PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA TITIP ONLINE

OLEH

Indira Putri Mahesti ∗∗

I Gusti Ngurah Dharma Laksana∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Seiring dengan berkembangnya zaman masyarakat jadi lebih konsumtif dalam berbelanja. Sistem belanja online yang dewasa ini banyak diminati oleh masyarakat adalah jasa titip online dimana tugas dari jasa titip ini membelanjakan barang bagi konsumen yang memesan barang lewat media sosial. terdapat pula permasalahan dimana sering terjadi barang yang dipesan oleh konsumen terkadang tidak sesuai dengan gambar. Melihat seringnya terjadi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai bentuk perlindungan 1hukum terhadap pengguna jasa titip online apabila terjadi cacat produk dan bentuk pertanggung jawaban penjual pada barang dagangannya yang cacat produk.

Metode penulisan dari penelitian ini menggunakan jenis penelitan hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan yakni Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Hasil dari penelitian tersebut yakni. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang telah dirugikan atas adanya cacat produk dalam pembelian barang melalui jasa titip beli secara online tercantum di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang meliputi hak-hak konsumen, kewajiban, larangan-larangan pelaku usaha. Tanggung jawab pelaku usaha yaitu berupa product liability, dimana produsen harus bertanggung jawab atas kerugian cacat produk yang di derita oleh konsumen.

Karya Ilmiah yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip Online ini merupakan karya ilmiah diluar dari ringkasan skripsi

∗∗ Indira Putri Mahesti adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi : indira.mahesti@gmail.com

∗∗∗ I Gusti Ngurah Dharma Laksana, SH., M.kn adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, dan Pengguna Jasa Titip Online

ABSTRACT

Along with the development of the times people arebecoming more consumptive in shopping. Online shopping system that is currently in great demand by the public is an online deposit service where the task of the deposit service is to spend goods for consumers who order good through social media. There are also problems where goods that are often ordered by consumers sometimes do not match the picture. Seeing the frequent problems occur, therefore the author examines the form of legal protection for users of online service when there is a product defect and how the seller is responsible for the merchandise that is defective.

The writing method of this study uses the type of normative legal research and uses the legislative approach namely Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The results of this research are.

Legal protection for consumers who have been harmed by product defects in the purchase service is listed in Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection which includes consumer rights,obligations,prohibitions of business actors. The responsibility of the business actor is in the form of product liability, where the producer must be responsible for the loss of product defects suffered by consumers.

Keywords : Legal Protection, and Consumer of Online Private Shopping

Service.

  • I.    Pendahuluan

    1.1 . Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, dimana dengan semakin canggihnya teknologi dan komunikasi membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif dalam hal berbelanja secara online. Sehingga adanya smartphone dan berbagai fasilitas pendukung lainnya menambah kemudahan bagi masyarakat untuk berinteraksi maupun mencari sesuatu yang diinginkan. Kegiatan bisnis biasanya dilakukan secara konvensional, kemudian mulai berkembang dengan menggunakan internet,

atau bisa disebut sebagai Electronic-Commerce atau disingkat E-Commerce.1

E-Commerce menciptakan kegiatan bisnis yang mempermudah masyarakat lebih efektif karena transaksi bisnis antara pedagang dan pembeli tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.2 Pelaku usaha dalam melakukan bisnis online biasanya memanfaatkan aplikasi media sosial untuk menjalankan usahanya. Instagram merupakan salah satu aplikasi yang saat ini sedang digemari oleh masyarakat, dikarenakan aplikasi tersebut memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berbagi foto ataupun video bergerak, sehingga aplikasi tersebut bisa menjadi kegiatan untuk jual beli online. Sistem belanja online yang dewasa ini banyak diminati oleh masyarakat adalah jasa titip beli secara online. Kedudukan seorang jasa titip ini sebagai perantara antara pedagang dan pembeli, dimana jasa titip ini membelikan barang sesuai dengan pesanan atas jasa tersebut. Dimana cara kerja dari jasa titip ini hanya dengan cara mengambil gambar pada barang yang dijual di pusat perbelanjaan lalu diunggah melalui akun instagram. Perbedaan jasa titip dengan bisnis online lainnya yakni rata-rata barang yang diperjual belikan adalah barang impor seperti makanan,kosmetik,busana, sepatu dari luar negeri. Namun apabila melakukan pemesanan melalui jasa titip beli secara online hanya akan dikenai biaya jasa titip dan ongkos kirim di Indonesia saja. Artinya anda hanya meminta seseorang yang kebetulan berada di luar negeri untuk membelikan sebuah produk. Maka tak heran kalau akhirnya orang-orang Indonesia

yang kebetulan sedang travelling atau memang tinggal diluar negeri, mulai banyak menawarkan bisnis jasa titip beli secara online.

