Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kecantikan Yang Diimpor Online Yang Tidak Terdaftar Pada BPOM
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK KECANTIKAN YANG DIIMPOR
ONLINE YANG TIDAK TERDAFTAR PADA BPOM
Leonita Citriana Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail [email protected]
Dewa Gde Rudy, Fakult‘as Hukum Unive‘rsitas Uda‘yana‘, e-mail [email protected]
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa terkait dari perlindungan hukum terhadap setiap konsumen yang tercantum dalam UUPK dan untuk mengetahui bentuk dari pertanggung jawaban pelaku usaha jika terjadi kerugian terhadap para konsumen terkait penjualan produk kecantikan yang diimpor online tidak terdaftar pada BPOM. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam karya ilmiah serta pendekatan Perundang-Undanganan sebagai pendekatan. Hasil dari penulisan ini menjelaskan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen khususnya atas produk kecantikan diimpor online yang tidak terdaftar pada BPOM diatur dalam UUPK Pasal 4 huruf a, dimana dijelaskan mengenai hak-hak pihak konsumen agar memperoleh keselamatan, keamanan dan kenyamanan saat menggunakan barang/jasa. Serta pelaku usaha bertanggungjawab apabila konsumen mengalami kerugian dikemudian hari untuk pengembalian dana memberi ganti rugi sesuai ketentuan 19 ayat (2) dan terhadap konsumen yang dirugikan memperoleh santunan terhadap kesehatannya sesuai pasal 61.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Produk Kecantikan, Tidak Terdaftar pada BPOM
ABSTRACT
This research aims to examine and analyze study related to legal protection of each consumer listed in the UUPK and to find out the form of business actor responsibility if there is a loss to consumers related to the sale of imported beauty products online not registered with the BPOM. This research uses normative research method in scientific work as well as the Legislation approach as an approach. The results of this research explains legal protection for consumers, especially for beauty products imported online that are not registered with the BPOM regulated in the Health Protection Law Article 4 letter a, which explains the rights of consumers to obtain safety, security and comfort when using. goods / services. As well as business actors are responsible if consumers experience losses in the future for a refund to provide compensation in accordance with the provisions of 19 paragraph (2) and for consumers who have suffered losses receive compensation for their health in accordance with article 61.
Keywords: Consumer Protection, Beauty Products, Not Registered at BPOM
Perubahan jaman ini memiliki dampak banyaknya bermunculan produk-produk kecantikan yang baru beredar dimasyarakat. Produk baru yang bermunculan tersebut tidak sedikit yang belum terdaftar izin dari Badan Pengawasan obat-obatan dan Makanan untuk beredar dimasyarakat. Banyaknya produk baru yang hadir dimasyarakat diakibatkan oleh perkembangan pasar ekonomi bebas yang sedang
tumbuh di negara berkembang.1 Pembelian produk-produk online yang sangat banyak diminati oleh seluruh kalangan masyarakat mulai dari orang yang muda hingga para orang tua merupakan salah satu cara perdagangan bebas itu berkembang. Keinginan masyarakat terhadap suatu produk yang baru terus terjadi terutama produk yang belum pernah mereka coba atau produk yang tidak ada diwilayah mereka, mengakibatkan masyarakat ingin mencoba produk-produk tersebut khususnya produk kecantikan yang baru dan tidak terdaftar pada BPOM atau tidak mengikuti aturan yang berlaku di indonesia. BPOM sebagai lembaga pemerintahan non departemen bertugas dalam bidang pengawasan terhadap obat dan makan melalui tahap pemerikasaan.2
Perlindungan konsumen merupakan jaminan yang harus didapatkan oleh konsumen atas setiap produk yang dibeli dari pelaku usaha. Perlindungan konsumen tersebut harus dilaksanakan dengan tegas agar tidak terjadi kecurangan oleh pihak penjual terhadap barang yang didagangkan.3 Undangundang Perlindungan konsumen merupakan peraturan yang paling utama dimana seluruh peraturan yang berhubungan dengan perlindungan masih berlaku, semasih tidak berbenturan dengan peraturan yang diatur secara khusus.3
