STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA DESA WATURAKA, KABUPATEN ENDE, FLORES
on
JUMPA 4 [2] : 297 - 309
p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022
STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA DESA WATURAKA, KABUPATEN ENDE, FLORES
Yosep Kupertino Ilang1, I Nyoman Darma Putra2, I Nyoman Sunarta3 Universitas Udayana
Email: [email protected]
Abstract
Waturaka Village, East Nusa Tenggara Province, has a rich tourist attractions, but they have not been managed optimally. Thi article analyses the village tourism potential and set strategies to develop tourist attarctions of the village. Data collection was conducted through observation, interview, and documentation study. Interview was conducted with as many as 25 people and was divided into four categories including representative of government officers, NGO activists, members of tourism awareness group (Pokdarwis), and villagers. Data were analyzed by using SWOT techniques (Strength, Weakness, Opportunities, Threat). The results shows that the main potential tourist attractions are Murukeba Waterfall and agrotourism and the development is in the involvement stage. S-O strategy (Strength-Opportunities) is applied by using strength to take advantage of opportunities. ST Strategy (StrengthThreat) is applied by utilizing strength to overcome the threat. WO (Weakness-Opportunities) strategy is applied to minimize the weaknesses to take advantage of opportunities. WT strategy (Weakness-Threat) is conducted to minimize weaknesses to avoid threats.
Keywords: potential of tourist attraction, development strategy, Village Watraka East Nusa Tenggara.
Abstrak
Desa Waturaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki potensi daya tarik wisata yang kaya, namun belum dikelola secara maksimal. Artikel ini mengkaji potensi wisata dan menawarkan strategi pengembangan daya tarik wisata Desa Waturaka. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan 25 orang, terdiri dari empat kategori, termasuk unsur wakil pemerintahan, aktivis LSM, anggota Pokdarwis, dan warga masyarakat Waturaka. Data dianalisis secara kualitatif dengan
menggunakan teknik analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat). Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi daya tarik wisata utama adalah Air Terjun Murukeba dan Agrowisata dan pengembangannya berada pada tahap involvement. Strategi SO (Strength-Opportunities) diterapkan dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST (Strength-Threat) yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO (WeaknessOpportunities) diterapkan untuk meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi WT (WeaknessThreat) dilaksanakan untuk meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
Kata kunci: potensi daya tarik wisata, strategi pengembangan, Desa Waturaka Nusa Tenggara Timur
Kepariwisataan merupakan salah satu sektor unggulan yang ditetapkan pemerintah Indonesia dalam RPJMN (2015-2019) bersama sektor pangan, maritim, energi, dan sektor industri. Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan karena pariwisata mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan devisa negara, pendapatan daerah, mengurangi angka kemiskinan, dan menekan jumlah arus urbanisasi. Dalam mendukung pengembangan desa wisata di Indonesia, pemerintah membentuk Program Nasional Pembangunan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata. Program ini bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat melalui perencanaan dan pelatihan manajemen sumber daya manusia dalam mengelola daya tarik wisata.
Salah satu daerah yang menjadi perhatian pemerintah di bidang kepariwisataan adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah ini, memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Daya tarik wisata yang terkenal adalah Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, dan Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende. Secara umum potensi daya tarik wisata di NTT belum dikelola secara maksimal, karena keterbatasan sumber daya manusia di bidang pariwisata, keterbatasan sarana dan prasarana, dan infrastruktur di bidang pariwisata yang belum memadai.
Untuk mendukung pengembangannya, kepariwisataan ditetapkan sebagai sektor yang dikembangkan bersama sektor yang lain seperti sektor pangan (jagung), peternakan, koperasi, cendana, perikanan, dan kelautan (RPJMD, 2013-2018). Pengembangan sektor kepariwisataan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
mengurangi angka kemiskinan di NTT, yang mencapai 22,01% dari jumlah penduduk kurang lebih 5,2 juta jiwa atau 1,1 juta orang yang tergolong miskin (Republika, 2005). Pengembangan kepariwisataan dilakukan melalui desa wisata yang terdapat di 24 kabupaten/kota di NTT. Hal ini dilakukan karena sebagian besar (80%) masyarakat NTT tinggal di pedesaa, sisanya 20% tinggalnya di perkotaan.
