STRATEGI PENANGANAN KRISIS DAMPAK ERUPSI GUNUNG AGUNG OLEH PELAKU PARIWISATA UBUD

Gusti Ayu Marcela Dewi

Universitas Udayana

Email: [email protected]

I Nyoman Sunarta

Universitas Udayana

Email: [email protected]

I Nyoman Sukma Arida Universitas Udayana Email: [email protected]

ABSTRACT

The phenomenon of Mount Agung eruption has a negative impact on Ubud tourism. The impact of this event was greater than the 2002 Bali bombing. Generally, governments and tourism actors in Ubud have no yet a specific management to reduce the negative impact of Mount Agung eruptions. This research is qualitative descriptive method approach with case study research. Primary data in this study were obtained from interviews with informants namely; government, tourism institutions (NGOs) and tourism industry players in Ubud. Researchers also used online desk research to collect the secondary data that already exists on the internet from trusted sources in the form of public documents (images, e-news), or personal documents (e-mail, work reports and results of minute meetings). The result of this study, there were obtained four stages of crisis handling carried out by Ubud’s tourism actors namely 4R such as, reduction, readiness, response, and recovery. To minimize the negative impact of Mount Agung eruption, stakeholder needs synergetic all elements such government, non-government organizations (NGOs), industry actors, communities and other stakeholders to keep tourism sector remains conducive.

Keywords: strategy of tourism actors, Mount Agung eruption, crisis

Pendahuluan

Pariwisata adalah fenomena era modern di mana secara umum menggambarkan semua hal yang berhubungan dengan perjalanan. Umumnya, ada tiga karakteristik pokok yaitu perubahan lokasi, tinggal sementara dan adanya tujuan. Sebagai bidang industri dengan aktivitas manusia, pariwisata cenderung rentan terhadap bencana dibandingkan industri lainnya (Faulkner, 2001: 136). Beragam kejadian peristiwa yang mengguncang pariwisata seperti, terorisme (pembajakan penerbangan 11 September 2001, Bom Bali 2002 dan 2005, pengeboman kereta api Madrid 2004, bom transportasi umum di London 2005, penembakan dan pemboman Mumbai 2008, pemboman Boston 2013, serangan Kenya mall 2013, serangan teroris resor pantai Tunisia dan serangan teroris Paris 2015), pandemi penyakit (Foot and Mouth 2001, Severe Acute Respiratory Syndrome [SARS] 2003, Avian influenza [H5N1] 2003), kerusuhan sipil (Israel, Thailand, Yunani, Turki, Mesir), gempa bumi dan tsunami (Asia Selatan 2004; Jepang 2011; Christchurch 2011), badai dan siklon (Badai Katrina 2005; Hurricane Sandy 2012), kebakaran hutan, letusan gunung berapi (awan abu dari letusan Eyjafjallajokull di Islandia 2011), dan krisis keuangan dan ekonomi global (2008-2010) (Gurtner, 2016: 12).

Bencana alam erupsi Gunung Agung tidak hanya mempengaruhi pariwisata, Ubud dan juga Bali, namun juga berpengaruh terhadap pariwisata Indonesia. Hal ini didukung oleh laporan kinerja Kementerian Pariwisata tahun 2017 yang menyebutkan bahwa, capaian dari indikator kinerja sasaran tahun 2017 yaitu “jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia” mencapai 14.039.799 orang atau sebesar 93,60%, dari target yang telah ditentukan sebelumnya sebesar 15 juta wisatawan mancanegara. Adapun hal yang menyebabkan tidak tercapainya target wisatawan mancanegara adalah terjadinya erupsi Gunung Agung di Bali. Bencana alam ini memberikan dampak yang cukup signifikan mengingat Bali masih menjadi destinasi utama untuk pariwisata Indonesia. Dampak yang dihasilkan dari peristiwa ini lebih

besar dibandingkan musibah bom Bali pada tahun 2002 silam (Kemenpar, 2017). Mengutip dari Bali Travel News (2017), Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Denpasar menyebutkan, dampak erupsi Gunung Agung jauh lebih parah ketimbang Bom Bali 2012 lalu. Pada saat itu, hunian hotel masih berkisar pada angka 30 persen ke atas.

Dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali pada Tabel 1. jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali mengalami penurunan 12.64% pada bulan November 2017 jika dibandingkan dengan bulan yang sama ditahun sebelumnya mengalami peningkatan 52,52% pada November 2016, penurunan 28,66% pada bulan Desember 2017 jika dibandingkan dengan Desember 2016 mengalami peningkatan 19.47%, penurunan 22.30% pada Januari 2018 jika dibandingkan dengan Januari 2017 mengalami peningkatan 31,44%, penurunan 0,34% pada Februari 2018 jika dibandingkan dengan Februari 2017 mengalami peningkatan 20,82%. Namun pada bulan Maret 2018 pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara mengalami peningkatan 15,79%, bulan April mengalami peningkatan 8,23%, dan bulan Mei mengalami peningkatan 8,00% di dibandingkan dengan bulan di tahun sebelumnya (BPS, 2018).

Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Bali

Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Bali 2016-2018

Bulan

2016

2017

- / + (%)

2018

- / + (%)

Januari

350.592

460.824

31,44

358.065

-22,30

Februari

375.744

453.985

20,82

452.423

-0,34

Maret

364.113

425.499

16,86

492.678

15,79

April

380.767

477.464

25,40

516.777

8,23

Mei

394.557

489.376

24,03

528.512

8,00

Juni

405.835

504.141

24,22

544.550

8,02

Juli

484.231

592.046

22,27

624.366

5,46

Agustus

438.135

601.884

37,37

573.366

-4,74

September

445.716

550.520

23,51

555.903

0,98

Oktober

432.215

465.085

7,61

517.889

11,35

November

413.232

361.006

-12,64

406.725

12,66

Desember

442.800

315.909

-28,66

498.819

57,90

Total

4.927.937

5.697.739

15,62

6.070.073

6,53

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2019

Melihat fenomena yang sedang terjadi di Bali, salah satu faktor penyebab penurunan jumlah kunjungan adalah terjadinya erupsi Gunung Agung yang berdampak terhadap penutupan bandara Internasional Ngurah Rai pada 27 Novomber 2017 hingga 28 November 2017 dan pada tanggal 29 Juni 2018 pukul 03.00 s/d 14.30 wita. Di bulan Juni juga terjadi penutupan bandara namun tidak terjadi penurunan jumlah kunjungan yang signifikan karena penutupan bandara yang diperkirakan dari 29 Juni 2018 pukul 03.00 s/d 19.00 wita kemudian dibuka kebali pada pukul 14.30 wita. Selain terjadinya penutupan bandara, beberapa maskapai penerbangan juga melakukan pembatalan penerbangan meskipun bandara dibuka dengan alasan keamanan. Selain terjadinya pembatalan penerbangan, beberapa negara dengan penyumbang wisatawan terbanyak seperti Cina, Australia, dan India menerbitkan peringatan perjalanan (travel advisiory) untuk berkunjung ke Bali terkait erupsi Gunung Agung.

Sebagai akibat dari kerentanan yang tinggi oleh pariwisata terhadap bencana yang dapat menimbulkan krisis, maka harus diminimalkan dengan merencanakan dan membuat upaya penting untuk menciptakan strategi proaktif dan reaktif dalam mencegah krisis dan mengurangi dampak negatif dari peristiwa tersebut. Akademisi pariwisata Bill Faulkner mengamati bahwa penelitian secara sistematis masih relatif kecil dilakukan pada fenomena bencana di bidang pariwisata, dampak dari peristiwa tersebut dalam industri pariwisata dan bagaimana tanggapan industri dan instansi pemerintah yang relevan untuk mengatasi hal tersebut. Penelitian semacam itu merupakan landasan penting untuk membantu industri pariwisata dan instansi pemerintah terkait pembelajaran dari pengalaman masa lalu, dan mengembangkan strategi untuk menghindari dan mengatasi peristiwa serupa di masa depan (Gurtner, 2016: 12).

Landasan Teori dan Konsep

Strategi pelaku pariwisata Ubud menghadapi fenomena erupsi Gunung Agung diperlukan sebagai bentuk kepeduliaan dan tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan wisatawan dalam kondisi krisis. Jika berbagai ancaman risiko tersebut tak tertangani dengan baik, tentu akan berdampak pada industri pariwisata yang merupakan salah satu penggerak utama ekonomi Bali. Penerapan strategi menghadapi krisis yang merupakan dampak dari erupsi Gunung Agung merupakan sikap responsif dan antisipasif terhadap berbagai situasi dan potensi ancaman. Dalam hal ini semua pihak baik institusi horizontal maupun vertikal, khsusunya elemen pemerintah daerah harus memiliki kesadaran dan sensitivitas terhadap krisis pariwisata yang dipicu oleh bencana alam maupun manusia. Ini menjadi dasar bagi para pemangku kepentingan untuk menyediakan perangkat berupa kebijakan, sistem, kelembagaan dan program.

