Tinjauan Atas Pelaksanaan Kerjasama Pengelolaan Data Kependudukan Terhadap Perlindungan Data Pribadi
on
E-ISSN: Nomor 2303-0585.
TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN KERJASAMA PENGELOLAAN DATA KEPENDUDUKAN
TERHADAP PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
I Putu Bhisama Labdajaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: putubisama@gmail.com
Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: ariyuliartinigriadhi@gmail.com
ABSTRAK
Data kependudukan merupakan salah satu wujud dari data pribadi yang harus dilindungi keberadaaannya. Hal ini secara implisit diterangkan dalam pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada tahun 2016 pemerintah mengeluarkan kebijakan pengelolaan data kependudukan melalui permendagri nomor 61 tahun 2015 yang didalamnya menyatakan adanya peluang bagi perusahaan swasta untuk turut serta diberikan akses dalam mengelola data kependudukan. Penulisan jurnal ini bertujuan untuk 2 hal, yaitu: (1) untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan; dan (2) untuk mengetahui dan menganlisis tentang jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam konteks pelaksanaan kerja sama pengelolaan data kependudukan .Metode yang digunakan dalam pembuatan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Adapun sistem pelaksanaan kerja sama pengelolaan data kependudukan dibagi menjadi 3 mekanisme yakni pemberian ijin, pemberian akses untuk pemanfaatan, dan pengawasan melalui evaluasi baik secara berkala setiap 6 bulan maupun secara insidentiil. Hal ini berlaku pada setiap tingkat pengelolaan data kependudukan mulai dari tungkat pusat hingga tingkat daerah kabupaten/kota. Sistem pelaksanaan kerja sama pengelolaan data kependudukan ini tidak sepenuhnya dapat memberi perlindungan hukum bagi msyarakat yang datanya dikelola. Hal ini dikarenakan beberapa alasan diantaranya; Pertama absennya peran pemilik data dalam hal persetujuan apabila datanya digunakan oleh pengelola data untuk dimanfaatkan oleh lembaga pengguna seperti perusahaan swasta Kedua, terbatasnya definisi dari data pribadi yang dapat dilindungi dapat menghambat pemenuhan hak-hak dari pemilik data. Ketiga, hingga saat ini tidak adanya sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran atas pengelolaan data.
Kata kunci: Data Kependudukan, Perlindungan Data Pribadi, Hak Asasi Manusia
ABSTRACT
Citizen data is one form of personal data that must be protected. This kind of protection was an implicit mandate in article 28 G of the constitution. In 2016 Indonesia government issued a population data management policy through the Republic of Indonesia of Domestic Affairs Ministerial No. 61 year 2015 to grant access to citizen's big data. The purpose of writing this journal is to find out the implementation of the system of cooperation in managing population data, really providing legal protection for the community. The method used in writing this journal is a normative-empirical legal research method with statute approach. The system for implementing population data management is divided into 3 mechanisms, namely granting permits and granting access to utilization and supervision through evaluation, either every six months or accidentally. It applies to every level of the population data
management, start from the central level and regional/city level. This policy does not adequately provide legal protection for the people whose data are managed. This is due to several reasons including: first, the absence of the role of data owner in term of approval if the data is used by user institutions such as private companies; second, the limited definition of personal data that can be protected can inhibit the fulfillment of the rights of the data owner; third, until now there is no criminal sanction that can be imposed on violations of data.
Keywords: Citizen’s data, Management of private data, Human rights
Perkembangan tekonologi yang cepat dewasa ini memang sangat menguntungkan dalam hal memudahkan akses informasi baik bagi pengguna individu, kelompok hingga pemerintahan. termasuk salah satunya akses terhadap informasi kependudukan. Akan tetapi perkembangan ini juga melahirkan berbagai jenis tantangan dengan konsekuensi yang berat, salah satu tantangan tersebut adalah memberikan jaminan keamanan akses terhadap data kependudukan. dikarenakan melibatkan kepentingan masyarakat luas yang mempengaruhi stabilitas negara.
Data kependudukan tergolong data Pribadi. Adapun yang dimaksud dengan data pribadi ialah kumpulan informasi yang menyatakan identitas seseoranng yang berisikan atas simbol, kode, angka, huruf atau kombinasi kesemuanya yang menandakan karakteristik seseorang yang keberadaannya bersifat sangat pribadi.1. Oleh karena itu, keberadaanya sangat penting untuk dilindungi. dikarenakan keberadaannya sangat mempengaruhi stabilitas nasional. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan yang timbul dalam masyarakat terhadap negara bergantung terhadap kemampuan negara untuk senantiasa melindungi privasi masyarakat yang ada didalamnya. Selain itu data pribadi seperti NIK sangat penting peranannya agar pemenuhan hak individu lainnya dapat dilakukan, seperti contohnya dalam hal memperoleh jaminan sosial, menggunakan layanan perbankan, hingga melaksanakan pemilihan umum.
