IMPLEMENTASI JAMINAN FIDUSIA DI LPD DESA UNGASAN SEBAGAI UPAYA LPD DALAM MEMBANTU DEBITUR MELUNASI HUTANG KREDIT

Oleh :

Ni Luh Julia Kari∗∗

Ida Bagus Putu Sutama∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Kebutuhan masyarakat khususnya dibidang lembaga keuangan semakin hari semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya LPD, masyarakat lebih mendapatkan pinjaman dana dalam memenuhi kebutuhannya. Pernah terjadi kredit macet di LPD Desa Adat Ungasan menyebabkan LPD Desa Adat Ungasan, menerapkan pengikatan Jaminan Fidusia kepada debitur ketika melakukan pinjaman kredit yang dibutuhkan. Namun, debitur tidak selalu dapat melunasi hutangnya sesuai dengan kesepakatan.Kemudian timbullah yang menjadi masalah yaitu bagaimanakah implementasi Pasal 11 Ayat (1) UUJF di LPD Desa Adat Ungasan.

Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan implementasi pendaftaran Jaminan Fidusia di LPD Desa Adat Ungasan tidak sesuai dengan Pasal 11Ayat (1) UUJF dan Upaya hukum yang dapat dilakukan LPD dalam hal debitur wanprestasi.Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan data primer yang dilakukan dengan wawancara dan data sekunder.

Berdasarkan hasil analisa, faktor yang menyebabkan implementasi Pasal 11 Ayat (1) tidak sesuai dengan UUJF adalah biaya pembuatan akta yang terbilang mahal. Upaya yang dapat dilakukan pihak LPD dalam hal debitur wanprestasi adalah melakukan eksekusi melalui penjualan dibawah tangan objek yang dijadikan Jaminan Fidusia (Pasal 29 Ayat (1) huruf c) UUJF.

Karya Ilmiah ini merupakan karya ilmiah diluar ringkasan Skripsi.

∗∗Ni Luh Julia Kari adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Udayana, Korespondensi: yuliakari1407@gmail.com

∗∗∗ Ida Bagus Putu Sutama adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

Kata Kunci : Lembaga Keuangan, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Kredit, Jaminan Fidusia

ABSTRACT

Community needs, especially in the field of financial institutions are increasingly increasing to meet their daily needs. With the presence of LPDs, the community is getting more loan funds to meet their needs. There have been bad loans in Ungasan Indigenous Village LPD, causing Ungasan Indigenous Village LPD to apply the binding of Fiduciary Guarantees to debtors when making the necessary loan loans. However, the debtor does not always pay off the debt in accordance with the agreement. Then the problem arises, namely how is the implementation of Article 11 Paragraph (1) UUJF in Ungasan Customary Village LPD.

The purpose of this paper is to find out the factors that led to the implementation of Fiduciary Guarantee registration in Ungasan Customary Village LPD not in accordance with Article 11 (1) UUJF and legal efforts that can be done by LPD in the case of default debtors. empirical law using primary data carried out by interviews and secondary data.

Based on the results of the analysis, the factors that led to the implementation of Article 11 Paragraph (1) not in accordance with UUJF were the costs of making deeds which were considered expensive. The effort that can be made by the LPD in the event of a default debtor is to execute through the sale under the hand of the object that is used as a Fiduciary Guarantee (Article 29 Paragraph (1) letter c) UUJF.

Keywords : Financial Institutions, Village Credit Institutions (LPD), Credit, Fiduciary guarantee.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama pada bidang lembaga keuangan, masyarakat diberikan fasilitas melakukan pinjaman untuk menunjang kebutuhan sehari-hari baik sandang maupun pangan. Lembaga keuangan ini, tidak saja memberikan akses kepada masyarakat untuk menabung, tetapi masyarakat juga dapat melakukan pinjaman di lembaga keuangan

yang dibentuk oleh Desa Adat. Lembaga keuangan ini bernama Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

LPD ini diatur berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali no 8 tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) ini ada disetiap desa-desa di Bali yang dikelola langsung oleh Desa Adat. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan suatu lembaga simpan pinjam yang dikelola oleh Desa Adat, yang fungsi untuk memajukan perekonomian desa dan mensejahterakan masyarakat. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali sudah ada sejak tahun 1984. Dimana pada tahun 1984, pemerintah provinsi Bali mencetuskan ide mengenai menciptakan lembaga keuangan dengan berbasis desa adat, untuk tetap menjaga kearifan lokal.1

