PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM DUNIA MAYA (CYBER-TERRORISM) BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Oleh:

Ari Mahartha

Made Mahartayasa

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tulisan ini membahas pengaturan tindak pidana terorisme dalam dunia maya berdasarkan hukum internasional serta membahas upaya harmonisasi pengaturan hukum nasional Indonesia dengan instrumen hukum internasional yang terkait dengan tindak pidana terorisme dalam dunia maya. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Ada dua kesimpulan yang didapat dari penulisan ini. Pertama, terorisme dalam dunia maya saat ini telah dikategorikan sebagai kejahatan transnasional, dan sayangnya, belum terdapat satu pun instrumen hukum internasional yang mengatur secara spesifik mengenai terorisme dalam dunia maya. Kedua, upaya harmonisasi pengaturan hukum mengenai terorisme dalam dunia maya amat penting untuk dilakukan di samping perlunya membentuk hukum nasional mengenai terorisme dalam dunia maya.

Kata kunci : terorisme dalam dunia maya, pengaturan, harmonisasi hukum

ABSTRACT

This paper discusses the regulations concerning criminal acts of cyber terrorism under the international law and discusses about the effort of legal harmonization of national law of Indonesia and international legal instruments relating to criminal acts of cyber terrorism. It is a normative legal research that uses the statutory and analytical-conceptual approaches. There are two conclusions that can be obtained from this writing: 1) Firstly, cyber terrorism has already categorized as a transnational crime and, unfortunately, there is no any international legal instrument that specifically regulating the cyber terrorism yet. Secondly, harmonization of the legal regulation of cyber terrorism is very important to be done besides the initiation of the new national legislation regarding cyber terrorism.

Keywords: cyber terrorism, regulation, legal harmonization

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mencatat bahwa selama periode 1999 sampai dengan 2002 telah terjadi aksi terorisme sebanyak 185 kasus di Indonesia yang mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak 62 orang dan korban luka berat sebanyak 122 orang.1 Angka serangan teroris di Indonesia ini kemudian ternyata semakin meningkat. Data Institute for Economic and Peace menyatakan bahwa dari tahun 2002 hingga 2014, Indonesia kehilangan 466 jiwa akibat 226 aksi terorisme.2 Ratusan kejadian itu juga membuat 1302 orang luka-luka dan 392 bangunan rusak.3

Fakta yang memperihatinkan adalah data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyatakan bahwa 2,7 juta orang Warga Negara Indonesia terlibat dalam serangkaian serangan terror, yang berarti mencapai sekitar 1 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.4

Dengan kecanggihan teknologi yang semakin berkembang seiring perkembangan globalisasi, sifat lintas batas negara dari tindak pidana terorisme semakin nyata adanya. Bentuk terorisme yang memiliki karakteristik lintas batas negara yang demikian lazim disebut dengan istilah cyber terrorism.5 Sifat virtual dari cyber space sangat memungkinkan aksi terorisme dilakukan dengan melintasi batas-batas negara (borderless).

  • 1.2    Tujuan Penelitian

Artikel ini memiliki tujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai terorisme dalam dunia maya (cyber terrorism) dalam hukum internasional serta untuk menganalisis upaya harmonisasi pengaturan hukum nasional Indonesia dengan instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan terorisme dalam dunia maya (cyber terrorism).

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Artikel ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.6 Penulisan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan terkhusus pada instrument hukum internasional serta pendekatan analisis konsep hukum.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    Pengaturan Hukum Internasional Terkait Tindak Pidana Terorisme di

Dunia Maya (Cyber-Terrorism)

Terorisme dalam dunia maya (cyber terrorism) saat ini tidak dikategorikan sebagai bentuk dari kejahatan internasional melainkan termasuk dalam bentuk kejahatan transnasional. Kualifikasi transnasional ini mengacu pada Article 3 United Nations Convention against Transnational Organized Crime, di mana kejahatan tersebut:7 a. Dilakukan di lebih dari satu negara; b. Dilakukan di satu negara, namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan, atau kontrol terjadi di negara lain; c. Dilakukan di satu negara, tetapi melibatkan suatu kelompok

penjahat terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara; atau d. Dilakukan di satu negara, namun memiliki akibat utama di negara lain.