Dipasaran negri atau luar negri kosmetik tersedia berbagai jenis dan merek.4 masyarakat ingin mencoba produk baru tersebut muncul diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang memudahkan masyarakat mendapat informasi baik itu hiburan, berita, produk, jasa maupun hal lainnya. Produk kecantikan yang berasal dari luar negeri diperdagangkan oleh pelaku usaha dengan berbagai metode agar dapat diakses oleh. Dengan adanya perkembangan teknologi, produk kecantikan dapat dipasalkan melalui media online secara global.5 Produk kecantikan dari negri atau luar negri yang akan dijual harus melalui pendaftaran terlebih dahulu agar mendapatkan nomor izin edar.6 Produk kecantikan yang tidak terdaftar di BPOM dan tidak ikut aturan hukum yang dimana berlaku di indonesia dapat mengakibatkan munculnya kerugian pada konsumen yang ingin mencoba produk tersebut. Hal tersebut disebabkan setiap manusia memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda beda terhadap suatu produk kecantikan yang pada dasarnya produk tersebut menggunakan bahan-bahan kimia, Tidak adanya label yang menunjukan produk kecantikan tersebut didaftarkan pada BPOM menimbulkan keraguan dan tidak adanya lembaga yang menjamin produk kecantikan tersebut aman untuk dikomsumsi. Penggunaan produk kecantikan tersebut memberikan pengaruh buruk kepada konsumen karena tidak
adanya kejelasan bahwa produk yang dikonsumsi tersebut aman. Pelaku usaha menjual produk kecantikan tersebut hanya untuk meraih untung dikarenakan naiknya popularitas produk baru itu pada situs online, sehingga keingintahuan masyarakat semakin meningkat.
Produk kecantikan yang diperjual belikan dimasyarakat tersedia dengan berbagai jenis merek. Indonesia yang berada pada arus perdagangan global dituntut siap dan berani bersaing dengan produk lain menghadapi tantangan sekaligus peluang. Kebutuhan produk kecantikan terutama oleh wanita yakni untuk mempertahankan penampilannya dimanfaatkan pelaku usaha memproduksi dan memperdagangkan produk kecantikan yang tidak sesuai standar atau tidak layak digunakan. Keamanan produk kecantikan yang dikonsumsi konsumen sangatlah penting untuk diketahui, komposisi ataupun bahan - bahan yang digunakan di dalam pembuatan produk tersebut. Bahan-bahan yang berbahaya dilarang untuk digunakan sebagai bahan pembuat produk kecantikan karena dapat merusak kulit. Adapun bahan yang tidak boleh terkandung dalam produk kecantikan yakni merkuri, hidroquinon,retrinoic acid, tretinoin, zat pewarna, rodamin b dan diethylene glycol.7 Peningkatan penjualan produk kecantikan baru dan tidak didaftarkan pada BPOM mengakibatkan banyaknya pelaku usaha online lainnya untuk menjual produk kecantikan baru tersebut pada masyarakat, sehingga pelaku usaha wajib memberikan rasa aman terhadap pembelian produk makanan pada konsumen yang akan membeli. Perlindungan yang dapat dilakukan yaitu dengan mendaftarkan terlebih dahulu produk kecantikan asing yang diimpor dari luar negeri pada BPOM Indonesia sebelum diedarkan dimasyarakat sehingga konsumen dapat memikirkan kembali untuk membeli produk kecantikan tersebut. Pendaftaran pada BPOM produk merupakan tanggung jawab perlaku usaha yang sudah diatur pada UUPK. Banyak produk kecantikan baik berupa kosmetik maupun obat-obatan dari berbagai merek yang berasal dari luar negeri yang tidak memiliki nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau tidak terdaftar menurut Ketentuan BPOM dan tidak memiliki izin edar yang beredar bebas di pasaran dalam hal ini melalui toko on-line atau melalui situs internet. Padahal untuk produk kecantikan atau kosmetik yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut9 : a. Memenuhi bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan; b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik; c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari BPOM.8
Diaturnya kewajiban pelaku usaha untuk mendaftarkan pada BPOM terhadap produk kecantikan yang dijual, tetap saja masih ada pelaku usaha yang tidak menaati peraturan tersebut dengan membuat review palsu mengenai produk kecantikan yang dijual sehingga banyak konsumen yang percaya. Dampaknya konsumen yang mengkonsumsi produk kecantikan itu akan mengalami kerugian baik itu berupa iritasi kulit atau kerugian non-material, seperti salah satu contohnya pada kasus penjualan produk kecantikan asal Negara Korea yang menggunakan kandungan merkuri dimana kandungan kimia tersebut sangat berbahaya jika dikonsumsi secara sering sehingga
banyak konsumen merasa dirugikan dengan tidak adanya badan pengawasan obat obatan dan makanan yang mengawasi kandungan dari produk tersebut.
