PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DI KABUPATEN BADUNG*

Oleh:

Ni Ketut Lasmini** I Ketut Sudiarta *** Cokorda Dalem Dahana**** Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tanah merupakan kebutuhan manusia yang mempunyai nilai jual yang cukup tinggi maka perlu dilakukan penataan pemanfaatan tanah melalui alternatif rumah susun. Pertama untuk mengetahui pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di Kabupaten Badung. Kedua adalah untuk mengetahui, memahami, dan menganalis hambatan terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di Kabupaten Badung. Penulisan ini merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan pendekatan studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rumah susun di Kabupaten Badung diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988, dan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kondominium Hotel (Kondotel). Hambatan yang dialami dalam implementasi dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Satuan Rumah Susun yaitu membutuhkan waktu dan proses yang berbeda dari penerbitan Sertipikat Hak Milik, Hak Guna Bagunan, Hak Pakai, serta kurangnya perlindungan hukum bagi konsumen.

Kata Kunci :  Implementasi, Hambatan, Rumah Susun,

Kabupaten Badung

ABSTRACT

Land is a human need that has a relatively expensive sale value; therefore, it is necessary to regulate land use through an alternative program of flats. The purpose of this study is, first, to find out the implementation of Law Number 20 of 2011 concerning Flats in Badung Regency. Second, to find out, understand, and analyze obstacles in the implementation of Law Number 20 of 2011 concerning Flats in Badung Regency. This study is an empirical legal research with a case study approach. Data sources consist of primary and secondary data. Data collection was done through interview and observation techniques. The results show that the implementation of the flats program in Badung Regency is regulated in Law Number 16 of 1985, Government Regulation Number 4 of 1988, and Badung Regency Local Government Regulation Number 1 of 2008 concerning Condominium Hotels (Condotel). As for the obstacles encountered in the process of issuing the Right to Unit Flats, that it takes time and process that is different from the issuance of the Freehold Certificate, Building Rights, Use Rights, and it lacks of legal protection for consumers.

Keywords: Implementation, obstacles, Flats, Badung Regency

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3)

yang menyatakan bahwa ”Bumi dan air dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” ini jelas bahwa yang di maksud pada Pasal 33 UUD 1945 adalah kemakmuran rakyatlah yang utamakan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam melaksanakan hal tersebut dibidang pertanahan dikeluarkan UUPA. Banyak permasalahan yang berkaitan dengan tanah, timbul oleh karena mengingat bahwa tanah merupakan suatu kebutuhan manusia yang tidak terlepas dari kebutuhan-kebutuhan lainya, serta memiliki nilai ekonomis atau nilai jual yang cukup tinggi.

Kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya, sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.1 Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikat dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pembangunan rumah susun ini ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah yang dilakukan melalui jual beli, baik secara tunai maupun secara kredit. Dimana status kepemilikannya berupa hak pemilikan perseorangan atas satuan unit rumah susun yang meliputi hak bersama atas bangunan, benda dan tanah, yang sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, yaitu:

Ayat (2) Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.

Ayat (3) Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

Pada tanggal 10 November 2011 diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut

UU Rumah Susun) untuk mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Oleh karena itu untuk mengetahui lebih dalam tentang pelaksanaan undang-undang rumah susun penulis akan mengkaji analisa yang berjudul: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DI KABUPATEN BADUNG.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang hendak diangkat dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di Kabupaten Badung?

  • 2.    Apakah Hambatan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di Kabupaten Badung?

  • 1.3.    Tujuan

Tujuan penulisan jurnal ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di Kabupaten Badung.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

      2.1.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai prilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.

Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian.2

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Pendekatan penelitian dalam penulisan ini yaitu :

  • a.    Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.

  • b.    Pendekatan analitis (Analytical Approach ), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang diketengahkan3, seperti : Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun.

  • c.    Pendekatan konsep (Conseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum.4

  • 2.1.3.    Bahan hukum

Berikut bahan hukum yang dipergunakan dalam jurnal ilmiah ini yaitu :

  • 1.    Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan peraturan perundang-undangan bagi pihak-pihak berkepentingan.

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dai kalangan hukum dan seterusnya.

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

  • a.    Teknik Wawancara (interview)

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan kongkrit maka dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara langsung dengan para informan yang terkait dengan masalah pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun di kabupaten badung.

  • b.    Teknik Observasi/Pengamatan

Teknik observasi yang dilakukan adalah teknik observasi tidak langsung dimana dilakukan pengamatan terhadap rumah susun dan penghuni rumah susun yang terdapat saat ini.

  • 2.1.5    Teknik Analisis Data

Mengenai tehnik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan dan sitematisir bahan-bahan hukum yang diperoleh untuk kemudian dianalisis. Analisis dilakukan dalam rangka untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan-bahan hukum yang terkait

(evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga didapat kesimpulan mengenai persoalan yang dibahas pada penelitian ini.

