TINJAUAN YURIDIS PENGENAAN PAJAK PADA PERUSAHAAN FACEBOOK DI INDONESIA
on
TINJAUAN YURIDIS PENGENAAN PAJAK PADA PERUSAHAAN FACEBOOK DI INDONESIA*
Oleh:
Anak Agung Putu Ramadiffa Okaboy Narashima**
I Nengah Suharta***
Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Di Indonesia, perkembangan teknologi menjadi sangat pesat, munculnya teknologi komputer yang kemudian dilanjutkan dengan munculnya internet membawa dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Dimana manusia sangat bergantung pada teknologi dan hal ini membuat teknologi menjadi dasar kebutuhan bagi setiap orang. Penelitian pada tulisan ilmiah ini menggunakan jenis metode penulisan hukum normatif, yakni penelitian hukum yang memfokuskan melalui pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan pendekatan fakta. Facebook di Indonesia merasa belum menjadi Bentuk Usaha Tetap di Indonesia walaupun facebook tersebut telah memiliki kantor operasional di Indonesia. Terkait pengenaan pajak, transaksi perdagangan secara elektronik dikenakan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pelaku usaha maupun badan yang menjalankan perdagangan secara elektronik wajib tunduk kepada ketentuan perpajakan di Indonesia karena dianggap memenuhi kehadiran secara fisik dan melakukan kegiatan usaha tetap di Indonesia.
Kata Kunci: Globalisasi, Pajak, Bentuk Usaha Tetap
ABSTRACT
In Indonesia, the development of technology became very rapidly, the emergence of computer technology which then continued with the emergence of the internet brings a big impact on human life. Where humans rely heavily on technology and this makes technology the foundation of basic necessities for everyone. Research on this scientific writing uses the type of normative legal writing method, i.e. legal research that focuses through legislation approach, analysis approach and fact approach. Facebook in Indonesia feels not to be a permanent establishment in Indonesia although Facebook has had an operational office in Indonesia. In relation to tax imposition, trade transactions
are electronically subject to tax in accordance with prevailing laws and regulations. Businesses and entities that conduct trade electronically are required to comply with the taxation provisions in Indonesia because they are considered to fulfill their physical presence and conduct permanent business activities in Indonesia.
Keywords: Globalization, Tax, Permanent Bussines
Dewasa ini, perkembangan teknologi menjadi sangat pesat, munculnya teknologi komputer yang kemudian dilanjutkan dengan munculnya internet membawa dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan dunia maya, dengan memasuki dunia maya, manusia seakan dibawa kedalam dunia yang tanpa batas.1 Dimana manusia sangat bergantung pada teknologi dan hal ini membuat teknologi menjadi dasar kebutuhan dasar bagi setiap orang. Dari orang tua higga anak muda, para ahli hingga orang awam pun menggunakan teknologi dalam berbagai aspek kehidupannya.2
Kini ada pula perdagangan elektronik atau transaksi berbasis online melalui berbagai jaringan media sosial yang berskala dalam negeri maupun luar negeri yang melewati lintas batas negara. Keberadaan transaksi berbasis online mulai menggeser transaksi perdagangan berbasis offline, akan tetapi ini berimbas pada pengenaan pajak terhadap pengusaha perdagangan elektronik. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan pengenaan pajak terhadap pengusaha perdagangan elektronik yang berupa Pajak Penghasilan.3
Pemerintah tengah memformulasikan tata cara pengenaan pajak yang lebih adil bagi para pelaku usaha konvensional maupun usaha berbasis teknologi informasi (IT) atau digital. Termasuk juga mengejar pajak perusahaan Over The Top (OTT) asing atau perusahaan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta orang atau perusahaan asing yang menjalankan usahanya di Indonesia ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Penetapan dilakukan agar perusahaan asing patuh membayar pajak di Indonesia, serta mempersempit ruang penghindaran pajak. Aturan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap yang di teken tanggal 1 April 2019 lalu.4
Terdapat salah satu perusahaan teknologi informasi yang belum memperhatikan kewajiban pajaknya di Indonesia yaitu facebook. Kendati demikian menurut Rudiantara Menteri Komunikasi dan Informatika (Kabinet Kerja Periode 2014-2019), kantor facebook Indonesia tersebut masih berupa perusahaan layanan (service company), bukan menangani bisnis. Artinya facebook belum secara resmi membayar pajak pendapatan di Tanah Air.5 Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), berharap Facebook memperhatikan kewajibannya, seiring beroprasi dengan gencar di Indonesia, karena ditinjau saat ini para pengguna facebook banyak yang menjalankan kegiatan bisnis atau iklan dalam menggunakan facebook itu sendiri. Johnny G Plate Menteri Komunikasi dan Informatika (Kabinet Kerja Jilid II Periode 20192024) juga menambahkan, manfaat yang didapatkan oleh facebook di Indonesia juga harus diiringi kewajiban dan kontribusi terhadap negara, salah satunya
seperti pajak tadi untuk membangun infrastruktur.6 Guna menciptakan kondisi mutual benefit atau keuntungan bersama, baik bagi pihak Facebook maupun pemerintah.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat judul “TINJAUAN
YURIDIS PENGENAAN PAJAK PADA PERUSAHAAN FACEBOOK DI INDONESIA”.
