PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN OLEH PEMERINTAH DI KOTA DENPASAR DALAM PERSPEKTIF PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 40 TAHUN 2013
on
PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN OLEH PEMERINTAH DI KOTA DENPASAR DALAM PERSPEKTIF PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 40 TAHUN 2013∗
OLEH:
Anak Agung Istri Dheanita Putri∗∗ Ibrahim R∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Peningkatan kepadatan jumlah penduduk dan perluasan pembangunan di berbagai sector tentu tidak dapat mengelak dari persoalan limbah sebagai akibat dari pembangunan itu sendiri. Perkembangan pembangunan ini selalu diiringi dengan peningkatan volume limbah baik yang berbentuk padat maupun cair dan sebagaian besar dikategorikan sebagai limbah B3.Menyadari besarnya dampak yang ditimbulkan dari limbah B3 maka perlunya pengawasan oleh Pemerintah sesuai Perwali Denpasar No 40 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Ijin PPLH Di Kota Denpasar. Adapun rumusan masalah dari penulisan jurnal ini yaitu bagaimana pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 oleh Pemerintah di Kota Denpasar dan Apakah kendala yang dihadapi Pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar. Metode penulisan yang digunakan yaitu metode penulisan yuridis empiris dimana melihat kesenjangan antara normayang seharusnya dengan prilaku di masyarakat. Hasil penelitian yaitu pengawasan dilakukan oleh Tim Pengawas secara langsung dengan monitoring sebanyak 57 usaha/kegiatan penghasil limbah B3. Sedangkan kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Denpasar dipengaruhi oleh faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana serta faktor masyarakat.
Kata kunci: Limbah B3, Pencemaran, Pengawasan.
∗ Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Di Kota Denpasar Dalam Perspektif Peraturan Walikota Denpasar Nomor 40 Tahun 2013 merupakan makalah ilmiah di luar ringkasan skripsi.
∗∗ Anak Agung Istri Dheanita Putri adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, sekaligus sebagai penulis pertama dalam penulisan karya ilmiah ini.
∗∗∗ Prof. Dr. Ibrahim R, SH., MH. adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, sekaligus sebagai penulis kedua dalam penulisan karya ilmiah ini.
ABSTRACT
Increasing population density and expansion of development in various sectors certainly cannot avoid the problem of waste as a result of development itself. The development of this development is always accompanied by an increase in the volume of waste both in the form of solid and liquid and most are categorized as B3 waste. Recognizing the magnitude of the impact caused by B3 waste, the need for supervision by the Government in accordance with Perwali Denpasar No. 40 of 2013 concerning Procedures for Implementing PPLH Permits in Denpasar City. The formulation of the problem from the writing of this journal is how the implementation of supervision of B3 waste management by the Government in Denpasar City and What are the obstacles faced by the Government in conducting supervision of B3 waste management in Denpasar City. The writing method used is empirical juridical writing method which sees the gap between the norms that should be with behavior in society. The results of the research carried out namely supervision carried out by the Supervisory Team directly by monitoring as many as 57 businesses / activities producing B3 waste. While the obstacles faced by the Denpasar City Government are influenced by law enforcement factors, infrastructure and community factors.
Keywords: B3 Waste, Pollution, Supervision.
Kesehatan lingkungan adalah hak asasi setiap manusia serta merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang mesti diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD NRI 1945.1 Manusia dan lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan satu sama lain. Hanya saja, manusia memiliki keistimewaan oleh karena itu komponen manusia ditempatkan berbeda dengan makhluk hidup lainnya, yakni manusia ditempatkan pada dua posisi yaitu disatu sisi manusia adalah bagian dari lingkungan hidup itu sendiri, di sisi lain manusia sekaligus sebagai pengelola dari lingkungan hidup itu.2
Kota Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi, selalu berupaya secara terus menerus untuk melakukan pembangunan, yang mana ditandai dengan perluasan pembangunan di berbagai sektor. Perkembangan pembangunan ini selalu diiringi dengan peningkatan volume limbah, baik limbah berbentuk padat maupun cair. Sejumlah kegiatan industri, perdagangan dan jasa hingga kegiatan domestik berpotensi menghasilkan limbah, dimana salah satu kategori limbah yang perlu penanganan serius adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (selanjutnya disebut PP 101/2014) menentukan bahwa, “Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu
usaha dan/ataukegiatan yang mengandung B3”. Kemudian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP 101/2014 menentukan bahwa “Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energy, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya”. Sehingga pembuangan limbah B3 langsung ke media lingkungan menyebabkan dampak negatif yang sangat besar dan bersifat akumulatif, sehingga kadarnya semakin lama semakin meningkat.
