PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS MALPRAKTIK JASA PEMASANGAN BEHEL PADA TUKANG GIGI

I Gusti Agung Janitra Nareswari Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

Abstrak

Banyaknya jasa tukang gigi yang menjalankan pekerjaannya melewati batas aturan hukum. Walaupun demikian masih banyak yang melakukan pengobatan ke tukang gigi karena faktor kesenjangan sosial. Seringnya terjadi penyimpangan memberikan dampak pada pemakai jasa dari segi harta maupun lainnya. Pemilik praktik kesehatan tidak bertanggung jawab. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan bagi konsumen dalam hal terjadinya malpraktik tukang gigi dan mengetahui sanksi terhadap pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindangan hukum bagi konsumen yang mengalami malpraktik oleh tukang gigi diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan ini bertujuan untuk meningkatkan jaminan menggunakan keyakinan, ilmu, peduli, kompetensi pemakai jasa guna menjamin subjeknya guna mengembangkan tugas kegiatan usaha yang bertanggung jawab. Tukang gigi sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang ada dalam hal ini mengenai tugas dan wewenang. Sanksi hukum bagi pelaku dibedakan menjadi 3 jenis sanksi yakni sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. Maka dari itu pemerintah perlu melakukan suatu pemantauan rutin terhadap kasus-kasus seperti ini di lapangan langsung.

Kata Kunci: Dokter Gigi, Malpraktik, Perlindungan Hukum

Abstract

The number of dentist services that carry out their work exceeds the limits of the rule of law. However, there are still many who seek treatment from dentists due to social inequality. Frequent irregularities have an impact on service users in terms of property and others. The owner of the health practice is not responsible. The purpose of this study is to determine protection for consumers in the event of dental malpractice and find out sanctions against dental service malpractice perpetrators that harm consumers. The type of research used is a type of normative legal research using literature and legislation studies. The results showed that legal protection for consumers who experience malpractice by dentists is regulated in Article 1 paragraph (1) of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The number of dentist services that carry out their work exceeds the limits of the rule of law. However, there are still many who seek treatment from dentists due to social inequality. Frequent irregularities have an impact on service users in terms of property and others. The owner of the health practice is not responsible. The purpose of this study is to determine protection for consumers in the event of dental malpractice and find out sanctions against dental service malpractice perpetrators that harm consumers. The type of research used is a type of normative legal research using literature and legislation studies. The results showed that legal protection for consumers who experience malpractice by dentists is regulated in Article 1 paragraph (1) of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection.

Keywords: Dentist, Malpractice, Legal Protection

  • 1.    Pendahuluan

    I.1 . Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan, khsusunya yang berkaitan dengan ilmu kesehatan telah banyak memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi umat manusia. Terlepas dari keberhasilan tersebut, tentunya masih ada permasalahan tertentu khususnya yang berkaitan dengan ilmu kesehatan sendiri. Hak kesehatan tentunya merupakan hak yang dimiliki oleh seluruh masyarakat. Tanpa adanya hidup sehat maka kita tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari sebagaimana mestinya. Kesehatan gigi merupakan bagian kesehatan yang seringkali lalai diperhatikan oleh masyarakat. Namun tidak sedikit masyarakat yang juga sudah memperhatikan kesehatan gigi mereka. Salah satu bagian dari perawatan kesehatan gigi adalah pemasangan behel gigi.

Behel gigi tidak hanya digunakan untuk merapihkan gigi saja, namun juga dapat dijadikan sebagai suatu penampilan atau fashion. Apalagi pada zaman era globalisasi di Indonesia pemasangan behel gigi bisa dijumpai dimana saja oleh masyarakat. 1 Untuk mendapatkan perawatan gigi tersebut, masih ada sebagian besar konsumen yang memilih datang ke pelaku usaha yang berani memberikan harga murah dan terjangkau, walaupun hasilnya dapat memberikan kerugian tersendiri bagi konsumen. Tukang gigi juga bisa dijadikan salah satu pilihan untuk mendapatkan praktek kesehatan gigi oleh penduduk tingkat kebawah dikarenakan nominal yang dikeluarkan saat praktik kesehatan gigi dan mulut oleh tukang gigi lebih terjangkau dibandingkan di dokter. Seiring dengan berkembangnya zaman kedudukan para dokter dan pasien makin bergeser, dikarenakan pasien mulai mempertimbangkan untuk memilih menggunakan jasa yang lebih murah dari pada jasa dokter yaitu jasa tukang gigi.2