-
1. Apa Dasar Hukum Pengenaan Pajak Atas Perusahaan Asing di Indonesia?
-
2. Bagaimana Pengaturan Pengenaan Pajak Pada Perusahaan Layanan Facebook Di Indonesia?
Penelitian ilmiah dibuat bertujuan:
-
1. Agar Mengetahui Dasar Hukum Pengenaan Pajak Atas Perusahaan Asing Di Indonesia.
-
2. Agar mengetahui Pengaturan Pengenaan Pajak Pada Perusahaan Layanan Facebook Di Indonesia.
Penelitian pada tulisan ilmiah ini menggunakan jenis metode penulisan hukum normatif, yakni penelitian hukum yang memfokuskan melalui pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan pendekatan fakta7. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perUndang-
Undangan (statute approach) yang digunakan untuk mengetahui segenap peraturan hukum khususnya mengenai Perpajakan di Indonesia.
Indonesia merupakan negara di dunia yang masih digolongkan sebagai negara berkembang. Perkembangan tersebut meliputi peningkatan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan untuk mewujudkan hal ini pemerintah memerlukan biaya yang sangat banyak. Berkaitan dengan perkembangan ini tentunya masih harus adanya pembangunan fasilitas infrastruktur guna mencapai keinginan untuk menjadi negara maju. Pembiayaan serta pembangunan yang dilakukan oleh negara guna mensejahterakan rakyat Indonesia sesuai pada yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.8 Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan hampir diseluruh negara kecuali beberapa negara yang memang telah memiliki kekayaan berupa sumber daya alam yang melimpah, sehingga negara tersebut tidak mengenakan pajak. Dalam hal negara yang menjadikan pajak sebagai sumber utama keuangan negara jika tidak melakukan pemungutan pajak maka, negara akan sulit melaksanakan pembangunan infrastruktur.9
Pemerintah Indonesia menjadikan pajak sebagai sektor utama untuk melancarkan penyelenggaraan kegiatan negara. Penjelasan mengenai pajak dituangkan dalam ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yang pada intinya mendefinisikan bahwa pajak merupakan suatu kewajiban untuk ikut serta bagi wajib pajak yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dan terutang
baik oleh orang pribadi ataupun badan kepada Negara, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung melainkan digunakan untuk kepentingan Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan demi kemakmuran rakyat.10
Pajak juga mempunyai dua fungsi, berikut fungsi pajak secara umum: Fungsi Budgetair, dimana pajak merupakan sumber dana pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah untuk kepentingan Negara. Sedangkan Fungsi Mengatur (regulerend), yakni dimana pajak digunakan dalam hal mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.11 Kedua fungsi ini harus dijalankan secara berdampingan agar dapat memberi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum untuk rakyat Indonesia. Dalam hal pemungutannya, di Indonesia berlaku self assesment system, yang memberikan kepercayaan serta tanggung jawab dalam urusan menyetor, menghitung, dan melaporkan secara sendiri besaran pajak terutang oleh wajib pajak kepada negara.12
Saat ini, di Indonesia terdapat banyak perusahaan asing berbasis digital yang melakukan kegiatan di Indonesia salah satunya yakni Perusahaan Facebook Indonesia. Pada era globalisasi facebook merupakan media teknologi berbasis informasi yang menjadi salah satu media terbesar saat ini, facebook juga digunakan sebagai suatu situs jejaring sosial yang memudahkan para penggunnya untuk saling terhubung antara satu dengan yang lainnya secara online. Tidak hanya sekedar itu saja, facebook juga memiliki fungsi sebagai tempat promosi suatu barang dan juga tempat untuk mempromosikan suatu jasa yang sangat efektif. Akan tetapi perusahaan facebook ini tidak mau
melakukan kewajiban pembayaran pajaknya. Seharusnya dari salah satu kegunaan facebook tersebut, facebook memiliki potensi yang sangat besar dalam pemasukan negara, khususnya pada pajak.
