas invensi yang dihasilkannya dengan mencantumkan namanya dalam sertifikat Paten, sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Paten. Hak moral sebagai hak personal inventor terhadap invensi yang dihasilkannya, dalam doktrin droit d’auteur atau droit moraux terkandung beberapa hak yang dimiliki inventor, yakni: Hak untuk mencantumkan nama inventor sebagai personalitas penemunya (Right of attribution), Hak untuk melakukan reproduksi hasil temuannya dan hak untuk menentukan pelaksanaan publikasi hasil

temuannya kepada publik (Right of publication), Hak untuk mengajukan tuntutan serta ganti rugi materiil apabila terdapat pelanggaran terhadap invensi yang dihasilkan (Right to respect of the work), dan serta Hak untuk menarik invensinya tersebut dari publikasi (Right to withdraw).34

Pengalihan hak dapat dilakukan atas dasar hak eksklusif yang dimiliki perusahaan sebagai badan hukum penerima hak atas Paten melalui hubungan kerja, selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan aturan dan norma hukum yang berlaku. Dalam pelaksanaannya, pengalihan hak atas Paten dilakukan melalui cara-cara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pencatatan Pengalihan Paten, sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Paten. Dalam ketentuan peraturan pemerintah tersebut, pengalihan Paten atas seluruh atau sebagian klaim atas Paten dilakukan dengan mencatatkan patennya dalam daftar umum Paten serta melakukan pengumuman terkait pengalihan Paten melalui media elektronik (internet) maupun non-elektronik (berita resmi terkait Paten) oleh Menteri (Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 PP No. 46 Tahun 2020). Terhadap pengalihan paten melalui perjanjian tertulis, pemohon dapat mengajukan permohonannya dengan melampirkan dokumen-dokumen yang diatur dalam Pasal 12 PP No. 46 Tahun 2020. Dalam ketentuan pasal tersebut, dokumen-dokumen yang diperlukan antara lain: Salinan dokumen dan atau fotokopi sertifikat Paten beserta salinan akta perjanjian pengalihan hak Paten, Surat Kuasa Khusus (apabila pengajuan permohonan pengalihan Paten dilakukan dengan Kuasa), bukti pembayaran biaya tahunan dan biaya permohonan pencatatan atas pengalihan Paten, bukti pencatatan terhadap perjanjian lisensi (apabila Paten yang dimohonkan telah diberikan kepada pihak lain), dan apabila paten menjadi obyek dalam jaminan fidusia, pemohon dapat melampirkan dokumen fotokopi sertifikat jaminan fidusia beserta persetujuan oleh penerima fidusia secara tertulis, serta fotokopi Peraturan Presiden menyangkut pelaksanaan atas Paten yang dilakukan oleh Pemerintah (apabila pelaksanaan atas Paten yang dimohonkan dilaksanakan oleh Pemerintah). Dalam pelaksanaan akuisisi atau pengambilalihan perusahaan, pihak perusahaan target akusisi harus melengkapi dokumen tambahan pengalihan hak Paten berupa surat pernyataan yang menyatakan klaim atas Paten yang dialihkan oleh Pemegang Paten (Pasal 14 PP No 46 Tahun 2020).

Pengalihan hak atas Paten dapat dilihat dari segi obyek transaksi pengambilalihan atau akusisi perusahaan. Dalam hal perusahaan melakukan akuisisi saham terhadap perusahaan target maka pengalihan hak atas Paten tidak perlu dilakukan kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi saham merupakan pengambilalihan atas saham oleh perusahaan pengakuisisi kepada perusahaan target akuisisi dengan paling tidak sebesar 51% (lima puluh satu persen) saham akan diambil alih dan atau seluruh atas saham milik perusahaan. Hal ini dilakukan guna pihak pengakuisisi dapat melakukan kontrol kepada perusahaan target akuisisi, sebab jika saham yang diakuisisi kurang dari 51% (lima puluh satu persen) maka tindakan tersebut dianggap bukan sebagai pengambilalihan atau akuisisi perusahaan. Namun demikian, apabila pelaksanaan pengambilalihan atau akuisisi dilakukan hanya pada kegiatan usaha perusahaan taget akuisisi, yakni berupa pengambilalihan terhadap jaringan bisnis (business networking), alat produksi (means of production), kekayaan intelektual (property rights), dan lain sebagainya, maka pengalihan hak atas Paten wajib dilakukan oleh kedua belah pihak perusahaan yang terkait.