Tukang gigi sendiri merupakan salah satu dari sekian banyak praktik kesehatan yang kerap kali tidak mempunyai izin berpraktik.3 Memang dalam pelaksanaan praktiknya, tukang gigi tersebut memiliki alat yang sama persis dengan yang digunakan oleh dokter gigi, tukang gigi ini tidak memiliki dan tidak mendapatkan keilmuan seperti halnya para dokter gigi tersebut. Dokter gigi dengan tukang gigi masing-masing memiliki kewenangan dan layanan yang berbeda dalam melayani masyarakat untuk melakukan perawatan gigi. Tukang gigi menggunakan alat yang sama seperti dokter gigi, namun minim ilmu terkait gigi. Lain halnya dengan pemasangan kawat gigi. Tukang gigi yang melaksanakan pemeliharaan gigi seperti dokter gigi dengan minim ilmu berdampak bagi kesehatan pemakai jasa, hal ini memberikan acuan bahwa

perlindungan hukum oleh masyarakat sangatlah penting untuk memberikan jaminan rasa keamanan dan keselamatan bagi konsumen yang menggunakan jasa tersebut.4

Hal tersebut nampaknya tidak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk menggunakan jasa seorang Tukang Gigi dalam merawat kesehatan gigi mereka, karena seperti yang diketahui bahwa ekonomi mayoritas masyarakat dapat dikatakan masih rendah dibandingkan melakukan perawatan gigi di Dokter Gigi yang terbilang cukup tinggi, yang membuat sebagian masyarakat berpihak kepada Tukang Gigi dengan dalih efisiensi waktu pengerjaan dan harga yang lebih murah.

Terkesan lebih tradisional, tukang gigi tetap memiliki pengaturan hukumnya sendiri. Pengaturan kerja pada tukang gigi telah diatur oleh pemerintah dalam Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan peraturan mengenai tukang gigi yang diatur dalam Permenkes No 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi (untuk selanjutnya disebut Permenkes 39/2014). Peraturan tersebut mengatur kewenangan dan standar pekerjaan tukang gigi yang hanya sebatas membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (2) Permenkes 39/2014. Namun fakta yang terjadi di lapangan justru berbeda dengan rumusan Permenkes tersebut. Masih banyak dijumpai perbedaan antara realita dan aturan yang mengatur. Banyaknya jumlah Tukang Gigi yang tidak mengikuti tolak ukur kesehatan yang sudah di tetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut seolah-olah norma yang sudah dibuat tidak berarti. Bahkan, tidak sedikit kasus bahwa si Tukang Gigi melakukan Otodontis kepada konsumennya.

Dokter gigi dengan tukang gigi masing-masing mempunyai kewenangan dan pelayanan yang berbeda dalam melayani masyarakat untuk melakukan perawatan. 5 Tukang gigi memakai alat yang sama seperti dokter gigi, namun perbedaan mereka terletak pada kedalaman ilmu mengenai gigi. Lain halnya dengan pemasangan behel, tukang gigi yang melaksanakan pemeliharaan gigi seperti di dokter gigi dengan minim ilmu akan berdampak bagi kesehatan atau bahkan nyawa konsumen pemakai jasanya. 6Harus ada jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat serta keamanan dan keselamatan bagi konsumen yang menggunakan jasa pemasangan behel tersebut. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(untuk selanjutnya disebut UU PK) mengamanatkan arti perlindungan konsumen, yaitu semua cara yang menunjukkan adanya kepastian hukum untuk memberikan jaminan kepada konsumen. Istilah Kawat gigi atau yang bisa disebut behel merupakan teknologi di bidang kedokteran gigi untuk membantu orang yang memiliki susunan gigi tidak teratur, atau istilah kedokterannya disebut dengan maloklusi.

Pada umumnya maloklusi terjadi akibat faktor bawaan antara lain termasuk gigi berjejal, adanya ruang atau celah antar gigi, kelebihan atau kekurangan gigi serta kelainan pada rahang dan muka. Selain itu, maloklusi bisa ditimbulkan karena kebiasaan buruk maupun faktor lain, menopang dagu dan, kebiasaan menghisap jari dalam jangka waktu lama lebih dari lima tahun atau kebiasaan mengempeng saat balita terutama jika dotnya tak orthodonti (tak sesuai dengan anatomi rongga mulut dan geligi) bisa menyebabkan penampilan gigi buruk. Perbaikan maloklusi dapat dikenal dengan istilah behel lepasan. Behel lepasan pada umumnya digunakan pada anak-anak yang gigi tetapnya belum tumbuh semua namun perlu dilakukan perawatan. Sementara untuk behel cekat terdapat dua macam yang dapat digunakan, yaitu dipasang di bagian luar gigi dan dipasang di bagian dalam gigi. Behel cekat yang dipasang di bagian luar gigi tersebut ada yang terbuat dari metal dan ada yang transparant.

