PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI SMARTPHONE PADA APLIKASI FACEBOOK MARKETPLACE

Affandi Sultan Abdullah, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Putu Sudarma Sumadi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli smartphone pada aplikasi facebook marketplace. Tujuan kedua dalam penelitian ini untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa konsumen apabila smartphone yang dibeli pada aplikasi facebook marketplace tidak sesuai dengan spesifikasi yang diiklankan . Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mengandung kekaburan, ketidakpastian dan konfliknya suatu norma. Norma yang ditujukan berupa suatu asas, unsur dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, ataupun pendapat ahli. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi jual beli smartphone sangatlah diperlukan demi terciptanya rasa aman bagi konsumen dalam berbelanja online melalui facebook marketplace. Dan dalam hal ini diatur pula mengenai larangan bagi pelaku usaha dalam menyebarkan iklan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga patut diketahui mekanisme penyelesaiannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf c UUPK bahwa, Konsumen dalam memebli suatu barang wajib mendapatkan kejelasan informasi yang jelas, benar dan pasti berkaitan dengan keadaan suatu barang yang akan dibeli.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Transaksi Jual Beli Elektronik, Facebook.

ABSTRACT

The purpose of this study is to find out how legal protection is for consumers in buying and selling smartphones through the Facebook application. The second objective of this research is to determine the mechanism for resolving consumer disputes if the smartphone purchased on the Facebook Marketplace application does not match the advertised specifications. The research method used is the normative legal research method, namely legal research that places law as a building system of norms. The system of norms in question is regarding the principles, norms, rules of laws and regulations, court decisions, agreements and doctrines. This study found that legal protection for consumers in smartphone buying and selling transactions is needed to create a sense of security for consumers when shopping online through the Facebook marketplace. And in this case it is also regulated regarding the prohibition for business actors in spreading advertisements that are not in accordance with what is being traded and what form the settlement takes. As regulated in Article 4 letter c UUPK namely, "Consumers have the right to obtain correct, clear and honest information regarding the conditions and guarantees of goods and/or services.”

Keywords: Consumer Protection, Electronic Transactions, Facebook.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Dewasa ini teknologi dan informasi mengalami perkembangan yang makin maju dan terjadi sangat pesat. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi juga ikut berdampak pada perubahan ekonomi, kebudayaan dan keadaan sosial, yang berlaku di masyarakat. Berkembangnya teknologi informasi menciptakan banyak sekali mediamedia online untuk mencari informasi atau berkomunikasi oleh masyarakat. Internet mempengaruhi perekonomian global dalam era yang berkembang sehingga sering kali dalam bahasa anak remaja disebut sebagai digital economic atau ekonomi digital. Tingginya penggunaan internet beberapa tahun belakangan ini, membuat berubahnya sifat jual beli masyarakat yang tadinya berbasis offline menjadi berbasis online. Adanya hal tersebut ditandai semakin banyak kegiatan ekonomi yang menggunakan internet sebagai media komunikasi. Dalam hal jual beli misalnya, semakin banyak mengandalkan internet dalam kegiatannya, misalnya saja perdagangan elektronik sebagai media jual beli.

Hal itu menyebabkan tumbuhnya beberapa aplikasi perdagangan online (ecommerce). Semakin majunya karakteristik e-commerce pada belakang ini membuat ecommerce sebagai peluang bisnis yang menjanjikan dalam sistem dagang. A.T Kearny dalam risetnya menyebutkan di tahun 2013 pasaran e-commerce di Indonesia mencapai US$ 1,3 miliar, dari hampir 240 juta jiwa jumlah penduduk yang ada di Indonesia1. Masyarakat sebagai pengguna internet di Indonesia jumlahnya kurang lebih 39 juta yang mana 5 juta ini memanfaatkan internet menjadi alat jual beli. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki potensi untuk berbisnis e-commerce.

Istilah perdagangan elektronik itu sendiri berarti setiap transaksi komersial atau perdagangan kebutuhan manusia dengan transaksi online menggunakan media elektronik. Pengaruh Internet sebagai kemajuan perkembangan teknologi informasi, bagi konsumen membuat perilaku konsumen lebih kritis dan selektif dalam menentukan suatu produk sedangkan bagi produsen atau pedagang kemajuan perkembangan ecommerce adalah semakin mudahnya pemasaran produk mereka sehingga menghasilkan pendapatan yang lebih besar.

