PERALIHAN TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN DALAM KLAUSULA BAKU PADA KARCIS PARKIR DI KUTA SELATAN
on
PERALIHAN TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN DALAM KLAUSULA BAKU PADA KARCIS PARKIR DI KUTA SELATAN*
Oleh:
Gede Esa Kusuma Hardi Priharta** I Gede Yusa***
ABSTRAK
Perkembangan era perekonomian saat ini terjadi sangat pesat dan cepat membuat para pemilik usaha menggunakan jasa parkir sehingga konsumen dipermudah dalam segala hal. Namun pihak konsumen dirugikan dengan tercantumnya klausula baku dalam karcis parkir. Klausula eksonerasi yaitu perjanjian yang berisi peralihan tanggung jawab dari pihak pengelolaan jasa parkir kepada pihak penitipan kendaraan. Hal ini berseberangan dengan UUPK Nomor 8 Tahun 1999. Apabila terjadi kecerobohan, pihak pelaku usaha harus mengganti kerugian sebagaimana mestinya. Tetapi pelaksanaan dari pelaku usaha tidak menganti kerugian yang setimpal. Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah bentuk penyimpangan penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku perparkiran terhadap perlindungan konsumen ditinjau dari UUPK dan pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan fakta dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah bahan hukum skunder yaitu diperoleh dari literatur hukum, artikel ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara secara langsung terhadap informan. Hasil penelitian ini yaitu pelaku usaha mempunyai hak untuk mencantumkan klausula eksonerasi, akan tetapi pencantuman tersebut dilarang dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1).Upaya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir jika kehilangan kendaraan di daerah Taman griya Jimbaran. kemudian pelaku usaha wajib menanggung kerugian yang di timbulkan konsumen. Hal-hal mengenai pencegahan yaitu perlu adanya sosialisasi dari pihak pemerintah maupun adat setempat.
Kata Kunci : Klausula eksonerasi, Pertanggungjawaban, karcis parkir.
ABSTRACT
The development of the current economic era is happening very rapidly and quickly makes businesses establish businesses that use parking services so that consumers are facilitated in all respects. But the consumer is disadvantaged by the inclusion of an exoneration clause in the parking ticket. Exoneration clause is a clause containing the transfer of responsibilities from the management of parking services to the vehicle custodian. This is contrary to Law No. 8 of 1999 concerning consumer protection. If negligence occurs, the business owners must compensate as appropriate. But the implementation of the business owners doesn’t compensate for the loss. The problem found in this research is how the form of deviation from the use of the exoneration clause in the standard parking agreement for consumer protection in terms of the UUPK and how the forms of accountability are carried out by business owners to consumers. This research uses an empirical juridical research method with the statutory approach and fact approach. The legal material used in the research is secondary legal material which is obtained from legal literature, scientific articles, and websites related to research. Data collection techniques using interview techniques directly to the informant. The results of this study are that business owners have the right to include exoneration clauses, but the inclusion of these exoneration clauses is prohibited in accordance with Article 18 paragraph (1), the inclusion is done because the business owners don’t know this is prohibited by the Act. In addition, business owners must provide accountability in the form of compensation. To prevent this, there is a need for socialization by the government and tradition’s public regarding the rules in the inclusion of an exoneration clause.
Keywords: Exoneration clause, Responsibility, parking ticket.
Indonesia telah resmi menjadi negara yang berdaulat sejak dideklarasinya kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 yang berdaulat dan mampu berdiri sendiri, hal tersebut sudah jelas disebutkan didalam Undang-Undang Dasar 1945 yang secara fundamental merupakan norma hukum tertinggi yang berdasarkan
atas hukum (rechtsstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan (machsstaat). prinsip dasar tersebut tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. 1 mengandung makna bahwa hukum mengandung unsur pertama Keadilan , unsur kedua Kepastian, dan unsur ketiga Kemanfaatan yaitu sebagai cita-cita menuju Rakyat yang adil dan makmur.