Kehadiran Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat di Desa Adat Ungasan, sebagai lembaga keuangan dalam memenuhi kebutuhan permodalan masyarakat desa tersebut. Pemberian kredit kepada masyarakat di Desa Adat Ungasan, melalui prinsip 5c sama seperti bank pada umumnya. Tidak hanya melalui prinsip 5c saja, tetapi LPD dalam memberikan kredit, debitur harus melakukan perjanjian Jaminan Fidusia. Dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 42 tahun 1999 tentang fidusia, memuat mengenai pengertian fidusia yang berarti berubahnya hak milik suatu benda atas dasar kepercayaan kepada penerima benda tersebut dengan syarat penguasaan benda tersebut tetap dimiliki oleh pemberi benda (benda tidak diserahkan) atas dasar jaminan.2

Tujuan LPD dalam menerapkan prinsip 5c dan adanya kesepakatan jaminan fidusia tentunya untuk menghindari adanya kasus kredit macet dan juga wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya suatu prestasi atau lalai.3 Menurut Bendesa Adat Ungasan, Jaminan Fidusia yang diterapkan di LPD Desa Adat Ungasan, sebagai upaya membantu debitur sangat efektif diterapkan dari tahun 2017, sehingga mampu melancarkan permodalan di LPD tersebut.

Berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) menyebutkan bahwa suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia wajib didaftarkan, agar nantinya memperoleh suatu akta jaminan fidusia (AJF) untuk membuktikan bahwa benda tersebut sedang dijadikan jaminan, tetapi implementasi Pasal 11 Ayat (1) UUJF di LPD Desa Adat Ungasan, berbeda dengan apa dipaparkan didalam UUJF, karena itu penulis ingin mengkaji lebih dalam terkait masalah implementasi Pasal 11 Ayat (1) UUJF khususnya di LPD Desa Adat Ungasan, kemudian muncullah ide karya ilmiah dengan judul “IMPLEMENTASI JAMINAN FIDUSIA DI LPD DESA UNGASAN SEBAGAI UPAYA LPD DALAM MEMBANTU DEBITUR MELUNASI HUTANG KREDIT.”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pelaksanaan dari pendaftaran Jaminan Fidusia di Desa Adat Ungasan tidak sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?

  • 2.    Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan oleh LPD Desa Adat Ungasan dalam hal debitur wanprestasi ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelaksanaan dari pendaftaran Jaminan Fidusia Pasal 11 ayat (1) di Desa Adat Ungasan tidak sesuai dengan UUJF dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh LPD Desa Adat Ungasan dalam hal debitur wanprestasi.

  • II.    ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum empiris, dengan menggunakan data primer yang bersumber dari lapangan melalui observasi agar memperoleh fakta yang sebenarnya4 dan data sekunder sebagai pendukung dari data primer yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (The State Approach) dan Pendekatan Fakta. Sumber data yang diperoleh dari penulisan ini melalui sumber data yang berasal dari lapangan (field research),dengan teknik wawancara.5 Dan didukung data sekunder berupa buku, jurnal dan peraturan perundang-undangan.6

  • 2.2    HASIL DAN ANALISIS

    • 2.2.1    Implementasi Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di LPD Desa Adat Ungasan

Pemberian kredit kepada calon nasabah khususnya di LPD Desa Adat Ungasan tentunya melalui beberapa tahapan prosedur, pemberian kredit di LPD Desa Adat Ungasan pada prinsipnya sama seperti pemberian kredit oleh bank berdasarkan Pasal 29

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang memuat: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.” Prinsip 5c merupakan implementasi dari ketentuan prinsip kehati-hatian yang mana bank wajib menyediakan informasi kemungkinan timbulnya resiko kerugian dan lain-lain (Pasal 29 Ayat (4) UU Pebankan). Prinsip kehati-hatian tersebutlah yang menjadi pertimbangan lembaga keuangan dalam memberikan kredit kepada calon nasabahnya, prinsip 5c tersebut memuat : character, capacity, capital, collateral, dan condition of economic. 7 Sehingga secara tidak langsung pihak LPD juga tunduk terhadap Pasal 29 Ayat (2) UU Perbankan dalam menerapkan prinsip 5c tersebut.

Jika prinsip 5c tersebut memenuhi kriteria dari calon nasabah, selanjutnya pihak LPD akan melakukan pengikatan jaminan. Selain melakukan perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjam meminjam , LPD juga melakukan perjanjian ikutan (accesoir)8 melalui pengikatan Jaminan Fidusia sebagai dasar implementasi dari salah satu prinsip 5c yaitu collateral.9

Berdasarkan paparan Bendesa Adat Ungasan, menyatakan bahwa, banyak terjadinya kasus kredit macet pada tahun 2016. Untuk itu dalam meminimalisir kasus tersebut LPD Desa Adat Ungasan menerapkan sistem pengikatan Jaminan Fidusia dalam

membantu debitur melunasi hutangnya. Upaya ini dilaksanakan, agar permodalan yang ada di LPD dapat berjalan lancar untuk meningkatkan perekonomian desa tersebut.

Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 2 menyebutkan Jaminan Fidusia adalah suatu hak jaminan benda bergerak baik yang berwujud maupun tak berwujud dan benda tidak bergerak seperti bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam UU Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai jaminan ketika pemberi fidusia melakukan pinjaman. ”10.

Objek yang dijadikan jaminan fidusia memiliki syarat bahwa, objek tersebut tetap berada ditangan pemberi fidusia, sebelum diadakannya eksekusi terhadap benda jaminan tersebut. Jaminan fidusia tersebut wajib didaftarkan dihadapan notaris, yang kemudian dinamakan akta jaminan fidusia (AJF) Pasal 11 Ayat (1) UUJF. Tetapi, implementasi Pasal 11 Ayat (1) UUJF di LPD Desa Adat Ungasan berbeda dengan apa yang dipaparkan dalam UUJF. Pembebanan terhadap suatu objek yang dijadikan Jaminan Fidusia tersebut dijelaskan dalam Pasal 4-Pasal 10 UUJF. Pasal 5 Ayat (1) menjelaskan mengenai benda yang dijadikan suatu objek Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris, berbeda implementasiannya di LPD Desa Adat Ungasan, dimana akta tersebut biasanya hanya dibuat berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak baik kreditur dan debitur (bukan dihadapan notaris), hal ini tentunya akan membawa ketidakpastian hukum dan kesenjangan terhadap objek Jaminan Fidusia tersebut.

Implementasi Pasal 11 ayat (1) juga tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan didalam UUJF yang menjelaskan mengenai wajibnya dilakukan pendaftaran terhadap objek yang dibebani

Jaminan Fidusia, tetapi objek tersebut ternyata tidak didaftarkan. Dijelaskan pada Pasal 12 ayat (1) Jaminan Fidusia dapat didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia pada kantor kementerian hukum dan HAM. Penerapan Jaminan Fidusia di LPD Desa Adat Ungasan terhadap objek yang dibebani jaminan fidusia tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, hanya berdasarkan kesepakatan saja. Padahal didalam Pasal 13 ayat (1) menjelaskan permohonan pendaftaran mengenai objek yang dibebani jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia tetapi, penerima fidusia di LPD Desa Adat Ungasan, justru tidak melakukan permohonan pendaftaran seperti yang dipaparkan dalam UUJF. Padahal kemanfaatan pendaftaran jaminan fidusia justru memberikan dampak yang positif bagi kreditur yang nantinya dapat memberikan kepastian hukum, dapat juga memberikan hak yang didahulukan (preferen).11Namun, jika objek yang dijadikan Jaminan Fidusia tidak dilakukan pembebanan sesuai dengan Pasal 4-10 UUJF, maka akibat hukumnya adalah jaminan tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai hak agunan (Pasal 37 Ayat (2) UUJF). Perjanjian ikutan (accesoir) merupakan sifat utama yang dimiliki oleh jaminan fidusia dari perjanjian pokok yang nantinya menimbulkan hak dan kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi.12

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Adat Ungasan yang sekaligus menjadi badan pengawas di LPD tersebut, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelaksaan UUJF di Desa Ungasan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, disebabkan beberapa faktor. Tidak terpenuhinya asas publicitet yang berarti setiap jaminan harus didaftarkan yang fungsinya

untuk mengetahui bahwa benda tersebut sedang dijadikan suatu jaminan13, karena beberapa faktor yang menyebabkan :

  • a.    Lebih menghemat biaya pengeluaran LPD, terhadap biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF);

  • b.    Kreditur mempercayai bahwa debitur memiliki sifat itikad baik karena pemberian kredit ini umumnya untuk masyarakat lokal, jadi kepercayaan antara kreditur dengan debitur sudah terjalin karena berada dalam satu daerah yang sama;

  • c.    Jumlah kredit yang kecil dan jangka waktu kredit yang terbilang relative pendek;

  • d.    Lebih efisien karena dapat menghemat waktu, melalui kesepakatan antara kedua belah pihak; dan

  • e.    Sedikitnya kasus-kasus terkait jaminan fidusia yang terjadi, mengakibatkan tidak dilakukannya pembebanan terhadap objek tersebut.