Dalam Teori fungsionalisme-strukturalisme mengatakan bahwa masyarakat sebagai suatu ‘sistem’ dam interaksi antarmanusia dan berbagai instituisinya dan segala sesuatunya disepakati secara konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma. Teori konsensus memandang masyarakat sebagai suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang dipelihara oleh suatu mekanisme keseimbangan (equilibrating mechanism) (Pitana dan Gayatri, 2005). Teori digunakan sebagai penafsiran data untuk mengkaji fungsi-fungsi pranata sosial. Pranata sosial merupakan tingkah laku sosial guna memenuhi kebutuhan yang kompleks. Dalam penelitian ini kompleks berarti sulit, saling berhubungan, dimana wisatawan membutuhkan kepastian keselamatan dan keamanan saat berwisata, dan pelaku pariwisata memastikan apa yang dibutuhkan wisatawan terkait dengan dampak bencana erupsi Gunung Agung. Disisi lainnya, pemangku kepentingan pariwisata harus tetap menjaga stabilitas mengingat pariwisata merupakan motor penggerak utama ekonomi daerah.

Tujuan yang sangat praktis dalam penelitian ini, yaitu memberikan contoh pengalaman dalam menghadapi bencana yang berdampak terhadap sektor pariwisata dan rencana kerja semua aktor dan tingkat pariwisata untuk menangkis atau setidaknya mengurangi risiko. Mengacu pada “Asean Tourism Crisis

Communications Manual” (2015) pada Gambar 1, terdapat empat tahapan siklus

penanganan krisis mulai dari reduction, readiness, response, dan recovery.

Gambar 1. 4R Loop

Sumber: ASEAN 2015: 15

Reduction merupakan tahapan mendeteksi sumber risiko atau insiden untuk meningkatkan kesiapsiagaan atau mencegah krisis atau risiko residual atau baru yang timbul pada akhir krisis (ASEAN, 2015: 14). Dalam hal prediktabilitas dan pencegahan, ada dua kategori umum krisis terkait pariwisata yaitu: (1) di luar kendali pengelola, politisi dan pembuat kebijakan, seperti bencana alam, epidemi penyakit, dan peristiwa ekonomi global yang mendadak, dan (2) dihasilkan dari kegagalan manajemen dan pemerintah untuk menangani risiko yang dapat diprediksi.

Readiness merupakan strategi ini mencakup pengembangan rencana dan program, sistem dan prosedur, pelatihan dan pengujian untuk memastikan bahwa ketika krisis benar-benar terjadi, sumber daya (personel dan peralatan) dapat dimobilisasi dan dikerahkan untuk mengurangi dampak krisis dan untuk memfasilitasi kembalinya pariwisata berjalan normal. Bagian penting dari kesiapsiagaan krisis pariwisata adalah pembentukan jaringan dan penghubung dengan departemen pemerintah terkait dan lembaga masyarakat.

Pada tahap response seluruh stakeholder baik yang secara langsung terlibat dalam sektor pariwisata maupun tidak, mulai menjalankan rencana operasional dan komunikaksi dalam situasi krisis sehingga menjadi respon yang terpadu dan terkoordinasi. Hal penting lainnya juga adalah tim penanganan krisis destinasi membutuhkan gambaran akurat tentang bagaimana krisis telah mempengaruhi orang, fasilitas, infrastruktur dan sistem operasi untuk membuat keputusan dan menentukan prioritas.

Recovery merupakan tahapan dalam penanganan krisis berkaitan dengan pemulihan dan rehabilitasi pariwisata dan kembalinya berfungsi penuh. Kelanjutan bisnis dimulai dengan respons terhadap krisis: mengambil peluang awal untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang akan mengganggu operasional pariwisata; untuk mengidentifikasi strategi dan sumber daya yang diperlukan untuk

mengembalikan fungsi normal; dan untuk menjaga kerja sama dan bantuan dari pemerintah dan tokoh masyarakat untuk merespon krisis dan proses pemulihan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari wawancara dengan informan yaitu ; (1) Pemerintah: Dinas pariwisata kabupaten Gianyar; (2) Lembaga pariwisata (NGOs): BTB, PHRI Kabupaten Gianyar, Ubud Hotel Association (UHA), Ubud Homestay Association (UHSA) dan; (3) pelaku industri pariwisata di Ubud: penyedia akomodasi, penyedia usaha makanan dan minuman, penyedia atraksi budaya, dan penyedia layanan olahraga dan hiburan. Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari sumber tertulis berupa hasil penelitian sebelumnya, buku-buku teks yang relevan, dan data laporan pemerintah. Peneliti juga menggunakan online desk research mengumpulkan data yang sudah ada di internet dari sumber terpercaya berupa dokumen publik (gambar, e-news), dan dokumen pribadi (e-mail, laporan kerja dan minute meeting).

Penelitian ini menggunakan tiga tahapan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu (1) reduksi data (data reduction) dengan membuat ringkasan, mengkoding, menelusur tema, membuat memo yang merupakan hasil dari pengumpulan data oleh peneliti (2) paparan data (data display) berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), bagan, tabel, grafik dan lainnya, (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/veryfying) dengan menarik kesimpulan dari alur sebab-akibat dan menentukan kategori-kategori penelitian.

