PENGGUNAAN KONTEN NEWSLETTER KE DALAM PODCAST DITINJAU DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK CIPTA

I Made Tegar Dewanta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

Suatra Putrawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan studi ini bertujuan untuk mengkaji kepastian hukum dalam pengaturan hukum podcast di Indonesia berdasarkan hukum positif serta akibat hukum dari penggunaan konten newsletter ke dalam podcast oleh podcaster dengan tujuan komersial. Adapun studi ini termasuk sebagai penelitian dengan jenis penelitian hukum normatif yang didasarkan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil pengkajian terhadap permasalahan hukum yang diteliti oleh penulis, berkaitan dengan dasar hukum pengoperasian podcast di Indonesia ialah didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Kemudian akibat hukum dari penggunaan konten newsletter secara serta merta dapat berakibat pada digugatnya podcaster ke Pengadilan dalam permasalahan hak cipta akan tetapi bilamana penggunaan konten newsletter dilakukan oleh podcaster dalam kerangka pengalihwujudan karya cipta tulis yang disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta maka hal tersebut dapat dibenarkan sepanjang terdapat penjaminan terhadap hak moral dan hak enonomi pencipta karya cipta newsletter tersebut.

Kata Kunci: Podcast, Newsletter, Hak Cipta.

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the legal certainty in the legal arrangement of podcasts in Indonesia based on positive law and the legal consequences of using newsletter content in podcasts by podcaster for commercial purpouses. This study is included as a type of normative legal research based on the statutory approach. Based on the results of an assessment of the legal issues examined by the author, the legal basis for operating podcasts in Indonesia is based on the provisions of Law Number 32 of 2002 concerning Broadcasting. Then the legal consequences of using newsletter content can automatically result in the podcaster being sued in court in copyright issues, but if the use of newsletter content is carried out by the podcaster within the framework of the conversion of written works in accordance with the provisions of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright then this can be justified insofar as there is a guarantee of the moral and economic rights of the creator of the newsletter copyright.

Keywords: Podcast, Newsletter, Copyright.

  • I.    Pendahuluan

    • I.1.    Latar Belakang Masalah

Hak cipta pada sejarahnya pertama kali dikenal melalui Berne Convention dengan menggunakan istilah “copyright” pada tahun 1886.1 Merujuk dalam Berne Convention sebenarnya hak cipta tidaklah ditentukan secara eksplisit dalam rumusan pasal tersendiri akan tetapi secara implisit pengertian hak cipta ditentukan melalui Article 2, 3, 11 serta Article 13 yang selanjutnya diadopsi ke dalam Pasal 2 j.o Pasal 10 Auteurswet pada tahun 1912.2 Lebih lanjut pada Auteurswet secara jelas ditentukan melalui Pasal 1 terkait pengertian hak cipta yakni “Hak Cipta adalah hak tunggal dari Pencipta atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalarn lapangan kesusastraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.”Berkaitan dengan pengaturan hak cipta dalam hukum positif Indonesia sendiri tentu tidak dapat dilepaskan dari sejarah Berne Convention dan Auteurswet 1912 yang berlaku pada masa pemerintahan kolonial Belanda sebelumnya akhirnya dicabut melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

Seiring perkembangannya adapun dasar hukum hak cipta telah mengalami beberapa kali perubahan hingga terakhir diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC) yang sekaligus mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Menelaah kedalam Pasal 1 angka 1 UUHC ditentukan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Penjelasan terkait dengan hak eksklusif pencipta ialah hak moral dan hak ekonomi sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4 UUHC. Hak moral ialah hak yang tidak bisa dihapus atau dihilangkan karena alasan apapun dan melekat pada diri pencipta kendati pun terhadap hak cipta tersebut sudah terjadi suatu pengalihan sementara hak ekonomi menitiberatkan pada suatu hak dalam mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaan tersebut.

