ANALISIS SPASIAL UNSUR PARIWISATA SEJARAH BUDAYA DI KABUPATEN SUMENEP UNTUK PEMBANGUNAN PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAERAH

Mas Rangga Yuda

Universitas Negeri Malang

Email: [email protected]

Wahyu Djoko Sulistiyo

Universitas Negeri Malang Email: [email protected]

ABSTRACT

The Sumenep Regency Government since 2018 has planned to make Sumenep a tourism city. This is stated in the Sumenep Regency Government program called "Visit Sumenep 2018". As a region, tourism and culture play a major role in it, but the existing distribution of cultural tourism still has many shortcomings. This will certainly have an impact on the existence of historical cultural sites, visitor comfort and the economy of the community. The purpose of this study was to determine the strategic area of historical tourism in Sumenep Regency with 4A elements of culture (Attractions, Amenities, Accessibility and Ancilliary). The method used in this study is spatial analysis with consideration of 4A as a tourism supporter. The results of this study indicate that Sumenep Regency is a strategic area characterized by the interaction between 4A tourism and the distribution of historical and cultural tourism sites.

Keywords: Spatial Analysis, Cultural History Tourism Site, Element 4A.

Pendahuluan

Sektor pariwisata merupakan sebuah penunjang bagi pertumbuhan ekonomi dan tentunya mempunyai sumbangsih yang cukup besar dalam pendapatan negara. Pemerintah Kabupaten Sumenep sejak tahun 2018 merencanakan akan menjadikan Sumenep sebagai kota pariwisata. Hal ini tercantum pada program Pemerintah Kabupaten Sumenep yang bernama “Visit Sumenep 2018”. Dengan demikian pembangunan pariwisata di Kabupaten Sumenep harus lebih dioptimalkan. Dalam

penelitiannya (Rahmi, 2016) menyatakan bahwa Pembangunan pariwisata merupakan kerangka atau model yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk dapat menggali dan mengembangkan industri pariwisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan. Salah satu daya tarik itu ialah kearifan lokal dari sebuah destinasi yang memiliki nilai lebih dan menarik bagi wisatawan yang akan berkunjung. Sumenep memiliki sejumlah destinasi wisata yang potensial untuk dapat dikembangkan dalam konsep dan tatanan pariwisata berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi kearifan lokal Kabupaten Sumenep yang tergolong sebagai Pariwisata sejarah budaya maka perencanaan analisis pariwisata sejarah budaya di atas termasuk dalam perencanaan pariwisata dalam pembangunan.

Perencanaan dalam sektor pariwisata terdapat dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa setiap daerah diwajibkan untuk membuat Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah, yang dimana hal ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 20102025 sebagai pedoman ataupun acuan dalam penyusunan pengembangan kepariwisataan di daerah. Pentingnya perencanaan dalam pembangunan pariwisata terutama perencanaan untuk pembangunan ekonomi daerah biasanya akan diarahkan kepada dua sektor yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zaenuri (2012) bahwa Perencanaan pariwisata terutama perencanaan pembangunan ekonomi yang diarahkan pada tujuan berkaitan dengan pariwisata yang berbeda yaitu antara sektor publik dan sektor swasta. Di sektor publik disini lebih mencakup pertimbangan ekonomi dan faktor sosial, kebijakan penggunaan tanah dan kontrol zonasi, masalah lingkungan, pembangunan infrastruktur, kerja keprihatinan, dan penyediaan layanan publik. Sementara untuk sektor pariwisata swasta biasanya bersangkutan dengan tujuan investasi yang melibatkan berbagai aspek pengembangan produk, bangunan dan desain, keuangan kelayakan, pemasaran, manajemen dan operasional.

Kajian perencanaan pembangunan pariwisata kebudayaan dalam penelitian ini tergolong kepada sektor publik yang dimana cakupan bahasannya perihal penyediaan layanan publik dengan acuan 4A yaitu Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas dan Ancilliary sebagai komponen produk pariwisata dan ditambah dengan pemetaan zonasi kecamatan wilayah Kabupaten Sumenep supaya mempermudah analisis wilayah strategis pariwisata budaya di Kabupaten Sumenep. Dalam penelitian ini menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) untuk membantu pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan pariwisata budaya melalui analisis spasial dengan memetakan 4A sebagai unsur pendukung kepariwisataan.

Wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Sumenep masih terdapat banyak kelemahan. Terdapat beberapa faktor salah satunya kurangnya pelayanan dan akses menuju wisata sejarah budaya. Pembangunan yang dilakukan hanya sebatas pada daerah perkotaan saja, namun untuk wisata di desa masih kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Tentunya ini sangat berdampak pada eksistensi dan pengembangan wisata. Hal ini dibuktikan dengan destinasi situs sejarah Benteng Kalimo’ok yang tidak terawat serta beberapa situs sejarah lainnya yang mengalami vandalism akibat kurangya perhatian dari pemerintah. Seyogyanya merawat dan melestarikan peninggalan sejarah bukan hanya tugas dari pemerintah, melainkan tugas dari seluruh pihak baik swasta maupun individu (Rani, 2014). Melestarikan situs sejarah budaya tidak hanya untuk keperluan pariwisata saja melainkan juga memberikan peluang bagi masyarakat dalam meraup manfaat baik dari sektor ekonomi maupun lingkungan (Tamrin, et.al. 2021).