Ende merupakan salah satu Kabupaten di NTT yang memiliki daya tarik wisata alam dan wisata budaya yang potensi untuk dikembangkan. Jumlah penduduk Ende adalah 278.538 jiwa (2013) dan terdiri atas tiga suku yaitu suku Ende, suku Lio, dan suku Nage (Profil Pariwisata Kabupaten Ende, 2015). Pengembangan kawasan pariwisata di Kabupaten Ende, merujuk pada perwilayahan pembangunan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan rencana detail pembangunan Kawasan Strategis Kepariwisataan Nasional (KSPN), serta disesuaikan dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran (Ripparda Kabupaten Ende, 2014).
Salah satu kawasan yang memiliki potensi wisata di sekitar TNK adalah Desa Waturaka. Desa ini dibentuk tahun 2011 dan ditetapkan sebagai desa wisata tahun 2014. Desa Waturaka merupakan desa contoh penerapan konsep CBT di Kabupaten Ende. Jumlah penduduk 637 orang, mata pencaharian bertani, dan tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar tamatan sekolah dasar (62,6%).
Secara umum pengembangan daya tarik wisata di Desa Waturaka belum mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dengan beberapa kendala. Pertama, keterbatasan sumber daya manusia. Kedua, kesadaran masyarakat masih rendah. Ketiga, keterbatasan dana. Keempat, kemampuan manajemen pengurus yang belum merata. Kelima, kurang dukungan dari pemerintah daerah. Keenam, dan rendahnya koordinasi antara stakeholder.
Artikel ini menganalisis potensi daya tarik wisata dan pengembangannya, serta menetapkan strategi dan program pengembangan daya tarik wisata Desa Waturaka.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori siklus hidup area wisata dan dan analisis SWOT. Teori siklus hidup area wisata yang diperkenalkan Butler (1980) digunakan untuk mengetahui fase perkembangan desa wisata Waturaka. Dengan teori ini dibahas potensi dan tingkat pengelolaan daya tarik wisata. Teori strategi pengelolaan berbasis komunitas digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman serta menghasilkan program pengembangan daya tarik wisata.
Teori siklus hidup area wisata membagi perkembangan destinasi wisata berdasarkan waktu dan jumlah kunjungan. Berdasarkan kombinasi kedua unsur tersebut, dibedakan beberapa tahapan: Eksplorasi (Exploration)
berkaitan dengan discovery, pada tahap ini potensi wisata baru ditemukan oleh wisatawan, pelaku pariwisata, dan pemerintah, jumlah pengunjung sedikit, wisatawan tertarik karena lokasinya belum tercemar dan sepi, lokasinya sulit dicapai namun diminati sejumlah kecil wisatawan.
Keterlibatan (involvement) menunjukkan adanya kontrol lokal, ada inisiatif masyarakat lokal, objek wisata mulai dipromosikan wisatawan, jumlah wisatawan mulai meningkat dan infrastruktur mulai dibangun. Pengembangan (development), ada kontrol lokal menunjukan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisata secara drastis. Pengawasan agak sulit, masuknya industri wisata dari luar, kerusakan lingkungan alam dan sosial budaya sehingga diperlukan adanya kontrol baik dari penguasa lokal maupun nasional.
Konsolidasi (consolidation) ditandai dengan penurunan tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan, kawasan dipenuhi industri pariwisata, dan usaha diperlukan untuk meningkatkan jumlah kunjungan. Stagnasi (stagnation), jumlah wisatawan tertinggi telah tercapai dan destinasi sudah mulai ditinggalkan. Pada tahapan ini ada upaya menjaga jumlah wisatawan secara intensif oleh industri pariwisata, dan kawasan ini kemungkinan mengalami masalah besar terkait lingkungan alam maupun sosial budaya. Fase stagnasi ini memiliki tiga kemungkinan, yaitu menurun (decline), atau peremajaan (rejuvenate), atau tetap stagnan. Penurunan (decline) ditandai dengan hampir semua wisatawan mengalihkan kunjungannya ke destinasi wisata lain, kawasan ini telah menjadi objek wisata kecil karena hanya di kunjungi sehari atau akhir pekan, beberapa fasilitas telah diubah bentuk dan fungsinya. Peremajaan kembali (rejuvenate), mengubah pemanfaatan kawasan pariwisata, mencari pasar baru, membuat saluran pemasaran baru dan mereposisi atraksi wisata menjadi bentuk lain sehingga destinasi memiliki daya pikat yang segar kembali.