Maka dari itu kita harus mengetahui dasar pengenaan pajak pada perusahaan asing yang beroperasional di Indonesia, Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Jadi jika sudah diatur dalam Undang-Undang maka setiap perusahaanlokal maupun asing yang beroperasional di Indonesia harus melakukan pembayaran pajak. Adapun asas pengenaan pajak terkait kewenangan negara untuk melakukan pemungutan pajak, yaitu: 13
-
1. Asas domisili (asas tempat tinggal) yakni, negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi Wajib Pajak dalam negeri
-
2. Asas sumber yakni, negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negaranya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak
-
3. Asas kebangsaan atau kewarganegaraan, dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal
Pada dasarnya Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas
kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi. Jadi pemerintah Indonesia menganut asas pengenaan pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan dari luar negeri. Untuk wajib pajak dalam negeri pengenaan pajak didasarkan atas asas domisili atau asas kewarganegaraan. Sedangkan bagi warga negara asing yang tinggal dan memperoleh penghasilan di Indonesia, dilakukan pengecekan bata waktu untuk menentukan apakah orang pribadi termasuk wajib pajak dalam negeri atau termasuk wajb pajak luar negeri, bagi wajib pajak luar negeri akan dikenakan asas sumber karena memperoleh penghasilan dari Indonesia.14
Berdasarkan asas-asas tersebut Indonesia dapat memungut pajak dari Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia atau dari Warga Negara Asing maupun Badan Hukum Asing yang mendapat penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Jadi, perusahaan Over The Top (OTT) di Indonesia harus dibuatkan peraturan mengenai “pajak perusahaan digital atau Over The Top tax” agar peraturan tersebut bisa menjangkau seluruh perusahaan Over The Top (OTT) yang ada di Indonesia secara mengkhusus serta pemerintah memiliki upaya paksa untuk memungut pajak kepada perusahaan facebook. Maka dari itu, kedepannya walaupun secara fisik perusahaan facebook tidak hadir di Indonesia tetapi secara otomatis perusahaan-perusahaan digital di Indonesia terutama perusahaan facebook ini sudah dapat dikenakan pajak secara langsung. Sebab peraturan tersebut membuat pemerintah bisa mengenai pajak atas operasionalnya selama di Indonesia dan pihak perusahaan facebook bisa menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah Indonesia dalam halnya pajak. Di samping mendapatkan nilai tambah di Indonesia, diharapkan juga facebook harus memperhatikan kewajiban pajaknya.
Penerimaan dari sektor pajak sangatlah vital dalam rangka mensukseskan pembangunan di Indonesia. Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk pembangunan maka setiap tahunnya Dirjen pajak dituntut untuk selalu meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya wajib pajak badan.15 Kotribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat disetiap tahunnya dan demi mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini pemasukan yang dimaksud dari bidang pajak salah satunya ialah pajak penghasilan (PPh) dimana pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.16 Perusahaan facebook di Indonesia dikatakan belum menjadi Bentuk Usaha Tetap di Indonesia walaupun facebook tersebut telah memiliki kantor operasional di Indonesia. Terkait pengenaan pajak, transaksi perdagangan secara elektronik dikenakan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha maupun badan yang menjalankan perdagangan secara elektronik wajib tunduk kepada ketentuan perpajakan di Indonesia karena dianggap memenuhi kehadiran secara fisik dan melakukan kegiatan usaha tetap di Indonesia.17
Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
Subjek Pajak
-
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
-
a. Orang priadi;
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
-
b. Badan; dan
-
c. Bentuk Usaha Tetap
Dalam hal ini, yang merupakan suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT), diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh mengenai statusnya sebagai subjek pajak yang berkewajiban membayar pajak. Dapat ditinjau pula berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (5) tersebut yang menyatakan bahwa suatu Bentuk Usaha Tetap yang dimanfaatkan oleh individu yang tidak bertempat tinggalkan atau berada di Indonesia yang tidak melebihi jangka waktu 183 hari dalam 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia, dapat berupa:
-
a. Tempat kedudukan manajemen;
-
b. Cabang perusahaan;
-
c. Kantor perwakilan;
-
d. Gedung kantor;
-
e. Pabrik;
-
f. Bengkel;
-
g. Gudang;
-
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
-
i. Pertambangan dari penggalian sumber alam;
-
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
-
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
-
l. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek peakitan;
-
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
-
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukan tidak bebas;
-
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan
-
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Sama seperti Undang-Undang pajak penghasilan (PPh) dijelaskan juga pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap, pada Pasal 1 dijelaskan bahwa:
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
-