Dari pandangan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis yang mendalam terkait persebaran wisata sejarah budaya dengan menggunakan analisis unsur 4A dan bantuan SIG untuk pengambilan keputusan. Penelitian ini juga memotret bagaimana dinamika dan pola persebaran unsur pendukung pariwisata guna mengoptimalkan wisata sejarah dan budaya serta sebagai acuan dalam pemerataan pembangunan pariwisata kedepannya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode kajian atau penelitian sejarah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder berupa buku, laporan tahunan BPS Kabupaten Sumenep, artikel ilmiah, jurnal dan sumber pendukung lainnya yang mengacu terhadap sumber wisata sejarah budaya. Untuk mengetahui Kabupaten Sumenep sebagai wilayah strategis pariwisata budaya penelitian ini menggunakan analisis spasial klasifikasi. Melalui beberapa wilayah kecamatan akan diklasifikasikan menjadi satuan wilayah dengan batas timur, barat, utara, selatan, tengah dan pusat kota sehingga lebih mudah untuk menganalisisnya. Pemetaan dilakukan dengan software Arcgis dan terdapat analisis pola sebaran fasilitas hotel menggunakan metode Nearest Neighbour Analysis.

Tinjauan Pustaka

Wisata sejarah budaya merupakan salah satu destinasi wisata yang memberikan edukasi berupa nilai-nilai budaya dan refleksi sejarah (Pendit, 1999). Wisata sejarah budaya dapat menjadi daya tarik wisata unggulan dengan mengembangkan berbagai komponen dan perangkat pariwisata yang mendukung. Daya Tarik Wisata Menurut Cooper, (1993) dalam (Suwena, 2010) mengemukakan bahwa untuk memenuhi segala kebutuhan dan pelayanan tersebut, suatu daerah tujuan wisata harus didukung oleh 4 (empat) komponen utama dalam pariwisata yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata, yaitu attraction, accessibility, amenities, dan ancilliary.

Penelitian ini memetakan 4 komponen pariwisata di atas dengan bantuan Sistem Informasi Geografi (SIG) yang bertujun dalam pengambilan keputusan dengan melakukan pemetaan. Hal ini senada dengan Aronoff (1989) bahwa SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data, manipulasi dan

analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Sebagaimana penelitian Purnaweni dan Riwayatiningsih (2017) yang menyatakan bahwa SIG merupakan suatu teknologi yang sangat berguna dalam mendukung pengambilan suatu keputusan dalam bidang pariwisata. Hal ini dikarenakan SIG mampu untuk mengumpulkan informasi dan data serta menganalisisnya secara spasial yang kemudian menampilkannya dalam bentuk grafik atau peta yang lebih efektif dan lebih mudah untuk dipahami oleh penggunanya.

Menggunakan SIG dalam pembangunan berkelanjutan kepariwisataan tentu terdapat pendekatan spasial yang menjadi unsur penting didalamnya. Elemen spasial dapat menunjang pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan dan dapat diaplikasikan dalam perencanaan kawasan sebagai destinasi pariwisata di Indonesia dan dunia yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah, pasar wisatawan, dan kebijakan pemerintah setempat (Wulung, 2021).

Pembahasan

Analisis Unsur 4A (Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas dan Ancilliary)

Gambar 1. Peta kawasan wisata sejarah budaya dan objek penunjang wisata Kabupaten Sumenep

Sumber: Peneliti dengan menggunakan Software Arcgis

Hasil daripada pemetaan yang telah dilakukan diketahui tujuh zona pembagian wilayah kecamatan Kabupaten Sumenep. Berikut ini merupakan daftar kecamatan yang menjadi lokasi pemetaan:

Tabel 1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Sumenep dalam Pemetaan

Zona Wilayah

Nama Kecamatan

Sumenep Barat

Pasongsongan Guluk-guluk Pragaan

Sumenep Kepulauan

Talango

Giligenting

Sumenep Pusat Kota

Kota Sumenep

Sumenep Selatan

Bluto

Saronggi

Kalianget

Sumenep Tengah

Ganding Rubaru Lenteng Manding

Sumenep Timur

Batang-batang

Gapura Dungkek

Sumenep Utara

Ambunten

Dasuk

Batuputih

Diketahui dari pemetaan 4 komponen di atas menempati beberapa zona wilayah yang telah diklasifikasikan dalam peta. Lokasi pemetaan difokuskan pada situs sejarah dan budaya. Berikut ini merupakan pemaparan daripada 4 unsur pariwisata dan interpretasi keadaannya sesuai dengan hasil pemetaan yang telah dilakukan.

  • 1.    Atraksi

Persebaran wisata budaya di Kabupaten Sumenep cukup merata. Hal ini dapat dilihat dari peta persebaran yang ditandai dengan titik berwarna hijau. Destinasi sejarah budaya cukup memberikan pemasukan yang tinggi pada pariwisata Kabupaten Sumenep. Atraksi merupakan bentuk dari wisata yang menjadi titik fokus dan nilai jual dalam pariwisata (Hanum, et.al. 2021). Unsur Atraksi merupakan unsur utama yang harus dimiliki oleh pariwisata di setiap daerah. Atraksi sejarah budaya dalam penelitian ini terdapat terhitung 11 atraksi yang sesuai dengan titik hijau pada peta.