  • IV.    Kesimpulan

Kepemilikan Paten terhadap suatu produk dan/atau proses yang dihasilkan melalui hubungan kerja memberikan hak atas kepemilikan Paten oleh perusahaan manufaktur sebagai pemberi kerja. Dalam hal kepemilikan hak Paten berada pada perusahaan sebagai pemberi kerja, tidak menghilangkan hak moral inventor terhadap invensinya, seperti hak untuk mencantumkan namanya pada sertifikat Paten. Dengan adanya perolehan hak atas Paten yang diperoleh perusahaan melalui hubungan kerja, maka inventor berhak atas imbalan terhadap invensi yang dihasilkannya melalui perjanjian tertulis antara inventor dengan pemberi kerja, sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang No 13 Tahun 2016 tentang Paten. Dalam hal perusahaan manufaktur sebagai pemegang Paten melakukan tindakan pengambilalihan atau akuisisi perusahaan, pihak perusahaan secara eksklusif dapat melakukan pengalihan hak atas Paten melalui perjanjian tertulis yang disertai dengan dokumen asli berikut dengan hak-hak lain yang berkaitan dengan Paten, salah satunya berupa surat pernyataan atas klaim Paten yang akan dialihkan, sebagaimana diatur dalam PP No. 46 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pencatatan Pengalihan Paten.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Endang Purwaningsih, Paten dan Merek: Economic and Technological Interests dalam Eksploitasi Paten dan Merek, (Malang, Setara Press, 2020).

H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2015).

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta, Sinar Grafika, 2019).

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2014).

Jurnal

Alfons, M. “Implementasi hak kekayaan intelektual dalam perspektif negara hukum”. Jurnal Legislasi Indonesia 14, No. 3 (2018): 301-311.

Andreas, V. “Kajian Yuridis Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Hubungannya Dengan Investasi”. Lex Privatum 7, No.5 (2019): 5-13.

Darusman, Y. M. “Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional”. Yustisia Jurnal Hukum 5, No. 1 (2016): 202-215.

Dewi, N. M. B. P., & Dharmakusuma, A. A. G. A. “Perlindungan Hukum Terhadap Teknologi Yang Dikembangkan Oleh Perusahaan Startup Yang Mendapat Modal Dari Penanam Modal Asing”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No.12 (2019): 1-15.

Disemadi, H. S., & Kang, C. “Tantangan Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Di Era Revolusi Industri 4.0”. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 7, No.1 (2021): 54-71.

Febrina, R. “Proses Akuisisi Perusahaan Berdasarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”. Jurnal Ilmu Hukum 5, No.1 (2014): 71-78.

Hanoraga, T., & Prasetyawati, N. “Lisensi Wajib Paten Sebagai Salah Satu Wujud Pembatasan Hak Eksklusif Paten”. JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) 8, No.2 (2015): 160-180.

Kaulica, V. V., & Amirulloh, M. “Perlindungan Hukum Terhadap Kepemilikan Paten Oleh Karyawan Bumn Di Indonesia”. Jurnal Suara Keadilan 21, No.1 (2020): 7385.

Kusnadi, K. “Audit Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Bagian Pengelolaan Risiko Kerugian Bisnis Bagi Perusahaan”. LAW REFORM 9, No.1 (2013): 70-88.

Nasir, R. “Paten Dalam Proses Produksi: Tinjauan Hak Yang Melekat pada Inventor”. Jurnal Hukum POSITUM 1, No.1 (2016): 141-149.

Nugroho, S. “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Dalam Upaya Peningkatan Pembangunan Ekonomi Di Era Pasar Bebas ASEAN”. Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 24, No.2 (2015): 164-178.

Nurdahniar, I. “Analisis Penerapan Prinsip Perlindungan Langsung Dalam Penyelenggaraan Pencatatan Ciptaan”. Veritas et Justitia 2, No.1 (2016): 231-252.

Salam, A. “Optimalisasi Aset Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Milik Perseroan Terbatas di dalam Hukum Kepailitan di Indonesia”. LAW REFORM 9, No.2 (2014): 1-14.

Sari, N. K. “Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam Era Globalisasi”. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE 3, No.3 (2009): 16-29.

Sulasno, S. “Lisensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Di Indonesia”. ADIL: Jurnal Hukum 3, No.2 (2012): 352-379.

Syahrial, S. “Aspek Hukum Pendaftaran Hak Cipta Dan Paten”. Greget: Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Tari 13, No.1 (2014): 91-100.

Peraturan PerUndang-Undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922)

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pencatatan Pengalihan Paten, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 191, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6546)

Internet

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, “Industri Manufaktur Berperan Penting          Genjot          Investasi          dan          Ekspor”,

https://kemenperin.go.id/artikel/20091/Industri-Manufaktur-Berperan-Penting-Genjot-Investasi-dan-Ekspor-, diakses tanggal 12 Mei 2021.

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 10 Tahun 2020, hlm. 48-59

59