Pengelolaan limbah B3 berdasarkan Pasal 1 ayat (11) PP 101/2014 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan. Seperti contoh kasus limbah medis yang dikategorikan sebagai limbah B3 berceceran di buang ke TPA Suwung. Limbah medis yang ditemukan berupa spuit, bekas infuse, selang infus, kantong darah dan botol obat yang bebas di buang ke TPA Suwung di kawasan Pesanggaran Denpasar.3 Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) PP 101/2014 yang menentukan “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan”.
Upaya pemerintah dalam mencegah pencemaran lingkungan akibat limbah B3 yaitu melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar yaitu dengan melakukan Pengawasan untuk mewujudkan penataan
terhadap ketentuan dibidang lingkungan hidup.4 Menyadari akan besarnya dampak yang dapat ditimbulkan oleh pembuangan limbah B3, serta mengingat Kota Denpasar sebagai Kota dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan perkembangan pembangunan di segala bidang yang terus meningkat, maka di perlukan Pengawasan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam melaksanakan pengawasaan terhadap pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar melalui Perwali Denpasar No 40 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Ijin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Di Kota Denpasar (selanjutnya disebut Perwali 40/2013).
-
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun oleh Pemerintah di Kota Denpasar dalam perspektif Peraturan Walikota Denpasar Nomor 40 Tahun 2013?
-
2. Apakah kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Denpasar dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dalam perspektif Peraturan Walikota Denpasar Nomor 40 Tahun 2013?
Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu metode penulisan hukum yang melihat kesenjangan
yang terjadi antara norma yang seharusnya dilakukan dengan prilaku di masyarakat.5
Data yang digunakan dalam penulisan jurnal ini bersumber dari dua sumber yaitu sebagai berikut:
-
1) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama di lapangan, dimana data tersebut berasal dari wawancara terhadap pihak-pihak yang mengetahui dan terkait dengan pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun oleh Pemerintah Kota Denpasar.
-
2) Data Sekunder yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu Peraturan Perundang-Undangan, literature dan artikel terkait sebagai berikut:
-
a. Peraturan perundang-undangan dalam penelitian ini yaitu:
-
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 1945.
-
- Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
-
- Peraturan Walikota Denpasar Nomor 40 Tahun 2013
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Ijin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Di Kota Denpasar (Berita Daerah Kota Denpasar Tahun 2013 Nomor 40).
-
- Keputusan Walikota Denpasar Nomor
188.45/319/HK/2018 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dan
-
L imbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kota Denpasar Tahun 2018.
-
b. Karya tulis ilmiah ilmu hukum yang terdiri dari : buku-buku, jurnal, hasil penelitian ilmiah (skripsi).
-
c. Karya tulis lainnya yang meliputi : artikel-artikel yang dimuat di media dan/atau elektronik lainnya.