  • A.    Ojhung

Pada bagian utara tepatnya di Desa Batuputih terdapat situs budaya yang dikenal dengan nama Ojhung. Ojhung merupakan tradisi dan ritual meminta hujan yang dilakukan dengan cara bertarung menggunakan bambu atau rotan sebagai senjatanya (Rahman, dkk. 2019). Dalam pelaksanaannya Ojhung dimainkan oleh dua orang dan satu orang lagi menjadi wasit. Rotan yang dipakai sebagai alat pukul memiliki ukuran panjang 110 cm serta memakai pelindung kepala yang terbuat dari karung goni. Ojhung biasanya dilakukan sebanyak tiga ronde, namun ketika pemain tidak dapat mengontrol emosinya wasit berhak menghentikan jalannya pertandingan. Hal ini dikarenakan Ojhung bukanlah pertandingan dengan balas dendam namun juga menggunakan seni dalam pertandingan agar tetap menarik untuk ditonton.

Gambar 2. Dua pemain yang sedang melakukan Ojhung

Sumber: (http://merymemei.blogspot.com/2014/12/kesenian-ojhung.html.

  • B.    Sapi Sono’

Sapi Sono’ merupakan kontes kecantikan dan kemolekan Sapi Madura. Sapi Sono’ berbeda dengan Kerapan Sapi yang titik fokusnya berada pada adu kekuatan dalam berlari melainkan Sapi Sono’ lebih menitikberatkan pada keanggunan dan tata rias pada Sapi. Sapi Sono’ dirias dan diarak dengan iringan musik tradisional Saronen (Bouvier, 2002). Budaya Sapi Sono’ terlahir dari kebiasaan para petani yang menggunakan Sapi sebagai alat bantu dalam membajak sawahnya. Setelah mebajak sawah Sapi dibersihkan di dekat ladang atau sungai dan dibersihkan tubuhnya dengan digosok hingga nampak bersih.

Gambar 3. Kontes Sapi Sonok

Sumber: https://inibaru.id/tradisinesia/kontes-kecantikan-bernama-sapi-sonok.

Sapi-sapi yang diikutkan dalam kontes Sapi Sono’ merupakan sepasang Sapi betina yang telah terlatih. Dalam pelaksanaannya Sapi Sono’ harus dirias dengan berbagai aksesoris yang menarik. Kemudian sepasang Sapi berjalan di lintasan dengan langkah yang sama dan mencapai finis dengan memasukkan kepala (nyono’) di bawah gapura. Di garis finis juga terdapat papan kayu melintang yang digunakan Sapi untuk mengangkat dan menapakkan kakinya di atas papan kayu. Sapi yang paling anggun jalannya dan yang paling cepat sampai ke garis finis ditetapkan menjai pemenangnya.

  • C.    Kerapan Sapi

Kerapan Sapi memang identik dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat Madura. Kerapan Sapi pada mulanya merupakan kegiatan pertanian sebagai bentuk strategi penyebaran agama Islam di Sumenep oleh Syeikh Ahmad Baidawi atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Katandur (Sutjiro, 1992). Kegiatan pertanian ini selanjutnya menjadi budaya dan tradisi masyarakat Sumenep dengan nilai-nilai kearifan lokalnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Kuntowijoyo (2002) bahwa tradisi Karapan Sapi merupakan bentuk hiburan, pacuan sapi dan kesehatan sapi ternak yang dikombinasikan menjadi satu unsur dalam kebudayaan. Alih-alih demikian Karapan Sapi merupakan salah satu destinasi wisata budaya yang sangat digemari oleh para wisatawan baik lokal maupun manca. Tentunya hal inilah yang menjadi salah satu faktor Kerapan Sapi dinobatkan sebagai bentuk destinasi wisata budaya unggulan Jawa Timur. Selain itu, eksistensi Kerapan Sapi juga sampai di kancah Pesta Olahraga Nasional (PON) ke XV tahun 2000, dimana saat itu Jawa Timur menjadi tuan rumah (Kosim, 2007).

Gambar 4. Sapi yang sedang berlaga di arena

Sumber: https://id.theasianparent.com/karapan-sapi.

  • D.    Keraton Sumenep

Keraton Sumenep merupakan salah satu destinasi wisata sejarah budaya yang terletak di pusat kota tepatnya di daerah Pajagalan. Seyogyanya Keraton Sumenep menyimpan banyak keragaman budaya Sumenep dari masa ke masa mulai dari masa pemerintahan Arya Wiraraja (Adipati atau penguasa pertama) sampai bupati saat ini. Keraton Sumenep juga merupakan suatu pusat kajian dan pengembangan kebudayaan Sumenep. Segala bentuk kebudayaan, sejarah dan kearifan lokal masyarakat Sumenep tersajikan secara luas dalam Keraton Sumenep. Seperti halnya batik khas Sumenep, topeng, karapan Sapi, keris, ukiran kayu, arca peninggalan kerajaan dan beberapa peralatan kerajaan lainnya.

Gambar 5. Keraton Sumenep Sumber: Dokumentasi Penulis.

Keraton Sumenep menjadi satu-satunya pusat edukasi dan pelestarian budaya, sejarah serta nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sumenep berdasarkan visi misi prioritas pembangunan Kabupaten Sumenep tahun 2016-2021 dimana situs sejarah dan budaya harus terdapat peningkatan untuk mengangkat nilai pariwisata di Sumenep (Soetjahja. D dan Wonoseputro, C. 2020).

