PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

oleh

Michele Agustine

I Gusti Ketut Ariawan

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Wages play an important role and it is typical that is a industrial relation. The government has participated in addressing the issue of wages through various policies as outlined in the legislation, one of which is the minimum wage. In a private company, has set minimum wages Regencies / Cities (UMK) has been established by the government for the workers / laborers. Therefore, this paper will describe the application of minimum wages Regencies / Cities on the welfare of workers / laborers.

Key Words: Industrial Relation, Workers/Laborers, Minimum Wages

ABSTRAK

Upah memegang peranan yang penting dan merupakan ciri khas suatu hubungan yakni hubungan industrial. Pemerintah telah turut serta dalam menangani masalah pengupahan melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah upah minimum. Dalam perusahaan swasta, telah ditetapkan ketentuan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang telah ditetapkan oleh pemerintah bagi para pekerja/buruh. Oleh karena itu, tulisan ini akan menjelaskan penerapan upah minimum Kabupaten/Kota terhadap kesejahteraan pekerja/buruh.

Kata Kunci: Hubungan Industrial, Pekerja/Buruh, Upah Minimum

  • I.    PENDAHULUAN

  • A.    Latar Belakang

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja).1

Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya.2 Pemerintah telah terlibat dalam menangani masalah pengupahan melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 ayat 1,

disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Untuk maksud tersebut, maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja/buruh. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Salah satu kebijakan pengupahan yang diberikan pemerintah adalah penetepan upah minimum. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum tersebut dapat berupa :

  • a.    upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

  • b.    upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

Upah minimum sebagaimana dimaksud diatas diarahkan kepada pencapaian kehidupan yang layak. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah daripada minimum. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.3 Bagi pekerja khususnya yang bekerja pada perusahaan swasta terdapat ketentuan upah minimum Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah

Permasalahan yang dihadapi oleh para pekerja/buruh akhir-akhir ini yakni, masih banyak ditemukan perusahaan yang masih memberikan upah dibawah UMK yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota , sehingga dapat dikatakan sebagai perusahaan tak taat UMK. Sementera itu, dalam kenyataannya upah minimum pun masih jauh dari kebutuhan dasar pekerja, sehingga belum berhasil menciptakan hubungan industrial seperti yang diharapkan.

Dari uraian di atas, maka diperlukan adanya keterlibatan yang lebih lagi dari pekerja yang dapat mewakili serikat pekerja. Tranparansi perusahaan menjadi kunci utama. Karena pekerja tahu betul situasi dan kondisi perusahaannya. Pemerintah pun harus lebih tegas lagi dalam menangani masalah pengupahan terhadap pekerja/buruh sehingga antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh dapat terjalin suatu hubungan industrial yang baik.

  • B.    Tujuan

Adapun tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk memenuhi kewajiban sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) serta untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha, pekerja dan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif, yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum4. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sejarah, pendekatan konsep dan pendekatan undang undang ( the statute approach). Pendekatan undang -undang dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    Keterlibatan Pekerja / Serikat Pekerja Sebagai Konsep yang Ideal dalam Penetapan Upah

Lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Keadaan tersebut menimbulkan adanya kecenderungan majikan untuk berbuat sewenang-wenang kepada pekerja/buruhnya.5 Majikan dapat dengan leluasa untuk menekan pekerja/buruh untuk bekerja secara maksimal melebihi kemampuan kerjanya dengan memberikan upah yang tidak sebanding.

Penetapan konsep upah minimum pun terkadang disalah gunakan oleh beberapa perusahaan atau pengusaha tertentu. Misalnya, majikan hanya menetapkan upah hanya maksimal sebanyak upah minimum provinsi yang ada, tanpa melihat masa kerja dari pekerja itu. Seringkali pekerja dengan masa kerja yang lama upahnya hanya selisih sedikit lebih besar dari upah pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.

Konsep upah minimum yang selama ini diterapkan belum berhasil menciptakan hubungan industrial seperti yang diharapkan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dilibatkannya pekerja yang dapat mewakili serikat pekerja merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Adanya keterbukaan perusahaan menjadi kunci utama, karena pekerja tahu betul situasi dan kodisi perusahaannya. Perusahaan dapat menunjukkan laporan keuangannya yang telah diaudit kepada serikat pekerja, dan serikat pekerja harus mampu membaca dan menganalisis laporan keuangan dari perusahaan. Karena bagaimanapun, para pekerja yang tahu persis kondisi perusahaannya, kemudian dari sisi manajemen ditunjuk pihak-pihak berkompeten dalam hal penetapan upah. Kemudian kedua belah pihak melakukan perundingan atau negosiasi.

  • 2.2.2    Pemberlakuan UMK Terhadap Kesejahteraan Pekerja/Buruh

Kesejahteraan buruh hanya dapat tercapai melalui pemberian upah buruh yang layak. Sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini berarti, telah ada jaminan dari negara kepada rakyat/para buruh untuk bisa hidup layak. Menindaklanjuti amanat pasal 27 ayat (2) UUD 1945, pemerintah membentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.6

Upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan jaringan pengaman agar perusahaan minimal membayarkan upah dengan harapan kebutuhan dasar bagi kehidupan pekerja relatif mendekati terjangkau. Dalam kenyataannya, masih banyak ditemukan perusahaan yang tidak taat UMK. Untuk itu, pemerintah sebaiknya lebih bertindak dengan melakukan sosialisasi, pembinaan dan pengawasan terhadap ketentuan pemberlakuan UMK di perusahaan. Terhadap penerapan UMK di perusahaan

yang tidak taat UMK, maka sebaiknya dilaporkan agar pemerintah dapat segera menindak lanjuti sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.7

Tentu saja hal ini harus didukung oleh para pekerja/buruh sendiri untuk menunjang upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masalah pengupahan ini. Sehingga akan diharapkan bahwa ke depannya, penerapan UMK dapat dilakukan lebih baik lagi oleh setiap perusahaan, sehingga perusahaan dapat lebih bijak dan taat terhadap penerapan UMK yang telah diupayakan oleh pemerintah demi kesejahteraan pekerja/buruh. Setelah ada peraturan perundang-undangan perburuhan yang baik pun, harus diikuti implementasi peraturan dengan baik pula. Tanpa adanya implementasi yang baik, peraturan perundangan sebaik apapun tidak akan berguna.

III. KESIMPULAN

Dalam rangka menciptakan kesejahteraan pekerja/buruh dalam hal pengupahan, maka yang dapat dilakukan adalah keterbukaan dari perusahaan melalui keterlibatan pekerja / serikat pekerja yang dapat dilakukan melalui perundingan atau negosiasi. Selain itu, diperlukan sosialisasi, pembinaan dan pengawasan terhadap ketentuan pemberlakuan UMK di perusahaan-perusahaan yang dilakukan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Husni Lalu, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Wijayanti Asri, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta.

http://www.tenagakerja.denpasarkota.go.id, diakses terakhir tanggal 25 Januari 2013

http://hukum.kompasiana.com/2012/07/19/berjuang-untuk-upah-minimum-_senin-13-

februari-2012-478233.html, diakses terakhir tanggal 30 Januari 2013

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

5