Setiap orang berhak atas adanya perlindungan serta adanya rasa keadilan bagi seluruh manusia yang tinggal di Indonesia. Asas kebebasan berkontrak memberikan pemahaman bahwa setiap orang berhak membuat suatu perjanjian dalam hal apapun, namun dari segi bisnis, hadirnya perjanjian baku menyebabkan adanya ketidak seimbangan antara pihak pelaku usaha dan konsumen.2 Kolektifitas Keadilan Berbangsa dan Bernegara dalam nafas hukum bangsa ini dipayungi oleh Hukum Negara, sebagai hukum utama yang mengatur kehidupan Bumi manusia. Soedikno Mertokusumo menyebutkan kepastian hukum adalah sebagai bentuk perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan yang tertentu. 3
Jasa Parkir sangat dibutuhkan di daerah Perkotaan, saat ini tanpa adanya juru parkir, setiap orang yang ingin berbelanja ke swalayan maupun tempat-tempat yang padat sebagian besar
masyarakat menggunakan transportasi kendaraan, juru parkir sangat diperlukan dalam segi kerapian dan keamanan kendaraan, dengan adanya jasa parkir tersebut otomatis akan memudahkan masyarakat dalam mengatur kendaraan yang di tempatkannya rapi dan aman dari kerusakan maupun kehilangan
Seringkali diketahui bahwa pelaku usaha yang memakai jasa parkir dalam usahanya menerapkan perjanjian baku. Perjanjian dengan syarat eksonerasi disebut dengan perjanjian syarat pembatasan yang berupa peralihan tanggungjawab ataupun penghapusan.4 isi dari Klausula Baku seringkali merugikan konsumen karena pembuatannya dibuat secara sepihak. Maka dari itu dalam perjanjian baku tersebut sering kali terdapat Klausula Eksonerasi yang sebenarnya sangat merugikan Konsumen.
-
1. Bagaimana bentuk penyimpangan penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku perparkiran terhadap perlindungan konsumen ditinjau dari UUPK
-
2. Bagaimana bentuk pelaksanaan pertanggungjawaban pelaku usaha yang merugikan pihak konsumen pada karcis parkir?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana penyimpangan penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian karcis parkir yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen sebagai pengguna jasa perparkiran yang
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dalam bentuk ganti kerugian kepada pihak konsumen yang mengacu pada ketentuan UUPK no. 8 tahun 1999
Dalam penulisan karya tersebut menggunakan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris menurut soerjono soekanto adalah penelitian yang datanya didapatkan secara langsung dari masyarakat mengenai prilakunya.5
Penelitian hukum empiris yaitu dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek lapangan yang berarti adanya sebuah kesenjangan antara norma (das sollen) dan kenyataan sosial,culture (das sein). Hal ini berarti ada sebuah kesenjangan antara norma hukum dengan fakta hukum yang ada di lapangan. Kesenjangan tersebut terjadi pada pelaku usaha pemilik Toko memakai jasa parkir yang tidak bisa memberikan ganti kerugian, sehingga tidak sesuai dengan norma hukum UUPK dalam Pasal 19, yang didalam karcis parkir tersebut ditemukan adanya perjanjian baku yang tidak sesuai dengan UUPK pada Pasal 18.
-
2.2 Hasil dan pembahasan
-
2.2.1 Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Perparkiran Sebagai Bentuk Penyimpangan Terhadap Perlingungan Konsumen
-
Di setiap kehidupan manusia membutuhkan barang ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, pada pelaku usaha dan konsumen layaknya disebut simbiosis mutualisme, tanpa adanya konsumen, pelaku usaha tidak akan dapat menjalankan bisnisnya terutama kepada letak tempat pelaku usaha yang padat sehingga membutuhkan lahan parkir agar rapi dan peralatan kendaraan bermotor tetap aman. Pada umumnya setiap pemakai jasa parkir, biasanya diberikan karcis parkir oleh pelaku usaha yang memakai jasa parkir. Tetapi di dalam nota karcis parkir tersebut tercantum klausula eksonerasi yang merupakan hak bagi pelaku usaha. hal tersebut merupakan hak menguntungkan bagi pelaku usaha pihak pasar tersebut. Perjanjian baku atau perjanjian eksonerasi merupakan perjanjian dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dimana perjanjian tersebut harus di sepakati oleh pihak konsumen.6 Pencantuman klausula eksonerasi tersebut dianggap hak oleh pelaku usaha adalah hal yang di larang dalam undang-undang. Akan tetapi pelaku usaha biasanya memiliki alasan tersendiri mengapa pelaku usaha mencantumkan klausula eksonerasi di dalam nota karcis.