Secara konstitusional, hak asasi manusia (HAM) merupakan komponen
penting yang termaktub dalam UUD NRI 1945 yang merupakan benteng utama untuk melindungi HAM setiap warga negara, sehingga apapun jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus berdasarkan ketentuan yang menjunjung tinggi terhadap pemenuhan hak asasi manusia untuk dapat melindungi hak-hak dari setiap warga negaranya. Maka dari itu setiap individu berhak untuk mendapatkan ruang privasi atas dirinya, berhak untuk melindungi ruang tersebut dan mendapatkan perlindungan hukum terhadap data-data mereka yang ada dalam ranah privasi tersebut untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan. Perlindungan data adalah wujud dari perlindungan hak dasar warga negara atas privasi, yang tercantum dan diatur dalam hukum dan konvensi internasional maupun regional. 2
Adapun dalah satu dari wujud pemenuhan hak asasi manusia adalah dengan meberikan perlindungan atas data pribadi. Dimana terhadapnya secara implisit diterangkan memalui pasal 28 G . Sehingga negara merupakan pelindung utama apabila terdapat pihak-pihak lain yang mengumpulkan dan menggunakannya. seperti misalnya perusahaan swasta memerlukan data-data tersebut untuk kepentingannya. oleh karena itu pengawasan terhadap pelaksanaan pengumpulan data, penyimpanan dan penggunaannya oleh pemerintah sangat diperlukan agar tidak ada individu yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan penggunaan data. Adapun penyelenggaraan dari perlindungan terhadap data pribadi tersebut terfokuskan pada bagaimana mekanisme penghimpunan, pemrosesan, dan pengelolaan data yang sangat menentukan apakah data tersebut rentan atau tidak untuk dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Karena apabila ternyata rentan tentu saja akan sangat merugikan pihak pemilik data baik itu hanya sekedar keriugian finansial hingga yang menyangkut dengan keamanan fisik dan mental dari pemilik data.3
Adapun bentuk perilndungan data pribadi yang dapat diberikan dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni wujud pengamanan secara fisik dan non fisik. serta dalam wujud regulasi yang menghindarkan siapapun yang tidak memiliki hak melakukan
hal-hal yang sifatnya merugikan untuk kepentingan tertentu.4 Saat ini, indonesia memiliki peraturan mengenai pelindungan data pribadi dalam UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Permenkominfo No. 20 Tahun 2016. Akan tetapi ruang lingkup dari penerapannya masih sangat terbatas.
Dengan keterbatasan pengaturan terkait perlindungan data pribadi, pemerintah kembali menerbitkan kebijakan untuk mengintegrasikan pengelolaan data kependudukan. yang merupakan suatu program pemanfaatan data kependudukan terintegrasi secara online. dalam program ini juga mencantumkan klausula kerja sama yang dijalin antara pemerintah dengan pihak swasta untuk dapat mengakses “Big data” yang merupakan sebutan bagi kumpulan data kependudukan yang diolah. Mengenai pengelolaan data kependudukan ini setidaknya telah ada sebanyak 1.227 lembaga yang tercatat menjalin hubungan kerjasama dengan dukcapil temasuk juga didalamnya perusahaan-perusahaan dan lembaga pemerintah5
Penerapan Kebijakan ini bukanlah tanpa alasan, dalam menyongsong era perkembangan teknologi yang sangat cepat, seluruh sektor pelayanan publik oleh pemerintah dioptimalisasikan untuk dapat mengimbangi tunutuan jaman. Dan salah satu semutan yang lumrah tehadap migrasi sistem pelayanan publik kepada sistem elektronik ini adalah e-gov. dalam mengimplementasikan sentuhan teknologi dalam melakukan pelayanan publik sangatlah penting untuk mempertimbangkan prioritas layanan elektronik yang akan diberikan, infrastruktur yang dimiliki oleh prngelola, dan kondisi anggaran serta sumber daya manusia yang mumpuni. 6Sehingga apa yang direncanakan dapat berjalan tanpa hambatan, tak terkecuali juga dalam hal mengelola data kependudukan secara elektronik.
Berkaitan dengan state of the art, sebelumnya ditemukan penelitian yang berjudul “Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi Untuk Harmonisasi
dan Reformasi Hukum di Indonesia”. Penelitian sebagaimana dimaksud fokus pada pengaturan mengenai pengelolaan data pribadi di Indonesia. Kurangnya batas-batas dan pemahaman mengenai perlindungan data pribadi, langkah strategis yang dapat ditempuh serta diperparah dengan kurangnya kesadaran mengenai pentingnya memberikan perlindungan yang optimal bagi data pribadi akah berakibat fatal apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Tidak adanya payung hukum bagi perlindungan data pribadi menyebabkan minimnya pedoman bagi pemerintah untuk membentuk kebijakan-kebijakan yang menyangkut pengelolaan data pribadi agar sesuai dengan tujuan terhadap pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan atas diri pribadi.7
Sedangkan dalam penelitian ini, yang saya lakukan adalah menitikberatkan pada isu hukum terkait sistem pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan. Selanjutnya muncul pertanyaan terkait pelaksanaannya apakah benar-benar dapat melindungi kepentingan pemilik data (penduduk) ini? Sehingga berdasarkan hal tersebut penting kiranya untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan data kependudukan dalam rangka untuk memberikan perlindungan terhadap data kependudukan yang memang bersifat pribadi.
Melihat berbagai isu yang timbul mengenai pengelolaan data kependudukan yang melatarbelakangi penulisan ini, maka permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana sistem pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan
-
2. Apakah penerapan kebijakan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan dapat benar-benar memberikan perlindungan hukum?
Penulisan jurnal ini memiliki 2 tujuan, antara lain:
-
1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan
-
2. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang jaminan atas perlindungan hukum bagi masyarakat terkait kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan data kependudukan.
-
II. Metode Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, penulisan hukum dapat dilakukan dengan menggunakan penulisan hukum normatif, penulisan hukum empiris/sosiologis, atau mengunakan keduanya.8 Selanjutnya adapun penggunaan jenis penulisan sebagaimana diimplementasikan dalam penulisan ini adalah jenis penelitan yang termasuk dalam penulisan hukum normatif. Metode penulisan hukum normatif pada intinya mengkaji hukum sebagai obyek utama yang secara konsep dan praktiknya adalah sebagai norma yang berlaku di masyarakat yang dijadikan sebagai acuan berperilaku bagi setiap individu.9
Penulisan jurnal dengan menggunakan metode hukum normatif ini dilaksanakan dengan cara meneliti bahan-bahan hukum mulai dari yang primer seperti contohnya peraturan perundang-undangan yang masih berlaku, maupun rancangannya tentang perlindungan data pribadi yang meliputi pengelolan data kependudukan. Sedangkan untuk pembahasan rumusan masalah dalam penulisan jurnal ini juga digunakan bahan hukum sekunder dan tersier. Disisi lain penulisan jurnal ini juga mengulas mengenai pelaksanaan dari norma-norma dalam pengelolaan data kependudukan untuk menjunjukkan situasi yang terbentuk sebagai hasil dari pengelolaan data kependudukan dengan melihat kejadian-kejadian faktual yang berhubungan dengan pengelolaan data kependudukan dalam berbagai lini mulai dari pengelolaan yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan pihak swasta hingga antar instansi pemerintah dalam melaksanakan agenda kenegaraan.