Merujuk pada penelitian Gita Saraswati dengan judul PertanggungJawaban Pelaku Usaha Bagi Konsumen Yang Menggunakan Produk Kosmetik Ilegal Dan Berbahaya yang membahas tentang bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan produk kosmetik illegal dan berbahaya serta Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen pengguna produk kosmetik ilegal dan berbahaya.9 Selain itu merujuk pada penelitian Ni Nyoman Rani dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Produk Kosmetik dalam Kemasan Kontainer (Share In Jar), disini penelitian tersebut membahas tentang bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat dari penjualan produk kosmetik kemasan kontainer (share in jar) serta bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen yang menggunakan produk kosmetik kemasan kontainer (share in jar).10 Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk membahas perlindungan hukum terhadap setiap konsumen yang tercantum dalam UUPK dan untuk mengetahuii bentuk dari pertanggung jawaban pelaku usaha jika terjadi kerugian terhadap para konsumen terkait penjualan produk kecantikan yang diimpor online tidak terdaftar pada BPOM. Oleh karena itu, penulis memiliki ide dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kecantikan Yang Diimpor Online Tidak Terdaftar Pada BPOM”
-
1. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap konsumen terkait produk kecantikan tidak terdaftar pada BPOM yang diimpor online?
-
2. Bagaimana pertanggung jawaban pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen terkait penjualan produk kecantikan impor yang tidak terdaftar pada BPOM?
Dalam penelitian karya ilmiah memiliki tujuan dan maksud yang dapat dilihat dari tujuan dari penelitian hukum yaitu mendapatkan pengetahuan dari kaedah-kaedah hukum yang terdapat pada suatu peraturaan perundang-undangan.11 Dalam hal ini maksud dan tujuan dari penulisan ini agar dapat dimengerti dari perlindungan hukum terhadap setiap konsumen yang tercantum dalam UUPK dan untuk mengetahuii bentuk dari pertanggung jawaban pelaku usaha jika terjadi kerugian terhadap para konsumen terkait penjualan produk kecantikan yang diimpor online tidak terdaftar pada BPOM. Tujuan penulisan karya ilmiah berpedoman untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dari kaedah-kaedah hukum yang bersumber dari suatu ketentuan hukum. 12
Penulis pada tulisan ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang diartikan sebagai metode yang dikaji pada obyek kajiannya berupa peraturan perundang-undangan, pendekatan fakta dan bahan pustaka.13 Selain itu, penulisan dari karya ilmiah ini menggunakan suatu pendekatan perundang-undangan yaitu suatu pendekatan dengan memahami dan meneliti suatu peraturan perundang-undangan serta produk hukum yang secara lansung berkaitan dengan permasalahan hukum yang sedang ditangani.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kecantikan Tidak Terdaftar Pada BPOM Yang Diimpor Online
-
Rasa ingin mencoba dan keingintahuan konsumen untuk mencoba produk kecantikan asing didukung oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat. Pada penggunaan alat gadget yang semakin tinggi membuat konsumen dapat melihat hal-hal baru diluar dari lingkungan sekitarnya seperti melihat iklan-iklan pada situs online, hiburan yang berada diluar negeri ataupun artis yang sedang mengulas atau mereview mengenai produk kecantikan asing yang telah ia beli di luar negeri. Akibat dari hal tersebut naiklah suatu popularitas produk kecantikan yang belum adanya kepastian hukum yang menjaga produk tersebut aman dikonsumsi dan benar itu sehingga konsumen ingin mencobanya tanpa mencari lebih rinci apa produk tersebut