1. Orang Pribadi Asing adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (serratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
-
2. Badan Asing adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
-
3. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, yang selanjutnya disingkat P3B, adalah perjanjian dengan Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
Sedangkan pada Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa:
-
(1) Bentuk Usaha Tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
a. Adanya suatu tempat usaha (place off bussines) di Indonesia;
-
b. Tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a bersifat permanen; dan
-
c. Tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a digunakan oleh orang pribadi atau badan asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Penjelasan pada Pasal 4 ayat (1) ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap menyatakan bahwa:
-
(1) Tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan yang digunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, yang dapat berupa:
-
a. Tempat kedudukan manajemen;
-
b. Cabang perusahaan;
-
c. Kantor perwakilan;
-
d. Gedung kantor;
-
e. Pabrik;
-
f. Bengkel;
-
g. Gudang;
-
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
-
i. Pertambangan dari penggalian sumber alam;
-
j. Wilayah kera pertambangan minyak dan gas bumi;
-
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; dan
-
l. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Pada Pasal 2 ayat (1) menjelaskan tentang subjek pajak penghasilan (PPh) serta pada Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan lebih menjelaskan secara signifikan dari subjek pada Pasal 2 ayat (1). Sedangkan pada Pasal 2 ayat (5) memiliki kesamaan isi Pasal yang terdapat pada Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan. Jadi sudah dijelaskan bagaimana status perusahaan asing dalam menjalankan kegiatan di Indonesia melalui perdagangan lintas batas negara. Dapat dilihat dari Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap. Perusahaan facebook Indonesia secara penuh belum bisa menjadi objek pajak walaupun memiliki kantor di Indonesia karena perusahaan facebook Indonesia secara penuh belum dikatakan menjadi bentuk usaha tetap (BUT) tetapi masih service company. Serta peraturan yang ada dan digunakan tidak cukup kuat untuk menjadikan perusahaan facbook sebagai objek pajak, jadi harus dibuatkan peraturan baru yang lebih mengikat.
Berdasarkan asas pemungutan pajak (asas sumber) perusahaan Over The Top (OTT) yang mendapatkan sumber pemasukan dari Indonesia dikatakan menjadi objek pajak Indonesia akan tetapi peraturan yang ada kurang mengikat kepada perusahaan Over The Top (OTT). Pemerintah perlu menegaskan kewajiban pajak bagi penyedia layanan aplikasi atau konten melalui internet walaupun hanya service company, agar mampu memberikan dampak positif bagi pengguna, dampak yang diharakan berupa layanan konsumen dan perlindungan data privasi pengguna. Menteri Komunikasi dan Informasi (Kabinet Kerja Periode 2014-2019), Rudiantara mengatakan secepatnya akan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) tentang Tata Kelola Bisnis Perusahaan Over The Top (OTT) dan Rancangan Undang-Undang tentang
Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan. Perusahaan Over The Top (OTT) akan dipaksa untuk menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT) Akan tetapi Peraturan Menteri tersebut nantinya juga akan mengatur syarat bagi perusahaan Over The Top (OTT) agar tetap bisa meraup keuntungan di Indonesia serta perusahaan facebook Indonesia bisa menjadi objek pajak resmi. Jadi jika Peraturan Menteri tentang Tata Kelola Bisnis Perusahaan Over The Top dan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan telah disahkan, maka pemerintah Indonesia bisa menarik pajak dari perusahaan digital berskala internasional di Indonesia. Karena jika tidak mau mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan tidak mau membayar pajak, maka sanksi yang dijatuhkan yakni perusahaan-perusahaan sosial media dan teknologi infomasi (TI) asing bisa ditutup secara permanen
-
III. PENUTUP
-
1. Dasar hukum negara Indonesia atas pengenaan pajak terhadap perusahaan asing di Indonesia diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Serta diatur juga dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomer 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap. Jadi pada dasarnya bagi warga negara atau badan hukum asing yang tidak tinggal atau berkedudukan di Indonesia tetapi memperoleh penghasilan di Indonesia wajib pajak luar negeri dapat dikenakan pajak berdasarkan asas sumber karena memperoleh penghasilan dari Indonesia. Maka dari itu, karena Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus juga
menganut asas kewarganegaraan yang parsial maka setiap perusahaan asing yang beroperasional di Indonesia dapat dikenai pajak.
-
2. Perusahaan Over The Top umumnya menghindari pajak dengan menyatakan bahwa mereka tidak berkedudukan di Indonesia. Kriteria Bentuk Usaha Tetap telah diatur dengan jelas berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomer 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap. Akan tetapi Undang-Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomer 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap tidak dapat menjangkau Perusahaan Over The Top yang sama sekali tidak memenuhi kriteria di Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap.