Selanjutnya untuk mengulas permasalahan dalam tulisan ini maka digunakanlah pendekatan berbasis peraturan perundang-undangan (statute approach) yang merupakan suatu jenis pendekatan yang menekankan pada struktur norma yang dikejawantahkan dalam wujud tata hirarki peraturan perundang-undangan, kedudukan antara sifat khusus atau umum dari norma yang tercantum dalam peraturan memberi kejelasan apakan segala norma yang dikaji tersebut berada pada produk peraturan yang baru atau uang lama.10 Untuk memperoleh jawaban atas keselarasan pengaturan pelaksanaan pelngelolaan data kependudukan serta bagaimana mekanisme implementasi dari pengaturan pengelolaan data kependudukan dengan pihak swasta serta apakah kebijakan tersebut dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Selanjutnya untuk melakukan analisis terhadap permasalahan melalu bahan hukum yang telah dikumpulkan maka dalam penulisan ini dugunakanlah teknik deskriptif, komparatif, argumentatif dan evaluatif yang dikombinarikan agar mendapat simpulan yang bersifat runtut dan aktual.
-
III. Hasil Dan Pembahasan
-
3.1 Sistem Pelaksanaan Kerjasama Antara Pemerintah Dan Perusahaan Swasta Dalam Rangka Pengelolaan Data Kependudukan
-
Berdasarkan kententuan yang terdapat dalam PERMENDAGRI 61/2015, Berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (2) Kewenangan pemberian izin kepada lembaga pengguna melalui perjanjian kerjasama dipegang oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Drijen Dukcapil). Sedangkan untuk pemberian akses dibagi-bagi sesuai dengan ruang lingkup kerja sama dan ruang lingkup data kependudukan yang ingin dimanfaatkan.
Tata Cara Pemanfaatan data kependudukan pun konsepnya sama, dengan membagi kewenangan untuk memberi akses sesuai dengan ruang lingkup administratif mulai dari tingkat pusat, yang diawali dengan tindakan dari menteri dengan sesama menteri ataupun yang mengepalai lembaga pengguna yang
tingkatanya sama dengan menteri untuk menandatangani nota kesepahaman, dilanjutkan dengan diadakannya penyampaian perimntaan ijin dari pimpinan lembaga pengguna yang dilakukan secara tertulis kepada dirjen dukcapil. lalu dalam rangka menindaklanjuti nota kesepahaman, maka dilakukanlah penandatanganan pada perjanjian kerja sama antara dirjen dukcapil dengan pimpinan (setara eselon I) dari lembaga yang akan menggunakan akses. Setelah rangkaian ini dilakukan lalu dibentuklah tim teknis oleh lembaga pengguna serta diiringi dengan diberikannya izin untuk mengakses big data oleh lembaga pengguna karena sudah melaksanakan penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut. dimana konsekuensi atas pemberian hak akses tersebut adalah Dirjen Dukcapil memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan evaluasi terhadap aktivitas dari lembaga pengguna..
Selanjutnya perihal tata cara pemanfaatan data kependudukan dalam tingkat daerah alurnya serupa. Hanya berbeda pada pejabat dari masing-masing tingkat yang memiliki kewenangan saja. Tata Cara Pemanfaatan data kependudukan oleh lembaga pengguna diawali dengan pengajuan permintaan izin yang ditulis oleh pemimpin dari lembaga pengguna tingkat provinsi yang diajukan kepada gubernur. permintaan izin tertulis ini sesuai ruang lingkup penggunaannya kepada Gubernur dalam tingkat provinsi, atau bupati/walikota. Selanjutnya langkah yang kedua adalah perihal pemberian izin pemanfaatan data kependudukan oleh gubernur atau bupati/walikota (sesuai dengan ruang lingkup pemanfaatan data) kepada lembaga pengguna tingkat provinsi atau kabupaten/kota, dengan hirarki apabila yang mengajukan adalah lembaga tingkat kabupaten/kota untuk memanfaatkan data ddalam ruang lingkup kabupaten/kota maka ijin tersebut juga diberikan oleh bupati/walikota. Begitu pulan di tingkat provinsi apabila lebaga yang mengajukan berada di tingkat provinsi yang akan memanfaatkan data kependudukan dalam ruang lingkup provinsi, maka ijin tersebut akan diberikan oleh gubernur. Ketiga, untuk menindaklanjuti pemberian izin pemanfaatan data kependudukan, dilakukan penandatanganan oleh kepala unit yang memiliki fungsi untuk melakukan penanganan terhadap urusan kependudukan serta pencatatan sipil yang berada pada tingkat provinsi, kabupaten/kota atas perjanjian kerjasamanya dengan pemimpin dari lembaga yang akan meggunakan atau memanfaatkan akses dari data kependudukan yang berada pada tingkat provinsi,
atau kabupaten/kota sesuai dengan ruang lingkup pemanfaatan data tersebut. Keempat, adalah pembentukan tim teknis yang dilakukan oleh lembaga pengguna sebagai wujud pertanggungjawaban dalam pengelolaan data dan sebagai syarat karena telah menandatangani perjanjian kerjadama dalam pengelolaan data kependudukan. Kelima, hak akses terhadap big data diberikan oleh gubernur atau bupati / walikota adalah didasari oleh permintaan yang diajukan dari pihak lembaga selaku yang akan menggunakan/memanfaatkan akses terhadap data kependudukan yang terhadap perjanjian kerjasamanya telah ditandatangani. Keenam, adalah melakukan kegiatan untuk mengendalikan, mengawasi dan memberikan evaluasi kinerja dari lembaga pengguna yang dilakukan setia enam bulan dimana gubernur merupakan pejabat yang berwenang untuk melakukan hal ini yang dilakukan melalui unit-unit kerja yang membidangi penduduk dan catatan sipil untuk ruang lingkup kerjasama pengelolaan di tingkat provinsi, dan dalam ruang lingkup kabupaten/kota dilaksanakan oleh disdukcapil kabupaten/kota. serta ketujuh, ialah melakukan kegiatan pelaporan hasil pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang dilakukan oleh gubernur dan diajukan ke kementerian terkait yakni Dirjen Kependudukan & Catatan Sipil secara insidentil dan 6 bulan sekali secara berkala. Sedangkan dalam ruang lingkup pemanfaatan di kabupaten/kota, laporan mengenai pengendalian, pengawasan, dan evaluasi diajukan oleh bupati/walikota melalui gubernur kepada Mendagri dalam keadaan insidentil maupun berkala setiap enam bulan.