telah terdaftar pada BPOM untuk resmi beredar dimasyarakat Indonesia atau layak dikonsumsi. Pesatnya suatu produk dan besarnya permintaan para konsumen untuk mencoba produk kecantikan asing, membuat pelaku usaha terutama pelaku usaha online untuk menjajakan keinginan konsumen tanpa memberikan kepastian hukum yang menjamin produk kecantikan tersebut layak dikonsumsi atau tidak membahayakan jika dikonsumsi. Peredaran produk kecantikan tanpa izin edar banyak diminati konsumen karena harga yang lebih murah dengan mengabaikan bahaya atas bahan yang terkandung dari produk kecantikan tersebut. 14
Indonesia telah mengadopsi perjanjian World Trade Organization (WTO), sehingga membuat banyaknya pula produk luar negeri dapat masuk ke Indonesia, terutama produk kecantikan asing. Pelaku usaha mendapatkan celah pada hal ini dengan memasukkan produk kecantikan asing tanpa mendaftarkan terlebih dahulu pada BPOM, padahal aturan di Indonesia disebutkan bahwa harus terdaftarnya produk kecantikan pada BPOM sebelum diedarkan ke masyarakat. Kendati demikian, produsen yang hanya mementingkan keuntungan menjadikan hal ini lahan dagang tanpa mendaftarkan produk kecantikan tersebut pada BPOM dimana BPOM memiliki fungsi sebagai pengawas dan memastikan produk kecantikan tersebut aman dikonsumsi.
Indonesia sudah membuat suatu peraturan untuk melindungi konsumen dari perilaku tidak baik pelaku usaha dengan adanya UUPK. Adanya UUPK itu sendiri dikarenakan tampaknya kedudukan dari konsumen sangat lemah dibandingkan dari kedudukan produsen.15 Pada Pasal 8 huruf j UUPK menjelaskan bahwa “pelaku usaha
dilarang memproduksi/memperdagangkan dengan tidak mencantumkan informasi dalam bahasa Indonesia.” Penjualan produk kecantikan dengan mendaftarkan pada BPOM akan mempermudah konsumen untuk memastikan keamanan produk kecantikan tersebut jika dikonsumsi. Konsumen akan lebih memilih dengan tepat produk kecantikan apa yang tidak merugikan dirinya. Sehingga produk kecantikan yang tidak memiliki izin edar dari BPOM tidak aman digunakan, karena keamanan dari bahan yang terkandung tidak dapat dipastikan sehingga dapat mengancam kesehatan penggunanya.16 Izin edar atas produk kecantikan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 106 ayat (1) yakni “Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.”
Pelaku usaha diharuskan mencantumkan komposisi bahan pada produknya agar hak konsumen untuk mendapat informasi secara jelas dan benar suatu produk.17 Informasi yang didapatkan oleh konsumen merupakan hak konsumen, tertera pada Pasal 4 huruf c UUPK. Setiap Konsumen tanpa terkecuali berhak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, serta kejelasan keamanan dalam mengkonsumsi produk kecantikan yang diimpor itu dari pelaku usaha yang menjual produk tersebut. Informasi bisa berupa kandungan apa saja yang terdapat serta tingkat keamanan dalam mengkonsumsi produk tersebut yang diperjualkan. Hak konsumen ini berkaitan dengan kewajiban dari pelaku usaha terdapat pada Pasal 7 huruf b yakni untuk memberikan konsumen mengenai informasi yang jelas, benar dan jujur atas barang yang diperjualkan pada konsumen serta pelaku usaha berkewajiban memastikan bahwa produk yang diperjual belikan aman untuk dikonsumsi oleh pembeli.
UUPK telah memberikan jaminan perlindungan hukum kepada setiap konsumen yang berkaitan dengan penjualan produk kecantikan yang tidak terdaftar pada BPOM, sehinga produsen yang masih membandel dari ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pada Pasal 62 ayat (1) terhadap pelaku usaha yang melanggarketentuan dari Pasal 8 berupa pidana penjara paling 5 tahun paling lama atau denda Rp. 2.000.000.000 ( dua milyar rupiah ).