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut:
-
1. Agar pemerintah Indonesia lebih memperhatikan perusahaan-perusahaan asing yang beroprasional di Indonesia, sehingga dasar hukum yang dikenakan lebih mengikat dan lebih jelas serta perusahaan digital lintas negara tersebut mau melakukan pembayaran pajak di Indonesia dengan diperlihatkan dasar hukum serta prosedur yang jelas.
-
2. Agar pemerintah cepat mengesahkan Peraturan Menteri (Permen) tentang Tata Kelola Bisnis Perusahaan Over The Top (OTT) dan
Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan di Indonesia dan memperluas rumusan Badan Usaha Tetap (BUT). Sehingga perusahaan digital berbasis teknologi lintas negara tersebut bisa dikenai pajak sesuai dengan bidang dari perusahaan masing-masing dengan tidak didasarkan pada kehadiran fisik perusahaan digital di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adrian Sutedi, 2016, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta.
Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Mardiasmo, 2011, Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
JURNAL
Putu Suryani, A.A. Sri Utari, I Gede Putra Ariana, 2018, “Penyelesaian Permasalahan Penggelapan Pajak Oleh Google Di Indonesia, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Kertha Negara, Volume 6 Nomer 1.
Ni Putu Anggie Oktapyani, Sagung Putri ME Purwani, 2018, “Tinjauan Yuridis Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Kegiatan Endorsement Dalam Media Sosial, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Kertha Negara, Volume 6 Nomer 3.
Suriyadi, tanpa tahun terbit, “Pengaturan Perpajakan E-Commerce Dan Penghindaran Pajak Berganda”, Jurnal Tesis Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, tersedia di URL: https://caridokumen.com/download/pengaturan-perpajakan-e-commerce-dan-penghindaran-pajak-berganda-_5a4630e9b7d7bc7b7af70409_pdf. Diunduh tanggal 21 November 2019, h. 4.
Ni Putu Suci Vikansari, I Wayan Parsa, 2019, “Pengawasan Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Youtubers Sebagai Pelaku Influencer Di Platform Media Sosial Youtube, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Kertha Negara, Volume 7 Nomer 2.
Ketut Sunianingsih Dharma Yanthi, I Wayan Parsa, 2019, “Status Yuridis Dan Potensi E-Commerce Asing Dalam Hukum Perpajakan Di Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Kertha Negara, Volume 7 Nomer 3.
Chandra Wirawan, Ni Luh Gede Astrariyani, 2019, “Urgensi Perubahan Nomenklatur Pajak Hotel Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Kertha Negara, Volume 7 Nomer 11.
Mahendra Putra, I Made Sukartha, 2014, “Pengaruh Kepatuhan, Pemeriksaan, Dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak Penghasilan Badan, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Volume 9 Nomer 3.
Emma Rosalinawati, Syaiful, 2018 “Analisis Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce di Kabupaten Gresik”, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Gresik, Volume 2 Nomer 1.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap.
INTERNET
Bill Clinten, 2019, “Menkominfo Minta Facebook Perhatikan Kewajiban Pajak di Indonesia”, URL:
https://tekno.kompas.com/read/2019/11/20/17193307/menkominfo -minta-facebook-perhatikan-kewajiban-pajak-di-indonesia, diakses
tanggal 19 November 2019.
Agi, 2019, “Sri Mulyani Rilis Aturan Baru Paksa Facebook Cs Bayar Pajak”, CNN Indonesia, URL:
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190405113940-532-383639/sri-mulyani-rilis-aturan-baru-paksa-facebook-cs-bayar-pajak, diakses 18 November 2019.
Caecilia Mediana, 2016, “Selain Pajak Ini Alasan Facebook dan Google Perlu Diatur di Indonesia”, URL :
https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/tekno/read/2016/0 4/11/15573457/Selain.Pajak.Ini.Alasan.Facebook.dan.Google.Perpu.Dia tur.di.Indonesia, Diakses tanggal 21 November 2019.
Direktorat Jenderal Pajak, URL: https://www.pajak.go.id/id/asas-pengenaan-pajak , diakses 8 Januari 2020
Fatimah Kartini Bohang, 2018, “Menkominfo : Facebook Belum Bayar Pajak di Indonesia”, URL:
https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.co./tekno/read/2018/05 /07/1723538/menkominfo-facebook-belum-bayar-pajak-di-indonesia, diakses tanggal 1 Desember 2019
18
Discussion and feedback