  • E.    Masjid Jamik Sumenep

Masjid Jamik atau Masjid Agung Sumenep merupakan peninggalan Islam yang sangat bersejarah dan erat kaitannya dengan persebaran Islam di Sumenep. Masjid Jamik dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Natakusuma I atau yang dikenal dengan Panembahan Somala pada tahun 1779 dan selesai pada tahun 1878 M (Widiatami, 2017). Masjid Jamik dibangun oleh arsitek dari seorang keturunan Tionghoa yaitu Law Pia Ngo. Arsitektur Masjid Jamik sangat kental dengan perpaduan banyak unsur budaya. Arsitektur bangunan masjid memadukan unsur Cina, Eropa dan Islam. Pintu gerbang Masjid Jamik dibuat megah layaknya tembok raksasa Cina. Ornament dan ukiran pada dinding kayu serta tembok juga sangat kental akan unsur Cina yang berpadu dengan kebudayaan lokal. Pada pilar bangunan Masjid tercermin unsur Eropa. Keindahan, kemegahan dan perpaduan pada warna arsitektur Masjid Jamik menjadi suatu ciri khas dan taya tarik tersendiri.

Gambar 6. Pintu gerbang Masjid Jamik Sumenep

Sumber: https://beritalima.com/catatan-islam-sebagai-energi-positif-bagi-negeri/.

  • F.    Benteng Kalimo’ok (Ford Sumenep)

Sejak awal masuknya VOC (Perusahaan dagang Hindia Belanda) ke Sumenep pada 1705, VOC juga telah membangun benteng dan loji guna menyimpan hasil produksi dan juga sebagai kantor serta basis pertahanan. Namun benteng tersebut tidak diteruskan dikarenakan letaknya yang kurang strategis dan menyulitkan pihak VOC (Mahmuda & Artono, 2018). Selanjutnya VOC kembali membangun benteng pertahanan di Kalianget. Ford Sumenep atau yang dikenal dengan Benteng Kalimo’ok merupakan benteng pertahanan yang dibangun VOC pada tahun 1785. Benteng peninggalan VOC ini dibangun di desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget. Pemilihan lokasi pembangunan benteng tidak terlepas dari upaya VOC untuk mempermudah akses mengawasi produksi garam. Selain itu letak strategis Benteng Kalimo’ok didasarkan pada pengawasan terhadap dinamika kegiatan di laut timur Sumenep.

Gambar 7. Pintu gerbang Benteng Kalimo’ok

Sumber: Dokumentasi penulis.

Benteng Kalimo’ok secara visual menyerupai bangunan pada Benteng Belgica di Banda Neira. Struktur bangunan yang memiliki empat sudut yang berfungsi sebagai tempat pengawasan penjaga keamanan. Selain itu pintu gerbang Benteng Kalimo’ok juga serupa dengan Benteng Visctoria di Ambon. Benteng Kalimo’ok memiliki potensi kuat sebagai pariwisata sejarah unggulan Kabupaten Sumenep jika dikembangkan dengan baik. Di depan pintu gerbang Benteng terdapat Kherkof

(makam Belanda). Sejauh ini Benteng Kalimo’ok masih kurang dalam hal pelestarian. Hal inin terbukti pada beberapa bangunan yang mulai tidak terawat serta banyaknya tanaman liar yang sebenarnya sangat berpotensi merusak situs. Maka dari itu perlu dilakukan pemugaran terhadap situs Benteng Kalimo’ok agar dapat menjadi destinasi wisata sejarah unggulan.

  • G.    Kota Tua Kalianget

Masuknya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) ke Sumenep memberikan benyak perubahan khususnya pada pola arsitektur bangunan dan tata ruang wilayah. Kalianget merupakan wilayah timur Kabupaten Sumenep yang memiliki pelabuhan ramai dan produk garam terbesar sejak 1850. Melihat potensi sumber daya ini VOC tertarik untuk membangun beberapa loji di kalianget. Loji atau loge merupakan suatu gudang atau tempat penyimpanan barang produksi dan juga berfungsi sebagai kantor dan tempat tinggal (Handinoto, 2015). Selain itu VOC juga membangun benteng sebagai pusat pertahanan dan mengatur pola pemukiman yang berorientasi pada pemukiman di Eropa.

Gambar 8. Salah satu bangunan besar di Kota Tua Kalianget

Sumber: https://memontum.com/127290-kota-tua-kalinget-sebagai-pusat-peradaban-di-madura.

Kalianget menjadi kota baru dibawah pemerintahan VOC. Bangunan-bangunan megah bercorak Eropa dan bergaya indische empire style menjadi keunikan dan daya tarik tersendiri. Sepanjang jalan Kalianget menuju pelabuhan Kalianget

nampak berbaris bangunan-bangunan peninggalan kolonial. Sebagian bangunan menjadi rumah penduduk dan sebagian lagi tidak berpenghuni dan tidak terawat. Wisata Kota Tua Kalianget lebif fokus pada bangunan-bangunan peninggalan Kolonial dan bangunan produksi garam serta pelabuhan.

  • H.    Asta Tinggi

Asta Tinggi merupakan kompleks pemakaman para raja Sumenep. Kompes pemakaman ini sangat disakralkan dan banyak peziarah baik dari dalam maupun dari luar daerah (Fahrudi, 2002). Bagi sebagian besar masyarakat Sumenep, makam merupakan suatu hal yang sangat dihormati. Terlebih lagi banyak para Raja, petinggi keraton dan para pejuang kemerdekaan di makamkan di Asta Tinggi. Banyak peziarah yang datang tidak hanya untuk berdoa, melainkan juga berbagai niat untuk keperluan kehidupan, kesejahteraan hidup hingga ilmu kanuragan. Hal ini sesuai dengan teori Tylor dimana makhluk halus atau roh nenek moyang masih berpengaruh dan dihormati dalam bentuk sesajen, pemujaan, tirakat dan upacara ritual lainnya (Kontjaraningrat, 1997).