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan seorang dari pihak pelaku usaha di wilayah Jimbaran yang dilakukan pada tanggal 3 september 2019 di dua tempat yaitu toko D & D Electric dan toko Fotocopy Griya 55, diketahui bahwa pelaku usaha yang memakai jasa parkir tersebut mencantumkan klausula eksonerasi dalam kegiatan untuk meminimalisir kerugian yang di timbulkan oleh pelaku usaha. Bapak I Wayan Mahasara selaku pemilik toko D & D Electric di wilayah Taman Griya Jimbaran menyatakan bahwa
dicantumkannya klausula eksonerasi karena hal tersebut merupakan tanggung jawab konsumen dan hak dari pelaku usaha. seharusnya yang bertanggung jawab adalah pelaku usaha tetapi dialihkan kepada konsumen.
Selain itu menurut bapak A.A Gede Angga Putra Suardana selaku pemilik toko Fotocopy Griya 55 di wilayah Taman Griya Jimbaran mengatakan bahwa tecantumnya klausula eksonerasi karena memang sudah hak dari pelaku usaha yang menerima pembayaran karcis parkir sesuai dengan kesepakatan yang tercantum di karcis parkir tersebut, sehingga tidak merugikan pelaku usaha. Jika konsumen kehilangan helm bahkan kehilangan sesuatu yang penting ditinggalkan dimotor. maka bukan tanggung jawab dari pihak pelaku usaha, karena konsumen harus mengerti dari perjanjian yang di buat oleh pelaku usaha yang berlaku hanya sekali layanan dan segala kehilangan kerusakan kendaraan bukan tanggung jawab pelaku usaha.
Apabila pelaku usaha mencantumkan Klausula Eksonerasi dalam perjanjian dengan konsumen, maka pelaku usaha tersebut dalam hal ini, pengelola jasa parkir telah melanggar ketentuan Dalam Pasal 18 ayat (1) yang bermakna bahwa setiap pelaku usaha dalam menjual barang dan jasa dilarang untuk membakukan perjanjian.7 Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan konsumen (UUPK), maka hak-hak konsumen lebih di perhatikan, salah satunya adalah hak atas informasi yang benar jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa serta
hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 8
Dalam bidang usaha berupa pelayanan barang/jasa pada umumnya pelaku usaha berada di posisi yang lebih kuat, namun sudah pasti memiliki resiko yang muncul dari perjanjian karcis parkir yaitu kerugian akibat klausula eksonerasi lebih dilimpahkan kepada konsumen. Akibat dari kerugian tersebut, pihak pelaku usaha harus bertanggungjawab tentang kerugian jasa parkir yang didapatkan oleh pihak konsumen. Untuk melindungi kedudukan konsumen yang lemah tersebut, pemerintah daerah badung mengeluarkan beberapa peraturan yang mengkondisikan konsumen dapat mengajukan ganti kerugian dalam hal kerusakan dan kehilangan kepada pelaku usaha, diatur dalam Pasal 25 ayat (2) huruf i Perda Kabupaten Badung nomor 13 tahun 2015 tentang penyelenggaraan fasilitas parkir
Bahwasannya tanggung jawab merupakan dimana suatu pihak menanggung semua resiko yang diperbuat dan jika ada sesuatu yang terjadi bisa di perkarakan.9 Hal tersebut dikarenakan prioritas utama dari pelaku usaha menggunakan jasa parkir agar
terciptanya kerapian kendaraan yang parkir sehingga tidak mengganggu pengguna kendaraan lainya yang melintas di jalan tersebut. konsumen yang dirugikan berhak untuk di dengar keluhannya dan wajib menerima ganti rugi dari pelaku usaha begitupun sebaliknya pihak pelaku usaha berkewajiban untuk mendengar dan memberikan ganti kerugian pada konsumen yang setara dari kerugiannya.10
klaim ganti rugi tersebut bertujuan untuk mengembalikan keadaan yang dimana sebelumnya rusak atau hancur dalam artian ini berakibat tidak seimbang pada pemakaian barang dan jasa yang tidak sesuai dengan harapan kebutuhan.11 Didalam peraturan Undang-Undang yang mengatur mengenai pertanggungjawaban ialah UUPK termuat dalam Pasal 19 ayat (1) yang menentukan, pelaku usaha bertanggung jawab penuh atas kerugian dan kerusakan konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang diperagangkan.
Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (2) menyatakan ganti rugi bisa berupa uang atau penggantian barang atau jasa yang setara nilainya. Dan di dalam ayat (3) ganti kerugian dilakukan dalam tenggang waktu 1 minggu setelah tanggal perundingan. Dalam ayat (4) klaim ganti rugi tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut jika adanya unsur kesalahan. Sedangkan dalam ayat (5) apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) maka tidak berlaku.
Bentuk pertanggungjawaban pada pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku adalah tanggungjawab mutlak, karena prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen dan secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha. Biasanya tanggungjawab mutlak tersebut digunakan dikarenakan posisi dari pihak konsumen di posisi tidak menguntungkan. Menurut asas tanggungjawab (product liability) produsen wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen atas penggunaan produk yang di pasarkannya.12
Pada dasarnya perjanjian yang di buat oleh pelaku usaha tersebut berisi klausula eksonerasi, adanya hal itu bertujuan untuk melimpahkan segala tanggung jawab yang dimana mestinya tanggung jawab tersebut dilakukan oleh pelaku usaha dan merupakan beban dari pelaku usaha jasa parkir tersebut, namun kenyataannya sangat berbeda yaitu sepenuhnya di serahkan kepada pihak konsumen. Sedangkan dalam pelaksanaan seperti pada toko Fotocopy Griya 55 memberikan ganti kerugian sebagai berikut
-
a) Helm yang hilang di area parkir Toko Fotocopy Griya 55 akan diganti Rp.50.000 jika helm yang hilang dalam keadaan tercantol rapi di jok motor
-
b) Berlaku sekali layanan
-
c) Segala kehilangan barang akibat kelalaian pemilik barang tersebut tidak dapat di toleransi oleh pihak Toko.
Bentuk ganti kerugian jasa parkir tersebut tidak setimpal dengan peraturan UUPK pasal 19 ayat (2), karena ganti kerugian
ditentukan oleh pihak pelaku usaha, jika harga helm Rp. 250.000. dan klaim ganti rugi sebesar Rp. 50.000 maka ganti kerugian tersebut tidak setara dan tidak sesuai dengan peraturan UUPK. Lalu berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pelaku usaha yang memakai jasa parkir tersebut menyatakan bahwa ganti kerugian ditentukan oleh pelaku usaha, karena helm yang hilang merupakan kondisi barang yang sudah bekas. Namun pada kenyataannya kehilangan barang dari pihak konsumen disebabkan oleh pihak dari juru parkir yang tidak bertanggungjawab, karena ketika konsumen memakai jasa parkir, dengan otomatis pihak konsumen menitipkan kendaraan beserta barang kepada juru parkir yang dipakai oleh pihak pelaku usaha.
Ganti rugi bertujuan untuk mengembalikan keadaan seperti semula barang yang rusak, dalam artian keadaan yang tidak seimbang akibat adanya penggunaan jasa atau pemakaian barang yang tidak sesuai harapan.13 Berdasarkan Pasal 4 huruf h UUPK menyatakan konsumen berhak mendapat ganti rugi, apabila tidak sesuai dengan perjanjian sebagaimana mestinya, dengan demikian hal tersebut bertentangan. Bentuk ganti kerugian pada pelaku usaha yang memakai jasa parkir tersebut tidak sesuai denga UUPK, karena terkait dengan barang yang hilang diganti dengan nominal yang tentukan oleh pelaku usaha, sedangkan barang yang rusak adalah bukan tanggung jawab dari pelaku usaha. Hal tersebut tidak mencerminkan ganti kerugian pada nilai yang setara sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) sehingga sangat jelas bahwa segala bentuk ganti
kerugian pelaku usaha jasa parkir tersebut bertentagan dengan UUPK.