-
3.2 Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Dalam Penerapan Kebijakan Kerjasama Antara Pemerintah Dan Perusahaan Swasta Dalam Rangka Pengelolaan Data Kependudukan
Untuk membahas permasalahan kedua dari jurnal ini, maka digunakan pula teknik komparatif dengan melakukan perbandingan terhadap peraturan-peraturan yang mengadung unsur perlindungan data pribadi dan secara spesifik perihal data kependudukan maupun bagaimana data pribadi diatur oleh negara selain Indonesia. sehingga setelah dilakukan analisa dapat dijabarkan hasilnya sebagai berikut:
Meskipun tidak secara eksplisit tercantum dalam UUD NRI 1945, Indonesia mengakui keberadaan dari hak atas privasi ini 11pengaturan terhadapnya tersebar dalam berbagai kebijakan seperti UU ITE,UU Adminduk dan berbagai peraturan menteri mengenai kependudukan. Sebagai perbandingan di negara-negara Uni Eropa, masalah mengenai perlindungan data pribadi diatur dalam GDPR yang terlah berlaku sejak 2016 dan Inggris yang bukan merupakan bagian dari Uni Eropa Telah memiliki instrumen perlindungan data pribadi melalui Data Protection Act 1998. 12 Sedangkan di Indonesia, sejatinya data pribadi merupakan bagian dari hak asasi manusia untuk mendapatkan perlindungan atas ranah privasinya. sehingga dapat dikatakan bahwa merupakan kewajiban bagi negara untuk dapat memenuhi hak tersebut secara utuh.
Dalam Permendagri no. 61 tahun 2015 pasal 1 angka 8 dicantumkan adanya unsul badan hukum Indonesia yang dikategorikan sebagai lembaga pengguna yang dapat diberi akses terhadap data kependudukan. Hal ini membuka peluang bukan saja hanya bagi lembaga pemerintah untuk memanfaatkan data kependudukan akan tetapi juga lembaga swasta. Tentunya ini merupakan hal baru yang setiap konsekuensi baru yang dapat terjadi harus dapat diantisipasi baik secara prosedural maupun yuridis secara komprehensif. Untuk memahami kesiapan terhadap pengimplementasian kebijakan ini maka perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana iklim perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia.
Konsep perlindungan hukum terhadap data pribadi seharusnya memfokuskan kepada praktek dalam hal memberikan perlindungan dengan menggunakan aturan yang mengikat dan memastikan bahwa subjek data tetap memiliki posisi sebagai pengendali informasi. Atau dengan kata lain pemilik data memiliki kuasa untuk memutuskan apakah ia ingin memberikan/membagikan sebagian atau seluruh informasi pribadinya, menentukan pihak mana saja yang diijinkan untuk memiliki akses, dan untuk seberapa lamanya akses tersebut diberikan, serta untuk
mendapatkan penjelasan terkait untuk apa penggunaan data tersebut. 13 idealnya hal seperti ini dapat diterapkan setidaknya scara parsial mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Akan tetapi berdasarkan pembahasan masalah pertama tidak ditemukan adanya keterlibatan masyarakat selaku pemilik data
Tujuan dari pemanfaatan akses terhadap data kependudukan dimana data tersebut merupakan data resmi yang dikelola oleh kementerian terkait adalah digunakan untuk mengoptimalkan sektor pelayanan publik, sebagai acuan dalam merencanakan pembangunana di sektor publik sekaligus untuk menentukan anggaran yang harus dialokasikan, sebagai alat untuk melakukan pembenahan terhadap sistem demokrasi, dan yang terkahir adalah sebagai sarana untuk menegakkan hukum dalam mencegah ternjadinya suatu tindakan kriminal. 14
Lebih lanjut penjelasan tentang ruang lingkup dari pemanfaatan data (kependudukan) adalah data yang sejatinya telah lakukan konsolidasi terlebih dahulu yang dilakasanakan oleh pihak kementrian yang bertanggung jawab dalam menangani urusan-uruan yang berkenaan dengan pemerintahan di dalam negeri. Sedangkan mengenai klausula “pelayanan publik” adalah pemanfaatan data kependudukan untuk kegiatan-kegiatan seperti untuk penerbitan ijin usalha, surat izin mengemudi, pelayanan wajib pajak, pelayanan perbankan, asuransi, pelayanan penerbitan sertifikat tanah, maupun jaminan sosial tenaga kerja/jaminan kesehatan masyarakat.15
Selanjutnya apabila dibandingkan dengan substansi terkait perlindungan hukum dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan data pribadi didalamnya tercantum pengaturan terkait hak yang dimiliki oleh masyarakat atas datanya. Dimana diantara hak tersebut mencakup hak untuk meminta dan mendapatkan informani mengenai kejelasan identitas, dasar kepentiingan hukum, tujuan dari permohonan penggunaan data pribadi, hingga akuntabilitas dari pihak pengguna data yang dalam
hal ini disebut sebagai lembaga pengguna. Dalam rancangan undang-undang ini juga disebutkan bahwa pemilik dari data pribadi tersebut memiliki hak untuk bisa membatalkan atau menarik diri dari persetujuan pemrosesan data pribadi mereka yang sudah diberi akses untuk pemanfaatannya, serta pemilik dari data pribadi dapat mengajukan keberatan atas tindakan pengintaian dan/atau pemprofilan secara otomatis dengan memanfaatkan data pribadi yang dikelola oleh lembaga pengguna.16 Sehingga terdapat ketidaksesuaian antara konsep perlindungan data pribadi dalam rangka melakukan kerjasama pengelolaan data kependudukan sebagaimana diatur melalui undang-undang administrasi kependudukan yang apabila ditelaah bersifat satu arah karena semulaya undang-undang tersebut dibentuk dengan konsep perlindungan data kependudukan dalam hal apabila pengelolaannya dilakukan antar sesama instansi pemerintahan maupun BUMN. Sedangkan Perlindungan hukum yang diberikan oleh rancangan undang-undang perlindungan data pribadi sudah mencakup perlindungan pengelolaan oleh lembaga swasta, dimana dalam hal persetujuan pemanfaatan pengelolaan data oleh pihak swasta. Seharusnya apabila pihak pengelola data kependudukan akan memberikan akses kepada pihak lain seperti perusahaan swasta, pihak pengelola data berkewajiban untuk meminta persetujuan dari pemilik data apakah ia bersedia atau tidak memberi akses terhadap data pribadinya.
