EFEKTIVITAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TERKAIT PENERBITAN

KARTU IDENTITAS PENDUDUK SEMENTARA (KIPS) DI

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Oleh :

Ayu Putu Vivi Viharani

I Nyoman Suyatna

Cokorda Dalem Dahana

Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Absrtract

KIPS is a mandatory resident document owned by a resident of a Western expat in Denpasar, in the management and publication should not be charged, but in fact there are still violations, and it would have been contrary to the Law Number 23 of 2006 About the Administration of The Settlement and the provisions of Act No. 24-2013 about changes in the Law Number 23 of 2006 About the Administration of The Settlement. The research method used is the method of empirical legal research, which emphasizes on the effectiveness of the law which discusses how the legal operations in the community. The management and publishing of KIPS in district west of Denpasar, the practice does not violate Law Number 23 of 2006 About the administration of the Settlement and the provisions of Act No. 24-2013 about changes in the Law Number 23 of 2006 About the administration of the Settlement, but there are still violations because of the existence of specific policies governing KIPS in district West of Denpasar.

Key words : temporary resident identification card, resident document

Abstrak

KIPS merupakan dokumen kependudukan yang wajib dimiliki oleh penduduk pendatang di Kecamatan Denpasar Barat, dalam pengurusan dan penerbitannya seharusnya tidak boleh dikenakan biaya, namun kenyataannya masih terdapat pelanggaran, dan hal tersebut telah menyalahi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris, yang menekankan pada efektivitas hukum yang membahas bagaimana hukum beroprasi dalam masyarakat. Pengurusan dan penerbitan KIPS di Kecamatan Denpasar Barat telah berjalan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan, namun dalam praktiknya masih terdapat kekurangan karena kurangnya sosialisasi serta belum adanya revisi terhadap kebijakan yang mengatur mengenai KIPS. Kata Kunci : KIPS, KIPEM, dokumen kependudukan

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Migrasi merupakan salah satu bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu mobilitas non-permanen dan permanen. Mobilitas non-permanen ini biasanya seperti perjalanan wisata atau liburan, sedangkan mobilitas permanen merupakan perpindahan penduduk ke suatu daerah dengan tujuan untuk menetap di daerah tersebut, atau dengan kata lain disebut migrasi1. Rozy Munir memberikan pengertian mengenai migrasi yaitu perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik atau negara atau batas administratif atau batas bagian suatu negara.2

Sehubungan dengan adanya migrasi, perlu diketahui bahwa setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Indonesia yang melakukan migrasi wajib untuk mengurus serta memiliki dokumen kependudukan, yang dimaksud dalam hal ini merupakan kartu identitas bagi pendatang. Bagi pendatang yang berada di Kecamatan Denpasar Barat, salah satu dokumen kependudukan yang wajib untuk dimiliki adalah Kartu Identitas Penduduk Sementara (selanjutnya disebut KIPS)3. Namun saat ini penerbitan KIPS memasuki fase dilema, hal ini dikarenakan dalam ketentuan dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013) tidak ada menyebutkan mengenai pungutan biaya terkait penerbitan dokumen kependudukan bagi penduduk di luar Kartu Tanda Penduduk (selanjutnya disebut KTP). Namun kenyataannya, untuk mendapatkan KIPS justru dikenakan sejumlah biaya, hal ini tentu telah menyalahi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

yang dinyatakan bahwa, pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.

  • 1.2.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman megenai efektivitas Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan terkait penerbitan KIPS di Kecamatan Denpasar Barat.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian hukum empiris. Peneliatian hukum empiris ini ditekankan pada penelitian terhadap efektivitas hukum yang membahas bagaimana hukum beroprasi dalam masyarakat. Pembahasan dalam penulisan ini bersifat deskriptif, yang berfungsi untuk menggambarkan keadaan, gejala dalam kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

  • 2.2.    Hasil Pembahasan

    2.2.1.    Pengurusan dan Penerbitan KIPS

Berdasarkan ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, dinyatakan bahwa pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya. KIPS merupakan salah satu jenis dokumen kependudukan yang wajib dimiliki penduduk pendatang. Dalam proses pengurusan dan penerbitannya, maka penduduk pendatang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan oleh perangkat desa maupun kelurahan yang berada di Kecamatan Denpasar Barat, antara lain :

  • a)    Memiliki penjamin;

  • b)    Menyerahkan KTP asli, fotocopy KTP, dan pas foto 3x4;

  • c)    Membawa surat rekomendasi dari Kelihan Banjar setempat;

  • d)    Menyerahkan Surat Keterangan Pindah dari daerah asal;

  • e)    Membayar uang kontribusi ke banjar.

