AIRBNB DI BALI: IDENTIFIKASI ULASAN ONLINE WISATAWAN ASING MELALUI METODE NETNOGRAPHY

Gde Indra Bhaskara

Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Email: gbhaskara@unud.ac.id

ABSTRACT

This research examines the emergence of Airbnb as a sharing economy in Bali, Indonesia. Airbnb is a company whose websites allows ordinary people to rent out their homes as tourist accommodation. The focus on this article is to examine the tourists’ reviews on some properties owned by local Balinese people. These properties are located in eight regencies and one municipality in Bali. These reviews were collected by using a non-participant netnogrpahy approach and the samples are those who stay at nine accommodations in Bali. The finding shows that instead of commenting and stressing about the rooms and supporting facilities that tourists obtain while staying in these accommodation, surprisingly they were emphasising their experiences in living with locals and the friendliness of local Balinese people. This article also highlights some issues of trust and reputation in the Airbnb business model.

Keywords: Airbnb, netnography, Bali, online, sharing economy

Pendahuluan

Pertumbuhan dunia ekonomi pada saat ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan dari teknologi dari “ujung ke ujung” (peer to peer) yang pertama kali diluncurkan dan dipopulerkan oleh aplikasi- aplikasi berbagi berkas seperti Napster atau Kazaa. Pada

konteks ini teknologi peer to peer memungkinkan para pengguna untuk berbagi, mencari dan mengunduh berkas-berkas (files). Jika di masa lampau hanya berkas yang dibagikan secara gratis, namun pada saat sekarang ini, telah muncul jenis peer to peer bersifat komersial, terkait dengan penyediaan layanan dan umumnya dikenal sebagai sharing economy (ekonomi berbagi) (Botsman dan Rogers 2011). Sharing economy (ekonomi berbagi), sebuah fenomena yang menarik perhatian para peneliti dalam Human Computer Interaction (Interaksi Antara Komputer dan Manusia) dan Computer Supported Cooperative Work (penggunaan komputer dan software untuk melaksanakan pekerjaan secara bersama dalam sebuah kelompok di mana setiap anggota kelompok menyadari kehadiran anggota lain pada kelompok tersebut) (Lampien dkk. 2015). Istilah, ‘berbagi’ (sharing) cenderung menimbulkan penafsiran berupa hadiah, bantuan, dan transaksi non-moneter lainnya. Namun, pada umumnya platform online peer-to-peer dalam sharing economy (ekonomi berbagi) secara eksplisit melibatkan pertukaran dan negosiasi moneter (Lampien dan Chesire 2016). Di Indonesia, perusahaan- perusahaan yang memanfaatkan teknologi peer to peer (P2P) ini antara lain Tokopedia, Bukalapak, dan OLX. Situs-situs ini menjadi penghubung antara pembeli dan penjual untuk saling bertransaksi dan menghasilkan suatu model bisnis ini. Pihak penyedia situs hanya menjadi perantara transaksi antara penjual dan pembeli.

Di dunia pariwisata, khususnya sektor akomodasi, perusahaan dunia yang paling terkenal dalam menjalankan bisnis ini adalah Airbnb (Guttentag 2015; Jordan 2015; McNamara 2015; Gurran dan Phibbs 2017; Oskam dan Boswijk 2016). Perusahaan ini menjadi penghubung antara penyedia kamar ke para wisatawan yang membutuhkan kamar selama mereka tinggal di destinasi wisata yang mereka kunjungi. Airbnb dan perusahaan akomodasi sejenisnya adalah suatu perusahaan yang berdasarkan prinsip bisnis bernama sharing economy (berbagi ekonomi) (McNamara 2015). Model bisnis ini didefinisikan oleh keunikan yang dihasilkan dari pengembangan model bisnis ini, yaitu dibangun

AirBNB di Bali: Identifikasi Ulasan Online Wisatawan Asing Melalui Metode ... dari bawah ke atas (bottom up) oleh setiap individu atau kelompok yang memilih untuk mengkonsumsi,bertransaksi, atau mencari pendapatan dengan suatu cara baru (Kassan dan Orsi 2012). Pizam (2014) mengatakan bahwa pertumbuhan yang sangat pesat dialami oleh pasar digital peer to peer (P2P), terutama di sektor pariwisata. Botsman dan Rogers (2011) berpendapat bahwa pasar digital ini terdiri dari para individu selaku konsumen (pihak pertama) yang melakukan transaksi dan terhubung dengan individu-individu lain selaku penjual (pihak kedua), dimana penyedia situs (platform) sebagai tempat transaksi dikendalikan oleh pihak ketiga. Penulisan artikel ini mempunyai dua tujuan. Pertama adalah mengulas keberadaan Airbnb di Indonesia pada umumnya dan di Bali pada khususnya. Kedua, meneliti lebih dalam tentang kepercayaan dan ulasan online wisatawan pengguna jasa Airbnb di Bali terhadap properti yang mereka gunakan.

Munculnya jaringan nilai manfaat Peer to Peer

Pertukaran Peer-to-Peer secara online melibatkan transfer sumber daya berharga seperti barang dan jasa (sesuai dengan dengan pertukaran sosial) antara pihak-pihak yang mungkin belum pernah bertatap muka sebelumnya. Ilmuwan sosial mengakui pertukaran sosial adalah bagian dasar dari interaksi manusia (Homans 1958; Emerson 1972 dalam Lampien dan Cheshire 2016). Faktanya, pertukaran barang dan jasa itu adalah aspek inti dari teori ekonomi modern yang dibangun berdasarkan pengamatan awal para antropologis atas pertukaran dalam masyarakat (Lévi-Strauss 1969; Malinowski 1922 dalam Lampien dan Cheshire 2016). Melalui pertukaran Peer to Peer ini, khususnya di bidang jasa, menjadikan sekat komunikasi antara konsumen satu dan yang lainnya menjadi tiada. Ini artinya, satu konsumen dapat berbicara atau membaca konten yang diunggah oleh konsumen lain. Fenomena ini memuncukan istilah co creation (penciptaan bersama), dimana nilai manfaat suatu produk diciptakan oleh interaksi antara konsumen itu sendiri.

Munculnya konsep penciptaan bersama (co-creation) dan menciptakan (co-created) nilai manfaat melalui jaringan nilai manfaat (value networks) pada awalnya dikemukakan oleh Prahalad dan Ramaswamy (2004 dalam Ramaswamy dan Gouillart 2010) mengatakan bahwa Prahald dan Ramasway adalah yang pertama kali menyebutkan pergeseran paradigma penting dari perusahaan sentris ke konsumen sentris, mencetuskan suatu pemikiran bahwa proses penciptaan nilai manfaat dari suatu layanan atau barang sejatinya dihasilkan oleh konsumen itu sendiri. Melalui proses co creation pelanggan ikut ambil bagian secara aktif dan mulai mengelola rantai nilai manfaatnya sendiri (ibid). Oleh sebab itu, suatu proses jual beli berkembang menjadi suatu ekonomi jaringan (a networked economy) dan bukan lagi mengikuti struktur hirarki tradisional. Ini artinya, produsen tradisional kehilangan kendali atas pasar mereka jika mereka tidak mengambil posisi penting dalam jaringan digital (digitlised networks). Menurut Pralahad dan Ramaswamy (2004) platform yang dihasilkan melalui proses penciptan bersama (co-creation) harus memenuhi empat kondisi yang dikenal sebagai prinsip DART; dialog, akses, risiko manajemen dan transparansi. Dengan menjalankan prinsip DART ini akan menjadi jaminan bahwa demokratisasi komunikasi terjadi di dalam dunia digital yang luas dan terbuka (Ridder 2011 dalam Oskam dan Boswijk 2016).

Pasar Komunitas Online

Internetberkontribusipadakemudahanaksesbagikonsumen dan penjual dalam menjajal pasar digital (Mcnamara 2015) Pada tahun 2018 ini, sebanyak empat miliar orang menggunakan Internet di seluruh dunia (Wearesocial 2018). Di Amerika Serikat, 80 persen orang menggunakan Internet (McNamara 2015). Administrasi Telekomunikasi dan Informasi Nasional (National Telecommunications and Information Administration) Amerika Serikat adalah organisasi yang bertanggung jawab dalam memberikan nasihat kepada Presiden Amerika Serikat tentang isu-isu kebijakan telekomunikasi dan informasi (NTIA 2018). Dalam laporannya,

AirBNB di Bali: Identifikasi Ulasan Online Wisatawan Asing Melalui Metode ... dilaporkan “bahwa internet telah menjadi bagian integral dari kehidupan Amerika (McNamara 2015). Hipotesis ini didasarkan pada manfaat sosial yang ditawarkan oleh Internet, seperti pendidikan, kemampuan dalam mencarikan pekerjaan, dan kemampuan untuk menginformasikan pengambilan keputusan tentang kesehatan (ibid). Semakin banyak penggunaan Internet oleh individu berkontribusi sangat besar terhadap peningkatan sharing economy (ekonomi berbagi) (ibid). Pasar komunitas seperti Airbnb bergantung pada Internet untuk menyediakan forum bagi penggunanya untuk berinteraksi dan terlibat dalam pertukaran layanan, yang dalam hal ini jasa penyewaan kamar (Guttentag 2015; McNamara 2015; Oskam dan Boswijk 2016). Airbnb mengatur dirinya sendiri sebagai pasar komunitas dengan mencoba menghubungkan orang-orang yang memiliki kamar ekstra atau rumah bagi mereka yang ingin bepergian dan tinggal di tempat tujuan (McNamara 2015).

Sejarah Airbnb

Benih transformasi yang signifikan dalam sektor akomodasi pariwisata dimulai pada tahun 2007, dalam bentuk ketersediaan tiga buah kasur pada suatu apartemen di San Francisco (Guttentag 2015). Di tahun tersebut, sebuah konferensi besar diadakan di kota itu, dan dua orang sahabat yang baru lulus kuliah menggunakan situs sederhana untuk mengiklankan apartemen mereka sebagai penginapan untuk peserta konferensi yang ingin datang ke konferensi tanpa harus tinggal di hotel yang rata-rata mempunyai tarif mahal di kota tersebut. Dengan keyakinan bahwa pemikiran bisnis mereka akan cerah, dua orang sahabat tersebut merekrut teman mereka yang lain dan mengubah situs mereka menjadi suatu situs yang menjadi tempat untuk orang lain mengiklankan kamar mereka sebagai akomodasi yang disewakan untuk wisatawan, dimana pada awalnya hanya berfokus pada event besar seperti konferensi (Guttentag 2015).

Setelah meraih beberapa kesuksesan-kesuksesan kecil, terutama pada penyediaan kamar untuk peserta Konvensi

Nasional Partai Demokrat di tahun 2008, situs web itu diluncurkan kembali pada tahun 2009 dengan nama Airbnb. com, dan layanannya diperluas, yang tidak hanya penyewaan kamar saja akan tetapi termasuk termasuk tempat tinggal satu unit yang terdiri dari beberapa kamar dan ruang tamu (Guttentag 2015). Sejak saat itu, Airbnb telah berkembang luar biasa pesat dan sekarang menyediakan jutaan room nights untuk wisatawan di seluruh dunia (Botsman dan Rogers 2011; Hempel 2012; Salter 2012).

Situs web Airbnb (www.airbnb.com) sangat sederhana dan mirip situs web pemesanan akomodasi pada umumnya (contoh: booking.com): dihalaman utama situs terdapat pilihan pencarian yang mencakup tujuan, tanggal perjalanan, dan jumlah orang (Airbnb 2018a). Situs web kemudian memunculkan daftar kamar atau unit akomodasi yang tersedia yang kemudian disempurnakan oleh atribut seperti harga, lingkungan, dan fasilitas (Airbnb 2018b). Kemudian munculah daftar kamar atau unit akomodasi yang disewakan, yang umumnya terdiri dari deskripsi, foto,dan ulasan dari tamu atau wisatawan sebelumnya terhadap kamar dan unit akomodasi tersebut (ibid). Untuk memesan atau menyewakan suatu kamar, seseorang harus memiliki akun Airbnb. Ketika tertarik dengan suatu kamar atau satu unit akomodasi, calon wisatawan akan mengirim permintaan reservasi kepada tuan rumah atau mengirim pesan untuk menyatakan minat mereka dalam menyewa (Airbnb 2018c). Calon wisatawan kemungkinan mengajukan beberapa pertanyaan, dan menyediakan informasi tambahan tentang kebutuhan mereka selama di menginap di tempat yang diiklankan (ibid). Tuan rumah selaku pemilik kemudian dapat merespon dan mengajukan pertanyaan kepada calon wisatawan. Jika permintaan reservasi telah dibuat maka tuan rumah dapat menerima pemesanan. Pembayaran dilakukan melalui situs web, dan Airbnb memperoleh pendapatan dengan membebankan biaya sebesar 0–20% kepada calon wisatawan dan biaya 3% kepada tuan rumah dari harga kamar atau unit akomodasi yang terjual (Airbnb 2018d).

Keunggulan Airbnb terhadap akomodasi konvensional

Selain harga ekonomis, akomodasiAirbnb juga menyediakan berbagai manfaat yang didapatkan dengan tinggal pada tempat yang terdaftar di Airbnb. Misalnya, beberapa wisatawan mungkin lebih memiliki perasaan berada di rumah daripada di sebuah hotel, dan tuan rumah penyedia kamar Airbnb dapat menyediakan saran tentang informasi kehidupan masyarakat lokal yang menarik. Wisatawan yang memilih Airbnb juga memiliki akses ke fasilitas hunian yang dilengkapi dapur lengkap, mesin cuci, dan pengering. Yglesias (2012) merangkum banyak manfaat ini dalam menjelaskan pengalamannya menggunakan Airbnb di Buenos Aires. Dia berkata bahwa tuan rumah menawarkan ponsel dengan sim card lokal dan memberi rekomendasi restoran yang murah dan enak, memesan taksi dengan harga terjangkau ke bandara untuk dia, dan bahkan menjadi money changer dadakan ketika dia membutuhkan uang lokal untuk berbelanja. Dia juga mengatakan bahwa, akomodasi yang dia pesan melalui Airbnb ini lebih murah daripada hotel (ibid).

Pengalaman tinggal di tempat yang disediakan orang lokal juga menawarkan wisatawan kesempatan untuk merasakan pengalaman menjadi bagian dari orang lokal dengan membaur dengan orang lokal; berinteraksi dengan tuan rumah atau tetangga dan mungkin tinggal di area non-tourist (Guttentag 2015). Ini disebabkan karena akomodasi Airbnb cenderung lebih tersebar dibandingakan dengan akomodasi tradisional seperti hotel atau losmen yang pada umumnya di daerah turis (ibid). Seperti klaim perusahaan Airbnb sendiri bahwa, tempat yang mereka tawarkan membuat para wisatawan tersebar ke area baru dan membuat sebaran pengeluaran/belanja turis ke area baru tersebut (Airbnb 2014 dalam Gurran dan Phibbs 2017; Airbnb 2018e). Daya tarik pengalaman ini disorot dalam Buku Panduan Lonely Planet di Barcelona, yang menyebutkan Airbnb dalam tajuk yang berjudul ‘Bertemu dengan Warga Lokal’, ‘Airbnb memberikan pendekatan baru yang fantastis untuk menemukan harga yang akomodasi wajar dan hidup layaknya penduduk setempat (St. Louis 2012

in Guttentag 2015). Calon wisatawan dapat menyewa kamar pada rumah asli orang Barcelona atau bahkan menyewa seluruh apartemen Selain memberikan perasaan seperti di rumah sendiri, pilihan ini dianggap lebih murah ketimbang menyewa kamar hotel. Apalagi jika yang menyewa adalah rombongan dan dalam jangka waktu panjang.

Airbnb di Indonesia

Pasar industri pariwisata Airbnb memperluas bisnisnya di Indonesia karena menganggap negara ini sebagai salah satu pasar terpenting di Asia-Pasifik (The Jakarta Post 2017). Manajer Airbnb untuk Asia Tenggara, Hong Kong, dan Taiwan, Robin Kwok, mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat dalam hal inbound travel. “Indonesia adalah negara yang penting, tidak hanya di Asia Tenggara, tetapi juga untuk seluruh APAC (Asia Pasifik),” kata Kwok kepada The Jakarta Post di Jakarta. Airbnb ingin menarik lebih banyak orang ke Indonesia. Dia mengatakan. timnya juga akan berdiskusi dengan pejabat pemerintah tentang bagaimana perusahaan dapat membantu pemerintah mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang layanan yang dibutuhkan oleh pengunjung ke Indonesia (ibid).

Airbnb juga berharap dapat bekerja sama dengan mitra lokal di Indonesia dimana perusahaan ini memiliki harapan yang tinggi kepada para mitra potensial untuk meningkatkan kesadaran terhadap Airbnb (The Jakarta Post 2017). Menurut CNN (2017), beberapa fakta diungakap oleh Airbnb menyangkut perkembangan bisnisnya di Indonesia dimana tuan rumah yang menyewakan propertinya lewat Airbnb di Indonesia memperoleh pendapatan sekitar rata rata Rp. 2,36 juta perbulan sepanjang tahun 2016. Dengan demikian, pendapatan tuan rumah Airbnb dalam setahun terakhir mencapai Rp 28,4 juta. Mick Goh yang merupakan juru bicara Airbnb di Asia Tenggara menambahkan dengan total pendapatan seluruh tuan rumah sebesar Rp1,15 triliun per tahunnya Angka tersebut didapat dari total pendapatan tuan rumah AirBnB sepanjang tahun 2016. Ini diambil dari

pendapatan 43.700 akomodasi yang terdaftar di AirBnB. Rata-rata lama durasi menginap para penyewa di AirBnB adalah diangka 3,7 malam (ibid).

Menteri Pariwisata Arif Yahya mengatakan: “Airbnb ada di seluruh dunia, dan semua negara menyambut baik”, dikutip dari CNN Indonesia (Nabila 2017). Dia mengatakan, perkembangan dan pertumbuhan layanan ini tidak dapat dihindarkan dalam transformasi bisnis hotel. Sementara itu, para pelaku bisnis perhotelan perlu memikirkan cara untuk menyiasatinya

Di Bali sendiri terdapat sebanyak 16.247 rumah (entire home) yang terdaftar pada Airbnb, 13.671 kamar (private room) dan 512 kamar berbagi (shared room) (Airdna 2018). Untuk sebaran properti tersebut dapat dilihat pada gambar 1, dimana properti tersebut direpresentasikan pada titik-titik yang terdapat pada Pulau Bali, Nusa Lembongan dan Nusa Penida

Gambar 1: Sebaran properti Airbnb yang terdapat di Provinsi Bali Sumber: Airdna 2018 (https://www.airdna.co/market-data/app/id/ default/bali/overview)

Dilihat dari sebaran titik-titik tersebut, properti Airbnb paling padat dan banyak terdapat pada daerah Kuta, Seminyak, dan Canggu, kemudian disusul oleh Ubud dan Jimbaran serta Nusa Dua. Pola sebaran ini sesuai dengan fakta bahwa daerah-daerah tersebut adalah daerah yang menjadi tempat favourite

wisatawan ketika berkunjung ke Bali. Sedangkan daerah lain seperti di Bali Barat, tidak banyak ditemukan penginapan yang terdaftar pada Airbnb. Bali termasuk di dalam kota (yang sebenarnya adalah pulau) dengan kepemilikan Airbnb tertinggi di dunia di luar Amerika Serikat sebagai negara yang melahirkan model bisnis ini. Bali mengungguli kota-kota di Eropa seperti Madrid, Lisbon, Florence, dan Vienna. Bahkan Bali satu-satunya wakil Asia yang masuk di dalam 20 besar, terselip diantara kota-kota favourit di benua Eropa, Australia, dan Amerika. Tokyo dan Seoul yang mewakili destinasi Asia lainnya berada cukup jauh di bawah Bali (lihat gambar 2)

Gambar 2: Kota-Kota di luar Amerika Serikat dengan jumlah properti Airbnb tertinggi di dunia. Sumber: Airdna (2015)

Kepercayaan dan Ulasan Online

Kepercayaan adalah faktor penting untuk bertransaksi online secara umum, dan lebih lagi jika transaksi mensyaratkan penerimaan orang yang tidak dikenal di lingkungan/ranah pribadi seseorang. Hotel-hotel tradisional jelas memiliki keunggulan kompetitif karena mereka mengurangi risiko melalui standarisasi, peraturan keselamatan dan reputasi bisnis. “Cerita horor” Airbnb sangat banyak ditemukan di internet, serta artikel memuat

risiko menggunakan Airbnb (Lehr 2015). Kohda dan Masuda (2013) mengemukakan bahwa urat nadi dan nilai manfaat yang diciptakan oleh sharing economy ini terletak pada pengurangan risiko melalui kepercayaan yang dibangun.

Kepercayaan mewakili sebuah nilai dan dianggap sebagai “modal reputasi” memungkinkan untuk harga yang lebih tinggi (Ikkala dan Lampinen 2014). Sistem pemberian ulasan bersama oleh tuan rumah dan wisatawan dilihat sebagai dasar yang sangat penting sebagai landasan membangun kepercayaan dalam transaksi Airbnb (Finley 2013). Fitur Web 2.0 milik Airbnb memungkinkan kepercayaan terjalin antara tuan rumah dan wisatawan. Kepercayaan ini sangat penting agar akomodasi peer-to-peer dapat diterima secara umum di seluruh dunia, karena orang-orang pasti akan sangat berhati-hati dalam menerima orang asing atau tidur rumah di rumah orang asing. Botsman dan Rogers (2011) yang telah menulis tentang munculnya sharing economy (ekonomi berbagi), menunjukkan bahwa membangun kepercayaan antara orang-orang yang belum saling mengenal adalah alasan utama pasar untuk sewa peer-to-peer pada waktu dulu belum begitu dimanfaatkan sebelum berdirinya Airbnb ini. Setelah Airbnb berdiri, tuan rumah dan wisatawan menjadi mampu membangun hubungan saling percaya dan menciptakan industri baru untuk bisnis peer to peer.

Mekanisme kepercayaan yang dibangun oleh Airbnb terletak pada fitur ulasannya, yang memungkinkan tuan rumah dan wisatawan untuk memposting ulasan mereka terhadap produk, layanan, pengguna (yang dalam hal ini wisatawan) dan pemilik (tuan rumah). Ulasan semacam itu khususnya vital untuk layanan seperti Airbnb, tetapi dampaknya juga telah diakui secara tradisional contohnya pada sektor hotel. Ulasan online dipercaya mempengaruhi keinginan untuk melakukan pemesanan hotel (Noone dan McGuire 2013), khususnya di properti yang kurang dikenal (Vermeulen dan Seeger 2009), ditambah ulasan online dapat mendorong akomodasi untuk meningkatkan layanan mereka (Cunningham dkk. 2010).

Metodelogi Penelitian

Pada akhir 1990-an, para peneliti pemasaran mulai mengadopsi dan mengembangkan metode etnografi berorientasi pasar ke dalam format online, khususnya melalui apa yang disebut Kozinets (2002) sebagai “netnography”, yang secara luas didasarkan pada refleksif narasi yang dipublikasikan orang secara online. Kozinets (1998 2002) adalah salah satu peneliti terkemuka yang menggunakan netnografi di bidang pemasaran dan tingkah laku konsumen. Dia mendefinisikan netnografi sebagai proses atau metodologi penelitian, dan sebagai sebuah metodologi penelitian kualitatif baru yang mengadopsi teknik penelitian etnografi untuk mempelajari budaya dan komunitas yang muncul melalui komunitas online (Kozinets 2002). Dikatakan bahwa netnografi adalah metode terbaik untuk meneliti pengalaman yang dirasakan konsumen karena konsumen biasanya menulis ulasan mereka setelah masa inap mereka berakhir, jadi pengalaman mereka tidak terpengaruh oleh observasi dan kehadiran dari peneliti (Kozinets 2002). Dengan metode tradisional, kehadiran peneliti mempengaruhi dan menginterupsi sikap dan sifat alami dan normal sehari-hari para narasumber (Hammersley dan Atkinson 1995). Secara umum, metode etnografi tradisional termasuk:. memperoleh “entre´e” ke dalam budaya atau kelompok yang ingin diselidiki;. mengumpulkan dan menganalisis data;. memastikan kepercayaan penafsiran data;. melakukan penelitian etika; dan memeriksa anggota kelompok, atau mendapatkan umpan balik dari anggota (Hammersley dan Atkinson 1995; Kozinets 2002).

Sebuah netnografi dalam bentuk observasi non-partisipan digunakan dalam penelitian ini dan didasarkan pada ulasan pelanggan yang dipublikasikan di internet yang berisi detail informasi tentang pengalaman mereka menggunakan Airbnb di Bali. Alasan memilih observasi non-partisipan adalah pengaruh yang tidak diinginkan dari orang luar terhadap kelompok (Elliott dan Jankel-Elliot 2003). Peneliti secara intensif meninjau situs web airbnb.com yang menawarkan ulasan konsumen online

tentang pengalaman mereka. Langkah kedua kerangka kerja Kozinets (2002) melibatkan pengumpulan data. Dalam studi ini, salinan langsung dari komunikasi komunitas online, diadopsi di penelitian ini. Aspek tertentu dipertimbangkan ketika memilih ulasan pelanggan sebagai contoh: komentar yang bersifat eksperiensial dan berisi deskripsi lengkap tentang pengalaman; semua komentar diteliti dan yang tidak relevan akan dibuang; upaya dilakukan untuk mencari ulasan yang beragam (baik positif maupun negatif) dari pengalaman konsumen dengan tujuan sebagai strategi pengambilan sampel, tidak dengan maksud untuk keterwakilan (represetativeness) atau transferbility, tetapi untuk fokus pada kedalaman analisa dari topik yang didiskusikan (Brown dkk. 2003). Tambahan pula, informan yang memberikan ulasan diseleksi secara ketat dan dipastikan bahwa mereka adalah pengguna Airbnb yang telah diverifikasi dan telah melakukan transaksi berulang kali menggunakan situs ini. Gambar 3 adalah salah satu contoh informan yang dipakai ulasan online-nya sebagi sumber data di penelitian ini.

Gambar 3: Profil Wisatawan pengguna Airbnb Sumber: Airbnb (2018)

Pada gambar 3 menunjukkan profil wisatawan yang telah diverifikasi oleh perusahaan Airbnb. Verifiksi didapat melalui Kartu Tanda Penduduk (Government ID), alamat email dan nomer ponsel. Informan ini juga mendapatkan 41 buah ulasan dari tuan rumah dimana dia pernah menginap. Oleh sebab itu, sumber data adalah valid, dikarenakan para informan telah terverifikasi dan menggunakan jasa Airbnb secara terus menerus.

Peneliti mengambil lokasipropertisebagaisampledi delapan kabupaten dan satu kotamadya untuk mewakili keseluruhan dari Provinsi Bali. Properti itu berada di Ubud (Gianyar), Canggu (Badung), Sanur (Denpasar), Lovina (Buleleng), Kintamani (Bangli), Sibetan (Karangasem), Nusa Penida (Klungkung), Air Kuning (Jembrana) dan Jatiluwih (Tabanan). Properti ini dipilih berdasarkan: jumlah ulasan yang banyak dan beragam; dikelola dan dimiliki oleh penduduk asli serta tidak berupa villa atau hotel mewah. Oleh sebab itu, guest house menjadi properti yang diulas pada artikel ini karena jenis penginapan ini pada umumnya dimiliki oleh orang lokal dan termasuk usaha kecil dan menengah.

Hasil dan Pembahasan

Pada umumnya, para wisatawan yang menginap di kamar yang terdaftar pada Airbnb mengatakan bahwa tuan rumah mereka sangat ramah dan menawarkan pengalaman tinggal dan hidup layaknya penduduk asli Bali. Sebagai contoh, para wisatawan yang menginap di rumah Wayan di Ubud merasa diperlakukan sebagai bagian dari keluarga Wayan.

Wayan adalah tuan rumah yang luar biasa. Ini adalah pertama kalinya saya datang ke Bali. Dia menjemput saya di bandara dan membawa saya untuk tur wisata satu hari (dua pura, air terjun, hutan monyet, menari di desa, perkebunan kopi Luwak). Keluarga Wayan sangat baik, rasanya seperti tinggal bersama keluarga senidir. Istri Wayan menjalankan bisnis rumah makan kecil dengan harga lokal tepat di seberang jalan. Ini menjadi tempat saya biasanya makan siang atau makan malam” (Mareeen dari Finladia)

Wayan tinggal di Kemenuh Ubud dengan keluarga pemahat kayunya. Satu hal yang menarik tentang Wayan adalah dia bekerja selama delapan tahun di Amerika Serikat sebagai Chef di Restoran Jepang. Wayan senang dapat bersama kembali ke keluarganya di Bali serta hidup bersama istri cantik yang baru dipersuntingnya. Di halaman Airbnb dia menawarkan wisatawan untuk belajar membuat ukiran kayu dan masakan Bali bersama keluarganya serta bersepeda di sekitar desanya untuk sekadar melihat sawah yang indah dan pemandangan Sungai Petanu. Meskipun secara umum, para wisatawan yang tinggal dengan Wayan sangat terkesan dengan keramahtamahan serta pengalaman unik yang ditawarkan untuk merasakan kehidupan dan mempelajari kesenian Bali, ada pendapat berbeda diungkapkan oleh salah satu wisatawan.

Secara pribadi merasa bahwa hambatan bahasa membuat sulit bagi saya untuk terlibat dalam kegiatan mengukir kayu. Bukan kesalahan mereka mungkin saya harus berbicara bahasa Bali tetapi jika mereka menawarkan bahwa sebagai daya tarik bagi wisatawan mereka harus berusaha untuk berada di sana untuk menerjemahkan. Wayan dan istrinya adalah orang baik dan berharap yang terbaik untuk mereka” (Yashoka dari Nikaragua)

Terlepas dari keluhan tentang kurangnya ketrampilan komunikasi dari keluarga Wayan, secara garis besar para wisatawan yang menginap di tempat ini sangat puas dengan perlakuan Wayan sebagai tuan rumah, seperti menjemput secara langsung di bandar udara, mengantar ke berbagai tempat wisata dan menyambut secara langsung kedatangan mereka meski pukul telah menunjukan waktu tengah malam. Terkait dengan kondisi kamar, para wisatawan merasa bahwa apa yang ditawarkan sudah sesuai dengan harapan mereka. Sementara itu, Kamar yang ditawarkan oleh Tresi, seorang pemilik kamar di Canggu yang mendaftarkan akomodsinya di Airbnb, mendapatkan komentar yang mirip dengan Wayan di Ubud. Secara garis besar kemiripannya adalah keramahtamahan Tresi dan keluarganya dalam menyambut wisatawan dan juga kesediaan mereka

memberika pertolongan yang lebih kepada tamunya.

Tresi sangat baik sekali! Dia dan keluarganya sangat baik dan menyambut dengan baik. Sangat menyenangkan mendapatkan sapaan yang sangat ramah ketika Anda bepergian sendiri. Saya memesan kamar dengan kamar mandi luar (tanpa benar-benar mengetahui saya melakukan itu ha!) Jadi saya sedikit terkejut sesampainya saya di sana tapi itu baik-baik saja” (Stefanie dari Amerika Serikat)

Ulasan-ulasan yang membedakan dengan properti milik Wayan di Ubud adalah lokasi tempat milik Tresi yang dekat dengan pantai. Mereka para wisatawan sepakat bahwa, lokasi kamar yang Tresi tawarkan adalah terbaik disebabkan mereka dapat menikmati dan berbelanja toko-toko di sepanjang jalan dari temapt tinggal Tresi menuju pantai. Memang dalam laman Airbnb dimana Tresi mendaftarkan kamarnya untuk disewakan disebutkan bahwa dia dan keluarganya mengelola Nari Homestay di dekat pantai Batubolong. Bersama saudara lelakinya, mereka belajar bahasa Inggris di sekolah. Tresi mengatakan bahwa dia ingin calon wisatawan untuk tinggal bersama mereka dan berinteraski serta berkomunikasi secara aktif. Tulisan Tresi tentang dirinya pada laman Airbnb tercermin melalui komentar dari seorang tamu sebagai berikut:

Tuan rumah yang ramah dan baik, Tresi dan ibunya adalah wanita yang ceria dan sangat ringan tangan. Saya merasa seperti di rumah sendiri, bahkan saya lupa bahwa saya adalah tamu” (Oleg dari Rusia)

Ulasan tentang keramahan penduduk lokal Bali terhadap wisatawan yang menginap tidak hanya sebatas pada Tresi asal Canggu dan Wayan di Ubud selaku pemilik properti Airbnb. Adalah Citra yang berasal dari Sanur, Bali, pada laman Airbnb mengatakan bahwa dia tidak bisa hidup jauh dari laut. Dia suka bepergian ke tempat-tempat baru dan bergaul dengan siapa saja. Citra bekerja di perhotelan dan sekarang ingin membangun usaha sendiri dan mempromosikannya. Citra sangat menghormati

AirBNB di Bali: Identifikasi Ulasan Online Wisatawan Asing Melalui Metode ... privasi orang lain tetapi tidak keberatan untuk diajak sekedar mengobrol. Citra mampu berbahasa Inggris dan Indonesia serta sangat responsif dalam membalas e-mail dan selalu membalasnya dalam waktu kurang dari satu jam. Alina, wisatawan dari Kanada berkisah bahwa Citra sebagai tuan rumah membantunya dalam mengurus penyewaan sepeda motor dan juga dalam menghadapi masalah terkait dengan money changer, dimana Alina telah ditipu oleh penyelenggara money changer dan beruntung mendapatkan uangnya kembali atas bantuan dari Citra. Akan tetapi, hanya satu kekurangan tempat ini adalah gonggongan anjing yang sangat keras di malam hari.

Sandra seorang wisatawan dari Lithuania mengungkapkan bahwa, dia sangat-sangat bahagia tinggal di tempat ini bahkan dia amat sangat merekomendasikan tempat ini. Tambahan pula, Citra sebagai tuan rumah mengijinkan Sandra untuk menitipkan barang-barangnya ketika Sandra sudah check out karena penerbangan Sandra dilakukan pada malam hari. Hal senada juga diutarakan oleh Thanawadee wisatawan dari Thailand mengenai prosedur penitipan barang. Dia mengatkan bahwa Citra sebagai tuan rumah mengijinkan dia untuk menaruh koper-kopernya sehari sebelum Thanawadee check in, dimana ini prosedur seperti ini biasanya tidak diperkenakan pada hotel. Disamping itu wisatawan asal Thaland ini juga dibantu ketika mengalami kecelakaan di jalan raya.

“Saya jamin Anda 100% TIDAK menyesal jika tinggal di tempat Citra. Rumahnya benar-benar menakjubkan. Aku tinggal di kamar no.1 dan aku menyukainya. Tempat ini adalah rumah kedua saya” (Thanawadee dari Thailand)

Nampaknya ulasan-ulasan wisatawan tentang perlakuan menyenangkan dan lokasi strategis yang didapat oleh mereka ketika tinggal di Ubud , Canggu atau Sanur, juga didapatkan oleh wisatawan yang menginap di sebuah akomodasi yang terletak di dekat Pantai Lovina, Singaraja. Murniasih selaku pemilik guest

house mengatakan pada laman Airbnb bahwa dia mempunyai keluarga kecil yang menyenangkan. Dia dan suaminya Ketut memiliki dua anak perempuan dan satu putra. Dia menambahkan pula bahwa lokasi guest housenya dikelilingi oleh lingkungan yang nyaman, aman, baik dan ramah. Wisatawan dapat menyaksikan matahari terbenam dan terbit di pantai Lovina yang terletak sekitar 10 menit dengan berjalan kaki. Promosi diri dan lokasi serta kamar melalui laman Airbnb terbukti dari komentar yang diunggah oleh seorang wisatawan sebagai berikut.

“Keramahan yang luar biasa - kami tiba hampir sekitar tengah malam dan mereka keluar menyambut kami. Kamar yang besar dan tempat tidur sangat nyaman! Jarak Pantai Lovina ditempuh hanya dengan berjalan kaki, jadi jika anda berencana untuk melihat lumba-lumba di pagi hari, ini adalah tempat yang baik untuk menginap malam sebelumnya” (Patricia dari Filipina)

Mengenai pentingnya jarak antara akomodasi dengan daya tarik wisata terdekat dapat juga ditemukan pada ulasan wisatawan tentang guest house yang dikelola oleh Gede yang terletak di lereng Gunung Batur, Kintamani Bangli. Gede adalah penduduk asli Gunung Batur, lahir di Desa Songan di mana Bali Sunrise Villas & Restaurant berada. Gede memulai karirnya sebagai pemandu pendakian Gunung Batur pada usia dini, dan akhirnya mendirikan Bali Sunrise Trekking dan Tours pada tahun 2001. Dia membangun Bali Sunrise Villas & Restaurant dan awalnya untuk mengakomodasi para tamunya, dan menawarkan tempat yang menawan dan santai bagi orang-orang untuk beristirahat setelah mendaki. Gede memiliki hasrat untuk memperbaiki kondisi kehidupan di desanya, dan aktif di masyarakat, baik dalam mendirikan proyek pendidikan dan mengorganisir bantuan untuk tetangganya yang membutuhkan.

“Tempat yang bagus dan cocok untuk tinggal ketika kita merencanakan untuk mendaki Gunung Batur. Anda akan lelah setelah pendakian dan kemudian dapat bersantai dan menikmati sarapan kedua yang

enak (setelah telur rebus di atas puncak Gunung Batur) ini lebih baik daripada harus melakukan perjalanan kembali ke Kuta / Ubud langsung setelah selesai mendaki” (Tim dari Afrika Selatan)

Harga 400 ribu untuk perjalanan matahari terbit Gunung Batur adalah wajar. Gede sangat membantu dalam membantu mengatur transportasi dan tur. Kekurangan pencahayaan di kamar tidur, tidak ada AC meskipun itu tidak diperlukan untuk saya karena saat malam itu dingin, tidak ada wifi di kamar dan wifi yang on and off di restoran. Ayam jantan dan anjing sangat ribut di malam hari sehingga Anda mungkin membutuhkan penutup telinga” (Marous dari Belanda)

Kedekatan guest house dari daya tarik wisata, sekali lagi menjadi daya tarik utama seorang wisatawan untuk tinggal pada tempat tersebut. Hal ini juga dapat ditemukan pada guest house yang dimiliki oleh Putu yang berlokasi di Sibetan, Bebandem, Karangasem. Putu sebagai tuan rumah mempromosikan bahwa tempat tinggalnya dalam radius yang dekat dengan sejumlah daya tarik wisata di Bali Timur seperti Gunung Agung, Sidemen, Tirta Gangga, Pura Besakih dan Pelabuhan Padangbai. Putu juga menambahkan bahwa wisatawan mempunyai kesempatan untuk melihat bagaimana penduduk setempat hidup dengan keluarga dan budaya di perkebunan salak yang indah. Putu juga menyediakan tur pendakian ke Gunung Agung dengan harga yang terjangkau. Dia berpromosi bahwa tempatnya cocok untuk mereka yang berpasangan, single dan keluarga (dengan anak-anak). Mengenai kedekatan lokasi akomodasi dengan daya tarik wisata di Bali Timur dipaparkan dari ulasan dua wisatawan di bawah ini.

Menginap di tempat ini pas dan sempurna! Tempat ini sangat cocok karena dekat dengan tempat yang ingin kami kunjungi yaitu Gunung Agung, Tirta Gangga, Amed, Besakih. Tempat bersih, Putu dan keluarganya sangat baik dan sangat membantu, makanan mereka enak, dan ruangan nyaman. Terima kasih banyak!” (Julian dari Portugal)

“Tempat ini sangat ideal untuk mendaki Gunung Agung! Desa ini terpencil dan bukan daerah turis, dan mereka memiliki jenis buah yang hanya tumbuh di daerah itu sendiri dan sangat menarik dan lezat. …..Saya merekomendasikan mendaki Gunung Agung, yang menantang dengan pemandangan yang spektakuler” (Caity dari Amerika Serikat)

Tentunya ulasan tersebut diatas tidak hanya sebatas tentang lokasi yang strategis. Tempat yang ini juga menawarkan suasana pedesaan di Bali serta keramah-tamahannya. Kesemuanya itu tertuang dalam ulasan berikut ini.

“Putu dan istrinya adalah tuan rumah yang luar biasa dan sangat membantu tanpa pamrih Istrinya adalah koki yang luar biasa! Tinggal disini begitu tenang dan indah. Mereka memiliki ayam yang bisa anda kejar sepanjang hari, mengambil kelas menenun keranjang besar, dan berjalan di sekitar perbukitan yang indah. secara garis besar: pengalaman yang luar biasa” (Priya dari India)

Melihat dari ulasan para wisatawan yang cenderung selalu menegaskan lokasi yang strategis dalam setiap ulasannya, maka dapat disimpulkan bahwa lokasi mempunya pernan penting dalam meilih sebuah akomodasi. Berbicara mengenai lokasi, guest house yang terletak di Nusa Penida bernama Ari La Casa menjadi salah satu yang paling digemari oleh wisatawan manca negara. Ari La Casa dikelola oleh penduduk lokal yang bernama Komang.

Komang sebagai tuan rumah sangat luar biasa membantu aku dan keluargaku, terutama ketika nenekku mengalami cedera, Satu-satunya kekurangan adalah ada beberapa jam air mati dan selama tujuh jam tanpa air bersih, dimana airnya terasa asin. Kekurangan lainnya adalah hilangnya sandal jepit kami dimakan oleh anjing dan tamu yang lain juga mengalami hal serupa. Tapi beruntungnya adalah, ada toko terdekat yang menjual sandal jepit disana. Saya sangat merekomendasikan tempat ini ”(Linda dari Amerika Serikat).

Pada umumnya, wisatawan yang menginap di Ari La Casa Guest House mengatakan bahwa, tempat ini sangat strategis karena hanya berjarak 300 m dari pelabuhan di Nusa Penida.. Disamping itu, banyak terdapat toko-toko dan juga warung warung di sepanjang jalan yang dekat dengan guest house ini. Kesan lain yang didapat oleh para wisatawan yang tinggal di tempat ini adalah, keramahtamahan tuan rumah yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggal yang disewakan.

Komang luar biasa dan membantu kami dalam menyewa mobil untuk berkeliling dan melihat-lihat pemandangan, dan juga membantu kami menorganisir fast boat untuk kembali ke Bali (kami membayar 150 ribu bukan 400 ribu berkat komang ). Kamar mandinya terbuka sehingga Anda tidak akan terkejut jika anda menemukan satu atau dua binatang kecil dan banyak semut, kami tidak keberatan tetapi beberapa orang mungkin. Kami juga tidak pernah memiliki air panas di kamar mandi. Kekurangan lainnya adalah tembok yang tipis dan kami akan dibangunkan oleh suara untuk doa atau nyanyian di pura yang kadang-kadang berhenti di pukul 10 malam dan mulai pukul lima pagi” (Ashley dari Amerika Serikat)

Dari ulasan diatas dapat simpulkan bahwa ada beberapa kekurangan yang ditemukan terkait dengan fasilitas dan lingkungan sekitar tempat wisatawan menginap. Konsekuensi dari memilih lokasi yang dekat dengan penduduk asli adalah adanya kegiatan upacara agama yang mungkin dirasakan menganggu bagi mereka yang tidak terbiasa. Namun disisi lain, banyak wisatawan yang justru merasa senang dengan kegiatan tersebut karena pengalaman untuk menikmati Bali yang asli dapat mereka rasakan.

Pengalaman menikmati kehidupan layaknya Orang Bali, dapat ditemukan juga pada wisatawan yang menginap di Segara Urip, sebuah akomodasi yang terletak di Yeh Kuning, Jembrana. Seperti tertera pada laman Airbnb, Gede selaku tuan rumah mengatakan bahwa Akomodasinya dibangun di atas tanah keluarga yang membentang dari jalan desa yang tenang menuju pasir hitam vulkanik di dekat pantai. Akomodasi yang

nyaman dengan gaya hidup tradisional, sehingga wisatawan dapat merasakan langsung kehidupan desa di Bali dan merasa seperti bagian dari keluarga. Segara Urip adalah akomodasi dengan konsep tradisional Bali yang terinspirasi oleh suasana alami pedesaan. Tempat yang nyaman dan nyaman untuk tinggal dengan akses langsung ke pantai, hewan-hewan yang jinak di sekitar. Gede mengatakan menitikberatkan kepada pendekatan ramah lingkungan yang berfokus pada pemeliharaan lingkungan. Penjelasan dari Gede tentang tempat tinggalnya yang ramah akan lingkungan memperoleh konfirmasi dari seorang wisatawan asal Amerika Serikat bernama Sara.

Saya merasa sangat luar biasa terkesan dengan tinggal di tempat Gede. Dengan membayar seharga Rp 250 ribu per malam, bukan saja keramahtamaham dan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan pantai di dapat akan tetapi saya merasa beruntung karena Gede ternyata seorang aktifis penyelmat penyu. Di tempat ini saya melihat dan belajar tentang bagaimana menyelamatkan, mengembangbiakan penyu dan melepas anak penyu ke pantai. Tambahan pula ternyata Gede dan keluarganya membuka pelatihan bahasa inggris untuk para penduduk desa disana” (Sara dari Amerika Serikat)

Ulasan lain dari Alina, seorang wisatawan dari Australia tentang tempat tinggal Gede adalah dia mengatakan di tempat ini dia belajar membuat minyak kelapa. Apa saja yang dia butuhkan, Gede selaku tuan rumah akan memberikan bantuan yang lebih buatnya. Segara Urip menjadi tempat favorit mereka karena dapat melakukan snorkeling di Pulau Menjangan dan juga menghadiri upacara-upacara agama dan hidup layaknya orang Bali.

“Saya telah berkunjung 15 kali ke bali dalam waktu 12 tahun. Tinggal dengan Gede adalah pengalaman yang paling luar biasa. Kermahtamahan, komunikasi, makanan dan tempat tinggal milik Gede sangat mengesankan. Gede juga mengorganisir acara ultang tahun yang paling berkesan dengan mengundang musisi lokal, ikan bakar dan lain sebagainya. Saya akan kembali lagi kesini” (Ivo dari Bulgaria) Kesan yang dirasakan oleh para wisatawan yang menginap

di Segara Urip Homestay adalah mereka merasa senang karena lokasinya berada dekat dengan pantai. Dikatakan pula, para wisatawan menjadi betah untuk tinggal di tempat ini karena keramahtamahan Gede selaku tuan rumah. Mereka pada umumnya mengatakan, dengan tinggal di tempat ini, mereka dapat merasakan pengalaman menjadi bagian dari penduduk lokal. Mereka sering menyebutnya dengan hidup layaknya seperti orang Bali.

Kebudayaan Bali memang tetap menjadi daya tarik utama untuk wisatawan tinggal di sebuah guest house. Ini dapat ditemukan pada guest house yang terletak di Desa Jatiluwih Tabanan. Guest house yang dikelola oleh Suweden bersama istrinya menawarkan pengalaman yang sama yaitu budaya Bali beserta keindahan alamnya. Berikut ulasan dari wisatawan tentang tempat ini yang juga merupakan kawasan Warisan Budaya Dunia ini.

Pengalaman yang luar biasa!!! Anda tidak akan bisa menemukan tempat lain yang menawarkan keaslian Jatiluwih lebih dari yang Suweden dan istrinya miliki. Mereka akan melayani anda seperti anda adalah bagian dari keluarga mereka. Orang ini bangga akan warisan budaya, dan sejarah yang dia miliki. Jika Anda tertarik untuk merasakan pengalaman tinggal di bali seutuhnya.. Inilah tempatmya !!! Nikmati yang asli” (Luis dari Kanada)

Menghabiskan malam di akomodasi ini adalah salah satu pengalaman terbaik kami di Bali! Kami berada di jantung sawah dengan pemandangan fantastis. Tuan rumah kami sangat membantu dengan senyum yang hangat. Terima kasih atas perjalanan luar biasa, restoran Indonesia, dan Musik Bali. Kami bangga telah mempelajari tradisi khas Subak!”(Marie dari Perancis)

Pendapat yang agak sedikit berbeda disuarakan oleh seorang wisatawan dari Jerman yang bernama Jens. Akan tetapi pendapat ini lebih menyoroti destinasi wisata Jatiluwih dan bukan pada tempat mereka menginap.

Saya tidak menyaranakan tempat ini untuk tinggal lebih lama dari

tiga hari atau untuk keluarga dengan anak-anak. Jika untuk satu hari saja, ini sangat sempurna. Lokasi ini luar biasa karena pada pagi hari Anda hanya butuh keluar di jalan temapt anda tinggal untuk melihat matahari terbit. Dan pemandangan di pagi hari bahkan lebih baik. Anda berada di atas teras sawah. Untuk Backpacker saya dapat merekomendasikan tempat ini. Dan tentu saja kami disambut dengan hangat” (Jens dari Jerman)

Kesimpulan

Dengan meningkatnya populasi pengguna internet selama beberapa dekade terakhir, para peneliti telah mencoba untuk menggali potensi internet yang sebenarnya. Netnography adalah metodelogi yang cukup baru yang digunakan para peneliti untuk mendapatkan akses ke dalam pikiran konsumen melalui dunia maya. Dengan menggunakan istilah Dewalt dan Dewalt (2002), maka, dalam observasi partisipasi yang bersifat online, adalah mungkin untuk mengasumsikan bahwa peneliti mengambil peran secara non-partisipan meskipun menjadi anggota aktif dalam komunitas online, namun, hal ini ini sangat tidak mungkin terjadi pada seseorang yang menjadi anggota aktif dalam suatu komunitas di dunia nyata.

Dalam penelitian tentang ulasan wisatawan mancanegara tentang pengalaman mereka menggunakan guest house di Bali, dapat ditarik suatu persamaan dari komentar yang mereka tulis. Pada umumnya wisatawan mancanegara ini sangat terkesan dengan keramahan tuan rumah, adat istiadat dan budaya bali, pemandangan alam dan tentu saja yang paling penting adalah lokasi tempat menginap dan kebersihan. Hal yang menarik dalam ulasan-ulasan ini adalah penekanan hospitalitas khas timur yang pada umumnya berbeda dengan mereka yang tinggal di belahan dunia barat. Tidak mengherankan jika banyak ulasan yang menyuarkan bahwa mereka diperlakukan layaknya seperti keluarga sendiri dan merasa seperti di rumah sendiri. Ini adalah suatu temuan menarik karena pada umumnya berdasarkan pengalaman peneliti selaku pengguna fasilitas Airbnb di Inggris dan Singapura, kontak antara tuan rumah dan wisatawan sangat

minim, jikapun ada, hanya bersifat seperlunya saja. Tidak ada penyambutan layaknya perlakuan tuan rumah di Bali yang keluar di tengah malam untuk menyambut tamunya. Ini disebabkan karena wisatawan yang memesan kamar di Inggris atau Singpura, diberikan kata sandi (password) oleh tuan rumah melalui e-mail untuk membuka kamar dan rumah, sehingga tuan rumah tidak perlu bertemu dengan wisatawan.

Hal menarik lainnya adalah suatu hal yang mustahil di dunia barat sana untuk mengajak tamu yang menginap jalan-jalan dan memperkenalkan budaya setempat, seperti yang dilakukan kebanyakan tuan rumah di Bali ini. Dibaca dari ulasan-ulasan para wisatawan yang menginap di Bali, mereka dapat merasakan bahwa penduduk Bali sebagai tuan rumah sangat bangga akan budaya mereka dan bersedia untuk menjelaskan secara menyeluruh gaya hidup tradisional mereka. Temuan menarik dan penting lainnya dari penelitian ini adalah, ulasan wisatawan yang seharusnya lebih menggarisbawahi tentang fasilitas serta keadaan kamar tamu, namun justru yang lebih ditekankan adalah pengalaman mereka tentang keramahtamahan dan budaya tuan rumah sebagai bagian dari penduduk lokal.

Secara garis besar wisatawan yang menginap sangat puas terhadap perlakuan tuan rumah terhadap mereka sehingga menumbuhkan kepercayaan tamu yang pada akhirnya merekomendasikan tempat ini kepada calon wisatawan lain. Disinilah sebenarnya benar merah dari konsep co creation (pencipataan bersama), kepercayaan dan sharing economy. Komunikasi dari konsumen ke konsumen (peer to peer) yang menghasilkan pendekatan co creation (penciptaan bersama) pada suatu produk, yang dalam penelitian ini tidak hanya sebatas kamar tapi juga kermahtamahan tuan rumah, telah menumbukan kepercayaan dari pengguna (wisatawan). Tuan rumah yang dipercaya tentunya akan memperoleh wisatawan baru yang akan datang berdasarkan ulasan yang ditulis oleh wisatawan yang menginap sebelumnya, disinilah terciptanya suatu sharing economy.

Ulasan-ulasan tentang suatu kamar dan perlakuan tuan rumah tentunya tidak bersifat kepura-puraan karena kekuatan dari metodelogi netnography ini adalah mendapatkan jawab yang jujur akibat tidak adanya pengaruh dari kehadiran peneliti pada saat informan memberikan ulasannya. Tambahn pula, pada umumnya wisatawan ini menulis ulasannya ketika mereka memmpunyai waktu luang dan tidak ada dalam tekanan waktu maupun orang-orang sekitarnya. Mengenai keabsahan informan pemberi ulasan, dapat dikatakan sangat dapat dipertanggungjawabkan, karena ulasan –ulasan ini diambil tidak hanya berdasarkan kedalaman informasi yang diberikan, tetapi juga karena status keanggotaan yang sudah diverifikasi oleh Airbnb sebagai penyedia situs. Pemverifikasin ini dimulai dengan pendaftaran akun melalui akun Facebook dan kemudian dilanjutkan melalui verifikasi e-mail, nomer ponsel dan juga Kartu Tanpa Penduduk (Government ID Card).

Daftar Pustaka

Airbnb 2018a Front Page, tersedia pada: https://www.airbnb.com/ [diakses 15 Mei 2018].

Airbnb 2018b, tersedia pada:   https://www.airbnb.com/s/Bali--

Indonesia/all?place_id=ChIJoQ8Q6NNB0S0RkOYkS7EPkSQ&g uests=1&adults=1&query=Bali%2C%20Indonesia&refinement_ paths%5B%5D=%2Ffor_you [diakses 15 Mei 2018].

Airbnb 2018c, tersedia pada:      https://www.airbnb.

com/rooms/4694846?location=Bali%2C%20 Indonesia&guests=1&adults=1 [diakses 15 Mei 2018].

Airbnb 2018d. What are host service fees? Airbnb. Retrieved June 6, 2013, tersedia pada: https://www.airbnb.com/help/article/1857/what-is-the-airbnb-service-fee [diakses 15 Mei 2018].

Airbnb 2018e. About us: Airbnb.com . Tersedia pada: https://www.airbnb. com/about/about-us. [Diakses 15 Mei 2018].

Airdan 2015. Biggest Airbnb cities outside of the U.S, tersedia pada:

https://www.slideshare.net/skift/the-state-of-global-travel-2016

[diakses 7 Juni 2018].

Airdna 2018. Market Overview in Bali, tersedia pada: https://www. airdna.co/market-data/app/id/default/bali/overview [diakses 1 Juni 2018].

Botsman, R., Rogers, R. 2011. What’s mine is yours: The rise of collaborative consumption. New York, NY: Harper Business.

Brown, S., Kozinets, R.V. Sherry, J.F. 2003, “Teaching old brands new tricks:retro branding and the revival of brand meaning”, Journal of Marketing, Vol. 67, h. 19-33.

CNN 2017. Mengukur Bisnis AirBnB di Indonesia, tersedia pada: https:// www.cnnindonesia.com/teknologi/20171124160603-185-257867/ mengukur-bisnis-airbnb-di-indonesia [diakses 9 Mei 2018].

Cunningham, P., Smyth, B., Wu, G., & Greene, D. 2010. Does TripAdvisor makes hotels better? Technical Report. h. 1–11.

Elliott, R., Jankel-Elliot, N. 2003, “Using ethnography in strategic consumer research”,

Qualitative Market Research, Vol. 6 No. 4, h. 215-23.

Finley, K. 2013, Trust in the Sharing Economy: An Exploratory Study, Centre for Cultural Policy Studies,University of Warwick, Warwick.

Guttentag, D., 2015. Airbnb: disruptive innovation and the rise of an informal tourism accommodation sector. Current issues in Tourism, 18(12), h.1192-1217.

Gurran, N., Phibbs, P., 2017. When tourists move in: how should urban planners respond to Airbnb?. Journal of the American planning association, 83(1), h.80-92.

Hammersley, M., Atkinson, P. 1995, Ethnography: Principles in Practice, Routledge,New York, NY.

Hempel, J. 2012, More than a place to crash. Fortune, tersedia pada http://tech.fortune.cnn.com/2012/05/03/airbnb-apartments-social-media/ [diakses 3 Juni 2018].

Ikkala, T., Lampinen, A. 2014, “Defining the price of hospitality: networked hospitality exchange viaAirbnb”, Proceedings of the Companion Publication of the 17th ACM Conference on

Computer SupportedCooperative Work & Social Computing, ACM, Baltimore, MD, h. 173-6.

Jakartapost Airbnb eyes expansion in Indonesia, tersedia pada: http://www.thejakartapost.com/news/2017/05/30/airbnb-eyes-expansion-in-indonesia.html. [diakses pada 10 Mei 2018].

Jordan, G., 2015, “Airbnb not just a worry, but ‘tectonic shift’, Hotel News Now, 26 August, tersedia pada: www.hotelnewsnow.com/ Article/16545/Airbnb-not-just-a-worry-but-tectonic-shift [diakses 7 Juni 2018).

Kassan, J., Orsi, J., 2012. The legal landscape of the sharing economy. J. Envtl. L. & Litig., 27, p.1.

Kohda, Y., Masuda, K. 2013, “How do sharing service providers create value?” Service and Knowledge Innovation Center (SAKI Center), tersedia pada: http://saki.siit.tu.ac.th/acis2013/uploads_final/20__ 2d8e033c4413c7764bc013ce1b32dd0d/acis2013-sharing-service-value%20revisions.pdf [diakses pada 24 Mei 2018].

Kozinets, R.V., 1998. On netnography: Initial reflections on consumer research investigations of cyberculture. ACR North American Advances.

Kozinets, R.V., 2002. The field behind the screen: Using netnography for marketing research in online communities. Journal of marketing research, 39(1), h.61-72.

Lampinen, A., Bellotti, V., Monroy-Hernández, A., Cheshire, C. and Samuel, A., 2015, February. Studying the sharing economy: Perspectives to peer-to-peer exchange. In Proceedings of the 18th ACM Conference Companion on Computer Supported Cooperative Work & Social Computing(h. 117-121). ACM.

Lampinen, A., Cheshire, C., 2016, May. Hosting via Airbnb: Motivations and financial assurances in monetized network hospitality. In Proceedings of the 2016 CHI Conference on Human Factors in Computing Systems (h. 1669-1680). ACM.

Lehr, D.D. 2015, “An analysis of the changing competitive landscape in the hotel industry regarding Airbnb”,master thesis, Dominican University of California, San Rafael, CA.

McNamara, B., 2015. Airbnb: A not-so-safe resting place. J. on Telecomm. & High Tech. L., 13, p.149.

Nabila, M. 2017. Menteri Pariwisata Siapkan Lima Poin Pembatasan Operasional Airbnb di Indonesia. Tersedia pada: https://dailysocial.id/post/menteri-pariwisata-siapkan-lima-poin-pembatasan-operasional-airbnb-di-indonesia. [Diakses 8 Juni 2018].

Prahalad, C.K., Ramaswamy, V., 2004. Co-creation experiences: The next practice in value creation. Journal of interactive marketing, 18(3), h.5-14.

Ramaswamy, V., Gouillart, F., 2010. Building the co-creative enterprise. Harvard business review, 88(10), h.100-109.

Oskam, J., Boswijk, A., 2016. Airbnb: the future of networked hospitality businesses. Journal of Tourism Futures, 2(1), h.22-42.

Pizam, A. 2014. Peer-to-peer travel: blessing or blight? International Journal of Hospitality Management, Complete, 38, h. 118-119.

Salter, J., Airbnb: The story behind the $1.3bn room-letting website. TheTelegraph. Tersedia pada http://www.telegraph.co.uk/ technology/news/9525267/Airbnb-Thestory-behind-the-1.3bn-room-letting-website.html [diakses pada 2 Juni 2018].

NTIA 2018. About NTIA, National Telecommunications and Information Administration, tersedia pada http://www.ntia.doc.gov/about [diakses 20 Juni 2018].

Vermeulen, I. E., Seegers, D. 2009. Tried and tested: The impact of online hotel reviews on consumerconsideration. Tourism Management, 30(1), h.123–127.

Wearesocial 2018. Digital in 2018: World’s internet users pass the 4 billion mark. Tersedia pada: https://wearesocial.com/blog/2018/01/ global-digital-report-2018 [diakses 7 Juni 2018].

Yglesias, M. 2012. Legalize Airbnb! Slate, tersedia pada: http://www. slate.com/articles/business/moneybox/2012/06/is_airbnb_illegal_ why_hotels_are_so_upset_about_you_renting_a_bedroom_to_a_ stranger_.html. [diakses pada 10 Mei 208].

Profil Penulis

Gde Indra Bhaskara SST. Par, MSc., Ph.D adalah dosen tetap Universitas Udayana kelahiran 19 Desember 1978. Beliau menamatkan sekolahnya di STP Nusa dua Bali pada tahun 2001 dan untuk kemudian melanjutkan program Master ke Bournemouth University pada tahun 2002-2004. Sekembalinya dari Inggris, beliau bekerja pada HES Global, sebuah perusahaan terkemuka yang memfokuskan dalam mencari dan menempatkan eksekutif/ pemimpin-pemimpin perusahaan di seluruh dunia pada industri Perhotelan dan jasa, pada kurun waktu 2004-2006. Pada periode berikutnya, beliau mengajar di Manajemen Perhotelan Indonesia yang dikenal dengan nama MAPINDO. Menghabiskan waktu dua tahun disana, pada tahun 2008 diterima di Universitas Udayana sebagai dosen tetap. Hanya berkesempatan mengajar selama dua semester setelah diangkat menjadi dosen tetap di Universitas Udayana, beliau mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3 ke Bournemouth University di tahun 2010.

56

JUMPA Volume 05, Nomor 01, Juli 2018