Hasil Penelitian

Melihat fenomena yang melanda pariwisata Ubud, pemicu terjadinya krisis pariwisata ditimbulkan oleh erupsi Gunung Agung yang tergolong bencana alam. Jika melihat kembali dampak negatif dari erupsi Gunung Agung tahun 1963, tidak hanya kerusakan infrastruktur, namun ribuan korban jiwa dan kualitas udara yang buruk karna abu vulkanik hingga menutupi sinar matahari hingga Surabaya. Erupsi Gunung Agung saat in telah mengeluarkan tanda-tanda erupsi sejak September 2017 dan memiliki sifat strombolian yang diperkirakan akan berlangsung selama empat tahun kedepan. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan tipe erupsi strombolian memiliki ciri khas tekanan gas yang kecil sehingga jarak lontaran material gunung tidak akan jauh dan tidak menghasilkan awan panas yang tidak berbahaya, karena biasanya radius daerah lontaran tidak jauh dari kawah (CNN Indonesia, 2017). Melihat potensi bencana alam erupsi Gunung Agung yang diperkirakan cukup lama, pulau Bali memiliki kerentanan terjadinya krisis pada sektor pariwisata. Adapun penanganan krisis pariwisata yang dilakukan oleh pelaku pariwisata Bali dan Ubud terkait dampak bencana erupsi Gunung Agung sebagai berikut:

Reduction

Reduction oleh Bali Tourism Board (BTB)

Dalam pernyataan resmi Bali Tourism Board (BTB) terkait adanya peningkatan aktivitas Gunung Agung, Dinas Pariwisata Provinsi Bali dengan BTB membentuk “Bali Tourism Hospitality Task Force” yang berperan sebagai penyedia informasi yang akurat. Pada awalnya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan mendesak akan laporan yang dipercaya sehubungan dengan potensi ancaman yang ditimbulkan oleh peningkatan mendadak aktivitas gunung berapi Gunung Agung. Satuan tugas ini beroperasi di bawah naungan Kementerian Pariwisata Indonesia dengan kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, dan Bali Tourism Board.

Dalam rangka memfasilitasi luasnya akses di antara para pemangku kepentingan pariwisata, anggota Bali Tourism Hospitality (BTH) Task Force diambil dari semua organisasi pariwisata, lembaga pemerintah utama dan stakeholder dalam industri pariwisata. Bali Tourism Hospitality Task Force telah dibentuk untuk beroperasi dengan tiga divisi: (1) divisi untuk kemitraan kelembagaan di antara para pemain sektor publik dan swasta yang dipelopori oleh Bali Hotel Association (BHA) dan Bali Hotels and Restaurant Association Indonesia (PHRI); (2) divisi kedua yang memberikan bantuan kepada para wisatawan yang dipimpin oleh anggota Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata Indonesia (ASITA); (3) Pusat Media yang dikoordinasikan di bawah kepemimpinan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali. “Media Centre” dibentuk untuk menangani banjirnya permintaan dari media internasional dan publik tentang perkembangan terbaru mengenai Gunung Agung. Pusat media memiliki peran yang sangat penting yaitu melakukan pemantauan isu-isi yang berpotensi menjadi krisis pariwisata melalui media (website BTB, 2018).

Reduction oleh Hotel Amandari Ubud

Bentuk reduction yang dilakukan oleh Amandari Hotel Ubud adalah pembuatan “emergency manual” atau petunjuk darutat untuk in house guest dan juga karyawan. Emergency manual merupakan dokumen yang menjelaskan, mengilustrasikan dan mencontohkan berbagai jenis keadaan darurat dan tindakan yang harus dilakukan. Bagian materi pendukung mencakup peta-peta penting dari properti, contact person beserta nomor telepon. Terkait dengan fenomena erupsi Gunung Agung dijelaskan beberapa hal penting yaitu dalam dokumen “emergency manual” sebagai berikut:

  • a)    Important facts to know about volcanoe;

  • b)    Important facts to know about ;

  • c)    Procedure before a volcanic eruption;

  • d)    Procedure during a volcanic eruption;

  • e)    Closedown procedures if evacuation must be done by all hotel departments;

  • f)    Amandari escape route;

Readiness

SOP Penutupan Bandara I Gusti Ngurah Rai

Terkait adanya kemungkinan penutupan bandara karena arah abu vulkanik mengarah barat daya pada jalur penerbangan bandara Internasional Ngurah Rai, Bali Tourism Task Force Divison 3 Bidang Informasi dan Pusat Media, merancang skema SOP untuk merespon kemungkinan adanya chaos oleh wisatawan karena pembatalan peberbangan. Pada Gambar 2 Menunjukan PVMBG akan memberikan informasi terupdate mengenai erupsi Gunung Agung dan menetapkan status dengan tepat dan akurat dengan pertimbangan segala aspek. Informasi akan dilanjutkan kepada AIRNAV selaku layanan navigasi penerbangan dan mengantisipasi aktivitas Gunung Agung dengan memantau abu vulkanik dam kemudian akan diputuskan apakah bandara akan ditutup atau tidak ditutup. Kemudian Bali Tourism Hospitality Task Force akan memutuskan apakah SOP akan diberlakuan atau tidak diberlakukan. Apabila SOP diberlakukan maka semua anggota Task Force dan seluruh instansi yang terlibat berstatus siaga.