-
3.2 Pertanggung jawaban pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen terkait penjualan produk kecantikan impor yang tidak terdaftar pada BPOM Pembelian produk kecantikan impor yang tidak terdaftar pada BPOM memberikan pengaruh yang berbeda setiap konsumen penggunanya. Produk kecantikan yang tidak terdaftar pada BPOM menyulitkan masyarakat untuk memastikan bahwa produk dapat digunakan dan tidak membawa efek buruk, sehingga hal tersebut sudah dapat dikategorikan merugikan konsumen yang tidak mengetahui keamanan produk yang mereka beli. Dilihat pada kondisi ini, konsumen diminta untuk cermat dalam memilih produk kecantikan yang dibelinya, sehingga konsumen haruslah menanyakan detail dari keamanan produk kecantikan dan bahan
bahan yang digunakan apakah membahayakan atau tidak.18 Kerugian yang timbul bisa saja berupa kerugian materiil maupun kerugian non-materiil. Masalah konsumen yang dimana mengalami kerugian ialah berupakan masalah bagi seluruh orang, sehingga permasalahan tersebut masuk pada masalah nasional yang harus diperhatikan oleh pihak pihak berwajib seperti pemerintah.19
Pertanggung-jawaban para pelaku usaha ialah tanggung jawab yang bukan berdasarkan kontrak, sehingga pertanggung jawaban didasarkan pada tanggung jawab produk yang dimana menggunakan tanggung jawab mutlak (Strict Liability). Pertanggung jawaban mutlak ialah pertanggung jawaban yang berhubungan dengan antara kausalitas dengan subjek yang dimana bertanggung jawab terhadap kesalahannya, dalam hal ini hubungan akibat dari perbuatan pihak pelaku usaha dengan kerugian atas perbuatan tersebut yang dialami konsumen. Penggunaan prinsip tanggung jawab ini digunakan untuk melindungi hak-hak terhadap konsumen sesuai dengan peraturan yang berlaku.20 Perbuatan pelaku usaha yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen merupakan suatu pelanggaran sehingga sudah sepatutnya konsumen diberikan hak untuk memperoleh pertanggung jawaban dari pihak menyebabkan merugikannya yakni pelaku usaha.21
UUPK telah mengatur beberapa hal mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas adanya dampak kerugian pada konsumen terkait dengan penjualan produk kecantikan yang diimpor online tidak terdaftar pada BPOM pada Pasal 19. Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi yang juga merupakan kewajiban si pelaku usaha yang telah diatur dalam Pasal 7 huruf f UUPK. Pelaku usaha memberikan ganti rugi apabila dikemudian hari terjadinya kerugian akibat dari dampak mengkonsumsi produk yang diperdagangkan. Pada Pasal 19 ayat (2) UUPK mengatur mengenai bentuk-bentuk dalam ganti rugi yang diberikan oleh si pelaku usaha yaitu berupa hal penggantian barang yang dimana memiliki nilai yang setara, pemberian santunan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan dan perawatan kesehatan. Berdasaran oleh ketentuan yang secara jelas terdapat pada Pasal tersebut maka ganti rugi yang dapat diterima atau didapat oleh konsumen dapat berupa biaya perawatan apabila konsumen terjadi kerugian seperti halnya keracunan dalam mengkonsumsi produk, alergi ataupun hal lainnya yang menyebabkan konsumen merasa sakit. Bilamana pelaku usaha tidak mengikuti dari ketentuan pada Pasal 19 ayat (2) maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen akan memberikan pelaku usaha sanksi administratif atas perbuatannya berupa ganti rugi dengan nominal Rp. 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ) sesuai ketentuan Pasal 60 UUPK.
Terhadap pelaku usaha yang tidak dapat memberikan ganti rugi kepada konsumen, pihak konsumen dapat melanjutkan penyelesaian dengan tuntutan ganti rugi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau melalui pengadilan.