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah di Kota Denpasar
-
Prinsip umum dalam hukum lingkungan administrasi yaitu, pejabat yang berwenang memberi ijin bertanggungjawab terhadap penegakan hukum lingkungan administrasi.Penegakan hukum sebagai bagian dari ruang lingkup daripada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menurut Pasal 4 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH tentunya penegakan hukum lingkungan. Dalam penegakan hukum lingkungan, dianut sistem penegakan hukum yang mencakup penegakan hukum preventif dan penegakan hukum represif.6 Penegakan hukum preventif dilakukan dengan tujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan hidup dengan menggunakan secara maxsimal instrument pengawasan dan perizinan.7 Pengawasan merupakan upaya untuk mewujudkan penataan terhadap ketentuan-ketentuan di bidang lingkungan hidup, khususnya tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pengawasan dalam pengelolaan limbah B3 dibagi menjadi 2 yaitu: Pertama, pengawasan langsung yang artinya pejabat pengawas melakukan pengawasan secara langsung dengan mendatangi lokasi
usaha/kegiatan. Kedua, Pengawasan tidak langsung artinya pengawasan itu dilakukan terhadap dokomen laporan pengelolaan lingkungan limbah B3 yang asalnya dari pihak pelaku usaha/kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penghasil limbah B3 adalah setiap orang yang karena usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) PP 101/2014 menentukan bahwa “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan”.
Pengawasan dilakukan untuk apakah kegiatan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.8 Pemerintah Kota Denpasar menetapkan peraturan mengenai pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 yaitu dalam Pasal 25 Peraturan Walikota Denpasar NOmor 40 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Ijin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HIdup (PPLH) Di Kota Denpasar (selanjutnya disebut Perwali Denpasar 40/2013) yang menentukan, “Walikota berwenang melakukan pengawasan, pembinaan dan pemulihan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 skala Kota”. Pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar dilakukan oleh Tim Pengawas yang diketuai oleh pejabat fungsional yaitu Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLHD) sesuai dengan Keputusan Walikota Denpasar No 188.45/319/HK/2018 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kota Denpasar Tahun 2018. Berdasarkan Perwali Denpasar 40/2013 pasal 26 ayat (3) dan (4)
menentukan bahwa Ketua Tim Pengawas harus PPLHD yang memenuhi persyaratan yaitu telah mengikuti pelatihan pengelolaan limbah B3 dan/atau telah bekerja paling sedikit 2 (dua) tahun di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan anggota tim harus memenuhi persyaratan yaitu telah mengikuti pelatihan pengelolaan limbah B3 dan/atau telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahundi bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Dewa Ngakan Gede Suteja, selaku Kepala Seksi Limbah B3 di DLHK Kota Denpasar pada tanggal 12 Agustus 2019, diperoleh informasi bahwa per tahun 2018 pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan monitoring secara langsung terhadap 57 usaha dan/atau kegiatan penghasil limbah B3. Adapun data hasil monitoring yang dilakukan Tim Pengawas tahun 2018 ditemukan pelanggaran pengelolaan limbah B3 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Pelanggaran pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar
No Nama usaha/kegiatan |
Pelanggaran |
1. 8 Usaha Bengkel |
memenuhi persyaratan.
dengan bersisikan simbol atau label limbah B3. |
2. 11 Puskesmas |
dengan bersisikan simbol atau label limbah B3. |
3. 5 Klinik dan Laboratorium |
- Belum memiliki TPS. - Memiliki TPS tetapi tidak memenuhi persyaratan. |
dimanfaatkan dan ditimbun.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3.
| |
4. 10 Perseroan Terbatas (PT) |
memenuhi persyaratan.
dimanfaatkan dan ditimbun.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3.
|
5. 8 Persekutuan Komanditer (CV) |
memenuhi persyaratan.
dimanfaatkan dan ditimbun.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3. |
6. 3 Usaha Dagang (UD) |
memenuhi persyaratan.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3. |
7. 4 Yayasan |
memenuhi persyaratan. |
dengan bersikan simbol atau label limbah B3.
| ||
8. |
6 Rumah Sakit |
memenuhi persyaratan.
dimanfaatkan dan ditimbun.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3.
|
9. |
2 Hotel |
memenuhi persyaratan.
dimanfaatkan dan ditimbun.
dengan bersikan simbol atau label limbah B3. |
Sumber: Data diperoleh dari DLHK Kota Denpasar.