PVMBG

  • -    Memberikan informasi ter-update mengenai erupsi Gunung Agung

  • -    Menetapkan status dengan tepat dan akurat dengan pertimbangan segala aspek

AIRNAV

(Penyelenggara layanan navigasi penerbangan yang dalam hal erupsi Gunung Agung mengantisipasi peningkatan aktivitas gunung berapi dengan memantau abu vulkanik secara ketat).

Bandara Tidak Tutup

Bandara Tutup



Tim Inti Mitigasi


TIM BTH 2

Tim pendamping


Tim BTH 3 (Infrmation and Media Centre)

Seluruh Instansi yang terlibat

Gambar 2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Gunung Agung 2017

Sumber: Dokumen BTB, 2019

Staff Training and Property Security oleh Hotel Amandari Ubud

Pelatihan perseorangan dalam hal keselamatan dan keamanan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran di antara karyawan, dan untuk meminimalkan risiko bagi wisatawan dan karyawan, serta kerusakan properti. Pihak manajemen hotel mewajibkan seluruh karyawan melakukan pelatihan kebencanaan secara regular. Untuk meminimalisir kerusakan property, manajemen membeli terpal khusus untuk menutup kolang renang yang airnya berkubik-kubik dan menutup atap villa yang terbuat dari alang-alang dari abu vulkanik saat erupsi terjadi. Manajemen hotel juga menyediakan masker, googles (kaca mata) dan makanan darurat di masing-masing assembly point seperti mie, roti, air yang terus diinvetarisasi untuk situasi darurat

Response

Respon terhadap Penutupan Bandara

Erupsi Gunung Agung berdampak terhadap penutupan bandara Internasional Ngurah Rai pada 27 Novomber 2017 hingga 28 November 2017 dan pada tanggal 29 Juni 2018 pukul 03.00 s/d 14.30 wita. Di bulan Juni juga terjadi penutupan bandara namun tidak terjadi penurunan jumlah kunjungan yang signifikan karena penutupan bandara yang diperkirakan dari 29 Juni 2018. Bali Tourism Hospitality Task Force menerbitkan pernyataan resmi terkait penutupan bandara internasional Ngurah Rai sementara setelah melakukan pertimbangan dengan otoritas penerbangan nasional. Penutupan bandara terjadi dikarenakan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memantau adanya abu vulkanik di wilayah selatan pada jalur penerbangan.

Pemerintah juga menghimbau kepada wisatawan di Bali selatan, daerah sekitar 60-70 km dari Gunung Agung, bahwa tidak memiliki ancaman langsung dari letusan gunung berapi. Zona bahaya hanya dalam radius 10 km dari kawah Gunung Agung. Wisatawan yang berkunjung di Bali diingatkan untuk tidak panik dan disaranan untuk tetap tinggal di hotel tempat menginap, dan instansi pemerintah

terkait akan membantu wisatawan untuk mendapatkan informasi perkembangan dengan lengkap (BTB, 2019).

Respon Alokasi Akomodasi Wisatawan

Saat terjadinya pembatalan penerbangan dan penutupan bandara internasional Ngurah Rai, pemerintah, lembaga pariwisata (NGOs) dan juga industri pariwisata memberikan kebijakan complimentary kepada wisatawan yang tertahan (stranded) di Bali. Salah bentuk respon alokasi akomodasi diterapkan oleh situs pemesanan online Airbnb, dengan memberikan complimentary kepada konsumnennya yang telah melakukan pemesanan kamar melalui situs Airbnb. Airbnb akan menjamin tamunya yang terdampak erupsi Gunung Agung dan mendapatkan alokasi akomodasi secara gratis sesuai ketentuan yang berlaku. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ubud Hotel Association (UHA) untuk memberikan complimentary berupa FOC (free of charge) stay untuk satu malam termasuk sarapan kepada tamu yang hendak berangkat di hari yang sama saat penutupan bandara. Kemudian untuk tamu yang memperpanjang masa tinggalnya agar diberikan potongan harga minimum 25% dari masing-masing harga kamar yang berlaku dan spesial harga BAR (Best available rate). Tidak hanya room rate, UHA juga menghimbau untuk memberikan diskon 25% untuk pembelian makanan dan minuman. Selain itu, untuk perubahan waktu kedatangan, keterlambatan dan pembatalan sepihak oleh tamu (no show), agar tidak dikenakan biaya pembatalan (cancellation fee).