  • 2.2.    Hasil Analisa

    2.1    Pelaksanaan Aturan Rumah Susun di Kabupaten Badung

Berdasarkan hasil analisa untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat guna meminimalisir alih fungsi lahan maka khususnya di Kabupaten Badung telah menerbitkan aturan Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Kondotel berupa pembangunan hunian vertikal untuk mengakomodasi tingginya kebutuhan rumah masyarakat agar dapat meminimalisasi alih fungsi lahan. Hal tersebut tentunya juga tidak menyebabkan alih fungsi lahan utamanya lahan produktif. pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.5 Salah satu daerah yang menarik di Bali untuk hunian vertikal yakni berada di Kabupaten Badung. Meski demikian banyak pihak masih akan terus melakukan kajian bersama instansi terkait, termasuk menerima masukan dari tokoh masyarakat, adat, budaya, dan agama di Bali.

Kondotel pada hakikatnya merupakan hotel yang konsep kepemilikannya dimiliki bersama pertama-tama timbul atas dasar adanya kontrak komersil.6 Investasi di sektor kondotel dianggap menjadi salah satu investasi yang menguntungkan. Terlebih di

kota-kota yang menjadi kota tujuan berlibur para wisatawan lokal dan mancanegara, sehingga Kondotel marak dibangun di Wilayah Kabupaten Badung. Beberapa faktor yang membuat investasi ini disambut antusias oleh masyarakat. Khususnya masyarakat menengah atas di Indonesia masih percaya bahwa properti adalah investasi yang paling aman. Selain itu masyarakat yakin prospek investasi properti di Bali masih sangat baik karena Pulau Dewata masih menjadi tujuan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara. Kebanyakan investor hanya mementingkan aspek keuntungan atau bonafit semata bagi perusahaan mereka saja tanpa memeperhatikan masalah yang terjadi dikemudian hari yang berdampak bagi para investor maupun penghuni satuan rumah susun.7

Kondotel sudah berjalan di Kabupaten Badung dengan Sertipikat Sarusun (Satuan Rumah Susun) dimana konsepnya di bangun bertingkat bukan menyamping dan bisa disewakan. Jika disewakan Pemerintah Daerah mendapat pemasukan anggaran namun dalam pelaksanaannya diperlukan Perda di masing-masing Kabupaten. Sementara ini di wilayah Bali hanya Kabupaten Badung saja yang mempunyai Peraturan Bupati tersebut, sehingga jika ada permintaan pembangunan Kondotel di Kabupaten lain belum bisa dilaksanakan karena Peraturan Bupati belum ada untuk dijadikan payung hukumnya. Dengan banyaknya permintaan Kondotel di Bali selain Kabupaten Badung para Investor mengharap agar terbentuknya Peraturan Bupati di masing masing kabupaten sehingga pembangunan Kondotel bisa memenuhi keinginan masyarakat dan merata di wilayah Pulau Bali.

  • 2.2    Kendala Undang-Undang Rumah Susun di Kabupaten Badung

Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun maka dapat kita lihat bahwa dalam peraturan tersebut tidak disebutkan rumah susun itu dapat dibangun diatas tanah hak guna bangunan diatas tanah hak milik namun dalam pelaksanaanya di lapangan terdapat pendaftaran rumah susun diatas tanah berstatus hak guna bangunan diatas hak milik. Itu semua tidak terlepas dari pada kebijakan pusat yang mempertimbangkan segala hal dan resikonya sehingga terlaksananya pendaftaran rumah susun diatas tanah dengan status hak guna bangunan diatas hak milik.

Hak milik dapat dibebani dengan hak guna bangunan berdasarkan akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah dan kemudian didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten Badung. Pemberian hak guna bangunan diatas hak milik atas tanah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Jika dilihat dari peraturan perundang-undangannya, memang belum ada yang mengatur khusus tentang pengertian hak guna bangunan diatas hak milik. Namun secara garis besarnya merupakan hak yang berada diatas hak, biasanya dilakukan karena adanya sewa menyewa tanah yang mana pemberian hak guna bangunan di atas tanah hak milik dilakukan oleh pemegang hak guna bangunan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Melalui sebuah wawancara dengan Bapak I Nyoman Mertayasa, S.siT selaku Kepala Sub Seksi pada bagian Pendaftaran Hak pada Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, dijelaskan bahwa status hak milik atas tanah yang dibebani hak

guna bangunan dan diatasnya dibangun rumah susun itu tetap berlaku namun tidak dapat dilakukan perbuatan hukum apapun terhadap sertipikat hak milik tersebut. Sejak didaftarkan pada kantor Pertanahan Kabupaten Badung sampai sertipikat hak milik satuan rumah susun itu terbit, sertipikat hak milik tidak dapat diambil kembali oleh pemiliknya melainkan akan disimpan di BPN sebagai warkah.

Pada Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sudah jelas menyebutkan “Pelaku pembangunan rumah susun komersial dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun”, dapat dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota yang sama dan di atur dalam peraturan pemerintah. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 20 miliar.