Penggunaan e-commerce semakin meningkat pada saat masa pandemi, pada saat itu juga masyarakat harus beradaptasi melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pokok dan tersier secara online atau tidak langsung dikarenakan dibatasinya interaksi sosial masyarakat akibat penyebaran virus Covid-19. Terlebih e-commerce memiliki daya Tarik yang tidak dimiliki pedagang atau produsen secara offline, yaitu pembeli tidak harus datang langsung ke toko melainkan hanya diam di rumah saja sudah bisa membeli suatu produk menjadikan konsumen lebih leluasa dalam membeli suatu produk terlebih pada zaman sekarang banyak masyarakat yang sudah melek teknologi. Selain itu ecommerce menawarkan kemudahan pembayaran suatu produk yang lebih menguntungkan pembeli.

Dengan segudang kelebihannya, e-commerce juga memiliki kekurangan yaitu, keadaan barang tidak sama dengan di iklan, keadaan barang terkadang rusak karena jarak pengirim yang jauh, terkadang penjual menipu pembeli dengan cara hanya

menerima uang dan barang tidak dikirim.2 Salah satu contoh yang terjadi adalah oknum pelaku usaha yang menjual smartphone dengan kondisi tidak sesuai keadaan sebenarnya, mulai dari spesifikasi sampai dengan maupun keadaannya sehingga ketika konsumen membeli mengakibatkan kerugian.

Salah satu media sosial yang aktif digunakan sebagai sarana transaksi online yaitu Facebook. Facebook merupakan aplikasi yang dapat digunakan sebagai penghubung antar semua orang di seluruh dunia. Facebook memungkinkan para penggunanya untuk dapat berkomunikasi dengan cara mengirim pesan, berbagi foto maupun video.3 Hal ini yang pada akhirnya membuat masyarakat banyak yang menggunakan facebook sebagai platform untuk melakukan kegiatan jual beli secara online. Terlebih lagi aplikasi ini memiliki fitur facebook marketplace yang lebih memudahkan seseorang dalam bertransaksi. Namun, semakin banyaknya konsumen pengguna facebook marketplace seringkali dimanfaatkan oleh oknum-oknum penjual untuk melakukan penipuan. Banyak konsumen yang merasa tertipu karena barang yang dating berbeda dengan barang yang diiklankan oleh penjual. Terutama dalam transaksi jual beli smartphone melalui platform facebook marketplace.

Dikarenakan banyaknya perbuatan yang merugikan konsumen diperlukan konsumen protection dengan tujuan guna menumbuhkan rasa percaya konsumen. Berdasarkan itu Penjualan di E-commerce diatur dalam “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.”4

Pembahasan mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli di facebook marketplace sebelumnya sudah dianalisa oleh Ramadhan Wardhana dan Dwi Desi Yeyi Tarina. Dalam pembahasannya menyimpulkan dalam melakukan transaksi jual beli online para pihak harus memperhatikan Itikad baik yaitu perbuatan seseorang yang akan melakukan transaksi dengan atas dasar saling percaya dan tidak adanya yang ditutupi. Perbedaan dengan hasil penelitian yang penulis buat ialah, lebih mengupas bagaimana cara dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan konsumen apabila sudah tertipu sesuai dengan Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Rumusan Masalah

  • 1.    Apa bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli smartphone pada aplikasi facebook marketplace?

  • 2.    Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa konsumen apabila smartphone yang dibeli pada aplikasi facebook marketplace tidak sesuai dengan spesifikasi yang diiklankan?

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan konsumen dalam bertransaksi secara online dan juga untuk mengetahui hal yang harus

dilakukan apabila konsumen merasa tertipu dikarenakan perbedaan spesifikasi antara smartphone yang diiklankan di facebook marketplace dengan smartphone yang diterima. Selain itu tujuan ditulisnya jurnal ini adalah untuk mengingatkan konsumen untuk lebih was-was dalam melakukan transaksi elektronik di platform facebook marketplace.