Dengan berkembangnya zaman, membuat pemasangan behel populer di kalangan masyarakat. Keinginan untuk tampil lebih cantik dan pentingnya sebuah penampilan dengan senyum yang indah, penggunaan behel tidak lagi untuk memperbaiki fungsi dari gigi, namun behel sudah menjadi aksesoris bagi masyarakat. Bentuk dan model yang unik menjadikan behel dialih fungsikan sebagai penghias. Bahan yang digunakan untuk memasang behel dapat terbuat dari bahan metal/stainless steel, porselain, komposit atau kombinasi stainless steel porcelain. Untuk terlihat lebih elegan, behel juga ada yang terbuat dari porselen transparan serupa warna gigi sehingga pemakaian behel tersamarkan. Selain bahan, behel juga memiliki karet yang beragam warna yang berfungsi untuk mengencangkan bracket dan dapat memberi kesan modis bagi para pemakai. Melonjaknya peminat pemasangan behel di kalangan masyarakat untuk tujuan memperbaiki penampilan maupun dengan tujuan kesehatan mengakibatkan banyak orang mengambil resiko untuk memakainya. Tingginya harga pemasangan behel yang ditawarkan oleh dokter gigi berkisar Rp. 5.000.000,00 untuk behel logam biasa, dan kualitas impor bisa mencapai Rp. 7.500.000,00 hingga Rp.12.000.000.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis merumuskan sebuah topik tulisan ilmiah dengan Judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Malpraktik Jasa Pemasangan Behel Pada Tukang Gigi”, yang akan mengulas bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi konsumen dalam hal terjadinya malpraktik tukang gigi serta apa sanksi terhadap pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen. Penulis juga menelusuri beberapa tulisan lain yang terkait dengan konteks yang sama dengan penulis angkat. Salah satunya adalah tulisan dari I Made Ari Yudistira dengan judul “Perlindungan Hukum

Bagi Konsumen Atas Malpraktik Jasa Tukang Gigi”. Pada intinya tulisan tersebut menjelaskan mengenai pengaturan hukum perlindungan konsumen terhadap terjadinya malpraktik tukang gigi dalam hukum positif di Indonesia dan legalitas tukang gigi serta membahas pengaturan hukum terhadap sanksi yang akan diterima pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen.7 Selain itu terdapat tulisan dari Andi Nurfaizah A T dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan dan Jasa Praktek Tukang Gigi”. Pada intinya tulisan tersebut menjelaskan mengenai bagaimana perlindungan hukum konsumen yang melakukan perawatan gigi pada tukang gigi serta bagaimana tanggung jawab pemerintah terhadap tukang gigi yang melakukan praktek di luar kewenangannya.8 Selain itu juga terdapat tulisan dari Alam Niti Satwiko Fudhail dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan Oleh Tukang Gigi”. Pada intinya tulisan tersebut menjelaskan bagaimana konstruksi hubungan hukum antara tukang gigi dengan konsumennya serta bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna layanan jasa kesehatan atas praktik yang dilakukan oleh tukang gigi.9 Dengan demikian, melalui penjelasan tersebut maka menginspirasi penulis untuk menulis artikel dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Malpraktik Jasa Pemasangan Behel Pada Tukang Gigi”.

Dengan tingginya harga yang diberikan oleh dokter gigi, masyarakat rela mengambil jalur alternatif dengan menggunakan behel lepas pasang atau behel fashion untuk mengikuti tren. Pemasangan behel pada saat ini, merupakan bisnis yang berpotensi. Namun banyak konsumen yang tidak memperhatikan keselamatan dan kesehatan saat melakukan pemasangan behel yang tidak dilakukan oleh dokter gigi. Hal ini akan membahayakan bagi konsumen dikemudian hari jika tidak adanya perlindungan. Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui perlindungan bagi konsumen dalam hal terjadinya malpraktik tukang gigi dan mengetahui sanksi bagi pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, penulis merumuskan 2 (dua) rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi konsumen dalam hal terjadinya malpraktik tukang gigi?