-
1. Terdapatnya penyimpangan klausula eksonerasi dalam perjanjian perparkiran di wilayah Taman Griya Jimbaran, khususnya di areal parkir pusat perbelanjaan dan swalayan yang menyatakan pangalihan tanggung jawab dari pelaku usaha kepada pemilik kendaraan atas kehilangan di area parkir yang merupakan salah satu bentuk penyimpangan perlindungan konsumen tercantum pada pasal 18 UUPK pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku.
-
2. Bentuk pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang memakai jasa parkir di wilayah Taman Griya Jimbaran khususnya di areal parkir yaitu bertanggungjawab atas kelalaian yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha yang menyebabkan kerugian kepada pihak konsumen, akan tetapi pelaku usaha tidak sepenuhnya mengikuti aturan UUPK yaitu ganti kerugian dengan nominal yang setara sebagai pertanggungjawaban sebagai pihak pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian.
-
1. Pihak pengelola/ pemilik pusat pertokoan, swalayan, dan pusat perbelanjaan tidak perlu mencantumkan klausula – klausula yang menyatakan pengalihan tanggung jawab, tetapi mencantumkan peringatan kewaspadaan serta informasi
kepada siapa konsumen dapat mengajukan klaim ganti rugi apabila terjadi kerusakan maupun kehilangan.
-
2. Pihak pelaku usaha juga hendaknya bertanggungjawab atas kelalaian yang merugikan oleh pihak konsumen dengan memberikan ganti kerugian yang setimpal dengan nominal dari barang yang hilang. Dan bertanggungjawab sesuai dengan paraturan UUPK yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wiko Garuda, 2011, Pembangunan system Hukum Berkeadilan Memahami Hukum dari Kontruksi Sampai Implementasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
E. Fernando M.Manulang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Soekanto,Soerjono, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta.
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta.
Jurnal Ilmiah
Anak Agung Adi Lestari, 2016, “Perjanjian Baku Dalam Jual Beli Kredit Sepeda Motor Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 5, no. 2, URL
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/22445 /15663 (diakses tanggal 3 september 2019).
Marsha Angela Putri Sekarini, 2018, “Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Berkaitan Dengan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku”, Kertha semaya jurnal ilmu Hukum, Vol. 2. No. 3, URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/401 83. (diakses tanggal 3 september 2019).
Kadek Ayu Candra Dewi, 2019, “Pertanggungjaawaban Pelaku
Usaha Atas Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Laundry”, Kertha semaya jurnal ilmu hukum, Vol 7, No. 06, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/49332. (diakses tanggal 3 september 2019).
Ida Ayu Permata Sari, 2019, “Perlindungan Hukum Konsumen
Terhadap Perjanjian Klausula Baku Di Pusat Perbelanjaan” Kertha semaya jurnal ilmu Hukum, Vol. 7, no. 4, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/527 01. (diakses tanggal 3 september 2019).
Karin Rimenda, 2018, “Pelaksanaan Larangan Klausula Eksonerasi Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pada Usaha Layanan Jasa Di Kota Denpasar” Kertha semaya jurnal ilmu Hukum, Vol: 1. No.5
URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/385 82. (diakses tanggal 3 september 2019).
Ni Komang Ayu Nira Relies Rianti, “Tangung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Magister Hukum Udayana. Vol. 6 No. 4 URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/37177. (diakses tanggal 2 desember 2019)
Dewa Ayu Sekar Vikanaswari, 2017, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Dan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Keracunan Makanan” Kertha semaya jurnal ilmu Hukum, Vol: 5. No. 1 URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/193 38. (diakses tanggal 3 september 2019).
Andrew Timothy, 2018, “Pertanggungjawaban Hukum Bagi Penyedia Jasa Kontruksi Dan Pengguna Jasa Kontruksi Dalam Gagal Bangunan” Kertha semaya jurnal ilmu Hukum, Vol: 4. No. 3 URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/436 69. (diakses tanggal 3 september 2019).
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)
15
Discussion and feedback