Syarat-syarat di atas merupakan syarat yang telah ditentukan oleh perangkat desa maupun kelurahan yang diperoleh berdasarkan hasil dari wawancara dengan para informan

di Kelurahan Pemecutan, Desa Pemecutan Kelod, Desa Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Klod, dan Kelurahan Padangsambian. Setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka KIPS akan diterbitkan oleh perangkat desa maupun kelurahan. Pada syarat ke-5 perihal pembayaran sejumlah uang kontribusi ke banjar, hal tersebut bukanlah suatu pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 meskipun pemungutan dilakukan saat penduduk pendatang meminta rekomendasi dari pihak Banjar Adat. Hal ini dikarenakan, banjar termasuk bagian dari desa adat, yang mana desa adat ini berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri sebgaimana yang tercantum dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jadi dalam hal ini, uang kontribusi yang masuk ke banjar akan digunakan untuk kepentingan masyarakat banjar setempat, seperti misalnya untuk biaya prangko dan lembaran-lembaran dokumen untuk surat rekomendasi, dan juga sebagai kontribusi untuk keamanan dan ketertiban di wilayah banjar tersebut seperti halnya yang tercantum dalam Keputusan Bendesa Desa Pakraman Nomor 05/KEP/DP.Pds/14 tentang Kontribusi Biaya Ketertiban dan Keamanan Sosial di Wilayah Desa Pakraman Padangsambian.

  • 2.2.2.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerbitan KIPS di Kecamatan Denpasar Barat

Dalam rangka penerbitan KIPS di Kecamatan Denpasar Barat, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksananya KIPS sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari :

  • a)    Faktor hukumnya sendiri, yaitu ketentuan dalam Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan yang memberikan batasan mengenai larangan pungutan biaya terhadap KIPS dan ketentuan sanksi yang tegas;

  • b)    Faktor sarana dan fasilitas yang memadai untuk mencetak KIPS.

Faktor penghambat antara lain :

  • a)    Faktor penegak hukum yang terlibat dalam pengurusan dan penerbitan KIPS ini masih kurang sosialisasi dari Pemerintah Pusat, sehingga dalam praktiknya terjadi sedikit kesenjangan dimana penduduk pendatang masih harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan KIPS;

  • b)    Tertinggalnya hukum dari dinamika masyarakat, yang dalam hal ini tercermin dalam kebijakan mengenai KIPS yang aturannya masih memuat ketentuan lama sehingga terdapat beberapa ketentuan yang melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

  • III.    KESIMPULAN

Di Kecamatan Denpasar Barat, pengurusan KIPS dilakukan dengan memenuhi beberapa persyaratan terlebih dahulu, dan apabila persyaratan sudah lengkap maka KIPS bisa diterbitkan oleh pihak desa maupun kelurahan. Dalam penerbitan KIPS terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat, dimana penerbitan KIPS berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan, namun masih ditemukan adanya pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Munandar Soelaeman, 1987, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, PT Eresco Bandung, Bandung.

Moh. Yasin, Rozy Munir, Dkk, 2000, Dasar-Dasar Demografi, Lembaga Demografi UI, Jakarta.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Denpasar, 2002, Kebijakan Tertib Administrasi Kota Denpasar, tanpa penerbit, Denpasar

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Keputusan Bendesa Desa Pakraman Padangsambian Nomor 05/KEP/DP.Pds/14 tentang Kontribusi Biaya Ketertiban dan Keamanan Sosial di Wilayah Desa Pakraman Padangsambian.

5