Analisis SWOT digunakan untuk menghasilkan strategi pengelolaan dan program pengembangan daya tarik wisata dengan mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang menjadi landasan untuk menetapkan strategi pengelolaan dan program pengembangan daya tarik wisata di Desa Waturaka. Analisis ini diawali dengan identifikasi potensi dan hal yang terakait seperti kekuatan dan kelemahan. Dalam penyusunan strategi, peranan penting diberikan pada keterlibatan masyarakat. Yang penting adalah bahwa pengembangan pariwisata secara taktis dapat meningkatkan jumlah wisatawan dan pendapatan masyarakat, dan secara strategis berdampak pada peningkatan perekonomian desa, pelestarian budaya dan lingkungan (Putra 2015).
Fokus pengembangan daya tarik wisata berbasis komunitas adalah kelompok masyarakat yang lebih kecil, dan memiliki sifat persatuan, persaudaraan, dan kumpulan masyarakat (Puspito dalam Imbiri, 2004).
Antara komunitas dan masyarakat memiliki perbedaan pada aspek jumlah warga dan luas wilayahnya. Komunitas memiliki ciri-ciri khusus, seperti kesatuan hidup yang teratur, memiliki unsur teritorial tanah dan daerah yang sama, dan mungkin saja ada pertalian darah, tradisi dan nasib yang sama, dan menjadi unsur yang sangat penting dalam sebuah desa. Sedangkan masyarakat merupakan kesatuan dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu, dan bekerja sama di dalam kelompok-kelompok berdasarkan kebudayaan yang sama, kepentingan yang sama, memiliki teritori yang sama dengan batas-batas geografis yang sudah ditetapkan, batas-batas ini menjadi petunjuk eksistensi suatu kelompok masyarakat.
Menurut Korten (1987), untuk mendukung pengelolaan sumber daya berbasis komunitas perlu dilakukan pendekatan secara sistematik, dengan ciri-ciri: Pertama, prakarsa dan proses pengambilan keputusan diletakan pada masyarakat itu sendiri. Kedua, fokus utamanya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki. Ketiga, mentoleransi keanekaragaman lokal karena itu sifatnya amat fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lokal. Keempat, pendekatan social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada saling belajar. Kelima, proses pembentukan jaringan kerja (networking) antara birokrat, lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri merupakan bagian integral dari pendekatan untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan mengelola berbagai potensi daya tarik wisata.
Teknik dan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan 25 informan yang dipilih secara sengaja. Terdiri atas unsur pemerintahan, LSM, Pokdarwis, dan Masyarakat. Data sekunder adalah, data yang diperoleh dari instansi atau lembaga terkait, seperti Dinas Pariwisata Kabupaten Ende, Balai Pengelolaan Taman Nasional Kelimutu, Bappeda Kabupaten Ende, Desa Waturaka, dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Data yang ada dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) (Rangkuti 2001).
Tingkat partisipasi masyarakat Desa Waturaka dalam pengelolaan daya tarik wisata masih tergolong rendah. Dibutuhkan kerjasama antara stakeholder terutama antara dinas terkait, baik di daerah maupun dengan Dinas Pariwisata di tingkat Provinsi. Selama ini pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah bersifat nonparticipation di mana pemerintah lebih berorientasi pada regulasi dan program yang hanya diketahui oleh perwakilan masyarakat saja sehingga pembangunan pariwisata tidak
dimanfaatkan secara optimal. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendekatan partisipatoris terhadap masyarakat serta lingkungannya yang dilakukan oleh orang-orang yang mengetahui persis karakteristik desa wisata. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang tepat yang memiliki legitimasi hukum untuk mendorong dan memberikan perlindungan terhadap sistem pengelolaan yang dilakukan oleh industri wisata lokal, swasta, dan masyarakat.
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata Waturaka memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan bagi kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya (Pendit, 1999:21). Potensi daya tarik wisata Desa Waturaka, sebagai berikut:
Daya tarik wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan yaitu wisata air terjun Murukeba dan agrowisata. Kedua daya tarik wisata tersebut, diminati wisatawan Eropa seperti dari Denmark, Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, dan Italia (Dokumen Pokdarwis, 2016). Objek wisata ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan daya tarik wisata air terjun, yaitu kondisi alamnya masih asri dan jauh dari pemukiman warga. Kelemahannya yaitu belum ada papan nama di lokasi wisata, tempat parkir kendaraan, jalan setapak belum ditata, toilet umum, tempat sampah, dan ruang ganti pakaian.
Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah daerah, pemerintah desa, pokdarwis, Swisscontact, lembaga adat, dan masyarakat, agar lokasi wisata tersebut dapat ditata dan dibangun fasilitas wisata yang memadai serta berkualitas sehingga dapat memberikan kepuasan bagi wisatawan.