Help Desk dan Shelter di Ubud

Untuk meminimalisir adanya informasi yang menyimpang, stakeholder Ubud menyediakan help desk yang berlokasi di kantor lurah Ubud, dan di konter Monkey Forest. Help desk digunakan sebagai pusat informasi ter-update yang diadopsi dari BTB mengenai informasi yang dibutuhkan wisatawan terkait dengan erupsi Gunung Agung. Adapun tugas dan kegiatan shelter yaitu: (1) menerima informasi berkaitan dengan jumlah wisatawan yang akan ditangani, (2) menyiapkan personal in charge

untuk corong komunikasi internal dan eksternal, (3) menyiapkan refreshment dan motivasi agar lebih tenang, (4) berkoordinasi dalam hal pengantaran wisatawan ke dermaga / pelabuhan. BTB juga menghimbau agar penyedia shelter dapat menyediakan beberapa hal yang dibutuhkan dalam proses evakuasi diantaranya: data wisatawan, data shelter, data pelabuhan sesuai dengan wilayah, meal, entertaint, dan PIC (personal in charge).

Meminimalisir Biaya Operasional oleh Pengelola Industri Pariwisata

Untuk mengurangi biaya operasional perusahaan, beberapa pelaku bisnis pariwisata Ubud menerapkan kebijakan untuk merumahkan stafnya untuk minimize life dengan tujuan mengurangi pemakaian listrik dan air. Dalam hal ini perusahaan atau manajemen tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).Namun memberikan karyawan untuk mengambil cuti dengan maksud agar biaya operasional yang sifatnya disfungsional dapat teralihkan untuk hal yang bersifat esensial.

Recovery

Prime Message

Dalam proses pemasaran produk pariwisata tidak hanya akan laku terjual dengan deskripsi keuntungan dalam membeli, namun himbauan dari kalangan terkemuka dan konsumen itu sendiri sangat mempengaruhi keputusan. Salah satu bentuk penyampaian pesan pasca krisis akibat dari bencana alam adalah mengatakan “Tourist are welcome and it is safe to visit” oleh Gubernur Bali. Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga melakukan pertemuan dengan perwakilan dari 35 konsulat asing di Bali untuk membahas situasi yang berlanjut mengenai Gunung Agung. Pada pertemuan itu, Gubernur Bali mengatakan bahwa pengunjung yang datang ke Bali tidak perlu khawatir tentang kondisi di Gunung Agung. Pemerintah telah mengidentifikasi radius 10 kilometer dari puncak gunung sebagai daerah yang perlu dievakuasi. Secara terpisah, Gubernur Bali telah menekankan bahwa daerah wisata yang padat oleh wisatawan di Bali dan bandara berjarak sekitar 60 kilometer ke

selatan dari Gunung Agung. Selain oleh Gubernur Bali, untuk mempermudah dalam menyampaikan informasi mengenai radius berbahaya erupsi Gunung Agung, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) pada gambar 3 juga memberikan gambaran sebagai ilustrasi dimana lokasi terdampak erupsi Gunung Agung yang menjadi zona berbahaya untuk dikunjungi. Untuk jarak Gunung Agung dan Ubud memang lebih dekat daripada destinasi populer lainnya di Bali, namun ditinjau dari sisi keamanan dan keselamatan Ubud aman untuk dikunjungi karena Ubud berjarak 51 km dari Gunung Agung.

Gambar 3. Ilustrasi Zona Terdampak Erupsi Gunung Agung

Sumber: balitourismboard.or.id (2018)

Re-Theme Adverstising And Promotions

Bentuk recovery lainnya dapat dilakukan melalui iklan dan promosi produk wisata dengan menambahkan informasi mengenai erupsi Gunung Agung. Bentuk recovery ini dapat dilakukan melalui e-mail blast ke guest list yang dimiliki dengan menyisipkan kalimat “bali is safe to visit”. Dalam hal ini, pelaku pemilik usaha tidak mengharapkan terjadinya bencana alam. Namun sejalan dengan banyaknya berita di media terkait dengan pariwisata Ubud, Bali dan pariwisatanya terkait ancaman erupsi Gunung Agung, stakeholders dapat lebih menggencarkan untuk mempromosikan potensi-potensi wisata yang dimiliki pulau Bali ini.

Visitor Testimonial

Selain memberikan ilustrasi secara visual, stakeholders pariwisata dapat menyebarluaskannya pesan bahwa Ubud, Bali aman dikunjungi dengan berkolaborasi dengan influencer yang merupakan terobosan yang efektif dan efisien. Sebagai bentuk WoM marketing dalam industri pariwisata, bentuk promosi dengan mengatakan “aman untuk dikunjungi” tidak hanya cukup disampaikan oleh stakeholders, namun juga testimonial dari wisatawan itu sendiri. Selain testimonial wisatawan, recovery dapat dilakukan stakeholders dengan melakukan campaign. Salah satunya langkah terobosan kreatif Kapolsek Ubud untuk penyebaran Pamflet "No Doubt, Come To Bali Is Safe". Kampanye ini dilakukan di seputaran kawasan pariwisata Ubud seperti Obyek Wisata Puri Ubud.