Kemudian pengertian dari pencipta yang memiliki hak moral dan hak ekonimi diatur melalui Pasal 1 angka 2 yakni “ Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.” Adapun selanjutnya suatu ciptaan yang bersifat pribadi dan khas dari seorang pencipta diatur dalam Pasal 1 angka 3 bahwa “ ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.” Perkembangan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terjadinya perubahan dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat salah satunya adalah dikenalnya suatu newsletter dalam bentuk digital yang perlahan menggeser keberadaan berita konvensional melalui media cetak. Newsletter sendiri berasal dari kata “news” berarti tulisan nonfiksi yang didasarkan pada suatu peristiwa faktual ataupun laporan mengenai fakta kejadian yang penting untuk disebarkan. Berita konvensional yang umumnya diterbitkan termasuk ke dalam

karya cipta yang dijamin dalam UUHC.3 Lebih lanjut ternyata tidak hanya berita konvensional yang mengalami perkembangan kedalam bentuk digital akan tetapi juga penyiaran radio berkembang hingga dikenalnya suatu bentuk penyiaran podcast yang semakin populer didengarkan seiring dengan mewabahnya pandemik Covid-19. Podcast merupakan suatu proses pendistribusian file berbentuk audio dengan internet melalui RSS subscription atau secara sederhana podcast dapat dipahami sebagai suatu media audio yang mempunyai karakter layaknya radio dengan nilai theatre of mind dan bersifat personal atau intim. Secara aktual terdapat permasalahan hukum yang timbul dari penyiaran suatu podcast mencakup persoalan tentang payung hukum atau dasar hukum dari dijalankannya suatu podcast dan persoalan tentang pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh seorang podcaster yang menggunakan konten newsletter kedalam konten podcast yang disiarkan dengan tujuan komersial. Bias Lintang Dialog melangsungkan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Tulis Pada Media Internet” yang membahas tentang pelanggaran hak cipta dari karya tulis yang digunakan pihak lain pada media internet.4 Selanjutnya Mohammad Supri melalui judul “Perlindungan Hak Cipta Berita Online Terhadap Agregator Berita” membahas terkait pemanfaatan berita online oleh agregator berita sebagai suatu pelanggaran hak cipta.5

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilangsungkan oleh peneliti lainnya maka kemudian penulis berkeinginan untuk melakukan suatu penelitian dengan menelaah lebih dalam terkait permasalahan hukum hak cipta yang terjadi pada podcaster yang menggunakan konten newsletter ke dalam podcastnya mengingat belum terdapat penelitian sebelumnya yang meneliti permasalahan ini. Kemudian penulis memilih judul “PENGGUNAAN KONTEN NEWSLETTER KE DALAM PODCAST DITINJAU DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK CIPTA”.

  • I.2.    Permasalahan

  • 1.    Bagaimana Pengaturan hukum terkait podcast ditinjau dalam hukum positif?

  • 2.    Bagaimana akibat hukum dari podcaster yang menggunakan konten newletter ke dalam suatu podcast dengan tujuan komersial?

  • I.3.    Tujuan Penulisan

Jurnal ini mempunyai tujuan yakni yang pertama untuk memberikan pemahaman berkaitan pengaturan hukum dari dioperasikannya podcast di Indonesia. Selanjutnya yang kedua jurnal ini ditujukan untuk membuat pembaca terkhusus podcaster agar dapat mengetahui secara komprehensif terkait akibat hukum dari penggunaan konten newsletter ke dalam podcast dengan tujuan komersial ditinjau berdasarkan hukum positif Indonesia

  • II.    Metode Penelitian

Jurnal Penggunaan Konten Newsletter Ke Dalam Podcast Ditinjau Dalam Perspektif Perlindungan Hak Cipta ini merupakan penelitian dengan jenis penelian hukum normatif. Dalam penelitian ini permasalahan hukum yang ditelaah berasal dari adanya permasalahan norma yang terjadi yaitu norma kabur atau vague of norms6 pada hukum positif Indonesia terkait pengaturan hukum dalam pengoperasian podcast di Indonesia dan akibat hukum yang timbul dari penggunaan konten newsletter ke dalam podcast oleh podcaster dengan tujuan komersial.

