TANGGUNG JAWAB NEGARA BERDASARKAN SPACE TREATY 1967 TERHADAP AKTIVITAS KOMERSIAL DI LUAR ANGKASA
on
TANGGUNG JAWAB NEGARA BERDASARKAN SPACE TREATY 1967 TERHADAP AKTIVITAS KOMERSIAL DI LUAR ANGKASA
Oleh :
Dimitri Anggrea Noor I Ketut Sudiarta Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
Some facts indicated the intensity of the use of outer space by State and Non-State Actors. This article is a normative legal research that aimed to analyze the state responsibility in accordance with Space Treaty 1967 regarding to commercial activity in outer space, and the utilization outer space for commercial purpose. This article concludes that is the state is obliged for its activity in outer space and space object that are owned by the state and should not harm other state. Therefore, state responsibility and restriction have been regulated in the Space Treaty 1967 as well as other space treaties.
Keywords : State Responsibility,Commercial Activity, Outer Space
Abstrak
Sejumlah fakta menunjukkan adanya intensitas pemanfaatan ruang angkasa oleh actor negara dan non negara. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang bertujuan menganalisis tanggung jawab Negara berdasarkan Space Treaty 1967 terhadap aktivitas di luar angkasa dan pemanfaatan ruang angkasa yang bertujuan komersial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Negara wajib bertanggung jawab atas aktivitasnya di luar angkasa, benda-benda angkasa miliknya serta tidak boleh merugikan Negara lain. Karena itu, tanggung jawab Negara dan pembatasannya telah diatur di dalam Space Treaty 1967 maupun konvensi luar angkasa lainnya.
Kata Kunci : Tanggung Jawab Negara, Space Treaty, Aktivitas Komersial, Luar Angkasa
Setelah Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit yang pertama yang diberi nama
SPUTNIK I pada tanggal 4 Oktober 1957 yang disusul kesuksesan Amerika Serikat mendaratkan Apollo 11 di bulan maka pada tanggal 16 Juni 1966 atas usul Amerika Serikat dan Uni Soviet, diajukan konsep Treaty on Principles Governing the Activites of State in the Exploration and use of outer Space, the Moon and other Celestial Bodies selanjutnya disebut dengan Outer Space Treaty 1967 (Disingkat OTS) yang merupakan
dasar utama dalam pengaturan hukum ruang angkasa internasional1. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 9 Desember 1966 secara aklamasi telah menerima sebuah treaty on Principles Governing the activities of states in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies dalam Resolusi Nomor 2222 (XXI) dan ditandatangani di Washington, London, Moscow pada tanggal 27 Januari 1967.2 Treaty yang ditandatangani pada tanggal 27 Januari 1967 tersebut disebut Space Treaty 1967 yang mengatur tentang status ruang angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya, serta mengatur usaha-usaha dan kegiatan manusia di ruang angkasa sekaligus menetapkan segala hak dan kewajiban negara-negara.3
Salah satu indikator yang diakibatkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa adalah besarnya peningkatan frekuensi dan jumlah peluncuran satelit serta penempatan benda antariksa di ruang angkasa. Dalam kegiatan dan pemanfaatkan sumber daya ruang angkasa tersebut tidak boleh merugikan Negara lain. Negara pemilik benda angkasa wajib bertanggung jawab.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisa tanggung jawab Negara berdasarkan Space Treaty 1967 dalam aktivitas komersialnya di luar angkasa.
II Isi Makalah
2.1 Metode Penelitian
Tulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang melihat hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Ada 2 (dua) jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan perundang-undangan serta pendekatan sejarah. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini meliputi bahan hukum primer dan sekunder.