Gambar 9. Kompleks pemakaman Asta Tinggi

Sumber: (https://daenggassing.com/perjalanan/madura-6-ada-diponegoro-di-asta-tinggi/.

Terlepas dari hal mistis dan kesakralannya, Asta Tingi merupakan wisata sejarah religi yang sangat ramai dan sangat erat kaitannya dengan sejarah para Raja-

raja di Sumenep. Asta Tinggi terletak di Desa Kebunagung tepatnya di sebelah barat alun-alun kota Sumenep. Asta Tinggi terletak didaerah perbukitan dengan pemandangan alam yang memanjakan mata serta arsitektur bangunan yang sangat kental dengan perpaduan antar budaya. Setiap harinya Asta Tinggi tidak pernah absen dari peziarah atau pengunjung wisata.

  • I.    Saronen

Kesenian Saronen merupakan kesenian dan kearifan lokal masyarakat Sumenep. Saronen termasuk dalam kebudayaan dimana kesenian termasuk dalam salah satu tujuh unsur kebudayaan (Kontjaraningrat, 1992). Sebagai suatu kearifan lokal, Saronen tentunya memiliki ciri khas dan karakteristik yang sangat melekat. Irama riang, tegas dan nyaring yang dihasilkan dari Saronen menggambarkan karakteristik masyarakat Sumenep yang ramah, sopan dan tegas dalam urusan apapun. Instrument dala musik Saronen penuh dengan filosofi yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Sumenep. Saronen dimainkan dalam bentuk grup dengan sembilan macam instrument yang digunakan. Kesembilan instrument tersebut meliputi; saronen, kempul, gong besar, korca, gendang kecil, gendang besar, kenong kecil, kenong sedang, dan kenong besar (Romadhan, M.I, 2018).

Gambar 10. Pertunjukan kesenian musik Saronen

Sumber: https://www.antarafoto.com/spektrum/v1334988310/musik-saronen.

Awal mulanya Saronen merupakan media dakwah agama Islam yang diajarkan oleh Kiai Khotib Sendang. Saronen juga menjadi iringan dari Kerapan Sapi dan Sapi Sono’ dalam berbagai festival. Kesenian Saronen pada saat ini tidak terlalu eksis dan sangat jarang sekali generasi muda yang terlibat dalam Saronen. Dalam penelitianya Romadhan dkk (2018) menyatakan bahwa kesenian Saronen mulai terancam keberadaannya yang dikarenakan tidak adanya kepedulian generasi muda dan pelestarian yang kurang optimal. Generasi muda hanya mengetahui saja tanpa mengetahui sejarah dan filosofi yang terdapat dalam esensi Saronen. Saronen yang masih eksis terdapat di beberapa wilayah seperti Ambunten, Pasongsongan, Dasuk, Batuputih, Dungkek, Kepulauan Talango dan Saronggi.

  • J.    Keris Aeng Tong-tong Sumenep

Sumenep merupakan salah satu daerah yang masih eksis memproduksi keris dengan berbagi motif atau pamor yang menjadi ciri khasnya. Daerah kerajinan keris di Sumenep terletak di Desa Aeng Tong-tong Kecamatan Saronggi. Aeng Tong-tong merupakan pusat industri kerajinan keris dan juga sebagai pusat edukasi dan pelatihan pembuatan keris. Keris pada mulanya dianggap sebagai senjata tajam untuk membunuh. Namun ketika masa kerajaan Islam sepertihalnya Kerajaan Demak, keris menjadi benda paling sakral yang fungsinya bukan pada senjata perang melainkan sebagai benda pusaka dan simbol kekuasaan (Purwana, 2010). Keris produksi Aeng Tong-tong memiliki pamor yang indah dan warangka (tutup keris) yang seirama. Para empu di Aeng Tong-tong mampu menghasilkan 6.000 keris perbulannya dan telah terekspor sampai ke luar negeri (Sudrajat & Mulyadi, 2019).

Banyaknya empu pengrajin keris di Sumenep mulai dari masa Keraton hingga saat ini menjadikan Kota Sumenep sebagai Kota Keris pada tahun 2018. Hal ini juga sejalan dengan visi misi Sumenep yang menjadikan Sumenep sebagai pengembangan budaya dan kearifan lokalnya dengan menopang pada sector pariwisata. Selain itu keris juga mendapatkan pengakuan yang berharga dari UESCO sebagai warisan

budaya miliki Indonesia (Yasin, 2020). Saat ini empu yang masih aktif memproduksi Keris di Aengtotong lebih dari 600 empu dan terdapat satu-satunya empu wanita yang mahir membuat keris.

Gambar 11. Satu-satunya empu wanita di Aeng Tong-tong

Sumber: https://www.tagar.id/kampung-keris-terbesar-seasia-tenggara-di-sumenep.