Temuan ini sesuai dengan pendapat bahwa timbulnya kerentanan perlindungan data pribadi dalam sistem pengelolaan kependudukan diakibatkan tidak dipenuhinya hak yang sangat penting yakni hak untuk menyangkal atau hak untuk dapat menyakatakan penolakan, dengan adanya hak ini sebenarnya menempatkan pemilik dari data kependudukan sebagai kunci penentu yang memberikan ijin apabila data mereka hendak digunakan khususnya untuk hal yang berhubungan dengan lembaga komersil seperti dalam pengelolaan data kependudukan oleh lembaga swasta.17
Adapun wujud Perlindungan yang diberikan oleh Kemendagri terhadap data kependudukan yang dikelola adalah dengan cara melakukan pengawasan,
pengendalian, serta evaluasi terhadap lembaga pengguna yang dilakukan secara berkala maupun pelaporannya secara rutin setiap enam bulan maupun secara insidentil baik itu yang dilakukan pada pengelolaan di tingkat pusat oleh Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, pada tingkat provinsi oleh gubernur dengan menggunakan untit kerjanya yang mebidangi segala kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan sipil dan kependudukan, serta di tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota melalui dinas kependudukan dan pencatatan sipil di kabupaten/kota masing-masing Sedangkan untuk metode mekanisme pengendalian, pengawasan dan evaluasi tidak dijelaskan secara rinci. Mengingat adanya jenis-jenis perlindungan data pribadi dapat dilaksanakan melalui mekanisme teknis seperti contohnya penggunaan teknologi enkripsi dan penguncian data yang mumpuni untuk melindungi data agar tidak dapat dicuri, dirusak maupun data tersebut disalahgunakan oleh oknum tertentu dengan maskud tertentu baik itu dari luar maupun diantara pihak pengelola/pengendali data kependudukan dan lembaga pengguna yang mencari keuntungan semata, serta perlindungan dalam bentuk regulasi yang dapat menutup ruang terhadap pelanggaran pihak pengelola/pengendali data kependudukan maupun lembaga pengguna.
Selanjutnya, masih minimnya penjelasan dan lingkup batasan yang resmi dan akurat mengenai data pribadi menyulitkan dalam hal memberikan perlindungan yang menyeluruh terhadap identitas seseorang. Dapun sejauh ini definisi dari data pribadi yang bisa digunakan adalah; “data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya”. Adapun keterbatasan akan ruang lingkup yang ada mengenai data pribadi hingga saat ini hanya terbatas pada tanda tangan, sidik jari, hasil scan iris mata yang terdapat dalam e-KTP, dan sidik jari saja. Adapun tambahan yang bukan termasuk dalam data kependudukan adalah cacat bawaan yang termauk dalam data pribadi. 18Sedangkan data perseorangan lainnya belum termasuk dalam ruang lingkup data pribadi tersebut. Sebut saja contohnya seperti Nik yang tercantum dalam e-KTP dan KK, yang sejatinya sangat rentan untuk
disalahgunakan. Sehingga perlindungan terhadapnya merupakan elemen yang esensial. 19
Belum adanya penjabaran lebih rinci tentang kualifikasi dari lembaga pengguna yang dapat memperoleh akses data kependudukan. Penjabaran rinci sangat diperlukan sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat pemilik data kependudukan untuk memberi kepastian bahwa data mereka telah dikelola dengan mekanisme pengelolaan dan perlindungan baik. Mengingat kerahasiaan data kependudukan merupakan hal sensitif yang dapat mempengaruhi kestabilan negara. Kurangnya kekuatan dari aturan yang melindungi pemilik data juga menyebabkan kebijakan pengelolaan data kependudukan dibayang- bayangi oleh kemungkinan adanya praktek perncurian data kependudukan. Keadaan ini mengakibatkan permasalahan tentang keamanan data pribadi belum dapat diselesaikan dengan baik yang diakibatkan oleh aturan-aturan yang berlaku tidak diikuti dengan ancaman pidana ataupun sanksi lainnya terhadap kelalaian pengelolaan data kepaendudukan. Misalnya, pasal 26 Undang- ITE yang tidak memuat ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada seseorang maupun sekelompok orang yang melakukan penyebarluasan dan memanfaatkan data pribadi orang lain tanpa persetujuan dari pemiliknya. Sedangkan dalam permenkominfo terhadap perbuatan tersebut hanya memuat sanksi administrasi. Sanksi tersebut hanya sekedar melayangkan peringatan yang sifatnya lisan dan/atau tertulis, diberhentikannya praktek yang memanfaatkan pengelolaan data kependudukan, dan diumumkan melali situs dalam jaringan. Tentu saja dengan model sanksi seperti ini tidak memberi efek jera bagi pencuri data maupun meningkatkan rasa tanggung jawab bagi lembaga pengguna sekalu pengelola data pribadi khususnya data kependudukan.20.