Salah satu pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan komersial yaitu untuk kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta pada taraf nasional
maupun internasional yang ditujukan guna mendapatkan suatu keuntungan ekonomi. Bentuk-bentuk aktivitas yang dikembangkan untuk dikomersialkan adalah komunikasi, penginderaan jauh, sistem transpotasi ruang angkasa, pengolahan bahan (manufacturing), pembangkit tenaga, dan pertambangan (mining),4
Aktivitas komersial di ruang angkasa tidak hanya memberikan keuntungan. Namun, dapat pula menimbulkan akibat berbahaya. Akibat negatif dari aktivitas ruang angkasa ini tidak hanya sekedar risiko kehilangan atau kerusakan namun dapat pula mempengaruhi keberadaan umat manusia secara keseluruhan, merusak lingkungan bumi, mencemari atmofsir, dan menimbulkan gangguan berat terhadap kehidupan5. Karena akibat inilah mengapa Negara dan bukan masing-masing pelaku langsung, yang dibebani pertanggungjawaban internasional terhadap aktivitas nasional di ruang angkasa, baik yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah ataupun swasta6
Terdapat pembatasan-pembatasan utama dalam konsep pertanggungjawaban Negara dalam ruang angkasa terhadap kebebasan melakukan aktivitas terutama yang 7 bertujuan komersial, yaitu :7
-
1. Aktivitas harus dilakukan untuk keuntungan dan kepentingan semua Negara berdasar prinsip non diskriminasi, (Article I Space Treaty 1967)
-
2. Adanya larangan pemilikan ruang angkasa dan benda-benda ruang angkasa lainnya (Article II Space Treaty 1967)
-
3. Penggunaan ruang angkasa termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya, hanya untuk tujuan damai (Mukamidah dan Article IV Space Treaty 1967, Article 3 Moon Agreement)
-
4. Kewajiban melindungi luar angkasa dan aktivitas ruang angkasa lainnya (Article IX Space Treaty 1967, Article VII Moon Agreement dan ITU Convention)
-
5. Menaati prosedur dan persyaratan eksploitasi sumber daya alam di ruang angkasa (Peraturan-peraturan ITU dan Moon Agreement)
-
6. Memberikan perizinan dan mengawasi secara terus-menerus aktivitas nasionalnya (Article VI Space Treaty); melaksanakan yuridiksi dan pengawasan terhadap pesawat ruang angkasa, termasuk para awaknya, yang didaftarkan di negara nya (Article VII Space Treaty 1967)
-
7. Mendaftarkan pesawat ruang angkasa (Article XI Space Treaty 1967, Registration Convention 1967dan Article V dari Moon Agreement)
-
8. Memberikan kesempatan kepada Negara lain untuk melakukan pengawasan berdasarkan prinsip timbal balik (Article XII Space Treaty 1967)
-
9. Memberikan tanggung jawab berupa ganti rugi terhadap pihak lain yang dirugikan manakala aktivitas ruang angkasa itu telah merugikan pihak lain tersebut (Liabillity Convention 1982, Space Treaty 1967)
Apabila dalam suatu aktivitas menimbulkan kerugian kepada pihak lain, negara wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Prinsip dan prosedur pemberian ganti rugi ini dijabarkan dalam Liability Convention (1972) yang telah menetapkan dua prinsip hukum yang mengatur tentang tanggung jawab untuk ganti rugi, yaitu :8
-
1. Apabila kerugian terjadi di atas permukaan bumi, maka pihak Negara peluncur bertanggung jawab secara penuh dan mutlak
-
2. Apabila terjadi kerugian bukan diatas permukaan bumi dan menimpa benda angkasa milik Negara peluncur lain atau orang dan harta milik Negara peluncur lain maka, tanggung jawab peluncur yang menimbulkan kerugian itu harus bertanggung jawab. Dan Negara yang dirugikan harus dapat membuktikan adanya unsure kesalahan atau kelalaian besar di pihak Negara peluncur tersebut (Liability based on fault- Article III).
Sementara itu, dalam memenuhi kewajiban internasionalnya, terdapat tiga serangkaian kegiatan yang harus dilakukan Negara bersangkutan adalah :
-
1. Memberikan perizinan dan mengawasi secara terus–menerus aktivitas nasionalnya (Article IV Space Treaty) ; melaksanakan yuridiksi dan pengawasan terhadap pesawat ruang angkasa, termasuk para awaknya yang didaftarkan di negaranya (Article VIII Space Treaty)
-
2. Mendaftarkan pesawat ruang angkasa (Article XI Space Treaty, dan Article 5 Moon Agreement)
-
3. Memberikan kesempatan kepada Negara-negara lain melakukan pengawasan berdasarkan prinsip timbal balik (Article XII Space Treaty)
Apabila suatu aktivitas menimbulkan kerugian kepada pihak lain, dimanapun kerugian itu terjadi, negara wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan tersebut (Liability Convention (1972))
Negara harus secara penuh bertanggung jawab atas aktivitasnya di luar angkasa dan pemanfaatannya yang bertujuan komersial. Negara yang beraktivitas dalam kegiatan dan memanfaatkan sumber daya ruang angkasa tidak boleh merugikan Negara lain. Oleh karena itu dibentuklah Space Treaty 1967 yang ditandatangani pada tanggal 27 januari 1967 yang bertujuan untuk mencegah tuntutan-tuntutan kedaulatan di ruang angkasa oleh negara-negara secara individu dan untuk membuat ketentuan-ketentuan bagi penggunaan ruang angkasa secara damai. Space Treaty ini mengatur tentang status ruang angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya, serta mengatur usaha-usaha dan kegiatan manusia di ruang angkasa sekaligus menetapkan segala hak dan kewajiban Negara-negara
Daftar Pustaka
Buku :
Kantaatmadja Mieke Komar, 1988, Berbagai Masalah Hukum Udara Dan Angkasa, Remadja Karya CV, Bandung.
Sumardi Juajir, 1996, Hukum Ruang Angkasa (Suatu Pengantar), Pradnya Paramitha, Jakarta.
Wiradipradja Saefullah, Kantaadmadja Mieke Komar, 1988, Hukum Angkasa dan Perkembangannya, Remadja Karya CV, Bandung.
Instrumen Internasional :
Space Treaty 1967
Registration Convention
Moon Agreement
Liability Convention
5
Discussion and feedback