  • K.    Nyadar

Nyadar merupakan suatu bentuk budaya dan tradisi masyarakat Sumenep yang bertujuan untuk meminta keselamatan, kesejahteraan dan bentuk rasa syukur terhadap Allah swt. Sekilas ritual upacara Nyadar sama dengan petik laut. Namun Nyadar memiliki serangkaian uapacara ritual yang kompleks dan sistematis. Selain itu Nyadar juga merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur yakni Anggasuto yang memiliki pengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat Pinggirpapas dan terbentuknya tradisi ini. Tradisi Nyadar dilakukan di desa Pinggirpapas dan juga di sebagian wilayah pesisir utara Saronggi. Setiap tahunnya Nyadar dilaksanakan sebanyak tiga kali yakni pada bulan Juli, Agustus dan September (Chotimah, 2007). Setiap pelaksanaan Nyadar pertama, kedua dan ketiga terdapat serangkaian upacara yang berurutan mulai dari beziarah di makam Anggasuto, bermalam serta pembacaan kitab dan doa bersama. Penentuan waktu pelaksanaan Nyadar didasarkan pada analisa rasi bintang dan musim cuaca (Depdikbud Sumenep, 2002). Nyadar biasanya dilakukan pada musim-musim kemarau menjelang musim hujan.

Hal ini dikarenakan bentuk rasa syukur terhadap hasil panen garam pada musim

kemarau yang melimpah

Terdapat banyak keunikan dalam upacara tradisi Nyadar yang tentunya menjadi daya tarik wisatawan. Setiap pelakanaan Nyadar banyak warga yang ikut andil dalam upacara ritual dan juga ada masyarakat luar yang menjadi wisatawan. Selain menikmati proses upacara Nyadar, para wisatawan biasanya tertuju kepada jajanan lokal yang hanya ada pada upacara Nyadar berlangsung. Beragam jajanan lokal yang menarik minat wisatawan dikarenakan bentuknya yang besar dan juga sangat langka. Tidak hanya jajanan lokal, melainkan juga terdapat aksesoris lokal yang banyak diburu wisatawan.

Gambar 12. Ritual upacara Nyadar

Sumber: https://taberita.com/ta/asal-tak-ganggu-ritual-siapapun-boleh-menyaksikan-upacara-adat-nyadar.

  • 2.    Amenitas

Amenitas merupakan fasilitas pendukung seperti hotel atau penginapan di dalam komponen kepariwisataan. Hotel merupakan tempat tinggal sementara untuk pengunjung atau wisatawan dari luar kabupaten sumenep. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan hotel di kabupaten sumenep berada di pusat kota yang dimana pusat kota juga menjadi pusat atraksi daripada pariwisata kebudayaan. Berikut ini

merupakan daftar hotel yang memiliki jarak tempuh dekat dengan kawasan objek pariwisata kebudayaan.

Tabel 2. Daftar hotel di Kabupaten Sumenep dalam pemetaan

No

Nama Hotel

Alamat

1

De Bagraf

Jl. Panglima Sudirman No.5 - 5a, Lingkungan Delama, Pajagalan, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69416

2

Wijaya 1

Jl. Trunojoyo No. 45-47, Desa Kolor, Kec.Kota Sumenep, Labangseng, Kolor, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69417

3

Wijaya 2

Jl. KH. Wahid Hasyim No.a3, Labangseng, Kolor, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69417

4

Safari Jaya 1

Jl. Trunojoyo No.90, Labangseng, Kolor, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69451

5

Safari Jaya 2

JL. Trunojoyo No.90, Gedungan Timur, Gedungan, Batuan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

5

Safari Jaya 2

JL. Trunojoyo No.90, Gedungan Timur, Gedungan, Batuan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

6

Utami

Jl. Trunojoyo No.51, Labangseng, Kolor, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69417

7

Garuda

Jl. Kamboja No.20A, Lingkungan Dhalem, Pajagalan, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69451

8

RedDrooz near

Jl. Mustika No.1, Karangrawa, Bangselok, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69416

9

Purnama

Jalan Jokotole No.7000, Dusun Toros, Babbalan, Batuan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69417

10

Resort Musdalifah

No. Kec. Batuan, Jl. Trunojoyo No.292, Gedungan Timur, Gedungan, Batuan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69451

11

Suramadu

Jl. Trunojoyo No.121, Kebun, Kolor, Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69417

Adapun dari 11 data sample hotel yang telah di petakan dilakukan analisis bagaimana pola sebaran hotel yang ada di kabupaten Sumenep. Menurut Bintarto dalam Widiantari (2008) dijelaskan bahwa pola persebaran sarana pendidikan terbagi menjadi tiga jenis yaitu pola secara seragam, acak dan mengelompok. Penentuan pola persebaran sarana pendidikan ini dilakukan dengan melakukan perhitungan pendekatan yang disebut pendekatan analisis tetangga terdekat.