  • II.    Metode Penelitian

Metode dalam Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode ini mengacu pada hukum sebagai sekumpulan aturan, termasuk prinsip-prinsip, norma-norma, peraturan perundangan, yurisprudensi serta pendapat ahli hukum.5 Penelitian ini ada untuk meneliti sumber-sumber informasi seperti aturan kabur, tidak pasti dan kosong.

Disamping menggunakan pendekatan normatif, pada jurnal ini juga menggunakan metode pendekatan perundangan yaitu pendekatan yang menggunakan undang-undang menjadi landasan sumber hukum dalam melakukan meneliti.6 Dalam hal ini menggunakan sumber hukum yakni UUPK, UU ITE, UU Perdagangan, dan juga beberapa jurnal hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Elektronik Di Facebook Marketplace

Perkembangan sarana telekomunikasi yang pesat sedikit banyak mempengaruhi budaya transaksi jual beli di dalam masyarakat yang pada awalnya transaksi penjualan secara offline yang dilakukan dengan bertemu antara penjual dan pembeli beralih secara online melalui aplikasi yang terhubung dengan internet sehingga tidak harus bertemu langsung. Hal itulah yang memaksa para penjual harus bertransformasi untuk mengupdate diri dan juga strategi untuk menghadapi era perkembangan digital yang amat pesat ini. Kondisi ini mempunyai manfaat bagi konsumen yaitu ketika melakukan kegiatan transaksi sudah tidak perlu repot untuk datang langsung bertemu dan bertatap muka dengan penjual, saat ini konsumen dapat melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun melalui ponsel pintarnya. Selain itu konsumen dapat memilih secara luas dan terbuka tak terhalang jarak barang atau jasa yang diinginkannya dengan mudah.

Ketika melakukan transaksi secara online hal yang paling dihindari adalah ketika konsumen merasa dirugikan. Konsumen apabila dilihat dari berbagai sisi merupakan pihak yang lemah jika kita bandingkan dengan pedagang atau pelaku usaha.7 Lemahnya konsumen dalam saat melakukan kegiatan transaksi disebabkan karena tidak jelasnya informasi mengenai barang yang diperdagangkan oleh produsen atau pedagang. Oleh karena itu perlu adanya produk hukum untuk melindungi para konsumen dari para pedagang atau penyedia jasa yang melakukan kecurangan. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau (UUPK) merupakan jaminan

kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia secara pasti, jelas dan akurat agar hak dari konsumen terjaga.

Pasal 1 angka 1 UUPK menjelaskan bahwa “perlindungan konsumen merupakan upaya jaminan perlindungan hukum berlandaskan kepastian hukum terhadap konsumen.” Atas dasar jaminan kepastian hukum diberikan pengaturan terkait hak atas konsumen sesuai pasal 4 berkaitan dengan “Hak atas keamanan, hak dalam memilih barang, hak informasi yang jelas, hak menyampaikan pendapat atas barang, hak mendapatkan perlindungan hukum, hak sebagai konsumen atas perlakukan yang baik, hak mendapatkan kompensasi bilamana barang yang diterima tidak sesuai diperjanjikan.”

Pengaturan hukum mengenai jual beli online sebenarnya sudah diatur dalam UUPK. Secara mendalam aturan ini bukan hanya mengatur mengenai akibat perbuatan tetapi juga menstigmatisasi apa saja tindakan terlarang yang harus dihindari pelaku sesuai Pasal 8 -17 UUPK. Tindakan ini berimplentasi kepada hak dan kewajiban pelaku usaha sesuai yang harus dipenuhi ketika proses jual beli jangan sebaliknya menjual barang seperti smartphone yang tidak sesuai dengan keadaan di iklan sehingga apabila konsumen membeli akan rugi. Bentuk perbuatan seperti inilah yang diatur dalam ketentuan Pasal 9. Bagi konsumen yang sudah terlanjur menerima barang yang merugikannya berhak mengembalikan sesuai amanat “Pasal 19 sampai pada ketentuan Pasal 28.”