Lebih lanjut dalam penelitian hukum normatif ini dimuat berbagai sumber bahan hukum mencakup sumber bahan hukum primer, sekunder ataupun tersier. Kemudian penulis menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Pendekatan ini didasarkan pada bahan kepustakaan yakni peraturan perundang-undangan yang berhubungan erat terhadap permasalahan hukum yang diteliti.7 Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukandengan studi dokumen melalui teknik analisis secara deduktif. Teknik analisis secara deduktif menekankan pada pola pembuatan kesimpulan pemikiran dengan beranjak pada sesuatu yang umum terlebih dahulu menuju ke pada suatu yang lebih khusus.8

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pengaturan Hukum Terkait Podcast Ditinjau Dalam Perspektfi Hukum Positif

Podcast pertama kali diperkenalkan pada tahun 2004 oleh Ben Harmmersley dengan kata “podcasting” merujuk pada suatu pengertian dari radio online atau audio blog.9 Selanjutnya perusahaan Apple juga memegang peranan penting untuk memperkenalkan podcast kepada dunia melalui ditambahkannya fitur podcast pada telepon genggam Iphone keluaran Apple. Merujuk pada kamus oxford, podcast diartikan sebagai ““a digital audio file made available on the Internet for downloading to a computer or portable media player, typically available as series, new instalments of which can be received by subscribers automatically”.10 Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa podcast sebagai suatu pengembangan dari radio konvensional tidak dapat dilepaskan dari bentuknya yang berupa suatu perbincangan diantara dua orang atau lebih yang disiarkan dalam bentuk audio digital. Adapun peralatan yang dibutuhkan untuk membuat suatu podcast adalah mikrofon, perekam xlr portabel, audio interface, komputer, eletronic cable, digital audio workstation (D.A.W), stabilizer crowd, dan pop filter. Dalam perkembangannya ternyata podcast tidak hanya berhenti berkembang pada bentuk audio digital semata akan tetapi podcast juga berkembang dalam bentuk video atau sering disebut video podcast. Perkembangan podcast di Indonesia sendiri tidak dapat dilepaskan dari peranan publik figur di Indonesia yang mempopulerkan konsep video podcast pada platform YouTube seperti Deddy Corbuzier, Raffi Ahmad dan Raditya Dika. Pengaturan hukum terkait podcast memang masih menimbulkan suatu keambiguan terhadap dasar hukum pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan

perbedaan podcast dengan radio konvensional yang melakukan penyiaran dengan spektrum frekuensi Radio.11

Merujuk Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (selanjutnya disebut UU Penyiaran) secara eksplisit ditentukan bahwa “Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.” Lebih lanjut dalam UU Penyiaran juga diatur berkaitan dengan spektrum frekuensi radio sebagai hal yang penting untuk melakukan penyiaran radio dalam Pasal 1 angka 8 bahwa “Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.” Adapun pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan penyiaran Radio diatur melalui PERMENKOMINFO Nomor 17/Per/M.Kominfo/9/2005 tentang Tata Cara Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Podcast sebagai suatu perkembangan dari radio konvensional nyatanya berbeda dalam metode pengoperasian serta karakteristik bentuk pelaksanaannya dimana pada podcast tidak menggunakan frekuensi gelombang radio akan tetapi menggunakan jaringan internet untuk disebarkan. Kendati pun belum terdapat produk hukum yang memberikan definisi konkrit dari podcast, berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan, UU Penyiaran tetap dapat dijadikan payung hukum dalam pengoperasian podcast ataupun video podcast.