Adapun sanksi pidana yang dapat dijatuhkan bukanlah perihal kelalaian penyediaan fasilitas perlindungan data melainkan terhadap kejahatan penyebarluasan data seperti dalam pasal 95 a UU No. 24/2013 yang mengatur bahwa “Setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan Data Kependudukan Dan Data Pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).” Tentu saja kebijakan ini dirasa belum lengkap tanpa adanya pengaturan yang ketat terhadap tanggung jawab lembaga pengguna untuk menjamin bahwa data yang dikelolannya tidak akan tersebar dan dimanfaatkan oleh oknum yang berniat buruk. 21
Hal-hal tersebut patut dijadikan pertimbangan apakah kebijakan kerjasama dengan lembaga pengguna dalam hal ini perusahaan swasta pengelolaan data kependudukan. Kebijakan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta ini rentan untuk digunakan untuk kegiatan illegal oleh oknum-oknum tertentu. Kurangnya transparansi menyangkut upaya perlindungan serta belum adanya regulasi yang kuat untuk menjerat oknum-oknum yang menyalahgunakan data pribadi khususnya data kependudukan menjadi hambatan utama pelaksanaan kebijakan ini.
Adapun hingga saat ini per januari 2020, lembaga pengguna telah memiliki akses terhadap data kependudukan sebanyak 3,957,263,179 NIK. 22Jumlah ini bukannya jumlah yang sedikit dan mengingat bahwa belum ada jaminan terhadap pengamanan data ini dalam bentuk sanksi yang cukup berat bagi pengelola data kependudukan, menyebabkan kejadian-kejadian yang menyebabkan kebocoran data seperti yang dialami oleh Tokopedia yang merupakan perusahaan e-commerce swasta, bahkan sekelas lembaga negara seperti Komisi Pemilihan Umum tidak luput dari kesalahan pengelolaan data kependudukan yang berujung jatuhnya data tersebut ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu contoh dari kerjasama pengelolaan data kependudukan adalah dalam hal registrasi SIM Card yang mana bukan saja pihak penyedia layanan seluler dapat mengakses big data, akan tepi juga memiliki kewenangan untuk menghimpun data tersebut. Sedangkan tingkat kesadaran masayarakat untuk melindungi data
pribadinya yang masih rendah meningkatkan resiko kerentanan dari eksploitasi terhadap data kependudukan ini. 23
Memang pada era teknologi saat ini menuntut kemudahan akses data dalam berbgai bidang. Tidak memungkiri bahwa akses yang mudah dan akurat terhadap database kependudukan akan sangat membantu untuk merealisasikan program pemerintah khususnya di bidang pelayanan publik. 24Akan tetapi pengaplikasiannya tetaplah membutuhkan instrumen yang mumpuni untuk dapat melindungi segala hak-hak dari para pihak yang menggunakan layanan teknologi seperti akses terhadap big data ini. Hingga saat ini berbagai wacana muncul untuk mempermudah setiap kegiatan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Mulai dengan pengoptimalisasian big data hingga wacana penggunaan sistem Single Identity Number (SIN) untuk mempermusah urusan-urusan administratif yang akan ditempuh oleh masyarakat yang berperan untuk menyatukan atau menseragamkan rangkaian informasi kependudukan yang dimiliki oleh setiap individu. 25Akan tetapi belum ada wacana yang pasti dari pemerintah untuk memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap realisasi dari wacana ini. Hal ini nampak dari belum diundangkannya RUU Perlindungan Data Pribadi yang seharusnya lebih dahulu ketimbang pengaturan mengenai kerjasama pengelolaa data kependudukan. Sehingga pelaksanaan dari kerjasama tersebut memiliki pedoman yang jelas dan menyeluruh untuk melindungi data kependudukan masyarakat indonesia dari resiko kebocoran data dan penyalahgunaannya.
Kurangnya instrumen pengaturan terhadap praktik pengelolaan data ini memberbesar peluang terjadi penyalahgunaan data serta memperkecil langkah untuk penanganan terhadap adanya penyalahgunaan data tersebut. Di Indonesia terdapat beberapa kasus yang cukup besar mengenai kebocoran data dan penyalahgunaan data
ini diantaranya adalah pada september 2019 terjadi kebocoran data penumpang oleh maskapai penerbangan Lion Air dan Batik Air. Dimana data yang bocor termasuk di dalamnya data Kartu Tanda Penduduk Dan paspor yang diakses melalui cloud computing dengan jumlah mencapai puluhan juta data.26
Diluar hubungannya dengan pihak swasta maupun BUMN, kerjasama pengelolaan data kependudukan antara lembaga negara patut pula disorot terutama dalam hal pemanfaatan data kependudukan dalam skala besar untuk momentum kenegaraan tertentu seperti contohnya pada waktu pemilihan umum sebagai klaster yang dinilai cukup rentan terhadap penyalahgunaan dalam pengelolaan data kependudukan.