Perbuatan yang tidak diinginkan dalam hubungan jual beli adalah merugikan salah satu pihak namun sering kali konsumen. Karena konsumen dalam jual beli online hanya mengutamakan asas kepercayaan dan tidak bisa melihat secara langsung sehingga keadaan barang yang tidak sesuai aslinya baru akan diketahui oleh konsumen apabila sudah menerimanya dan tentu saja mengakibatkan kerugian.8 UUPK sebagai pelindung konsumen dalam mengantisipasi perbuatan tersebut memberikan dalil mengenai pengembalian barang dalam bentuk ganti rugi terhadap konsumen yang mengacu kepada ketentuan Pasal 4

Tindakan lain dalam situasi jual beli online diatur pula melalui “UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).” Garis besar adanya perlindungan ini untuk memajukan sektor perdagangan melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat, kuat dan mandiri sehingga kepentingan nasional dalam mengutamakan kesejahteraan masyarakat dalam menciptakan pekerjaan ataupun dalam proses jual beli tercapai sesuai dengan nilai dasar dari UU Perdagangan. Konsumen dalam hal ini sangat diuntungkan karena segala bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan telah ada pengaturannya dalam UU ini.

Konsumen dalam menjalankan kegiatan transaksi melalui e-commerce telah mendapatkan perlindungan melalui Pasal 65 UU Perdagangan yang menjelaskan bahwa dalam proses jual beli pedagang wajib memberikan data dan informasi produk yang dijual sehingga ini harus dituruti oleh pelaku usaha. “Larangan barang yang tidak sesuai keadaan sebenarnya juga tidak boleh dijual oleh pelaku usaha.” Penggunaan sistem elektronik wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU elektronik. Informasi transaksi data harus memuat ketentuan berupa: “Identitas dan legalitas pengusaha produsen atau distributor, persyaratan teknis mengenai produk yang

ditawarkan, sebagai persyaratan teknis atau kualifikasi layanan yang ditawarkan, harga dan cara pembayaran produk dan layanan, metode pengiriman produk. Dalam hal penyelesaian perselisihan, dapat diselesaikan melalui pengadilan atau melalui cara penyelesaian lainnya. Sanksi diberikan kepada pengusaha yang menjual produk dan layanan melalui sistem elektronik dengan tidak memberikan informasi yang benar dan jujur, berupa pencabutan izin usaha.”

Pengaturan hukum lainnya juga diatur melalui “UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah menjadi UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE).” Latar belakang adanya UU ITE bertujuan untuk mengurangi bentuk kejahatan melalui media online.9 Aturan ini sangat diperlukan karena dalam dalam pengumpulan bukti bukti sangat diperlukan pengakuan transaksi, informasi sehingga kepastian hukum transaksi jual beli secara online terjamin keamanannya. Berkaitan dengan asas Teritorial bahwa UU ITE berlaku untuk semua pengguna media yang berbuat kesalahan.

UU ITE memiliki suatu hubungan dalam bentuk perlindungan konsumen. Dalam UUPK diatur mengenai pelanggan wajib mendapatkan data yang baik dan jelas mengenai kebutuhan yang akan dibeli, begitupun dalam UU ITE diatur pula pada Pasal 9 bahwa dalam proses penjualan barang wajib menyampaikan spesifikasi data yang benar terhadap barang yang akan dijual. Berdasarkan hubungan kedua rumusan tersebut tentu saja ini sangat memberikan perlindungan kepada konsumen atas barang dan jasa yang akan dibeli sehingga keamanan konsumen terpenuhi.

UU ITE juga mengatur perbuatan berita bohong yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada konsumen apabila informasi mengenai barang yang akan dijual tidak benar hal ini diatur melalui “Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menguraikan bahwa larangan berita bohong atau tidak benar yang mengakibatkan orang lain sesat dalam menerima berita tersebut yang berakibat kerugian” maka apabila tindakan itu tetap dilakukan maka akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan berlaku.