Analisis pola persebaran pendidikan di Kabupaten Sumenep menggunakan metode Analisis Tetangga Terdekat (Nearest Neighbour Analysis) yangdilakukan pada luas wilayah tertentu yang telah diketahui sebelumnya dengan menghitung jarak suatu benda, gejala atau sektor terhadap sektor lain yangada di dekatnya. Rumus Hitung nya menggunakan skala " R " yaitu: Nearest Neighbour Statistic: Rn=2b√^

R = Skala Tetangga Terdekat

d = rata-rata jarak tetangga yang terobservasi

N = jumlah benda/gejala/sektor a = luas total wilayah

Dari hasil pengukuran empirik tersebut diperoleh hasil bahwa nilai R berkisar antara (0) nol hingga 2,1491. Jika diterapkan ke dalam 3 pola di atas maka akan terjadi pola sebagai berikut:

0        0,7        1,4      2,1

I             II             III

  • 1.    0,00 - 0,70: Pola bergerombol (Cluster Pattern)

  • 2.    0,70 - 1,40: Pola tersebar tidak merata (Random Pattern)

  • 3.    1,40 - 2,1491: Pola tersebar merata (Dispersed Pattern)

Gambar 13. Hasil pola persebaran hotel Sumber: Peneliti menggunakan software Arcgis

Hasil analisis tetangga terdekat di atas menunjukkan bahwa fasilitas hotel di Kabupaten Sumenep berdistribusi tersebar merata (Dispersed Pattern). Hasil analisanya menunjukkan angka ratio sebesar 1,508937 yang dimana sesuai dengan acuan nomor tiga bahwa pola persebaran fasilitas hotel di Kabupaten Sumenep cenderung merata atau dispersed pattern.

3. Aksesbilitas dan Ancilliaritas

Hasil pemetaan di atas menunjukkan bahwa semua wilayah di Kabupaten Sumenep dapat diakses dengan baik, hal ini ditandai dengan adanya sarana prasarana berupa penunjang aksesibilitas seperti terminal bus, pelabuhan dan bandara yang telah beroperasi serta pelayanan tambahan berupa jalan raya penghubung antar daerah yang disimbolkan dengan polyline. Adanya penunjang semacam di atas mempermudah bagi wisatawan baik dalam maupun dari luar kabupaten untuk mencapai kawasan pariwisata budaya di Kabupaten Sumenep.

Sarana pelabuhan cenderung banyak di Kabupaten Sumenep bagian selatan yang dimana hal ini menandakan wilayah selatan juga sebagai penghubung antar pulau untuk menuju kota Sumenep dan sebagai salah satu aksesibilitas menuju pariwisata budaya. Berikut ini merupakan daftar pelabuhan yang beroperasi di Kabupaten Sumenep:

Tabel 3. Daftar pelabuhan di Kabupaten Sumenep dalam pemetaan

No

Nama Pelabuhan

Alamat

1

Pelabuhan Talabbbung

Nangger, Pagarbatu, Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69467

2

Dermaga Lobuk

Jl. Pelabuhan II, Tarogan, Lobuk, Bluto, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69466

3

Tanjung

Jl. Menara Suar, Tanjung, Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69467

4

Pelabuhan Kalianget

Tambangan,  Kalianget  Tim.,  Kalianget,  Kabupaten

Sumenep, Jawa Timur 69471

5

Pelabuhan Talango

Sea, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

6

Pelabuhan Dungkek    Bujaan, Lapa Laok, Dungkek, Kabupaten Sumenep, Jawa

Timur 69474

7

Pelabuhan Aenganyar   Panggulan Barat, Aenganyar, Giligenteng, Kabupaten

Sumenep, Jawa Timur 69482

8

Pelabuhan Bluto        Sea, Cangkarman, Aengbaja Kenek, Bluto, Kabupaten

Sumenep, Jawa Timur 69466

9

Pelabuhan Tarebung    Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

Selain pelabuhan sebagai sarana aksesibilitas, terdapat terminal bus yang berada di pusat kota. Terminal bus ini akan mempermudah wisatawan dari luar kabupaten untuk bisa mengunjungi Kabupaten Sumenep dan lokasinya yang berada di pusat kota mempermudah akses menuju obyek wisata budaya Keraton Sumenep yang berada di pusat kota. Dengan adanya terminal bus ini jangkauan antar kota lebih mudah dan membuktikan bahwa Kabupaten Sumenep mudah dijangkau.

Kesimpulan

Kabupaten Sumenep merupakan kawasan strategis pariwisata sejarah budaya khususnya di zona Sumenep bagian kota yang dimana hal tersebut bisa dilihat dari 4A komponen pariwisata yang cenderung berada di tengah pusat kota. Pola distribusi fasilitas penunjang berupa hotel di Kabupaten Sumenep diketahui cenderung merata atau dispersed pattern. Atraksi pariwisata sejarah budaya yang jauh dari zona strategis masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Atraksi yang jauh dari pusat kota harus diperhatikan dengan baik demi pelestarian situs sejarah budaya dan juga sebagai pengembangan pariwisata sejarah budaya kedepannya. Wilayah-wilayah yang berada di luar pusat kota diharapkan diperhatikan dengan menambah fasilitas penunjang berupa penginapan, aksesbilitas serta transportasi yang akan membuka peluang usaha dan pendapatan daerah.

Ucapan Terimakasih

Tentunya dalam penulisan artikel ini terdapat pihak-pihak terkait yang ikut andil mendukung sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Terimakasih kepada Bapak Wahyu Djoko Sulistiyo sebagai dosen pendamping yang juga ikut andil dalam membantu menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa juga penulis haturkan terimakasih kepada pihak Keraton Sumenep yang telah memberikan akses masuk dan menggali informasi lebih banyak terkait situs sejarah budaya yang digunakan sebagai sumber dalam penulisan ini.

Daftar Pustaka

Aronoff, S. (1989). A Review of Geographic Information System : a management perspective. Ottawa: WDL Publications.

Bintarto & Hadisumarno, S. (1979). Metode Analisis Geografi. Jakarta : LP3ES.