Memberikan Nilai Tambah Untuk Wisatawan

Strategi pemulihan krisis yang dilaksanakan oleh pelaku pariwisata Ubud tidak serta merta untuk mendapatkan profitabilitas, namun juga memberikan kesan dan pengalaman yang positif kepada wisatawan. Memberikan nilai tambah kepada wisatawan tidak harus dengan memberikan harga yang murah atau discount yang dapat menimbulkan kesan pariwista “murah” dan menurunkan nilai jual. Namun, dapat dilakukan dengan memberikan complimentary berupa aktivitas tambahan yang sudah termasuk dalam harga yang ditawarkan.

Memberikan Fleksibilitas kepada Wisatawan

Meningkatnya aktivitas gunung merapi merupakan fenomena alam yang tidak dapat dicegah dan bencana alam merupakan mimpi buruk untuk calon wisatawan maupun host. Memberikan fleksibilitas untuk wisatawan yang menunda atau membatalkan karena bencana alam merupakan bentuk respon yang sangat efektif pasca bencana alam. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Amandari Hotel Ubud adalah memberikan tenggang waktu kedatangan berupa deposit pembayaran bagi wisatawan yang ingin menunda perjalanan dan pengembalian pembayaran secara

utuh kepada wisatawan yang membatalkan untuk menginap. Selain itu situs pemesanan kamar online booking.com juga menghimbau penyedia akomodasi Ubud untuk membebaskan biaya pembatalan (cancelation fee) saat terjadinya erupsi kepada wisatawan yang tidak datang (no show).

Melaksanakan CSR (Corporate Social Responsibility)

Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingan, yang diantaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. CSR bertujuan untuk meminimalisasi dampak negatif dan memaksimalisasi dampak positif terhadap seluruh pemangku kepentingannya. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan oleh Yoga Barn Ubud sebagai penyedia layanan olahraga dan hiburan sebagai yaitu, (1) membuka donasi online melalui www.kitabisa.com/gunungagungevacuees; (2) Membeli tiket Bali Spirit Festival yang dilaksanakan pada 23-30 Maret 2019 yang secara langsung akan memberikan donasi $ 40; (3) Mengumpulkan sumbangannya dan bekerjasama dengan NGOs untuk menyediakan makanan, tempat tinggal, layanan kesehatan dan sanitasi, serta masker wajah (website Bali Spirit Festival, 2018). Selain CSR yang dilakukan oleh Yoga Barn Ubud, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali juga menghimbau pelaku seni di Bali utnuk melaksanakan aksi sosial dengan memberikan suguhan hiburan kesenian kepada para pengungsi erupsi Gunung Agung.

Simpulan dan Saran

Secara umum pelaku pariwisata Ubud belum memiliki manajemen khusus untuk menghadapi fenomena erupsi Gunung Agung. Namun, dengan beberapa strategi dan tindakan yang telah diupayakan memberikan dampak positif terhadap destinasi. Hal ini ditunjukan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan 124 I JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020

mancanegara maupun domestik ke Ubud. Dengan upaya-upaya mitigasi yang dicanangkan pemerintah, NGOs dan juga pelaku industri pariwisata, diharpakan dapat menciptakan citra positif kepada wisatawan bahwa pariwisata Ubud layak untuk dikunjungi. Bencana merupakan peristiwa yang tidak diinginkan oleh wisatawan maupun pelaku pariwisata. Sebagai tuan rumah, pelaku industri harus tetap memberikan pelayanan optimal kepada wisatawan agar tetap merasa nyaman dan aman meskipun bencana sedang melanda destinasi pariwisata. Hal ini juga menunjukan rasa tanggung jawab tuan rumah kepada wisatawannya karena telah berkunjung dan berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.

Tidak hanya dalam memberikan pelayanan, pengelola industri juga sebaiknya memiliki manajemen krisis atau serupa jika bencana kembali terjadi dikemudian hari. Adanya manajemen tersebut dapat mengurangi dampak bencana dan membantu pengelola agar operasional tidak terganggu serta dijalankan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan tidak menimbulkan krisis yang berkepanjangan. Secara umum krisis pariwiata terjadi karena citra destinasi yang buruk. Dengan demikian seluruh stakeholders pariwisata diharapkan mampu mengkomunikasikan keadaan di lapangan secara akurat dan terkini untuk meminimalisir informasi yang tidak benar terkait kebencanaan, lebih lagi yang beredar baik di media sosial. Meskipun erupsi Gunung Agung berdampak negatif terhadap pariwisata, namun juga memberikan dampak positif kepada pelaku pariwisata. Salah satunya seperti rasa awareness bahwa pariwisata sangat rentan terhadap bencana dan perlu adanya mitigasi agar tidak menimbulkan krisis, mengingat pariwisata sebagai sektor utama penggerak ekonomi Bali.