Regulasi mengenai transaksi jual beli online diatur pula dalam hukum privat yakni perdata. Tindakan ini diatur karena dasar dari sebuah jual beli itu berupa kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak. Setelah kedua belah pihak merasa sepakat timbullah suatu perjanjian. Konsep dasar dari suatu perjanjian adalah tidak boleh diingkari salah satu pihak dan apabila diingkari akan mengakibatkan suatu perbuatan melawan hukum. Akibat hukum adalah dalam bentuk ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHP yang menyatakan bahwa apabila salah satu pihak dengan sengaja mengakibatkan kerugian maka wajib bertanggung jawab mengganti rugi seluruh kerugian.10 Sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum tersebut mengenai apa yang dijanjikan maka sesuai ketentuan Pasal 1473 bahwa pelaku usaha diwajibkan untuk menyatakan secara tegas dan akurat isi perikatannya dan segala janji yang tidak jelas dan dapat diberikan penjelasan dan wajib ditafsirkan untuk kepentingan kerugian.

  • 3.2    Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Apabila Smartphone Yang Dibeli Pada Aplikasi Facebook Marketplace Tidak Sesuai Dengan Spesifikasi Yang Diiklankan

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, banyak hal yang telah dipengaruhi, salah satunya adalah persaingan bisnis yang semakin kuat. Baik perusahaan atau individu berlomba-lomba untuk menawarkan produknya ke masyarakat. Salah satu cara agar produk dapat dikenal luas adalah melalui iklan. Iklan menjadi media komunikasi kepada konsumen untuk menyampaikan informasi mengenai produknya.11 Jika dahulu iklan disebarkan melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, brosur dan media cetak lainnya. Saat ini kita dapat menyebarkan dan menemui iklan dengan mudah lewat televisi dan juga aplikasi yang muncul pada telepon genggam.

Iklan yang seharusnya digunakan sebagai media untuk menyebarkan informasi yang baik dan benar namun pada faktanya tak jarang justru menimbulkan masalah yang dapat merugikan konsumen sehingga diperlukan pengaturan hukum melalui UUPK.12 Berdasarkan ketentuan “Pasal 9 Angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa, pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

  • a.    barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

  • b.    barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

  • c.    barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

  • d.    barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

  • e.    barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

  • f.    barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

  • g.    barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

  • h.    barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

  • i.    secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

  • j.    menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;

  • k.    menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”

Transaksi perdagangan menggunakan media elektronik dilakukan tanpa adanya pertemuan langsung antara pihak penjual dan pembeli sehingga hal ini menyebabkan meningkatnya risiko pelanggaran hak konsumen. Konsumen sering kali menjadi pihak yang lemah karena minimnya informasi yang jelas. Hal ini sejalan

dengan pasal 4 UUPK yaitu, “Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.”13

Konteks jual beli secara online mengenai norma yang ada dalam UUPK ialah tindakan terlarang dan tanggung jawab perbuatan. Mengenai tindakan dilarang oleh pelaku usaha apabila terbukti maka dapat dikenakan sanksi. Terbukti dalam hal ini adalah kerugian bagi konsumen. Karena berdasarkan uraian pada rumusan masalah diatas segala bentuk kerugian yang diakibatkan pelaku usaha konsumen berhak mendapatkan ganti rugi.14 Apabila pelaku menolak untuk Selanjutnya diatur pula pada Pasal 23 UUPK yaitu “Pelaku usaha yang menolak memberi tanggapan mengenai pemenuhan ganti rugi sesuai ketentuan Pasal 19 maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah gugatan melalui peradilan umum dan penyelesaian diluar pengadilan melalui BPSK

Dewasa ini terkait dengan penyelesaian sengketa konsumen yang terjadi atas perbuatan melanggar hukum dalam transaksi jual beli elektronik dapat ditempuh melalui 2 jalur antara lain dalam peradilan maupun win-win solution. Berkaitan dengan penyelesaian perkara pada BPSK diatur dalam ketentuan pasal 45 UUPK yang dimana menjelaskan bahwa apabila dalam proses jual beli ada salah satu pihak dirugikan maka bisa menyelesaikan secara ketentuan hukum positif berlaku antara jalur peradilan maupun jalur luar peradilan. BPSK sebagai badan yang memiliki tugas menjadi penengah dalam menyelesaikan konflik antara pelaku usaha dan konsumen sesuai ketentuan berlaku hanya lembaga tersebut yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen.15