Bouvier, Helene. (2002). Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Yayasan Obor Jakarta.

BPS Kabupaten Sumenep dalam angka 2020.

Chotimah, H. (2007). Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Peinggirpapas di Madura. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep. (2002). Sekilas Mengenal Upacara Adat Nyadar (Nadzar). Sumenep: Depdikbud.

Fahrudi, M. R. (2002). Makam Asta Tinggi Sumenep: Studi Kultural Tentang Penziarahan Pada Makam Asta Tinggi Di Sumenep. Surabaya.

Handinoto. (2015). Perkembangan Kota di Jawa Abad XVII sampai Pertenganhan Abad XX: Dipandang dari Sudut Bentuk dan Struktur Kotanya. Yogyakarta: Ombak.

Hanum, F. et.al (2021). Strategi Pengembangan Potensi Ekowisata di Desa Malatisuka. JUMPA. Vol. 8, No.1, Juli 2021.

Koentjaraningrat. (1992). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kontjaranigrat. (1997). Pengantar Antropologi II. Jakarta: Renika Cipta.

Mahmuda, Inayatul. Artono. (2018). Perkembangan Kota Sumenep pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda Tahun 1883-1926. Avatara. E-Journal Pendidikan Sejarah. Vol. 6, No. 4, Tahun 2018.

Pendit, Nyoman. (1999). Ilmu Pariwisata. Jakarta: Akademi Pariwisata Trisakti.

Purwana, Bambang H. S. (2010). Keris dalam Perspektif Falsafah Jawa: Magis, Mistis, Sekaligus Simbolis. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Rahman, T, dkk. (2019). Strategi Pelestarian Budaya Ojhung Madura di Era Digital. Performance: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wiraraja Sumenep. Vol. 9, No. 2 Tahun 2019.

Rahmi, S. A. (2016). Pembangunan Pariwisata dalam Perspektif Kearifan Lokal. Vol. 6, No. 1, Tahun 2016.

Ramadhan, M. I. (2018). Pemanfaatan Budaya Lokal Saronen Dalam Proses Manajemen Public Relations. Jurnal Representamen: Jurnal Ilmiah Kajian Komunikasi. Vol. 04, No. 01, April 2018.

Ramadhan, Puspaningtyas dan Rahmadandik. (2018). Strategi Komunikasi dalam Pelestarian Budaya Saronen pada Generasi Muda di Kabupaten Sumenep. Jurnal Representamen: Jurnal Ilmiah Kajian Komunikasi. Vol. 4, No. 2, Tahun 2018.

Rani, D.P.M. (2014). Pengembangan Potensi Pariwisata Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur (Studi Kasus: Pantai Lombang). Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014.

Riwayatiningsih & Purnaweni, H. (2017). Pemanfatan Sistem Informasi Geografi dalam Pengembangan Pariwisata. Proceeding Biology Education Conference. Vol. 14, No.1 Tahun 2017.

Soetjahja. D dan Wonoseputro, C. (2020). Museum Sejarah Sumenep di Sumenep. Jurnal e-Dimensi Arsitektur. Vol. 8, No. 1, Tahun 2020.

Sudrajat, Unggul dan Mulyadi. (2019). Dari Mistik hingga Investasi: Perubahan Nilai Keris di Masyarakat Sumenep, Madura. Prosiding Seminar Internasional Borobudur Writers and Cultural Festival, 21-24 November 2019 di Hotel Manohara Jakarta: BWCF Society.

Sutjiro. (1992). Gengsi, Magic dan Judi: Kerapan Sapi di Madura. Universitas Jember

Suwena, I.K. (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.

Tamrin, I. Tahir, R. Suryadana, L. Sahabudin, A. (2021). Dari Sejarah Menuju Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus Kampung Wisata Pancer. JUMPA. Vol. 8, No. 1, Juli 2021

Wulung, S. R. P. (2021). Pendekatan Spasial untuk Pengembangan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Tornare: Journal of Sustainable and Research, Vol. 3, No. 2, Tahun 2021.

Yasin, M. I. N. (2020). Eksistensi Industri Souvenir Keris di Desa Aeng Tong-Tong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep. Avatara: E-Journal Pendidikan Sejarah. Vol. 9, No. 1, Tahun 2020.

Zaenuri, M. (2012). Perencanaan Strategis Kepariwisataan Daerah. Yogyakarta: e-Gov Publishin.

Profil Penulis

Mas Rangga Yuda merupakan mahasiswa jurusan sejarah Universitas Negeri Malang. Mas Rangga merupakan pelaku wisata yang juga aktif dalam kegiatan tour guide. Pada tahun 2018 Mas Rangga menjadi finalis Duta Wisata dan Kacong Cebbing Kabupaten Sumenep. Berangkat dari amanah Duta Wisata, Mas Rangga memiliki kecintaan terhadap pariwisata khususnya wisata sejarah dan budaya.

Wahyu Djoko Sulistiyo, S.Pd., M.Pd. merupakan dosen di Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Saat ini Wahyu Djoko aktif dalam penelitian sejarah lokal, model dan strategi pembelajaran sejarah. Beberapa penelitiannya menyajikan model pembelajaran outdoor learning melalui kunjungan situs sejarah. Wahyu Djoko juga merupakan pelaku wisata yang tertarik terhadap wisata situs sejarah seperti candi, museum, keraton dan situs sejarah lainnya guna dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah.

544     JUMPA Volume 8, Nomor 2, Januari 2022