Daftar Pustaka

ASEAN. 2015. Asean Tourism Crisis Communications Manual (Incorporating Best Practice of PATA and UNWTO). Malaysia Tourism Promotion Board.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2017. Pengetahuan Kebencanaan. https://www.bnpb.go.id. Diakses Juli 2018.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gianyar. 2018. https://gianyarkab.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. https://bali.bps.go.id/.

Bali Spirit Festival. 2018.http://www.balispiritfestival.com/blog/the-uplifting-power-of-community-during-the-threat-from-mount-agung. Diakses 3 april 2019.

Bali Tourism Board (BTB). 2017. https://www.balitourismboard.or.id/

Bhaskara, Gde Indra. 2017. Gunung Berapi dan Pariwisata: Bermain Dengan Api. Jurnal Analisis Pariwisata (ISSN : 1410 – 3729) 17 (1).

Creswell, John W.2016. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran.Edisi Keempat.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

COMCEC.2017. ”Risk and Crisis Management in Tourism Sector: Recovery From Crisis in the OIC Member Countries”. COMCEC Coordination Office to Tourism Development International. Turkey.

Faulkner, Bill. 2001. Towards A Framework for Tourism Disaster Management. Tourism Management 22 (Pergamon) (22): 135-147.

Gurtner, Yetta. 2007. Crisis in Bali: Lessons in Tourism Recovery. Crisis Management in Tourism (CAB International) 81-97.

Gurtner, Yetta. 2016. Returning to paradise: Investigating issues of tourism crisis and disaster recovery on the island of Bali. (Elsevier) 28 (11-19).

Kasali, Rhenald. 1999. Manajemen Public Relations. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. 2017. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2017. Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK), Jakarta.

Pitana, I Gde, and Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. 1st Edition. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Rindrasih, Erda, and Subekti Mujiasih. 2015. Bencana Dan Pariwisata: Bagaimana Pariwisata Merespon Cuaca Ekstrim." Jurnal Riset Kebencanaan Indonesia (Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia) 1 (2): 54-66.

UNEP. 2008. Disaster Risk Management for Coastal Tourism Destinations Responding To Climate Change: A Practical Guide For Decision Makers. United Nations Environment Programme. ISBN: 978 92 907 2922 2.

Sunarta, N., & Arida, N. S. (2017). Pariwisata Berkelanjutan. Denpasar, Bali: Cakra Press.

VONA.  2018. https://magma.vsi.esdm.go.id. Diakses 10 Agustus 2018.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180703184339-20-311188/pvmbg-erupsi-strombolian-gunung-agung-tak-berbahaya. Diakses 3 Juli 2017.

World Tourism Organization. 1996. TOURIST SAFETY AND SECURITY: Practical Measures for Destinations. World Tourism Organization. Madrid. ISBN: 92-8440152-6. https://www.e-unwto.org.

Profil Penulis

Gusti Ayu Marcela Dewi adalah alumni Program Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana tahun 2019. Menyelesaikan Pendidikan S1 pada Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana tahun 2016. Minat studi adalah penelitian manajemen kebencanaan dalam pariwisata. Saat ini bekerja sebagai ecommerce di salah satu manajemen hospitality di Ubud dan penari di Bali Agung Theater Bali Safari and Marine Park Gianyar.

Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si., menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (1986), S2 di Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (1994) dan pendidikan S3 di Kajian Pariwisata Universitas Udayana (2015). Pernah mengikuti short course Integrated Coastal Zone Planning and Management di James Cook University Townsville, Australia tahun 1997. Pernah menjadi sekretaris PPLH Universitas Udayana1998-2002, pada saat yang sama ditugaskan sebagai anggota tim ahli pembangunan Bali dan Kota Denpasar. Beberapa tulisannya dimuat di berbagai jurnal nasional dan internasional, Ia juga aktif berbicara dan mempresentasikan pemikirannya dalam berbagai konferensi di dalam maupunluar negeri. Pernah mengelola program Dikti Double Degree.

Dr. I Nyoman Sukma Arida, M.Si., lahir di Singapadu, Gianyar, Bali. Seorang dosen di Jurusan Destinasi Fakultas Pariwisata UNUD yang juga aktif di dunia NGO khususnya yang terkait isu lingkungan. Dua buah buku yang telah ditulis, antara lain: ‘Mengelola Konflik Batas Wilayah’ (Uluangkep, 2004) dan ‘Seks dan Kehamilan Pranikah’ (PSKK UGM, 2005).

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020

127