Menurut Bendesa Adat Ungasan, berdasarkan kepercayaan terhadap debitur, merupakan faktor pokok yang menjadi alasan mengapa tidak dilakukannya pembebanan terhadap Jaminan Fidusia, mengingat yang melakukan pengikatan jaminan ini adalah masyarakat lokal, sehingga pihak LPD mempercayai penuh bahwa debitur memiliki sifat itikad yang baik, kalaupun sewaktu-waktu debitur dinyatakan wanprestasi (cedera janji).14Eksekusi jaminan fidusia ini diatur didalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UUJF.15

  • 2.2.2    Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan oleh LPD Desa Adat Ungasan Dalam Hal Debitur Wanprestasi

Implementasi Pasal 11 Ayat (1) UUJF di LPD Desa Adat Ungasan, tidak sesuai dengan apa yang paparkan didalam UUJF, dimana didalam UUJF dijelaskan bahwa objek yang dijadikan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Tetapi, objek Jaminan Fidusia ini justru tidak didaftarkan dan tidak dibuat dengan akta notaris (Pasal 5 Ayat (1)). Selain itu, pembebanan terhadap Jaminan Fidusia juga tidak memenuhi prosedur Pasal 4-10 UUJF.

Akibat hukum tidak dilakukannya pembebanan terhadap suatu objek yang dijadikan Jaminan Fidusia, berdasarkan Pasal 37 Ayat (3) dijelaskan mengenai jika dalam jangka waktu yang telah dipaparkan pada ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian maka, perjanjian Jaminan Fidusia tidak dapat dinyatakan sebagai hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud didalam Undang-Undang ini.16

Agar Jaminan Fidusia itu dapat dinyatakan sebagai hak agunan atas suatu kebendaan maka, pihak LPD Desa Adat Ungasan seharusnya mengikuti produser yang dipaparkan didalam UUJF. Kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia pada lembaga pembiayaan ditegaskan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 tahun 2012. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Seharusnya, pihak LPD mendaftarkan objek Jaminan Fidusia walaupun, biaya dalam mendaftarkan objek tersebut terbilang

mahal agar nantinya objek tersebut memiliki perlindungan hukum bagi para pihak dan kepastian hukum.

LPD Desa Adat Ungasan dalam memberikan pinjaman kepada debitur, wajib mencantumkan dalam isi perjanjian pokok tersebut bahwa debitur harus menyerahkan benda-benda tertentu sebagai pelunasan hutangnya secara tegas, mengingat kreditur disini tidak memiliki perlindungan hukum atas penyitaan suatu objek yang dibebani Jaminan Fidusia karena tidak dilaksanakannya pendaftaran Jaminan Fidusia sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) UUJF.

Agar terlaksanakanya Pasal 11 Ayat (1) di LPD Desa Adat Ungasan sesuai dengan UUJF, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 29/POJK.05/2014 menekankan lembaga pembiayaan yang melakukan pembiayaan terhadap objek yang akan dijadikan Jaminan Fidusia untuk melakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran Jaminan Fidusia paling lambat dalam waktu 1 bulan.

Apabila sewaktu-waktu debitur tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya dalam hal pelunasan hutang atau debitur dinyatakan wanprestasi (cedera janji), maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak kreditur LPD Desa Adat Ungasan adalah melakukan eksekusi terhadap objek yang jadikan Jaminan Fidusia sesuai dengan Pasal 29-34 UUJF, melalui penjualan benda dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia (Pasal 29 Ayat (1) huruf c). Jika ternyata penjualan benda tersebut melebihi hutang yang dimiliki oleh debitur, maka sisa penjualan benda tersebut dapat dikembalikan kepada debitur, tetapi jika penjualan benda tersebut nilainya ternyata masih kurang dari nilai pelunasan hutang

debitur, maka sisa hutang tersebut merupakan tanggung jawab debitur (Pasal 34 Ayat (1) dan (2)).