Sedikit membahas kasus “dugaan” kebocoran data kependudukan yang dikelola oleh Komisi Pemilihan umum ini. Merupakan data kependudukan yang dihimpun untuk diolah menjadi data Daftar pemilih Tetap. Dimana menurut keterangan komisioner Kominsi Pemilihan Umum Viryan Azisdimana ia menduga bahwa kebocoran tersebut terjadi terhadap soft file dari DPT tahun 2014. 27 setidaknya dalam kejadian ini sebanyak 2,3 juta data yang bocor dan diumumkan kebocorannya melalui berbagai forum hacker yang setelah ditelusuri data kependudukan tersebut adalah yang berasal dari DPT wilayah provinsi D.I Yogyakarta yang dapat diidentifikasi dari folder yang terdapat didalamnya berlabelkan nama kota dan kecamatan di D.I Yogyakarta. 28
Sejumlah kasus kelalaian pengelolaan data pribadi, yang utamanya melibatkan data pribadi seseorang kerap kali dimanfaatkan sebagai alat untuk mempermudah kegiatan penipuan (phising), ataupun tidak pidana yang menyangkut pornografi. Sehingga dapat dikatakan dampak dari kebocoran data ini sangatlah serius, dan langkah yang harus direalisasikan terkait hal ini adalah untuk membentuk instrumen
hukum yang mumpuni utnuk melindungi data pribadi termasuk juga didalamnya data kependudukan.
Terlebih khususnya mengenai data pribadi yang berhubungan erat dengan kependudukan seperti data yang tercantum di KTP elektronik, NIK dalam Kartu Keluarga, sangatlah penting utnuk dilindungi. Agar tidak ada lagi terjadi eksploitasi terhadap data-data tersebut. Setidaknya sampai saat ini dikenal beberapa metode penyalahgunaan data yang berwujud seperti ini diantaranya adalah; penjualan data, spam baik itu untuk tujuan phising atau pemasaran, data profiling, penelitian tanpa ijin, hingga spionase. Lebih lanjut yang lebih paranya lagi data- data tersebut dapart dimanfaatkan untuk membuat “topeng” yang digunakan untuk melakukantindakan kriminal seperti penipuan, pencucian uang, dan transaksi ilegal lainnya..29
Adapun hal-hal yang menghalangi upaya perlindungan hukum bagi data kependudukan adalah masih tersebarnya dan belum padunya pengatuan mengenai data kependudukan yang termasuk ke dalam data pribadi. sedangkan untuk data pribadi sendiri memang belum ada pengaturannya karena baru sebatas rancangan udang-undang semata sebagaimana terdapat sebagai pembanding terhadap ketentuan perlindungan atas data pribadi dalam jurnal ini. memang keburuhan akan pemanfaatan data kependudukan ini sangat luas ruang lingkupnya mulai dari ekonomi hingga kesehatan. akan tetapi terhadap data tersebut masyarakat memiliki hak yang sama untuk tetap bisa menjaga dan mempertahankan informasi miliknya tersebut.
Bertolak dari uraian dalam sub hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Sistem pelaksanaan kerja sama pengelolaan data kependudukan dibagi menjadi 2 mekanisme yakni pemberian ijin dan pemberian akses untuk pemanfaatan. Kewenangan perihal pemberian izin kepada lembaga pengguna melalui perjanjian kerjasama dipegang oleh Ditjen Kependudukan & Pencatatan Sipil sedangkan perihal pemberian akses terhadap data kependudukan dibagi-bagi sesuai dengan ruang lingkup kerja sama dan ruang lingkup data kependudukan yang ingin dimanfaatkan. Dalam hal Tata Cara Pemanfaatan data kependudukan pun konsepnya sama, dengan membagi kewenangan untuk memberi akses sesuai dengan ruang lingkup administratif mulai dari pemerintah pusat, pemda provinsi, dan kabupaten/kota. Sistem pelaksanaan kerja sama pengelolaan data kependudukan ini tidak sepenuhnya dapat memberi perlindungan hukum bagi msyarakat yang datanya dikelola. Hal ini dikarenakan beberapa alasan diantaranya; absennya peran pemilik data dalam hal persetujuan apabila datanya digunakan oleh pengelola data untuk dimanfaatkan oleh lembaga pengguna seperti perusahaan swasta contohnya yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya hak untuk menyaktakan penolakan maupun keberatan atas pengambilan akses terhadap data miliknya yang mana hak ini sangatlah penting bagi masyarakat untuk dapat mempertahankan privasinya. Kedua, terbatasnya definisi dari data pribadi yang dapat dilindungi dapat menghambat pemenuhan hak-hak dari pemilik data. Ketiga, hingga saat ini tidak adanya sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran atas pengelolaan data menyebabkan adanya celah bagi oknum-oknum yang berniat buruk untuk mencuri dan memperjualbelikan data kependudukan. Keempat, tidak adanya penjelasan secara terperinci mengenai bagaimana langkah dari pihak yang berwenang untuk melindungi data pengguna baik dari segi teknis maupun regulasi menimbulkan ketidakpastian di tengah masyarakat tentang bagaimana status keamanan dari data mereka yang selama ini dikelola.