Hambatan lain dalam Undang-Undang Rumah Susun di Kabupaten Badung adalah kurangnya perlindungan hukum bagi konsumen. Pihak pengembang rumah susun memiliki tanggungjawab untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen rumah susun. Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor1 Tahun 2011 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan”. Karena banyak sekali sengketa yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha dari tidak dipenuhinya ketentuan atau tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. Apabila pemilik satuan rumah susun selaku subyek tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, maka kepemilikan satuan rumah susun tersebut akan menghadapi permasalahan hukum di kemudian hari.8

  • 2.3    Upaya Untuk Mengatasi Hambatan Undang-Undang Rumah Susun di Kabupaten Badung

Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Badung dalam mengisi kekosongan norma tersebut adalah DPRD Kabupaten Badung dan Pemerintah Kabupaten Badung saat ini telah membuat Rancangan Peraturan Daerah Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang salah satu isinya juga menyebutkan hunian vertikal atau rumah susun. Keberadaan hunian vertikal tersebut diharapkan dibangun pada zona yang telah ditentukan pemerintah setempat sesuai peruntukannya seperti zona yang sudah ada di antaranya untuk perumahan, hotel

dan pertanian. Secara garis besar Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung 2013-2033 memuat tujuan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur tata ruang wilayah, rencana pola ruang wilayah, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah, dan ketentuan pengendaliaan pemanfaatan ruang. Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Badung 2013-2033 ini menjadi pedoman dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung untuk 20 tahun ke depan. RTRW Kabupaten Badung 2013-2033 akan dijabarkan lebih lanjut dalam rencana rinci berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) sesuai ketentuan yang berlaku.

Persyaratan pembangunan hotel dan kondotel hanya ditentukan untuk tiga kecamatan karena tata ruang untuk akomodasi wisata Badung hanya diperbolehkan di tiga wilayah itu. Peraturan Bupati Badung merupakan bentuk hasil kajian selama satu tahun dan solusi dari himbauan moratorium pembangunan hotel yang dikeluarkan Gubernur Bali. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi maraknya city hotel dan bujet hotel yang rata-rata luasan lahanya sempit tetapi jumlah kamar cukup banyak, sehingga berdampak terhadap lahan yang semakin berkurang.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1 . Kesimpulan

  • 1.    Pelaksanan rumah susun di kabupaten Badung sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 untuk mengakomodasi tingginya kebutuhan rumah masyarakat agar dapat memimalisir alih fungsi lahan, maka rumah susun di Kabupaten Badung lebih mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kondominium Hotel (Kondotel).

  • 2.    Dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun membutuhkan waktu yang cukup lama dengan proses yang berbeda dibandingkan dengan penerbitan Sertipikat Hak Milik, Sertipikat Hak Sertipikat Guna Bangunan atau Sertipikat Hak Pakai. Hambatan lain dalam Undang-Undang Rumah Susun di Kabupaten Badung adalah kurangnya perlindungan hukum bagi konsumen, dimana konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa dalam hal ini rumah atau hunian berhak atas tanggung jawab pengembang

perumahan apabila perumahan yang yang dibelinya terdapat cacat, kerusakan yang mengakibatkan kerugian.

  • 3.2    Saran

Adapun saran yang dapat diberikan terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu:

  • 1.    Kepada pihak pemerintah hendaknya melakukan sosialisasi mengenai satuan rumah susun sebagai sarana penunjang pariwisata sesuai dengan perencanaan pengendalian pembangunan.

  • 2.    Kepada pihak pengembang hendaknya dalam membuat rumah susun atau kondotel harus memahami secara detail mengenai aturan terutama aturan daerah dalam pembangunan kondotel. Contohnya pembangunan rumah susun di Kabupaten Badung agar hunian vertikal atau kondotel tidak dibangun di dekat pura dan tidak merusak sektor pariwisata serta pertanian agar sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku-buku:

Adrian Sutendi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta

Dyah Ochtorina Susanti, A’an Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar Grafika, Jakarta.

Eman Ramelan, dkk, 2013,Problematika Hukum Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Pembebanan Dan Peralihan Ha Katas Tanah, Laksbang Grafika dan Andi Institute, Surabaya.

Erwin Kallo, 2009, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena Pressindo, Jakarta.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Granita Ramadhani, 2000, Analisa Aspek Metodologi, Universitas Indonesia, Jakarta.

  • 2.    Jurnal

Andriana Suwarno, Cecilia, 2018, Akibat Hukum Wanprestasi Perjanjian Jasa Investasi Kondominium Hotel, Kertha Semaya, Volume 6 Nomor 8 (2018).

Sujateruna, Randy, 2014, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pembeli Satuan Rumah Susun Terhadap Status Kepemilikan Satuan Rumah Susun, Kertha Semaya, Volume 2 Nomor 06 Oktober 2014

  • 3.    Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor

  • 75,    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317 )

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252)

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643)

Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kondominium Hotel (Berita Daerah Kabupaten Badung Tahun 2008 Nomor 1)

15