Berdasarkan data di atas, pelanggaran yang dilakukan oleh usaha/kegiatan penghasil limbah B3 yaitu:
-
1. Belum memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS), bahwa sesuai dengan PP No 101 Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan penyimpanan limbah B3”.
-
2. Memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) tetapi tidak
memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku yaitu pasal 13 PP 101/2014 yang menentukan, “Tempat penyimpanan limbah B3 harus memenuhi persyaratan: a) Lokasi penyimpanan limbah
B3; b) fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah limbah B3, karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup; c) Peralatan penanggulangan keadaan darurat”.
-
3. Tidak melakukan pemilahan sesuai karakteristik limbah B3, yaitu tidak sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) ayat (2) PP No 101/2014 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 ilarang melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpan”. Dalam hal ini pencampuran dengan media lingkungan, bahan, limbah dan limbah B3 lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bahwa karateristik limbah B3 meliputi:
-
a) Mudah meledak;
-
b) Mudah menyala;
-
c) Reaktif;
-
d) Infeksius;
-
e) Korosif;
-
f) Beracun.
-
4. Tidak memiliki Logbook limbah yang disimpan, diolah, dimanfaatkan dan ditimbun, yaitu tidak tidak memiliki logbook sebagai buku untuk pencatatan limbah (jenis, karakteristik, sumber dan jumlah) manifest untuk limbah yang diangkut keluar perusahaan dan catatan-catatan kejadian terjadinya kebocoran, tumpahan, kecelakaan dalam pengelolaan limbah B3 serta upaya penanganan yang dilakukan sesuai dengan Lampiran VII Perwali Denpasar 40/2013.
-
5. Tidak melakukan pengemasan dengan bersikan simbol atau label limbah B3. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (2) PP 101/2014 yang mewajibkan pengemasan limbah B3 dilekatkan dengan label dan simbol limbah B3 yang sesuai dengan
karakteristik limbah B3 tersebut. Syarat pengemasannya diatur dalam Pasal 19 ayat (1) yaitu:
-
a) Terbuat dari bahan yang dapat mengemas limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
-
b) Mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
-
c) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan
-
d) Berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat atau rusak.
-
6. Tidak memiliki ijin TPS, yaitu tidak sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) PP No 101/2014 yang menyatakan bahwa, “Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3 setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3”.
-
2. 2.2 Kendala Pemerintah Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Kota Denpasar
Pencemaran terhadap lingkungan hidup memiliki dampak pada kesehatan lingkungan dan manusia, kerugian ekonomi, terganggunya ekosistem, estetika dan kenyamanan.9 Berdasarkan dampak buruk tersebut hal yang sangat penting dilakukan yaitu menjaga lingkungan agar tidak tercemar. Dalam melakukan pencegahan pencemaran lingkungan akibat pengelolaan limbah B3 yang tidak benar pasti terdapat kendala atau hambatan. Kendala adalah faktor atau keadaan yang menghalangi, membatasi atau mencegah tercapainya suatu sasaran/tujuan. Menurut Soerjono Soekanto, hal itu dipengaruhi oleh factor-factor yaitu: “faktor hukum,
faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas dan faktor masyarakat”.10
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Dewa Ngakan Gede Suteja, selaku Kepala Seksi Limbah B3 di DLHK Kota Denpasar dan Ida Bagus Bayu Belayana selaku Anggota Monitoring dari Dinas Lingkungan HIdup dan Kebersihan Kota Denpasar pada tanggal 12 Agustus 2019, diperoleh informasi bahwa dalam pelaksanaan pengawasan yaitu monitoring pengelolaan limbah B3 di Kota
Denpasar didapat beberapa hal yang menjadi kendala antara lain: 1. Faktor penegak hukum yaitu kelengkapan anggota saat
monitoring kurang. Dimana, dalam pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh tim pengawas limbah B3 tidak pernah lengkap kehadirannya sesuai dengan Keputusan Walikota Denpasar No 188.45/319/HK/2018 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kota Denpasar Tahun 2018 yang mana pada kenyataannya kegiatan monitoring lebih banyak dilakukan oleh pihak DLHK Kota Denpasar saja melihat dari Keputusan Walikota Denpasar yang telah membentuk tim pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar. Instansi terkait yang telah ditetapkan untuk menjadi anggota tim pengawas sesuai Keputusan Walikota Denpasar jarang ikut serta mengikuti monitoring.