Adapun saran yang dapat diberikan setelah menarik kesimpulan adalah diperlukan pengaturan yang secara sepsifik mengatur tentang perlindungan data pribadi, bukan saja hanya ditujukan kepada lembaga pengguna, akan tetapi juga pihak pengelola dalam bentuk instansi pemerintahan. Dan kajian lebih lanjut mengenai mekanisme perlindungan yang tepat diperlukan untuk menutup kemungkinan
pelanggaran pengelolaan data kependudukan apabila kebijakan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan swasta akan terus dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administraasi Kependudukan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Persyaratan, Ruang Lingkup Dan Tata Cara Pemberian Hak Akses Serta Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kependudukan Dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1611
Rancangan Peraturan-Perundangan
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi
Buku
Diantha I Made Pasek, dkk. Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. (Denpasar, Swasta Nulus 2018)
Ishaq. Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi. (Bandung, Penerbit Alfabeta, 2017).
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Privacy International. PRIVASI 101 Panduan Memahami Privasi, Perlindungan Data, dan Surveilans Komunikasi, (Jakarta, ELSAM, 2015).
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta, UI press, 1984)
Jurnal
Anggraeni, Setyawati Fitri. "Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi Untuk Harmonisasi dan Reformasi Hukum di Indonesia." Jurnal Hukum & Pembangunan 48, no. 4 (2018): 814-825.
Doly. D. Politik Hukum Pengaturan Pelindungan Data Pribadi. Info Singkat: X(8) Publikasi Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI (2018)
Halimawan, Aditya, Alif Duta Hardenta, Annisa Noor Hayati, Antonius Havik Indradi, Aqshal Muhammad Arsyah, Cora Kristin Mulyani, Kevin Daffa Athilla et al. "Kajian Mencari Solusi Permasalahan Instrumen Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia." Dema Justitia, Kajian 8 (2020) 6.
Hastuti, Sri Handriana Dewi. "Pentingnya Pemanfaatan Data Kependudukan Di Era Digital." Teknimedia: Teknologi Informasi dan Multimedia 1, no. 1 (2020): 18-21.
Latumahina, Rosalinda Elsina. "Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi di Dunia Maya. " Gema Aktualita, 3(2) (2014): 14-25
Masrukah, Ilsta, Ari Subowo, and Dyah Lituhayu. "Studi Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Pelaksanaan Program e-KTP di Kabupaten Pati." Journal of Public Policy and Management Review 5, no. 1 (2016): 238-247.
Muttaqin, Moh. "Kesadaran Pengguna Jasa Telekomunikasi Seluler Dalam Melindungi Data Kependudukan Setelah Pemberlakuan Registrasi Nomor Msisdn." Majalah Warta Litkayasa 19 (1) (2018) 72-82
Pramudito, Anjas Putra. "Kedudukan dan Perlindungan Hak Atas Privasi di Indonesia." Jurist-Diction 3, no. 4 (2020): 1397-1414.
Priscyllia, Fanny. "Perlindungan Privasi Data Pribadi Perspektif Perbandingan Hukum." Jatiswara 34, no. 3 (2019): 239-249.
Rosadi, Sinta Dewi, and Garry Gumelar Pratama. "Perlindungan Privasi dan Data Pribadi dalam Era Ekonomi Digital di Indonesia." Veritas 4 (2018).
Sautunnida, Lia. "Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi Perbandingan Hukum Inggris dan Malaysia." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20, no. 2 (2018): 369-384.
Sutanta, E., & Ashari, A. (2012). Pemanfaatan Database Kependudukan Terdistribusi pada Ragam Aplikasi Sistem Informasi di Pemerintah Kabupaten/Kota. Sisfotenika, 2(1), 11-20.
Internet
Adrikni Sadikin Rendy, & Ruhaeni Intan, 2020. 2,3 Juta Data Penduduk Diduga Bocor, Pakar: Bisa Dipastikan Bocor dari KPU. URL :
Chusna Farisa Fitria, 2020 Penjelasan KPU soal Dugaan Kebocoran Data Kependudukan di DPT Pemilu. URL:
Darmajati. 2019 Kemendagri: 1.227 Lembaga Bisa Akses Data Penduduk, Termasuk Swasta URL: https://news.detik.com/berita/d-4634210/kemendagri-1227-lembaga-bisa-akses-data-penduduk-termasuk-swasta. DIakses pada: 28.08.2019
Djafar Wahyudi, 2019 Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Lanskap, Urgensi dan Kebutuhan Pembaruan. Materi Kuliah Umum “Tantangan Hukum Dalam Era Analisis Big Data” Progran Studi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 26 Agustus 2019 URL: http://law.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1043/2019/08/Hukum-Perlindungan-Data-Pribadi-di-Indonesia-Wahyudi-Djafar.pdf Diakses Pada: 27.08.2019
Elsam, 2019. Kerentanan Perlindungan Data Pribadi dalam Pengelolaan Data Kependudukan, URL: https://elsam.or.id/kerentanan-perlindungan-data-pribadi-dalam-pengelolaan-data-kependudukan/ Diakses pada 27.08.2019
Fakrulloh Zudan Arif, 2020. Pemanfaatan Data Kependudukan Untuk Mendukung Pelayanan Publik. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. URL: http://lldikti3.ristekdikti.go.id/v6/wp-content/uploads/2020/02/Pemanfaatan-Data-Kependudukan-Untuk-
Mendukung-Pelayanan-oleh-Prof.-DR.-Zudan-Arif-Fakrulloh-SH.-MH.pdf
Mutya, Dhea & Hernadi Affandi. (2019). Politik Hukum Perlindungan Hukum Terhadap Data Milik Pribadi Kependudukan Dalam Uu Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Dan Uu Ite Nomor 11 Tahun 2008. URL: https://www.researchgate.net/publication/337589627_POLITIK_HUKUM_PER LINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_DATA_MILIK_PRIBADI_KEPENDUDU KAN_DALAM_UU_NOMOR_23_TAHUN_2006_TENTANG_ADMINISTRASI_ KEPENDUDUKAN_DAN_UU_ITE_NOMOR_11_TAHUN_2008
Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No. 10 Tahun 2020, hlm. 16-38
38
Discussion and feedback