Hal ini didasarkan pada penafsiran tekstual terhadap ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran yakni “Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran”. Adapun Karakteristik podcast memenuhi unsur siaran yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dimana podcast merupakan serangkaian pesan yang berbentuk suara pada audio podcast dan gambar pada video podcast yang bersifat interaktif serta diterima melalui perangkat penerima siaran. Dalam pengawasan terhadap pengoperasian penyiaran terdapat Komisi Penyiaran Indonesia (selanjutnya disebut KPI) menjadi lembaga yang berwenang dalam mengawasi proses penyiaran sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1 angka 13 Bahwa “Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran”. Kemudian kewenangan KPI diatur melalui Pasal 8 ayat (2) bahwa “ Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang untuk a. menetapkan standar program siaran; b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.”

Menelaah lebih lanjut dalam ketentuan UU Penyiaran, berdasarkan penafsiran sistematis pada Pasal 1 angka 3 dan Pasal 1 angka 4 ialah yang dimaksud sebagai penyiaran terbatas merupakan penyiaran radio dan penyiaran televisi sehingga

terhadap platform-platform online seperti periscope ataupun podcast tidaklah dapat diawasi oleh KPI bilamana menggunakan tafsiran yang terbatas pada ketentuan yang terdapat pada UUPenyiaran. Berdasarkan hal tersebut terkait pengawasan isi konten dari podcast memang belum dapat dipastikan secara jelas Lembaga yang berwenang mengawasi,12 kendati pun demikian bila suatu konten atau isi dari podcast tersebut mengandung unsure ujaran kebencian (hatespeech) atau berita bohong (hoax) maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dapat dijeratkan kepada podcaster yang menyiarkan hal tersebut. Kemudian berkaitan dengan konten atau isi dari suatu podcast yang dibuat oleh podcaster ternyata menimbulkan persoalan hak cipta maka selanjutnya, hal tersebut dapat ditinjau berdasarkan UUHC.

  • 3.2    Akibat Hukum Dari Podcaster Yang Menggunakan Konten Newsletter Ke

    Dalam Suatu Podcast Dengan Tujuan Komersial

Secara sederhana akibat hukum bisa dimaknai sebagai suatu akibat dari hukum yang timbul atau muncul dikarenakan perbuatan atau tindakan dari subjek hukum.13 Dalam menelaah akibat hukum dari podcaster (sebutan untuk seseorang yang membuat podcast) dari perbuatan penggunaan konten atau isi newsletter ke dalam suatu podcast dengan tujuan komersial tentu harus ditelaah dalam perspektif UUHC. Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan merujuk Pasal 40 ayat (1) huruf a UUHC ditentukan bahwa salah satu ciptaan yang dilindungi sebagai suatu ciptaan pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan ialah “buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya”.

Berdasarkan penafsiran autentik terhadap pemaknaan “hasil karya tulis tulis lainnya” yang tercantum dalam Bab Penjelasan Pasal 18 UUHC antara lain kamus umum, harian umum surat kabar dan naskah kumpulan puisi. Merujuk kepada penjelasan Pasal tersebut, dapat dipahami bahwa Newsletter adalah salah satu dari ciptaan berupa karya tulis yang dijamin melalui Pasal 40 ayat (1) huruf a UUHC.14 Penggunaan konten newsletter ke dalam suatu podcast yang disiarkan dengan tujuan komersial dapat menimbulkan pelanggaran pada hak cipta dari pencipta konten newsletter. Hak cipta yang melekat pada pencipta karya tulis newletter mencakup hak ekonomi dan hak moral. Adapun pengaturan terkait dengan hak moral diatur dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa “Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta.” Selanjutnya terkait dengan hak ekonomi ditentukan dalam Pasal Pasal 8 bahwa “Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.” Podcaster yang menggunakan konten newsletter dengan tidak mengindahkan ketentuan dalam UUHC yang telah menentukan melekatnya hak moral dan ekonomi pada diri pencipta karya tulis newsletter tentu dapat menimbulkan suatu akibat hukum dimana seorang podcaster tersebut digugat ke Pengadilan oleh

pemegang hak cipta atau pencipta atas perbuatan yang melanggar hak cipta. Penggunaan konten newsletter sebagai materi dalam suatu podcast dapat dibenarkan bilamana hal tersebut dimaknai sebagai suatu pengalihwujudan karya cipta yang didasarkan pada kaidah-kaidah pengaturan dalam UUHC. Pengalihwujudan karya cipta adalah proses terciptanya karya yang baru dikarenakan keberadaan suatu karya yang sebelumnya sudah ada dimana karya tersebut bisa merupakan perubahan dari karya asli, terjemahan atas suatu bahasa, maupun suatu karya yang disusun dan diadopsi menjadi bentuk lainnya.15