  • 2.    Apa sanksi terhadap pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam hal terjadinya kerugian yang disebabkan oleh malpraktik jasa pemasangan behel oleh tukang gigi. Disamping itu pula agar kita semua mengetahui sanksi apa yang diberikan terhadap pelaku jasa tukang gigi tersebut jika ia sudah merugikan konsumen atas jasa pemasangan behel yang dia lakukan.

  • II.    Metode Penelitian

    2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan metode penelitian ini, metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan cara melakukan penelitian dari peraturan perundang-undangan dengan        pendekatan perundang-undangan yang

dilakukan dengan cara menggunakan konsep-konsep para ahli ilmu hukum yang masih ada kaitanya dengan perlindungan bagi konsumen malpraktik tukang gigi dan pandangan para ahli ilmu hukum yang masih ada kaitanya dengan sanksi yang diberikan terhadap pelaku malpraktik jasa tukang gigi, sehingga akan diperoleh kejelasan terhadap sanksi yang akan dijatuhkan pada pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen.10

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen perihal Terjadinya Malpraktik Tukang Gigi

Perlu diingat kembali bahwa tukang gigi memiliki pengaturannya tersendiri dan juga eksistensi di masyarakat, karena mudah dijumpai apalagi bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah yang ingin merawat giginya. Permenkes No. 39/2014 sudah mengatur ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan bantuan kesehatan, kapasitas penyedia jasa tukang gigi, tugas dan kewenangannya dan lain-lain. Norma ini lahir agar bisa memantau kinerja dari tugas gigi dalam melakukan pekerjaannya di masyarakat. Disamping itu pula tukang gigi ini dilatih, dimonitoring dan wajib mempunyai izin dari pihak pusat sebagai langkah awal dalam melaksanakan tugasnya dengan harapan bisa mengurangi upaya yang berdampak bagi kesehatan masyarakat sebagai pengguna jasa.11

Perlindungan konsumen memiliki pengertian yang diatur pada Pasal 1 Ayat (1) UUPK tentang Perlindungan konsumen memiliki arti semua cara yang

menunjukkan adanya kepastian hukum untuk memberikan jaminan kepada konsumen. Perlindungan sebagai konsumen sangat diperlukan untuk memperoleh kepastian hukum dan juga keadilan hukum. Lahirnya UU PK merupakan tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk memberikan jaminan terhadap pengguna jasa serta penyedia jasa. Ketentuan ini hadir untuk meningkatkan jaminan menggunakan keyakinan, ilmu, peduli, kompetensi pemakai jasa guna menjamin subjeknya guna rnengembangkan tugas kegiatan usaha yang bertanggung jawab. Jika kita lihat masih banyak konsumen atau pengguna jasa yang masih tidak mendapatkan manfaat dan dikecewakan atas apa yang sudah diberikan oleh pelaku usaha. Target substansi jaminan kepada pemakai jasa secara nyata adalah guna memberikan pemahaman kepada pemakai jasa. Secara tidak nyata, norma ini mengajak penyedia usaha untuk memberikan jaminan usaha dengan keamanan.

Maka dari itu sangat pentingnya perlindungan bagi konsumen. Perlindungan konsumen memiliki pengertian yang diatur pada Pasal 1 Ayat (1) UUPK tentang Perlindungan Konsumen memiliki arti semua cara yang menunjukkan adanya kepastian hukum untuk memberikan jaminan kepada konsumen. Kemudian sebagaimana yang sudah tercantum dalam Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004 (untuk selanjutnya disebut UU Praktik Kedokteran) khususnya pada Pasal 73 Ayat 2 menyebutkan bahwa:

Setiap warga negara dilarang untuk menyalahgunakan alat, cara, atau suatu metode tertentu dengan tujuan melakukan penipuan dengan membuka praktik tanpa dilengkapi izin serta legalitas formal yang sudah ditentukan oleh pemerintah”.