Oleh sebab itu masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja menggunakan media jasa titip, selain bisa menghemat waktu dan tenaga masyarakat juga mendapatkan harga yang relative murah dan kualitas barang yang bagus.

Perdagangan melalui sistem elektronik ini sudah diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dengan adanya kata setuju oleh kedua belah pihak atas transaksi maka sudah terjadi adanya kontrak elektronik, ditandai dengan adanya kata setuju mengenai berbagai ketentuan yang diatur secara online sebagai bentuk dari kontrak elektronik. Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dianggap sah apabila :

  • a.    Adanya kesepakatan para pihak

  • b.    Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan peraturan perundang-undangan

  • c.    Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.3

Salah satu resiko pengguna jasa titip dalam memberi barang melalui jasa titip adalah tingginya tingkat kerusakan barang atau

cacat barang yang diterima melalui jasa titip tersebut. Terkadang pihak penyalur tidak memperbolehkan barang yang sudah dipesan dan sudah dibeli tidak untuk dipertukarkan lagi barangnya.

Di Indonesia belum ada peraturan/norma yang mengatur khusus mengenai jasa titip beli secara online, sehingga dari kekosongan norma tersebut maka rumusan masalah yang saya angkat adalah mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa titip online apabila terjadi cacat produk dan bagaimana bentuk pertanggung jawaban penjual pada barang dagangannya yang cacat produk.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1)    Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip Online apabila terjadi cacat produk?

  • 2)    Bagaimana Bentuk Pertanggung Jawaban Penjual Pada Barang Dagangannya Yang Cacat Produk?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan  penulisan ini  yaitu  guna  mencari  tahu

bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pengguna jasa titip  online apabila  terjadi cacat produk dan

bagaimana bentuk pertanggung jawaban penjual pada barang dagangannya yang cacat produk.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1 . Metode Penulisan

Pada penulisan ini dilakukan penelitian dengan1metode penelitian hukum normative yaitu metode1 penelitian yang dilakukan dengan1lebih mengutamakan pendekatan terhadap norma-norma hukum yang digunakan sebagai1

bahan1 hukum primer, dan buku, literature, serta jurnal sebagai bahan hukum sekunder.4

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan, dengan mengkaji Undang-Undang yang berkaitan dengan jurnal ini yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip Online Apabila Terjadi Cacat Produk.

Perlindungan Hukum berdasarkan pandangan Satjipto Rahardjo yaitu adanya upaya untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut5.

Jasa Titip /Personal Shopper merupakan pekerjaan dibidang jasa dimana orang tersebut membelikan barang sesuai dengan permintaan dari konsumen. Seperti contohnya tas branded, makeup, baju, barang elektronik dan lain sebagainya. Sehingga jasa titip beli secara online itu objeknya berupa barang-barang dengan brand tertentu untuk dititip dan dibelikan oleh pihak penjual dengan adanya ketentuan setiap barang yang dititip

dikenakan biaya/upah atas jasa tersebut. Biasanya untuk proses pembayarannya tergantung oleh pihak jasa titip tersebut.

Dengan adanya kemudahan dalam proses jual beli barang dengan sistem jasa titip beli secara online melalui media sosial, memberikan keuntungan bagi pihak konsumen untuk mendapatkan barang sesuai dengan keinginannya tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga ekstra untuk mencari barang yang ia inginkan tersebut. Dan selain diberikan kemudahan, konsumen juga diberikan harga barang yang relatif lebih murah dibandingkan pergi langsung ke toko konvensional.

Dalam hal pembelian barang secara online lewat jasa titip beli secara online sudah termasuk adanya perjanjian antara kedua belah pihak yang sepakat dimana dapat menimbulkan suatu hubungan hukum. Dan perjanjian juga sudah menjadi Undang-undang atau hukum yang mengikat para pihak yang sudah melakukan kesepakatan jual beli lewat jasa titip tersebut.6

Dalam hal ini konsumen juga mempunyai hak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam hal mengkonsumsi barang/ jasa, memiliki hak untuk mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Memiliki hak atas informasi mengenai kondisi barang, dan memiliki hak untuk mendapat kompensasi.ganti rugi apabila barang yang diterima tidak sesuai sebagaimana mestinya. Sesuai dengan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam melakukan transaksi melalui jasa titip beli secara online, tidak semua barang yang sampai pada konsumen memiliki kondisi barang yang sesuai dengan di foto yang diunggah lewat instagram. Karena terkadang kualitas yang beredar di pasaran belum tentu memiliki kualitas yang bagus. Oleh karena itu diharapkan kepada konsumen yang membeli barang lewat jasa titip harus lebih teliti dalam membeli barang agar tidak menyesal.