Karena penerapan Jaminan Fidusia di LPD Desa Adat Ungasan tidak melalui proses pendaftaran sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) UUJF, melainkan hanya melalui kesepakatan antara kedua belah pihak menyebabkan apabila terjadi cedera janji (wanprestasi) bisa diselesaikan melalui jalur non-litigasi yang berarti penyelesaian sengketa diluar pengadilan, melalui negosiasi yang berarti penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah dengan para pihak yang bersengketa yang bertujuan untuk menemukan penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi untuk diterima oleh kedua belah pihak. Melalui pendekatan kekeluargaan dengan pihak yang dinyatakan cederja janji.17

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Adat Ungasan yang sekaligus menjadi badan pengawas di LPD tersebut, menjelaskan apabila upaya hukum eksekusi melalui penjualan dibawah tangan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dan upaya hukum non-litigasi melalui negosiasi tidak juga terlaksana, misalnya penjualan benda tersebut ternyata tidak dapat melunasi hutang debitur dan debitur sudah tidak memiliki harta apapun lagi yang tersisa hal ini tercantum didalam Pasal 1820 KUH Perdata bahwa Guarantor baru akan bertanggung jawab ketika debitur lalai dalam perjanjiannya, maka debitur wajib menyediakan penanggung hutang (personal gurantee) yang dapat

diartikan orang atau badan hukum yang menanggung atau menjamin kewajiban debitur.18

  • III.    PENUTUP

    3.1    KESIMPULAN

  • 1 .) Implementasi pendaftaran Jaminan Fidusia Pasal 11 Ayat (1) tidak didaftar sesuai dengan UUJF. Benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak didaftarkan sehingga menyebabkan akibat hukum benda tersebut tidak dapat dijadikan suatu hak agunan (Pasal 37 UUJF). Faktor-faktor yang menyebabkan tidak terpenuhinya asas publicitet meliputi,penghematan pengeluaran LPD terhadap biaya

pembuatan akta, adanya kepercayaan pterhadap debitur memiliki sifat itikad yang baik, jumlah kredit yang kecil dan jangka waktu yang pendek, menghemat waktu dan sedikitnya kasus-kasus yang terkait jaminan fidusia yang terjadi di LPD Desa Adat Ungasan.

  • 2 .) Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh LPD Desa Adat Ungasan dalam hal debitur wanprestasi yaitu melakukan eksekusi terhadap objek yang dijadikan Jaminan Fidusia melalui penjualan dibawah tangan benda tersebut sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (Pasal 29 Ayat (1) huruf c) UUJF. Selain itu, upaya hukum yang dapat ditempuh LPD dalam hal debitur wanprestasi adalah melalui jalur non-litigasi dengan cara negosiasi dan melalukan pendekatan terhadap debitur.

  • 3.2    SARAN

Hendaknya, dalam perjanjian pinjam meminjam, pihak kreditur tetap mematuhi aturan yang berlaku (UUJF),

agar kreditur dan debitur memiliki kekuatan hukum eksekutorial dan memiliki perlindungan hukum yang jelas.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku

Erwin T Rudy dan Sulistini T. Elise, 1987, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-Perkara Perdata, Bina Aksara,

Jakarta.

HS, Salim H , 2017, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nurjaya, I Nyoman, dkk , 2011, Landasan Teoretik Pengaturan LPD Sebagai Lembaga Keuangan  Komunitas  Masyarakat

Hukum Adat di Bali, dalam Wyasa Ida Bagus (ed),

Udayana University Press, Bali.

Philips, H dan Suratman, 2015, Metode Penelitian Hukum, CV Alfabeta, Bandung.

Setiawan, Oka, 2017, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta.

Usman Rachmadi, 2013, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika,

Jakarta.

Usman Rachmadi dan Gazali, S, Djoni, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta.

  • B.    Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usahan Perusahaan Pembiayaan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 tahun 2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.

Peraturan Daerah Provinsi Bali No 8 tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

  • C.    Karya Ilmiah

Muhammad, Ackbar, dkk, 2018, Pertanggung Jawaban Debitor Pailit Terhadap Hutang Yang Belum Terlunasi Dalam Perkara Kepailitan, Kertha Semaya, Fakultas Hukum

Universitas      Udayana,      Vol.      06,      URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/d ownload/37818/22901, diakses pada tanggal 20 Mei 2019 Pukul 11.42.

Palguna Gautama, Komang Gede dan Suantra, I Nengah, 2018, Akibat Hukum Dan Upaya Penyelesaian Atas Musnahnya Objek Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit , Kertha Semaya,            Vol            6,            URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/v iew/46438 diakses pada tanggal 6 April 2019 pukul 12.39 Wita.

Prima Praja Sarjana, I Gede, 2014, Pengaturan Batas Waktu Pendaftaran Jaminan Fidusia Pada Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 3, URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/8463 diakses pada tanggal 25 April 2019 pukul 16.48 Wita.

Theresia, Ni Putu dan Ngurah Wirasila, AA, 2018, Eksekusi dan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia , Kertha       Semaya,       Vol.       06,       URL:

https;//ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/v iew/38517 diakses pada 6 April 2019 pukul 12.32 Wita.

15