Pengalihwujudan karya cipta dikenal dengan istilah derivative work yang merujuk pada pengertian karcya cipta turunan.16 Penggunaan konten newsletter sebagai konten podcast dapat dimaknai sebagai suatu pengalihwujudan karya, hal ini dikarenakan dari suatu newsletter yang merupakan suatu karya cipta tulis dapat menghasilkan suatu hasil karya turunan yang tertuang di dalam podcast, contohnya adalah dalam audio podcast pada akun hightoctane yang membahas berbagai berita terkini di dalam podcastnya, dan video podcast pada kanal YouTube Deddy Corbuzier yang mengutip beberapa newsletter terkait dengan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam hal audio podcast dan video podcast merupakan karya cipta turunan yang dapat dikategorikan telah melakukan pengalihwujudan terhadap bentuk karya cipta tulis newsletter. Ketentuan terhadap pengalihwujudan newsletter harus disesuaikan dengan ketentuan Pasal 43 huruf c UUHC yang menentukan salah satu dari perbuatan-perbuatan yang tidaklah termasuk kedalam suatu pelanggaran hak yakni “ pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.”

Dalam hal pengalihwujudan konten newsletter tentu berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 43 huruf C UUHC yang menitikberatkan pada harus disebutkannya newsletter tersebut sebagai suatu sumber dalam pembuatan materi podcast tersebut. Kemudian dalam hal terdapatnya tujuan dari podcaster untuk membuat podcast bersifat komersiil maka penting adanya suatu pemahaman tentang perlindungan hak moral pencipta dan hak ekonomi pemegang hak cipta atau pencipta karya tulis newsletter. Menelaah kedalam ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUHC bahwasannya terdapat hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta, terkhusus pada persoalan pengalihwujudan newsletter ke dalam podcast maka penting untuk dipahami hak-hak yang ditentukan dalam huruf a, huruf c dan huruf e mencakup hak pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum, hak agar perubahan terhadap ciptaannya harus disesuaikan dengan nilai kepatutan dalam masyarakat dan hak untuk mempertahankan haknya bilamana terjadi mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, distorsi ciptaan atau hal yang bersifat merugikan reputasi atau kehormatan dirinya.

Sehubungan dengan perlindungan hak moral pencipta newsletter maka dalam menggunakan konten newsletter dalam suatu podcast wajib untuk disebutkan sumber berita tersebut dengan mencantumkan nama penciptanya serta pengalihwujudan

terhadap newsletter ke dalam suatu podcast haruslah disesuaikan dengan kepatutan masyarakat dengan tetap menjaga kehormatan atau reputasi dari sang pencipta newsletter. Kemudian bertalian dengan perlindungan hak ekonomi atas karya cipta atau pemegang hak cipta newsletter mesti memperoleh izin terlebih dahulu dari pemegang hak cipta atau pencipta sebelum menyiarkan podcast dengan tujuan komersiil sebagaimana hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (2) bahwa “ Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta j.o ayat (3) setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.” Hal ini dikarenakan pengalihwujudan konten newsletter ke dalam suatu podcast dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari hak ekonomi pemegang hak cipta atau pencipta atas pengaransemenan, pentransformasian atau pengadaptasian ciptaan sebagaimana ditegaskan melalui Pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC sehingga bilamana seorang podcaster ingin menggunakan konten newsletter ke dalam podcast yang dibuatnya maka penting untuk mendapatkan izin dari pemegang hak cipta atau pencipta agar selanjutnya tidak menimbulkan persoalan hak cipta atas hak ekonomi dari karya cipta tersebut.