Ketentuan izin praktik tersebut sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Layanan Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat yang telah berlaku dan sudah ditentukan oleh pemerintah. Namun faktanya hubungan pelaku usaha dengan konsumen sering menimbulkan permasalahan kepada pengguna jasa, sehingga pengguna jasa merasa dikecewakan oleh tenaga yang dimanfaatkan dan digunakan. Memang tukang gigi juga merupakan salah satu profesi pemberi layanan kesehatan yang berperan penting bagi mereka pengguna jasa tukang gigi yang ada. Namun pada kenyataannya maih ditemukan banyak tukang gigi yang tidak hanya membuat atau memasang gigi palsu/tiruan saja, namun menawarkan pemasangan behel gigi yang dimana kita tau hal tersebut menyimpang dari kewenangannya. Masih banyak masyarakat yang awa, dengan aturan, kemampuan dan kewenangan dari seorang tukang gigi sehingga dalam praktik di lapangan masih banyak terjadi tindakan-tindakan dari pemberi jasa tukang gigi yang merugikan masyarakat secara langsung.

  • 3.2    Sanksi Hukum Tukang Gigi Malpraktik yang Merugikan Konsumen

Tukang gigi tidak mempelajari keterampilan terhadap gigi manusia seperti yang didapatkan oleh mereka yang berprofesi sebagai dokter gigi. Artinya mereka tidak mempunyai pemahaman yang cukup tentang penggunaan alat dan aspek medisnya. Dimana hal tersebut akan berdampak bagi sosiologis

masyarakat yang perlahan takut mencari perawatan gigi ke penyedia jasa tukang gigi akibat banyaknya penemuan malpraktik medis tukang gigi tersebut. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pengguna jasa tukang gigi harus bertujuan untuk:

  • (1)    “Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi serta kepastian hukum;

  • (2)    Melindungi kepentingan konsumen khususnya dan seluruh pelaku dunia usaha;

  • (3)    Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;

  • (4)    Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.”12

Pertanggungjawaban terhadap pelaku malpraktik tukang gigi penyedia jasa pasang behel merupakan penyedia usaha yang menjamin bagi kinerja yang dilakukan, sehingga pengguna jasa dapat diberikan jaminan oleh malpraktik yang dilaksanakan oleh tukang gigi yang bisa rnemberikan dampak tidak baik. Penyedia jasa pasang behel sebagai penyedia usaha guna menjalankan pekerjaan usaha perlu menjamin kinerja yang bagus. Pengaturan tanggung jawab pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 19 Ayat 1 dan 2 UU PK menyebutkan bahwa: (1)   “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

  • (2)    Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupapengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Kemudian berdasarkan penjelasan tersebut, kita memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi: 1.    Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;

  • 2.    Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan

  • 3.    Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Memperhatikan substansi ketentuan pasal 19 ayat (2) UU PK tersebut sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui pasal tersebut konsumen mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian atas harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal konsumen telah menderita kerugian hanya kerugian atas harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan. Untuk itu seharusnya Pasal 19 ayat (2) UU PK menentukan bahwa pemberian ganti

kerugian dapat berupa pengembalian uang dan/atau penggantian barang atau jasa yang setara nilainya dan/atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan dapat diberikan sekaligus kepada konsumen.

Melalui perubahan seperti ini, kalau kerugian itu menyebabkan sakitnya konsumen, maka selain mendapat penggantian harga barang juga mendapat perawatan kesehatan. Secara umum lingkup tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum.13

Tukang gigi jika ditinjau dari UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal l angka 6 yang berbunyi bahwa setiap individu yang bertugas dalam bidang kesehatan serta mempunyai keilmuan dan/atau kemampuan melalui pembelajaran di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 78 dijelaskan bahwa setiap orang secara sadar dan sengaja menggunakan cara atau alat lain yang bisa menimbulkan kesan sebagai tenaga profesional tertentu namun tidak mempunyai izin dan legalitas administrasi untuk membuka praktik sebagaimana yang sudah dijelaskan pada UU Praktik Kedokteran pada Pasal 73 Ayat 2 bahwa setiap warga negara dilarang untuk menyalahgunakan alat, cara, atau suatu metode tertentu dengan tujuan melakukan penipuan dengan membuka praktik tanpa dilengkapi izin serta legalitas formal yang sudah ditentukan oleh pemerintah.Maka akan dikenakan pidana kurungan selama 5 tahun atau dengan denda paling banyak sebesar Rp. 150.000.000,00.14

Secara keseluruhan, pemberian hak untuk meminta ganti rugi oleh pasien kepada pelaku usaha tukang gigi tersebut merupakan suatu upaya dalam hal memberikan perlindungan bagi setiap konsumen atas kelalaian dari pelaku usaha tukang gigi tersebut. Untuk menentukan besarnya ganti rugi tersebut, hendaknya juga memperhatkan asas bahwa ganti rugi tersebut harus membuat kedudukan dari pihak yang rugi kembali seperti semula. 15 Ganti kerugian harus diberikan sesuai dengan kerugian yang sesungguhnya tanpa memperhatikan unsur-unsur yang tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuan/kekayaan pihak yang bersangkutan.

  • 4.    Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi konsumen dalam malpraktik tukang gigi untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan diatur dalam Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah tugas pemerintah untuk memberikan jaminan terhadap pengguna jasa serta penyedia jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk meningkatkan jaminan menggunakan keyakinan, ilmu, peduli, kompetensi pemakai jasa guna menjamin subjeknya guna rnengembangkan tugas kegiatan usaha yang bertanggung jawab. hubungan pelaku usaha dengan konsumen sering menimbulkan permasalahan kepada pengguna jasa, sehingga pengguna jasa merasa dikecewakan oleh tenaga yang dimanfaatkan dan digunakan. Maka dari itu sangat penting adanya perlindungan bagi konsumen. Penjatuhan Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku malpraktik jasa tukang gigi yang merugikan konsumen bentuk pertanggungjawaban terhadap pelaku malpraktik tukang gigi penyedia jasa pasang behel. Pengaturan tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 19 Ayat 1 dan 2 UU PK. Ditinjau dari Undang-Undang Kesehatan, diterangkan bahwa siapapun tidak boleh menggunakan cara apapun untuk menimbulkan kesan sebagai tenaga profesional. Lebih lanjut diatur kembali dalam UU Praktik Kedokteran mengenai sanksi yang diberikan kepada pelaku dapat berupa sanksi pidana kurungan atau pidana denda.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 20-25.

Hajati, S., Winarsi, S., Sekarmadji, A & Moechthar, O. Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan. (Surabaya, Airlangga University Press, 2017), 30-35.

Johan Nasution Bahder. Metode Penelitian Ilmu Hukum. (Bandung, CV. Mandar Maju, 2019), 97-98.

JURNAL

Anisa Nurlaila Sari. “Fenomena Jasa Tukang Gigi Dan Perlindungan Hukum.” Jurnal Cepalo 2, No. 1 (2018): 339-370.

Ari Yudistira, I Made. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Malpraktik Jasa Tukang Gigi, Jurnal Kontruksi Hukum.” Jurnal Konstruksi Hukum, ISSN: 2746-5055, Vol. 2, No. 2 (2021): 265-270

Dananjaya, I. G. W., Sutama, I. B. P., & Priyanto, I. M. D. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Atas Jasa Praktek Tukang Gigi di Kota Denpasar”. Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana, No. 4 (2018): 600-680.

Devi Dharmawan dan Ivonne Jonathan. “Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi Yang Melebihi Wewenangnya.” Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan 8, No. 1 (2019): 121-129.

Dwimaya, I. A. M & Suyatna, I. N. “Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Kawat Gigi Melalui Jasa Tukang Gigi Atas Pelanggaran Perjanjian Terapeutik”. Jurnal Kertha Wicara 9, No 6 (2020): 540-568.

Nurlina dan H. Arba. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Salon Kecantikan Terhadap Kerusakan Gigi Konsumen Dalam Pemasangan Behel.”, Jurnal Private Law 2, No. 3 (2022): 704-172.

Oktaviano Rizafaza, D.N. & Mangesti, Y.A. “Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Tukang Gigi Terhadap Dugaan Malpraktik.” Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance 2, No. 3 (2022): 660-674.

Putri L.N & Haflisyah, T. “Tanggung Jawab Tukang Gigi Sebagai Pelaku Usaha Atas Pelanggaran Praktik Yang Menimbulkan Kerugian Terhadap Konsumen (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh).” Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol 3 (3) (2019): 327-338.

Sri Lestari, Intan dan Ratna Suminar, Sri, “Tanggung Jawab atas Pelayanan Pemasangan Tambal Gigi oleh Tukang Gigi yang Berakibat kepada Kesehatan Pasien Ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi”, Bandung Conference Series: Law Studies 2, No.1 (2022): 472-478.

Yudistira, I.M., Budiartha, I.N.P. & Widyantara, I.M.M. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Malpraktik Jasa Tukang Gigi”, Jurnal Konstruksi Hukum 2, No. 2 (2021): 265-270.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 4 Tahun 2023 hlm 456-466

466