Tanggungjawab pelaku usaha kepada konsumen yang mengalami kerugian terpaut penjualan produk kecantikan yang diimpor online tidak terdaftar pada BPOM yaitu dengan memberikan ganti rugi berdasarkan pada Pasal 19 UPPK mengatur mengenai ganti rugi dari pelaku usaha sebagai tindakan tanggung jawabnya apabila dimana terjadinya kerugian yang timbul dari penjualan produk. Konsumen yang mengalami kerugian seperti halnya keracunan dalam mengkonsumsi produk kecantikan, alergi, luka atau sakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi produk tersebut maka dari hal tersebut pelaku usaha diwajibkan memberi ganti rugi bisa berupa dalam bentuk biaya perawatan. Pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi jika konsumen mengalami kerugian yang disebut diatas sesuai ketentuan Pasal 19 UUPK, maka BPSK dapat menjatuhkan sanksi administratif pada pelaku usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada Pasal 60 UUPK. Apabila konsumen tetap tidak juga diberikan kompensasi atau ganti rugi oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui Pengadilan atau BPSK.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ade Ditang Suherman, Hukum Perdagangan Internasional, (Sinar Grafika, Jakarta, 2015) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2015)
Elin Wuri Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2016)
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Citra Aditya Bakti, Bandung,2014)
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenida Media, Jakarta, 2011)
Celine Tri Siswi Kristiyan, Hukum Perlindungan Konsumen , (Sinar Grafika, Jakarta, 2011)
Jurnal
Asri, Ni Kadek Gita Suryaning, and I. Nengah Suharta. "Pengaturan Mengenai Pencantuman Penandaan Dalam Bahasa Indonesia Pada Produk Kosmetik Impor." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 1. 1-6
Dyah, I. Gusti Ayu Indra Dewi, Pradnya Para, and Desak Putu Dewi Kasih. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Iklan Yang Menyesatkan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Kode Etik Periklanan Indonesia." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 2 (2017): 1-5.
Saraswati, Gita and Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. “PertanggungJawaban Pelaku Usaha Bagi Konsumen Yang Menggunakan Produk Kosmetik Ilegal Dan Berbahaya”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 7 no 5. (2019). 1-16.
Lestari, Desy, and Rinitami Njatrijani Suradi. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Makanan Kemasan Tanpa Izin Edar Yang Beredar Di Pasaran." Diponegoro Law Journal 2, no. 2 (2013): 1-11
Natah, Luh Cahya Bungan, and Marwanto Marwanto. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengkonsumsi Produk Kosmetik Impor Ilegal Yang
Mengandung Bahan Berbahaya." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 2: 207221
Putri, Luh Putu Dianata, and AA Ketut Sukranatha. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kosmetik Tanpa Komposisi Bahan." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 10 (2018): 1-14.
Prawesti, Indah. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Barang Bermerek Palsu Secara Online." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum: 1-8.
Pratiwi, Ni Kadek Diah Sri, and Made Nurmawati. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Tanpa Izin Edar Yang Dijual Secara Online?." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 5 (2019): 1-16
Rani, Ni Nyoman, and I. Made Maharta Yasa. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Produk Kosmetik dalam Kemasan Kontainer (Share In Jar)." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6 (2019). 1-17.
Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 4 (2017): 521-537
Rahmawati, Indah Dwi, I. Made Udiana, and I. Nyoman Mudana. "Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Kosmetik Tanpa Izin Edar Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." (2019). 1-16
Tanor, Susana Caoline Eunike. "Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Menjual Produk Impor Ilegal Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." LEX CRIMEN 6, no. 9 (2017). 83-88.
Utami, Kadek Nanda Githa, and Ida Bagus Putu Sutama. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Pemakaian Produk Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya Pada Toko Female World Shop Grosir-Denpasar." Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana 5, no. 2 (2017). 1-15.
Widyaswari, Ni Made Dyah Nanda, and Ni Made Ari Yuliartini Griadhi. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kosmetik Yang Menyebabkan Ketergantungan Di BPOM Provinsi Bali." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2015). 1-14.
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 12 Tahun 2021, hlm.1113-1121
1121
Discussion and feedback