  • IV.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas kesimpulannya adalah yaitu pengaturan Podcast ditinjau dalam hukum positif adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dapat dijeratkan kepada podcaster yang menyiarkan hal tersebut. Kemudian berkaitan dengan konten atau isi dari suatu podcast yang dibuat oleh podcaster ternyata menimbulkan persoalan hak cipta maka selanjutnya, hal tersebut dapat ditinjau berdasarkan UUHC. Kemudian akibat hukum dari Podcaster yang menggunakan konten newsletter ke dalam suatu podcast dengan tujuan komersial akibat hukumnya adalah digugatnya seorang podcaster oleh pemegang hak cipta atau pencipta atas pelanggaran hak cipta. Berdasar kepada hal tersebut setiap podcaster yang menggunakan konten newsletter ke dalam podcast, tidaklah diperkenankan untuk melakukan secara serta merta akan tetapi bilamana penggunaan tesebut dimaknai sebagai suatu pengalihwujudan karya cipta tulis yang disesuaikan dengan ketentuan perlindungan terhadap hak moral pencipta newsletter dalam Pasal 5 ayat (1) dan hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta newsletter sesuai Pasal 9 UUHC maka penggunaan konten newsletter tersebut dapat dibenarkan. Sebaiknya setiap podcaster yang ingin membuat podcast harus memahami secara komprehensif terkait larangan-larangan dalam pembuatan podcast dengan tujuan komersial.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Nainggolan, Bernard. Komentar Undang-Undang Hak Cipta (Bandung, Alumni, 2016)

Mukti Fajar, N. D., and Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010)

Sembiring, Sentosa. Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta Paten Dan Merek (Bandung, Yrama Widya, 2002)

Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001)

JURNAL ILMIAH

Barus, Zulfadli. "Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Sosiologis." Jurnal Dinamika Hukum 13, no. 2 (2013).

Doly, Denico. "Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran." Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan 4, no. 2 (2016).

Hanisa, Eka Indah. "Tinjauan Yuridis Tindakan Pengalihwujudan Atas Karya Fotografi Dalam Perspektif Hak Cipta Indonesia Dan Amerika Serikat." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 1, no. 1 (2014).

Kusmawan, Denny. "Perlindungan Hak Cipta Atas Buku." Jurnal Perspektif 19, no. 2 (2014).

Mahartha, Ari. "Pengalihwujudan Karya Sinematografi Menjadi Video Parodi Dengan Tujuan Komersial Perspektif Perlindungan Hak Cipta." Jurnal Kertha Patrika 40, no. 1 (2018).

Rafiza, R.N., 2020. Podcast: Potensi Dan Pertumbuhannya Di Indonesia. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, 11(1).

Ramadhan, Bayu Rizki, and Nahrowi Nahrowi. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Tulis Dalam Media Internet." Journal Of Legal Research 1, no. 3 (2019).

Supri, Mohammad, Ahmadi Miru, Farida Patittingi, and Harustiati A. Muin. "Perlindungan Hak Cipta Berita Online Terhadap Agregator Berita." Jurnal Amanna Gappa 27, no. 1 (2019).

Virhani, Mohan Rifqo. "Legal Aspect of Corporate Actions on Telecommunication Operators for Utilizing Radio Frequency Spectrum." Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika 6, no. 1 (2015).

Wijaya, Ketut Rama, Ratna Artha Windari, and Ni Putu Rai Yuliartini. "Akibat Hukum Pelanggaran Hak Cipta Bagi Pengguna Software Video Games Bajakan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014." Jurnal Komunitas Yustisia 1, no. 3 (2020).

DISERTASI

Bias Lintang Dialog, Lintang. "Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Tulis Pada Media Internet." PhD diss., UNDIP, 2014.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 /Per/ M. Kominfo / 9 / 2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No. 12 Tahun 2020, hlm. 13-22

22