Adapun penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan oleh BPSK dalam sengketa smartphone yang dibeli pada aplikasi facebook marketplace tidak sesuai dengan spesifikasi yang diiklankan berdasarkan ketentuan Pasal 52 huruf (a) bahwa penyelesaiannya melalui 3 (tiga) upaya yakni mediasi atau arbitrase atau konsoliasi. Penyelesaian secara mediasi yang dilakukan oleh BPSK dalam pelaksanaannya melalui cara mempertemukan pihak yang berselisih dengan didampingi oleh penengah masalah, dalam penyelesaiannya pihak berselisih diberikan kesempatan untuk menyampaikan keinginan sampai menemukan jalan keluar namun peran mediator disini memberikan pertimbangan sehingga perselisihan cepat selesai.16 Pada proses ini mediator berperan lebih aktif dalam memberikan nasehat, saran dan juga petunjuk guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Mediator juga mampu menciptakan suasana mediasi yang kondusif, dan juga mempelajari masalah yang ada lalu dapat menemukan solusi yang dapat disetujui oleh para pihak yang bersengketa.

Cara arbitrase dilakukan dengan cara meminta arbiter yang bertugas sebagai majelis di BPSK. Arbiter yang dipilih oleh pihak yang berselisih terdiri dari 3 elemen yakni elemen majelis konsumen, pelaku usaha dan pemerintah sebagai penengah. Dalam penyelesaian perselisihan cara ini harus ada beberapa tahapan yang dilewati , yakni pada tahapan pemufakatan pertama harus ada suatu keputusan yang dikeluarkan oleh ketua majelis yang mengarah kepada perdamaian. Keputusan yang dibuat harus kesepakatan dari pihak yang berselisih. Namun jika perdamaian tidak tercapai maka akan dinaikkan tingkatnya dengan penetapan jadwal sidang. Langkah awal dalam sidang dengan membaca tuntutan yang dilakukan oleh pihak yang dirugikan dan disana diberikan kepada pihak berlawanan untuk menjawab tuntutan yang diajukan. Ketua majelis dalam hal menemukan keadilan harus mengutamakan asas kesamaan dimata hukum dengan memberikan kesempatan kedua belah pihak untuk membuktikan dan melakukan pembelaan Sebelum surat jawaban dari pelaku usaha dibacakan, konsumen memiliki hak untuk mencabut gugatannya dengan membuat surat pernyataan pencabutan perkara pada persidangan pertama. Apabila hal tersebut terjadi, majelis wajib memberikan pengumuman bahwa gugatan telah dicabut.

Dalam berproses sidang bilamana penggugat tidak hadir dalam sidang awal maka majelis memberikan kesempatan kedua sekaligus membawa alat bukti. apabila pada persidangan kedua belah pihak tidak hadir maka seluruh tuntutan yang masuk dianggap tidak ada. Dan apabila kedua belah pihak tetap hadir dalam persidangan maka setelah seluruh rangkaian proses selesai mulai dari pemeriksaan saksi dan alat bukti maka majelis mempertimbangkan pernyataan pelaku usaha dan konsumen berdasarkan hasil pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan putusan.

Penyelesaian secara konsoliasi dalam sengketa konsumen merupakan Metode penyelesaian yang digunakan dalam penuntasan masalah konsumen melalui luar pengadilan umum. Dalam proses bersidangnya, Majelis yang terdiri dari pemerintahan, pelaku usaha dan pihak konsumen mempunyai tugas untuk mendamaikan pihak yang bersengketa agar menemukan jalan keluar ataupun win-win solution. Dalam tatanan praktek majelis, ketiga majelis hanya sebagai konsiliator atau bersifat pasif. Apabila dalam penyelesaian konsoliasi ini berhasil mendamaikan antara pelaku usaha dengan pihak konsumen maka ketua majelis akan membuatkan putusan dan nantinya hasil putusan yang berisi kesepakatan perdamaian diserahkan kepada pihak penggugat dan tergugat.17

Berdasarkan uraian diatas akibat hukum dengan adanya putusan dari BPSK tersebut merupakan sifat mengikat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, sesuai ketentuan Pasal 54 Ayat (3) UUPK maupun pasal 42 (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001 yang menyatakan bahwa putusan BPSK merupakan final dan mengikat dan tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan banding atau keberatan.18