-
2. Faktor sarana dan prasarana juga menjadi kendala yaitu keterbatasan alat trasnportasi yang dimiliki DLHK karena banyak pelaksanaan monitoring dalam bidang lain di DLHK yang
memerlukan alat trasportasi maka oleh sebab itu menjadi kendala sebab sering terjadi keterlambatan untuk mendatangi tempat pengecekan dikarenakan alat transportasi yang tidak disediakan khusus untuk melakukan monitoring pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar.
-
3. Faktor masyarakat yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam
hal ini pihak usaha/kegiatan penghasil limbah B3 untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan sesuai dengan PP 101/2014 . Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha/kegiatan meskipun telah diberi teguran oleh Pemerintah Kota Denpasar.
-
1. Pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 oleh Pemerintah di Kota Denpasar dilakukan dengan monitoring secara langsung terhadap 57 usaha dan/atau kegiatan penghasil limbah B3 per tahun 2018. Hasil monitoring ditemukan jumlah pelanggaran yaitu: Belum memiliki TPS; Memiliki TPS tetapi tidak memenuhi persyaratan; Tidak melakukan pemilahan sesuai karakteristik limbah B3; Tidak memiliki Logbook limbah yang disimpan, diolah, dimanfaatkan dan ditimbun; Tidak melakukan pengemasan dengan bersikan simbol atau label limbah B3; dan Tidak memiliki ijin TPS.
-
2. Kendala yang dihadapi Pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 di Kota Denpasar yaitu di pengaruhi oleh faktor penegak hukum yaitu kelengkapan personil saat melakukan monitoring; faktor sarana prasarana yaitu keterbatasan alat trasportasi dan faktor masyarakat yaitu kurangnya kesadaran masyarakat melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai aturan.
-
1. Bagi pihak pelaku usaha/kegiatan yang menghasilkan limbah B3 agar lebih mengendalikan terbuangnya limbah B3 ke media lingkungan untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan dengan membangun TPS sesuai dengan persyaratan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
2. Bagi Pemerintah Kota Denpasar lebih mempertegas kepada semua instansi yang terkait sebagai Tim Pengelolaan B3 dan Limbah B3 di Kota Denpasar agar lebih bertanggung jawab dalam melakukan tugasnya agar kegiatan monitoring dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
A.M Yunus Wahid, 2018, Pengantar Hukum Lingkungan Edisi Kedua, Prenadamedia Group, Jakarta.
H. Zainuddin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Masrudi Muchtar, Abdul Khair dan Noraida, 2016, Hukum Kesehatan Lingkungan (Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran), Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Muhhamad Akib, 2016, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Soekidjo Notoatmojo, 2002, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
Seorjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan Indonesia, PT
RajaGrapindo Persada, Jakarta.
Jurnal Ilmiah:
Fenty U. Puluhuhawa, 2011, Pengawasan Sebagai Instrumen Penegakan Hukum Pada Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 No. 2, Universitas Negeri Gorontalo.
Internet:
Tribun Bali, 2018, LImbah Medis Berceceran Darah Dibuang ke TPA Suwung,https://balitribunnews.com/amp/2018/01/15/limba h-medis-berceceran-darah-dibuang-ke-tpa-suwung-dlhk-kaget-itu-bahaya-itu-maling?page=2.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 1945.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617).
Peraturan Walikota Denpasar Nomor 40 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Ijin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Di Kota Denpasar (Berita Daerah Kota Denpasar Tahun 2013 Nomor 40).
Keputusan Walikota Denpasar Nomor 188.45/319/HK/2018 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kota Denpasar Tahun 2018.
18
Discussion and feedback