Perlindungan konsumen intinya merupakan sebuah tindakan yang melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam keterangan maupun iklan dari sistem penjualan barang tersebut, berlandaskan pada pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Apabila terjadi ketidaksesuaian rupa maupun bentuk barang yang ada di media sosial penyedia jasa titip beli secara online tersebut dengan barang yang anda terima tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya, itu merupakan bentuk pelanggaran bagi pelaku usaha dalam perdagangan barang.

Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan dalam jasa titip beli secara online merupakan transaksi elektronik yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam transaksi jual beli online berupa jasa titip beli secara online memiliki kontrak elektronik, dimana kontrak elektronik ini berisikan identitas para pihak, objek dan spesifikasi, berisikan persyaratan transaksi elektronik, dan lain sebagainya.

Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tak terpisahkan dari adanya kegiatan bisnis. Dalam kegiatan usaha,

terkadang pelaku usaha sering melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen.7

Dalam perdagangan online khususnya bagi penyedia jasa titip beli secara online pelaku usaha dalam hal mempromosikan produk melalui media sosial wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak dan produk yang ditawarkan dimana pelaku usaha diwajibkan untuk memberikan penjelasan mengenai informasi berkaitan dengan penawaran kontrak maupun iklan.

Menurut R Subekti, dalam bukunya tentang “ Hukum Perjanjian”. 8 wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam kondisi yaitu :

  • 1.    Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya:

  • 2.    Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tapi tidak sesuai dengan apa yang dijanjikannya

  • 3.    Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

  • 4.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Apabila dikaitkan dengan adanya permasalahan cacat produk atas barang yang dipesan oleh konsumen melalui jasa titip beli secara online dengan perlindungan konsumen berarti hak-hak konsumen yang tercantum di dalam Pasal 4 huruf c Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yakni “Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa” tidak dapat tepernuhi. Sehingga berdasarkan pasal tersebut berarti para pelaku usaha terbukti melanggar hak-hak konsumen yang sudah diatur di dalam Pasal tersebut.

Di dalam perlindungan konsumen terdapat dua upaya yakni upaya preventif dan represif.9 Upaya preventif merupakan upaya pencegahan agar masalah mengenai perlindungan konsumen tidak terjadi, sedangkan upaya represif merupakan suatu upaya penanganan disaat terjadinya masalah perlindungan konsumen. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 4 huruf c Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merupakan suatu upaya preventif untuk mencegah masalah perlindungan konsumen terjadi karena konsumen tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebelum membeli dan menggunakan produk tersebut. Apabila sudah terjadi masalah yang mengakibatkan konsumen merasa dirugikan akibat cacat produk maka pelaku usaha harus melakukan ganti kerugian yang timbul hal itulah yang disebut dengan upaya represif. Upaya represif ini dilakukan agar pelaku usaha lebih bertanggungjawab atas perbuatannya.

  • 2.2.2.Bentuk Pertanggungjawaban Penjual Pada Barang Dagangannya Yang Cacat Produk

Perdagangan pada intinya merupakan kegiatan yang berkaitan dengan adanya transaksi barang maupun jasa di dalam negeri maupun di luar negeri dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, sesuai dengan Undang -Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Apabila terdapat cacat

produk pada saat barang sudah diterima oleh konsumen dalam jasa titip beli secara online, maka pada umumnya resiko tersebut harus ditanggung oleh :

  • a.    Penjual ( Seller )

Dalam kegiatan jasa titip dalam praktik jual beli online tersebut tidak dilakukan secara langsung, maka penjual memiliki tanggung jawab yang mutlak atas resiko yang timbul dari barang yang cacat. Dikarenakan hanya penjual yang mengetahui bagaiamana kualitas dan wujud barang tersebut. Sehingga wajib bagi penjual untuk menerima resiko apabila konsumen dapat membuktikan bahwa terjadi cacat produk pada saat produk tersebut sudah diterima oleh konsumen10

  • b.    Jasa Pengiriman / Pengangkutan

Di dalam penggunaan jasa pengiriman terdapat adanya kesepakatan maupun perjanjian baik dari pihak pengangkut maupun pihak pengirim dan penerima. Perusahaan pengangkut barang wajib bertanggung jawab atas adanya kerugian yang diderita oleh pengirim dan penerima barang apabila terjadi kelalaian dalam melaksanakan pengangkutan.11

Sehingga, apabila konsumen ingin mendapatkan kompensasi maupun ganti rugi atas penerimaan barang yang cacat lewat pemesanan jasa titip beli secara online dalam praktik jual beli online, maka konsumen harus bisa membuktikan dari manakah berasal faktor kelalaian tersebut,

apakah berasal dari pihak penjual ataupun berasal dari pihak pengangkut.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai “ Tanggung jawab pelaku usaha yakni :

  • (1)    Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

  • (2)    Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • (3)    Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

  • (4)    Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

  • (5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

Adapun hal-hal yang bisa untuk dijadikan bukti oleh konsumen yaitu :

  • a.    Dimana konsumen haru memiliki bukti perolehan barang atas jasa tersebut seperti bon, faktur, kwitansi, maupun dokumen pembuktian lain

  • b.    Adanya keterangan tempat, tanggal dan waktu diperolehnya barang tersebut

  • c.    Dimana konsumen memiliki bukti berupa foto/gambar mengenai kondisi barang yang sudah cacat sejak barang tersebut diterima.

Sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen pada mulanya hanya dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa di pengadilan negeri saja. Namun dengan adanya Undang – Undang Perlindungan Konsumen penyelesaian sengketa konsumen tidak lagi menjadi wewenang mutlak dari institusi peradilan umum. Melainkan kewenangan tersebut diperluas kepada lembaga alternatif lain yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).12

Oleh karena itu diperlukannya tanggung jawab product liability (tanggung gugat produk) yaitu suatu tanggung jawab secara hukum dari orang/badan yang menghasilkan suatu produk. Namun dalam penerapan konsep ini konsumen harus membuktikan terlebih dahulu kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga diperlukannya penerapan tanggung jawab mutlak dimana pelaku usaha/produsen harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen tanpa mempersoalkan kesalahan dari pihak produsen. Dimana pada Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menjelaskan bahwa :

“ Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,

Pasal 22, dan Pasal 23, merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.”

Selain itu, mengenai tanggung jawab pelaku usaha diatur juga di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yakni “ Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Dengan adanya kondisi barang yang cacat produk dalam pemesanan barang melalui jasa titip beli secara online sangat merugikan bagi pihak konsumen, oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum khusus untuk melindungi hak dari konsumen. Terdapat dua upaya perlindungan hukum yakni perlindungan hukum preventif dan represif. Ketentuan Pasal 4 huruf C Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merupakan suatu upaya preventif untuk mencegah masalah perlindungan konsumen agar konsumen dapat mengetahui mengenai hak atas informasi sejelas-jelasnya. Upaya represif dilakukan agar pelaku usaha bisa bertanggungjawab atas perbuatannya. Dimana pelaku usaha memberikan produk yang tidak sesuai dengan yang telah dijanjikan maka telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf f. Pelaku usaha dianggap lalai dan tidak melakukan kewajibannya dan harus bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut.

  • 2.    Selain adanya hak dan kewajiban yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha, ada juga tanggung jawab yang harus dipikulnya. Tanggung jawab tersebut merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat dalam kegiatan menjalankan usaha. Tanggung jawab ini biasa disebut dengan product liability (tanggung gugat produk) yaitu tanggung jawab secara hukum dari orang/badan yang menghasilkan suatu produk. Dimana produsen harus bertanggung jawab atas kerugian dalam hal cacat produk yang diderita oleh konsumen.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Pemerintah Republik Indonesia perlu melakukan tindakan yang lebih kongkrit, dimana pada umumnya sangatlah sulit untuk menemukan aturan hukum yang membahas mengenai penyedia jasa titip beli secara online/pedagang perantara dan untuk menghindari

terjadinya kecurangan – kecurangan.

  • 2.    Terhadap Pelaku usaha maupun penyedia jasa titip beli secara online diharapkan kedepannya dapat memberikan informasi, dan menjaga kualitas barangnya sampai pada saat diterima oleh konsumen, serta melakukan pertanggungjawaban dengan baik apabila telah terjadi pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Ahmad Miru, 2013, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Cet.2, Rajawali Press, Jakarta.

Halim dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E – Commerce, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Mukti Fajar dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Lukman Santoso Az, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Cakrawala, Yogyakarta.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

Zulham,2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Cet.1, Jakarta.

JURNAL :

Abdulah Halim Barkatullah, “Urgensi Perlindungan Hak-Hak Konsumen Dalam Transaksi di E- Commerce”, Jurnal Hukum, Vol. 14,   No.2, April 2007, hal. 250. URL :

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/331 71081/jurnal.pdf

I Gst. Agung Rio Diputra, “Pelaksanaan Perancangan Kontrak Dalam Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis”, Jurnal Acta Comitas, Vol. 3 No.3 Desember 2018, Hal 552. URL : https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas/article/vi ew/48881

Ronald Sajja,“Penyalahgunaan Keadaan Oleh Negara Dalam Praktik Perjanjian Pada Kajian Hukum Privat”, Jurnal Kertha Patrika, Vol. 38 No. 3, Desember 2016, Hlm. 184. URL                                            :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/vi ew/30080

Richard Revel Wijaya Theda, I Made Sarjana, dan Ida Bagus Putu Sutama,2019, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Laundry Di Denpasar Utara, Jurnal Kertha Semaya, Vol 7 No 7 2019, Hlm.1.                                        URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/v iew/50403/29946

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

17