  • IV.    Kesimpulan

Bentuk perlindungan hukum konsumen dalam transaksi jual beli smartphone khususnya pada aplikasi marketplace di atur dalam ketentuan UUPK yakni Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 berkaitan dengan perbuatan dilarang bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen, dan wajib tanggung jawab melakukan ganti kerugian apabila melanggar ketentuan dilarang sesuai Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Berdasarkan UU ITE Pasal 28 jo. 45 konsumen dilindungi apabila pedagang menyampaikan informasi tidak sesuai dengan kebenaran. Selain itu perlindungan konsumen juga diatur melalui KUHPer karena pada dasarnya perjanjian lahir dari perikatan dan apabila itu dilanggar maka mengakibatkan kerugian bagi orang lain sehingga berdasarkan ketentuan 1365 wajib memberikan ganti kerugian. Berkaitan dengan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Pasal 45 huruf (a) penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui peradilan umum, selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 52 huruf (a) terdapat tiga penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu Mediasi, Konsoliasi dan Arbitrase.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

A.T.Kearney. Lifting The Barriers of E-commerce in ASEAN. (CIMB ASEAN Research Institute, 2015): 4.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2017). 34.

Raditio, Resa. Aspek Hukum Transaksi Elektronik: Perikatan, Pembuktian & Penyelesaian Sengketa. (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2014): 59-60.

Jurnal

Abdullah, Arifin dan Almiftahul R. “Kepastian Hukum Terhadap Hak Konsumen Di Era Digital Pada Transaksi Jual Beli Online (Studi Kasus Pada Onlineshop Hadia Collection).” Jurnal Al-Mudharabah 4 (2022): 7.

Azmi, Fikhi Nayatul dan Ma’mun Sarma. “Pengaruh Iklan Televisi terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian.” Jurnal Manajemen dan Organisasi 8, No.2 (2017): 120.

Hanafi, Muhammad. “Pengaruh Penggunaan Media Sosial Facebook Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Fisip Universitas Riau.” JOM FISIP 3, No. 2 (2016): 3.

Khotimah, Cindy Aulia dan Jeumpa Crisan. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli-Online (E-Commerce).” Business Law Review 1 (2016).

Kirana, A.Rahmi dkk. “Perlindungan hukum terhadap konsumen terkait penjualan barang bermerek palsu melalui transaksi online ditinjau berdasarkan hukum perdata.” Qawanin Jurnal Ilmu Hukum 1, No.1 (2020): 5.

Marbun, Lasbok. “Transaksi Jual - Beli Melalui Media Internet Dikaitkan Dengan Alat Bukti Tertulis (Surat) Ditinjau Dari Segi Hukum Acara Perdata Dan Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008.” Jurnal Universitas MPU Tantular 4, No.2 (2020): 90.

Olii, Mohamad Rivai dkk. “Online Shop Sebagai Alternatif Berbelanja Masyarakat Kota Manado.” Jurnal Holistik 13, No.4 (2020): 4.

Perdana Rifki Putra dkk. “Implementasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Yogyakarta.” Jurnal Widya Pranata Hukum 3, No.2 (2021): 15.

Prasetya, dewa gede Ananta. “Tinjauan Yuridis Industri E-Commerce Dalam Melakukan Kegiatan Transaksi Online.” Jurnal Konstruksi Hukum Vol. 3, No. 2 (2022).

Rahman, Arif. “Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Serang.” Serang: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1. (2018).

Ranto, Robert. “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik.” Jurnal Ilmu Hukum Alethea 2, No.2 (2019): 150.

Suhaimi. “Problem Hukum Dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum Normatif.” Jurnal Yustitia 19, No.2 (2018): 207-208.

Suud, Aghia Khumaesi. “Analisis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Barang atau Jasa Online yang Menyesatkan.” Jurnal Pandecta 14, No.2 (2019): 75.

Rizayusmanda. “Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bpsk) Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen (Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Palembang 15, No.3 (2017): 292-293.

Yadi, Didik Kusuma dkk. “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Transaksi ECommerce Menurut Tata Hukum Indonesia.” Jurnal Commerce Law 2, No.1 (2022): 148.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 7 Tahun 2023 hlm 752-762

762