Sepanjang penelusuran penulis, hingga saat ini belum terdapat pengaturan secara khusus terkait cyber terrorism dalam hukum internasional. Dalam situasi kekosongan hukum ini, ASEAN Convention on Counter Terrorism dan International Convention for the Suppression of Terrorists Bombings kiranya dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk mempidanakan pelaku cyber terrorism. ASEAN Convention on Counter Terrorism telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2012 sedangkan International Convention for the Suppression of Terrorists Bombings diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2006

Meskipun belum memuat secara khusus aturan mengenai cyber terrorism, terminologi cyber terrorism mulai dipergunakan ASEAN Convention on Counter Terrorism. Article VI (1) (j)konvensi tersebut menyatakan sebagai berikut:

-“The areas of cooperation under this Convention may, in conformity with the domestic laws of the respective Parties, include appropriate measures, among others, to: … Strengthen capability and readiness to deal with chemical, biological, radiological, nuclear (CBRN) terrorism, cyber terrorism and any new forms of terrorism;

Sayangnya, konvensi tersebut tidak mengatur lebih lanjut mengenai unsur-unsur tindak pidana cyber terrorism, ruang lingkup cyber terrorism, serta apa yang membedakannya dengan tindak pidana terorisme.

  • 2.2.2    Upaya Harmonisasi Pengaturan Hukum Nasional Indonesia dengan

    Instrumen Hukum Internasional Terkait dengan Cyber-Terrorism

Harmonisasi hukum merupakan salah satu kegiatan ilmiah yang dilakukan dalam usaha untuk menuju proses penyerasian dan penyelarasan di antara peraturan perundang-undangan yang ada sebagai suatu bagian integral atau sub sistem dari sistem hukum yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai tujuan hukum.8

Harmonisasi pengaturan hukum mengenai cyber terrorism amat penting untuk dilakukan karena peraturan perundang-undangan nasional tidak boleh bertentangan dengan hukum internasional. Harmonisasi tetap harus dilakukan walaupun baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional belum mengatur secara spesifik mengenai cyber terrorism. Adapun substansi yang perlu dilakukan harmonisasi adalah mengenai penyebutan cyber terrorism serta pengertiannya, ruang lingkup kejahatannya, maupun sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku. Sebagai salah satu contoh, ASEAN Convention on Counter Terrorism telah mengenal istilah cyber terrorism sedangkan dalam peraturan perundang-undangan nasional Indoenesia sama sekali belum mengenal adanya istilah tersebut.

  • III.    KESIMPULAN DAN SARAN

Ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan ini. Pertama, belum terdapat satu pun peraturan hukum internasional yang mengatur secara spesifik mengenai cyber terrorism. Kedua, upaya harmonisasi pengaturan hukum mengenai cyber terrorism amat penting untuk dilakukan. Sebagai suatu rekomendasi, penting kiranya mencantumkan substansi cyber terrorism ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang isu terorisme.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Mansur, Dikdik M. Arief, Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi dan Informasi, Refika Aditama, Bandung

Yudhoyono, Susilo Bambang, 2002, Selamatkan Negeri Kita dari Terorisme, Kementerian Koordinasi Polkam, Jakarta

Nugroho, Setio Sapto, 2009, Harmonisasi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Biro Peraturan Perundang-Undangan Bidang Perekonomian Sekretariat Negara, Jakarta

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2012, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

MAKALAH

United Nations Office on Drugs and Crime, 2004, United Nations Convention Against Transnational Organized Crime and the Protocols Thereto, United Nations,                         New                         York,

http://www.unodc.org/documents/middleeastandnorthafrica/organised-crime/UNITED_NATIONS_CONVENTION_AGAINST_TRANSNATION AL_ORGANIZED_CRIME_AND_THE_PROTOCOLS_THERETO.pdf

ARTIKEL INTERNET

Muhammad Nur Rochmi, 2015, Indonesia Masuk Urutan ke-33 Korban Terorisme, Beritagar.id, https://beritagar.id/artikel/berita/indonesia-masuk-urutan-ke-33-korban-terorisme

Imam Hamdi, 2016, BNPT Sebut Ada 2,7 Orang Indonesia Terlibat Terorisme, Tempo.co, https://m.tempo.co/read/news/2016/01/20/063737905/bnpt-sebut-ada-2-7-juta-orang-indonesia-terlibat-terorisme

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

Association of South East Asian Nations Convention on Counter Terrorism

International Convention for the Suppression of Terrorists Bombings

INSTRUMEN HUKUM NASIONAL

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention for the Supression of Terrorist Bombings.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism