PRINSIP KESEPAKATAN (AGREEMENT) DALAM PEMBUATAN KONTRAK INTERNASIONAL

Jennifer Gracia Priskila, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: itsgraciajennifer@gmail.com

I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: parikesit_widiatedja@unud.ac.id

ABSTRAK

Penulisan ini memiliki tujuan guna memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai salah satu prinsip dalam hukum kontrak internasional yaitu prinsip kesepakatan. Prinsip kesepakatan memiliki peran penting dalam hukum kontrak internasional karena dapat memfasilitasi segala kegiatan transasksi ekonomi, bisnis antara negara-negara yang memiliki sistem hukum yang berbeda-beda, serta memberikan fleksibilitas dan kepastian hukum bagi para pihak pembuat kontrak. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penulisan ini menunjukan tentang terlaksananya prinsip kesepakatan dalam pembuatan kontrak internasional dan akibat hukum yang ditimbulkan jika kedua pihak tidak dapat bersepakat dalam suatu pembuatan kontrak.

Kata Kunci: Kesepakatan, Transaksi, Kontrak Internasional.

ABSTRACT

This writing aims to provide understanding and knowledge about one of the principles in international contract law: the principle of agreement. The principle of agreement has an important role in international contract law because it can facilitate all economic and business transaction activities between countries with different legal systems and provide flexibility and legal certainty for the contracting parties. The writing method used in this writing is the normative legal method and uses a statutory approach. The results of this writing show the implementation of the principle of agreement in making international contracts and the legal consequences that arise if both parties cannot agree on making a contract.

Keywords: Agreement, Transaction, International Contract.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman menciptakan banyak perubahan dalam aspek kehidupan masyarakat. Salah satu aspek tersebut, ialah terjadinya perkembangan didalam kegiatan berbisnis yang mempengaruhi khususnya dalam pembuatan kontrak internasional. Dalam kegiatan bisnis, perdagangan hingga kerjasama internasional, pembuatan kontrak internasional merupakan hal yang fundamental. Dimana kontrak tersebut mencakup kewajiban para pihak, pembayaran, jangka waktu kontrak, penyelesaian sengketa dan lainnya. Dalam pembuatannya kontrak memiliki tiga tujuan dasar, sebagai berikut: tujuan pertama, ialah memaksakan suatu janji dan melindungi harapan wajar yang muncul darinya, tujuan kedua, mencegah terjadinya upaya memperkaya diri secara tidak adil. Dan tujuan ketiga ialah untuk mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan.1

Kontrak internasional dibuat antara kedua belah pihak melalui pilihan hukum yang telah disepakati untuk memenuhi tujuan awal yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak. Kontrak internasional memiliki karakterisitik sebagai berikut: merupakan instrumen hukum (dokumen), dibentuk antara 2 pihak atau lebih untuk mengatur sebuah hubungan bisnis diantara pihak tersebut, terdapat nya hubungan dengan lebih dari 1 negara, dan terdapat nya 1 atau lebih sistem hukum asing. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dimengerti bahwa kontrak internasional merupakan kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang mengandung unsur asing. Unsur asing yang dimaksud ialah unsur yang timbul dari akibat perbedaan yang terdapat dalam pihak-pihak yang membuat kontrak. Seperti, perbedaan kewarganegaraan, perbedaan kewarganegaraan para pihak yang membuat dengan lokasi pelaksanaan kokntrak, penggunaan bahasa asing dalam pembuatan kontrak, penggunaan mata uang asing, dan target pasar. Perkembangan dari pembuatan kontrak yang dapat dirasakan khusus nya dalam hal berkontrak di Indonesia, dimana munculnya pengaruh common law yang menciptakan kontrak-kontrak bisnis yang dibuat oleh kalangan swasta seperti joint venture agreement, franchise agreement, loan agreement, agency agreement.2

Dalam pembentukan sebuah kontrak internasional, hal tersebut menyesesuaikan dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat di dalam pengaturan hukum kontrak internasional. Prinsip kesepakatan merupakan salah satu prinsip dasar yang mengatur hubungan hukum antara para pihak yang terlibat dalam kontrak internasional. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesepakatan yang dibuat harus merupakan wujud dari kebebasan berkontrak dan para pihak harus cukup usia untuk terikat didalamnya.3

Prinsip kesepakatan memiliki peran penting dalam hukum kontrak internasional karena dapat memfasilitasi kerjasama ekonomi antara negara-negara yang memiliki sistem hukum yang berbeda-beda. Prinsip ini juga dapat memberikan fleksibilitas dan kepastian hukum bagi para pihak dalam menyusun dan melaksanakan kontrak bisnis internasional. Namun demikian, prinsip kesepakatan juga menghadapi beberapa tantangan dan batasan dalam praktiknya,

  • 1    Cindawati. “Prinsip Good Faith (Itikad Baik) Dalam Hukum Kontrak Bisnis Internasional”. Mimbar Hukum 26, No.2 (2014): 184.

  • 2    Arrilia, Della. “Pengaruh Sistem Hukum Common Law Terhadap Kontrak Bisnis Modern Di Indonesia”. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan (JISIP) 5, No.3, (2021): 663.

  • 3    Ibid, hlm 40

seperti adanya perbedaan budaya, bahasa, nilai-nilai sosial, dan norma-norma hukum antara para pihak; adanya intervensi negara atau organisasi internasional dalam hal-hal tertentu; serta adanya pertimbangan etika dan keadilan dalam hubungan kontraktual. Hal-hal tersebut, yang menjadi tantangan dalam pembentukan suatu kontrak internasional. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis memilih untuk melakukan analisa lebih lanjut mengenai prinsip kesepakatan dalam hukum kontrak internasional.

Dalam pembuatan penulisan ini, ada 2 (dua) jurnal ilmiah yang menjadi pembanding. Walaupun, penulisan ini tidak secara khusus membahas topik yang sama dengan penelitian pendahulu namun penulisan ini masih berada didalam satu lingkup dengan penelitian yang terdahulu. Berikut merupakan jurnal pembanding yang digunakan, yaitu:

  • a . Jurnal dengan judul “Perlindungan Kepentingan Para Pihak Dalam Kontrak Kerjasama Internasional Berdasarkan UNIDROIT” yang ditulis oleh Ni Putu Mirayanthi Utami dan I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari pada jurnal Kertha Negara: Journal ilmu hukum Volume 3 No. 3 Tahun 2015.4

Jurnal ini membahas mengenai dalam menjaga stabilitas ekonomi suatu negara, perlunya suatu perlindungan terhadap kepentingan para pihak dalam kerjasama yang dibentuk melalui kontrak internasional. Hal tersebut diatur dalam UNIDROIT. Dalam pembuatan suatu kontrak meskipun tidak secara langsung memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pihak tersebut, namun perumusan klausula-klausula dalam norma kontrak haruslah sesuai dengan prinsip yang tercantum didalam UNIDROIT.

  • b . Jurnal dengan judul “Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Kerjasama Internasional Antara Hotel Dengan Agen Perjanalan Online” yang ditulis oleh Mochammad Lukman Hakin dan Made Suksma Prijandhini Devi Salain pada Jurnal Kertha Negara: Journal ilmu hukum Volume 8 No. 1 Tahun 2019.5 Jurnal ini membahas mengenai penyelesaian sengketa dalam kontrak kerjasama internasional, dimana wanprestasi pihak agen perjalanan online terhadap pihak hotel dalam kontrak yang dibuat disebabkan karena faktor kurang cermatnya pihak agen perjalanan sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksempurnaan dalam memenuhi janji, dalam hal ini berkaitan dengan promo harga hotel. Selanjutnya, bentuk upaya hukum yang dilakukan oleh pihak agen perjalanan terhadap wanprestasi yang dilakukan ialah dengan mengajukan upaya hukum litigasi dengan upaya hukum ganti rugi secara litigasi dan pemberian upaya hukum non-litigasi yang dilakukan secara kekeluargaa melalui negosiasi.

Berdasarkan paparan yang dituliskan diatas, yang berisikan mengenai pembahasan dari kedua jurnal pembanding yang dipilih. Penulisan jurnal ini, penulis lebih menekankan untuk membahasah salah satu prinsip dalam hukum

kontrak internasional yaitu prinsip kesepakatan. Serta, penulisan ini juga berfokus pada pembahasan mengenai akibat hukum yang dapat terjadi apabila pihak-pihak yang berkontrak tidak dapat bersepakat.

  • 1.2    Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah tertulis sebelumnya, dengan ini penulis membuat 2 (dua) rumusan masalah, yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan prinsip kesepakatan dalam hukum kontrak internasional?

  • 2.    Adakah akibat hukum yang timbul jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan dalam proses pembuatan suatu kontrak internasional?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan pemahaman serta pengetahuan mengenai pengaturan prinsip kesepakatan (agreement) dalam pembuatan hukum kontrak internasional. Juga, untuk mengetahui adakah akibat yang ditimbulkan khususnya akibat hukum, jika kedua belah pihak tidak mencapai suatu kesepakatan dalam proses pembuatan suatu kontrak internasional.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum doktriner atau juga disebut penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Penyebutan penelitian hukum doktriner, dikarenakan penelitian ini dilakukan atau ditujukan kepada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lain.6 Penggunaan metode hukum normatif pada penulisan karya ilmiah ini, karena dalam menjawab rumusan masalah yang ada dapat dilakukan dengan cara melakukan analisa lebih lanjut terhadap perudangan-undangan yang berkaitan, juga menelaah teori, asas yang berkaitan, dan melakukan analisa karya ilmiah yang yang sesuai dengan prinsip kesepakatan.

  • 1.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pengaturan Prinsip Kesepakatan Dalam Hukum Kontrak Internasional

Dalam melakukan suatu transaksi bisnis internasional, kerjasama internasional hal tersebut didasarkan oleh suatu kontrak yang telah disetujui oleh para pihak. Dengan terbentuknya suatu kontrak yang mengikat, hal ini menciptakan suatu keyakinan antar pihak terhadap ekspektasi akan hasil dari pelaksanaan kontrak tersebut.7 Terbentuknya suatu kontrak merupakan hasil kesepakatan antar kedua pihak. Kesepakatan (agreement) dalam konsep kontrak adalah hasil dari proses penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance), yaitu penerimaan atas suatu penawaran yang didasarkan atas keinginan untuk membentuk ikatan hukum (intention to create legal relation) dan alasan

(consideration) yang bersifat timbal balik dan cukup.8 Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dimengerti bahwa terciptanya suatu kesepakatan diawali dengan adanya proses penawaran-penerimaan. Penawaran adalah suatu janji yang jelas dan pasti untuk terikat berdasarkan persyaratan-persyaratan yang bersifat khusus. Penerimaan adalah suatu bentuk pernyataaan yang jelas yang dibentuk tanpa adanya syarat tambahan dan tidak merupakan sebuah standing-offer.

Dalam pembentukan dari kontrak internasional harus mematuhi hukum kontrak internasional. Menurut Ida Bagus Wyasa Putra, “Hukum kontrak internasional merupakan hukum yang mengatur kontrak internasional, baik berkenaan dengan dasar hukum maupun persyaratan hukumnya, termasuk: persyaratan sahnya, prosedur dan Teknik pembentukan, pelaksanaan, dan penyelesaian sengketa yang timbul dari kontrak itu.9”Hukum kontrak internasional memiliki prinsip umum (general principles) dalam pembentukan kontrak yang mengandung unsur asing oleh para pihak. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:

  • 1.    Kebebasan berkontrak (freedom of contract)

  • 2.    Itikad baik (good faith)

  • 3.    Perjanjian mengikat sebagai undang-undang bagi pihak pembuatnya (pacta sun servanda)

  • 4.    Kesepakatan (agreement)

  • 5.    Tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum (public order).

Prinsip kesepakatan merupakan suatu konsep fundamental yang mengatur mengenai format dan validitas dari sebuah kontrak bisnis antara pihak yang berasal dari negara yang berbeda. Menurut prinsip ini, sebuah kontrak yang sah dan dapat dilaksanakan jika kontrak tersebut mencerminkan persetujuan antar kedua pihak tanpa adanya paksaan, penipuan, kesalahan atau dibawah sebuah tekanan. Prinsip kesepakatan juga menunjukkan bahwa kedua pihak memiliki kapasitas dan otoritas untuk mengikatkan diri kedalam kontrak dan bahwa para pihak mematuhi formalitas dan persyaratan hukum yang berlaku. Prinsip kesepakatan juga bertujuan untuk melindungan otonomi dan ekspektasi dari para pihak serta menciptakan kepastian dan stabilitas dalam hubungan perdagangan internasional.

Untuk memperjelas mengenai pengaturan dari prinsip kesepakatan dalam hukum kontrak internasional, maka penulis melakukan penjabaran mengenai pengaturan dari prinsip kesepakatan di lingkup internasional melalui pengaturan UNIDROIT dan pengaturan secara hukum nasional Indonesia.

  • 3. 1.1 Pengaturan Internasional UNIDROIT

UNIDROIT (International Institute for the Unification of Private Law) merupakan suatu organisasi internasional independen antar pemerintah yang dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral atau yang dikenal dengan The UNIDROIT Statute atau Statuta UNIDROIT pada tahun

1940.10 Tujuan utama dari UNIDROIT ialah untuk melakukan kajian tentang pengharmonisasian dan koordinasi terhadap hukum perdata, khususnya hukum (komersial) dagang bagi antar negara atau di antara sekelompok negara. Hukum nasional Indonesia, telah melakukan ratifikasi terhadap Statuta UNIDROIT yaitu dengan terciptanya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan Statute Of The International Institute For The Unification Of Private Law.

UNIDROIT telah menyusun sebuah perjanjian yang berisi tentang Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Internasional (Principles of International Commercial Contracts) yang diterbitkan pada tahun 1994 dan direvisi pada tahun 2004, 2010 dan 2016. Prinsip-prinssip yang terdapat dalam UNIDROIT dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi para pihak dalam membuat, menafsirkan, dan melaksanakan kontrak internasional secara adil dan efisien.

Salah satu prinsip yang termuat dalam perjanjian UNIDROIT adalah prinsip kesepekatan. Dalam Pasal 1.1 disebutkan bahwa "The parties are free to enter into a contract and to determine its content” yang diterjemahkan menjadi “para pihak dapat membentuk suatu kontrak dan menentukan isi dari kontrak mereka". Penjelasan lebih lanjut dari pasal ini ialah dimana terdapatnya hak khususnya bagi orang yang menjalankan suatu bisnis untuk dapat memilih kepada siapa mereka dapat menawarkan jasanya dan juga untuk memilih kepada siapa mereka dapat mendapatkan supply untuk stock barang nya. Selanjutnya dalam Pasal 2.1.1 menyatakan bahwa “A contract may be concluded either by the acceptance of an offer or by conduct of the parties that is sufficient to show agreement”. Pasal ini menjelaskan mengenai terbentuk nya suatu kontrak dapat terjadi sebagai hasil penerimaan dari penawaran yang ditawarkan atau merupakan suatu hasil dari kesepakatan antara kedua pihak. Dalam Pasal 4.2 (1) menyatakan bahwa “The statements and other conduct of a party shall be interpreted according to that party’s intention if the other party knew or could not have been unaware of that intention”. Yang berartikan bahwa “Dalam menafsirkan kontrak ini, pertimbangan harus diberikan kepada maksud bersama dari para pihak serta perilaku mereka setelah pembuatan kontrak". Selanjutnya, dalam Pasal 3.2.5 menyatakan bahwa “A party may avoid the contract when it has been led to conclude the contract by the other party’s fraudulent representation, including language or practices, or fraudulent non-disclosure of circumstances which, according to reasonable commercial standards of fair dealing, the latter party should have disclosed”. Pasal ini menjelaskan mengenai kecurangan, dimana salah satu pihak dapat menghindari kontrak jika terdapatnya kecurangan yang dilakukan oleh pihak lain baik dalam tindakan maupun perkataan. Berdasarkan Pasal 3.1.2, menyatakan bahwa “A contract is concluded, modified or terminated by the mere agreement of the parties, without any further requirement”. Yang berartikan bahwa "Kontrak itu sah jika tidak bertentangan dengan ketertiban umum".

Berdasarkan beberapa pasal yang telah disebutkan, dapat dilihat bahwa prinsip kesepakatan dalam hukum kontrak internasional terjadi dengan cara memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi, bentuk, penafsiran atas kontrak. Serta, kontrak yang dibuat oleh kedua pihak merupakan hasil kesepakatan antar pihak yang didasari dengan rasa aman tanpa adanya penekanan berupa ancaman kepada salah satu pihak dan tidak melanggar hukum. Prinsip ini bertujuan untuk menghormati kehendak dan kepentingan para pihak serta untuk menciptakan harmonisasi dan unifikasi dalam hukum kontrak internasional.

  • 3. 1.2 Pengaturan Nasional KUHPerdata

Dalam KUHPerdata, syarat sahnya sebuah kontrak diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yang menerangkan bahwa “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; dan suatu sebab yang tidak terlarang.” Salah satu syarat sahnya suatu perjanjian ialah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, syarat tersebut disebut juga dengan asas konsensualisme. Ahmadi Miru menyatakan bahwa “Lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan”.11 Dimana, asas ini terjadi ketika para pihak memutuskan untuk bersepakat dan hasil dari kesepakatan oleh para pihak melahirkan kewajiban para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. Kesepakatan antara para pihak dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting ialah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Terjadinya kesepakatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: dengan cara tertulis, lisan, menggunakan simbol-simbol tertentu dan dengan berdiam diri.12 Asas ini merupakan salah satu asas Hukum Kontrak Nasional. Penerapan asas konsensalisme yaitu didasarkan pada hukum perdata, khususnya dengan mendasarkan pada hukum perjanjian yang juga bersumber pada KUHPerdata.13

Selain itu, terlaksana nya prinsip kesepakatan dapat terlihat dengan dibuatnya Memorandum of Understanding (MoU) oleh para pihak yang akan berkontrak. MoU merupakan pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara tertulis.14 Selain itu, MoU dapat diartikan sebagai perjanjian pendahuluan. Dimana, sebelum terbentuknya perjanjian yang mengikat antar pihak. MoU menjadi pengatur dan juga memberikan kesempatan bagi para pihak yang akan mengikatkan dirinya untuk

melakukan studi kelayakan terhadap perjanjian yang nantinya akan tertuang di dalam kontrak.15

Di dalam pelaksanaanya, pengaturan khusus yang membahas mengenai MoU tidak dapat ditemukan didalam berbagai peraturan perundang-undangan. Namun, jika diperhatikan dari substansi yang terdapat dalam MoU, dapat dimengerti bahwa di dalam MoU berisi mengenai kesepakatan antar pihak yang membahas mengenai hal-hal yang umum.

  • 3.2    Akibat hukum yang timbul jika kedua belah pihak tidak dapat bersepakat dalam pembuatan kontrak internasional

Kesepakatan merupakan salah satu syarat penting dalam pembuatan kontrak. Jika, dalam proses offer-acceptance tidak menemukan jalan tengah maka kesepakatan tersebut dapat batal sehingga mengakibatkan pembatalan dalam pembuatan kontrak. Akibat hukum yang ditimbulkan jika kedua pihak tidak dapat bersepakat, ialah kontrak tersebut menjadi tidak ada. Karena kesepakatan merupakan dasar untuk berkontrak dan tahap dimana para pihak sudah bersepakat untuk menaati isi dalam kontrak tersebut.

Dalam pembuatan suatu kontrak internasional akan terjadi proses pembicaraan mengenai transaksi yang akan dilakukan, dimana terdapat negosiasi hingga proses penawaran dan penerimaan terkait isi dari kontrak tersebut. Jika, kedua pihak tidak bersepakat dalam suatu pembuatan suatu kontrak internasional, maka ada akibat yang ditimbulkan. Dalam Hukum Perdata Indonesia, jika terdapatnya perbedaan antara offer oleh salah satu pihak dan penerimaan oleh pihak lain maka kesepakatan tersebut dianggap tidak terbentuk sehingga akibat hukumnya kontrak tersebut dianggap belum terjadi. Dimana salah bentuk sah nya kontrak berdasarkan Pasal 1320 KUHPer ialah “kesepakatan mereka untuk mengikatkan dirinya”. Menurut Ahmad Miru, suatu penentu yang sah tentang terciptanya suatu perjanjian, ditentukan oleh kesepakatan seseorang untuk mengikatkan dirinya. Dengan terciptanya suatu kesepakatan antara pihak mengenai suatu hal yang diperjanjikan maka terlaksanalah asas konsensualisme, dimana para pihak mengingkatkan diri terhadap perjanjian tersebut.16

Kesepakatan tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan belum disahkan. Namun, dengan adanya kesepakatan hal ini mengindikasikan bahwa kedua pihak telah memiliki kesepahaman dalam beberapa hal dan kedua pihak memutuskan untuk saling mengikatkan diri dengan sebuah kontrak. Sebagai hasilnya, jika ada salah satu pihak yang tidak menyetujui atau mundur di dalam kesepakatan ataupun mengubah secara drastis klausul-klausul yang sedang dirancang hal tersebut dinilai sebagai perbuatan yang bernilai buruk atau activity in bad faith.

Sebagai contoh, ketika perusahaan A akan melakukan akuisisi terhadap perusahaan B sebelum proses tersebut terlaksana. Kedua pihak akan membuat suatu kesepakatan yang berkaitan dengan proses tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam paragraf sebelumya, jika kedua belah pihak merasa sudah memiliki kesepahaman terhadap transaksi tersebut maka mereka akan mengikatkan diri melalui kontrak. Sebelum disahkan nya kontrak, biasanya para

pihak tersebut membuat suatu agreement yang didalam nya mencakup klausul-klausul yang telah dibicarakan sebelumnya. Salah satu contoh klausul yang terdapat ialah mengenai berakhirnya kontrak tersebut. Berikut merupakan salah satu contoh yang berkaitan dengan proses akuisisi yang telah disebutkan, dan ini merupakan isi dari klausul mengenai batalnya kesepakatan akibat tidak bersepakat nya kedua pihak. Berdasarkan Pasal 5 angka 5.1 Consortium Agreement antara Time Finance Limited dengan FV Investment Holding yang menyatakan bahwa “(a) If the Parties are unable to agree either (i) as between themselves upon the material terms of the Transaction or the Debt Financing for the Transaction, or (ii) with the Special Committee on the material terms of a Transaction which the Special Committee agrees to recommend to the public shareholders of the Target, or (b) a Party is not satisfied with the results of its due diligence investigation, then, subject to Section 5.3(a), (I) a Party may cease its participation in the Transaction by delivery of a written notice to the other Parties and (II) this Agreement shall terminate with respect to such withdrawing Party.” Yang berartikan bahwa “(a) Jika para pihak tidak dapat bersetuju (i) sebagai diantara para Pihak sendiri persayaratan material transaksi atau pembayaran piutang untuk transaksi, atau (ii) dengan Komite Khusus mengenai persyaratan material transaksi yang telah disetujui oleh Komite Khusus untuk direkomendasikan kepada pemegang saham public Target, atau (b) Salah satu pihak yang tidak puas dengan hasil investigasi uji tuntasnya, maka, tunduk pada pasal 5.3(a), (I) salah satu Pihak dapat menghentikan partisipasinya dalam transaksi dengan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Pihak lainnya dan (II) Perjanjian ini akan berakhir sehubungan dengan Pihak yang mengundurkan diri tersebut.” Berdasarkan contoh tersebut dapat dimengerti bahwa jika terdapatnya ketidaksepakatan antara kedua belah pihak, maka akan berakhir dengan berakhirnya kesepakatan tersebut. Dikarenakan kedua pihak tidak bisa bersepakat sehingga kontrak yang sudah dirancang menjadi batal.

  • 2.    Kesimpulan

Prinsip kesepakatan merupakan suatu konsep fundamental yang mengatur mengenai format dan validitas dari sebuah kontrak bisnis antara pihak yang berasal dari negara yang berbeda. Dalam pengaturan UNIDROIT, prinsip kesepakatan terjadi dimana suatu kontrak dapat dibuat dengan adanya penerimaan atas penawaran serta kesepakatan yang timbul atas kedua belah pihak. Pada pengaturan Hukum Nasional KUHPerdata, prinsip kesepakatan dapat dilihat dalam asas konsensualisme, dimana menurut asas ini lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Akibat hukum yang ditimbulkan jika kedua pihak tidak dapat bersepakat, ialah kontrak tersebut menjadi tidak ada. Kesepakatan tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan belum disahkan. Namun, dengan adanya kesepakatan hal ini mengindikasikan bahwa kedua pihak telah memiliki kesepahaman dalam beberapa hal dan kedua pihak memutuskan untuk saling mengikatkan diri dengan sebuah kontrak. Karena kesepakatan merupakan dasar untuk berkontrak dan tahap dimana para pihak sudah bersepakat untuk menaati isi dalam kontrak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020.

Putra, Ida Bagus Wyasa. Hukum Kontrak Internasional (The Law of International Contract). Bandung: PT Refika Aditama, 2017.

Suratman dan Philips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Penerbit Alfabeta. 2015.

Jurnal

Arrilia, Della. “Pengaruh Sistem Hukum Common Law Terhadap Kontrak Bisnis Modern Di Indonesia” Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan 5, No.3 (2021) : 663.

Cindawati. “Prinsip Good Faith (Itikad Baik) Dalam Hukum Kontrak Bisnis Internasional”. Mimbar Hukum 26, No.2 (2014): 182-184.

Lileys Glorydei Gratia Gijoh, Jeany Anita Kermita, Jeannie C. Rotinsulu. “Implementasi Hukum Dalam Kontrak Bisnis Internastional” Lex Et Societatis 9, No.1 (2021) : 112.

Marpaung, Chikita Edrini dan Marihot Janpieter Hutajulu. “Implikasi Penggunaan Internet Dalam Convention On Contracts For The International Sale Of GoodsJurnal Ilmu Hukum Alethea 1, No. 2 (2018):172.

Mochammad Lukman Hakim dan Made Suksma Prijandhini Devi Salain, “Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Kerjasama Internasional Antara Hotel Dengan Agen Perjalanan OnlineKertha Negara 8, No. 1, (2019): 1.

Ni Putu Mirayanthi dan I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari. “Perlindungan Kepentingan Para Pihak Dalam Kontrak Kerjasama Internasional Berdasarkan UNIDROITKertha Negara 3, No.3, (2015): 1.

Pratama, Gita Nanda. “Kekuatan Hukum Memorandum of Understanding (MoU)”. Veritas et Justitia 2, No. 2 (2016):427.

Raisila, Ni Putu Diana Pradnyani dan Ni Ketut Sri Utari. “Kedudukan Dan Kekuatan Mengikat Memorandum Of Understanding (MOU) Ditinjau Dari Segi Hukum Kontrak” Kertha Semaya 6, No. 4 (2018): 3.

Sasmita, Ni Putu Ayu Bunga dan I Wayan Novy Purwanto. “Penerapan Asas Konsensualisme Dalam Perjanjian Jual Beli Online” Kertha Semaya 8, No.8 (2020): 9.

Setiyaningsih, Devi dan Ambar Busdhisulistyawati. “Kedudukan Dan Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding (MoU) Sebagai Tahap Prakontrak (Kajian Dari Sisi Hukum Perdata)” Jurnal Privat Law 8, No.2 (2020) :176.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Status Of The International Institute For The Unification Of Private Law

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 10 Tahun 2023 hlm 1118-1127

1127