Warisan budaya di Desa Waturaka menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, karena memiliki keunikan dan nilai-nilai budaya lokal. Warisan budaya tersebut misalnya musik tradisional sato, tarian tradisional wanda pala, situs budaya kanga dan tubu musu atau upacara ritual adat, sanggar budaya Mutulo’o dan sanggar budaya Nuwanai (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende, 2016). Alat musik sato merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara digesek tanpa menggunakan kunci.
Tarian Wanda Pala merupakan tarian tradisional penjemputan tamu
DOK. PENELITI, 2017
Foto 1. Air Terjun Murukeba Desa Waturaka.
DOK. POKDARWIS
Foto 2. Upacara ritual adat dan Sanggar Budaya Mutulo’o.
oleh kaum perempuan yang berpakaian adat Lio atau Lawo Lambu. Kanga merupakan tempat upacara ritual adat untuk memberi sesajean kepada leluhur. Tubu Musu merupakan bagian dari kanga sebagai tempat peletakan sesajean kepada arwah leluhur dalam ritual adat.
-
c) Wisata Buatan Manusia
Agrowisata merupakan salah satu daya tarik wisata yang menciptakan edukasi dan rekreasi bagi para pengunjung sehingga daya tarik wisata ini banyak diminati oleh wisatawan dan peneliti. Namun, upaya ini belum didukung dengan sarana, prasarana, dan infrastruktur, seperti jalan setapak, gasebo/pondok istirahat, dan toilet umum. Jenis tanaman stroberi merupakan produk utama agrowisata yang menjadi pusat perhatian wisatawan dan para peneliti karena tanaman ini baru dikembangkan di Desa Waturaka. Untuk meningkatkan pengembangan agrowisata dibutuhkan koordinasi antara pemangku kepentingan dan penguatan lembaga pengelola agar potensi wisata dapat dikembangkan secara optimal.
Foto 3. Daya Tarik Wisata Agrowisata
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa potensi daya tarik wisata unggulan di Desa Waturaka yaitu agrowisata dan air terjun Murukeba. Pengembangan daya tarik wisata masih pada saat ini berada pada tahap involvement atau pelibatan masyarakat. Pada tahap ini memiliki ciri-ciri jumlah kunjungan wisatawan masih sedikit, komunikasi antara masyarakat dan wisatawan masih tinggi, fasilitas mulai dibangun, masyarakat mulai menyediakan fasilitas pendukung, pola hidup sosial budaya msyarakat mulai berubah merespon terhadap perubahan ekonomi yang terjadi.
Untuk melakukan upaya pengembangan secara terpadu dan berkelanjutan, dibutuhkan sumber daya (recources), seperti sumber daya manusia yang berkualitas, dana, sistem pengelolaan yang partisipatif, peningkatan koordinasi semua pemangku kepentingan, pemandirian masyarakat dengan cara pemberdayaan melalui tahapan penetapan dan pengenalan wilayah kerja, sosialisasi kegiatan, penyadaran masyarakat, pengorganisasian masyarakat, pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana kerja, advokasi kegiatan, politisasi (Mardikanto & Soebiato, 2012:127).
-
3.2 Strategi dan Program Pengembangan Daya Tarik Wisata
Untuk mengetahui permasalahan pengembangan potensi daya tarik wisata Desa Waturaka, penelitian mengkaji faktor internal dan ekternal, sebagai berikut:
-
a) Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan daya tarik wisata Desa Waturaka adalah faktor kekuatan dan kelemahan. Faktor Kekuatan, meliputi daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan manusia. Letaknya strategis berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kelimutu.
Perilaku masyarakat ramah dan memiliki budaya gotong royong serta terbuka bagi para pengunjung. Memiliki lembaga adat yang dipimpin
Mosalaki (kepala adat). Kelemahan, kesadaran masyarakat masih rendah. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan berpengalaman. Keterbatasan dana. Kemampuan manajemen pengurus Pokdarwis belum merata. Kurang dukungan dari pemerintah daerah dan koordinasi antara stakeholder.
-
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan daya tarik wisata di Desa Waturaka terdiri atas faktor peluang dan ancaman. Faktor peluang, meliputi popularitas dan jumlah wisatawan ke Taman Nasional Kelimutu semakin meningkat. Dana bantuan dari Kementrian Desa. Kemudahan mengakses informasi melalui media elektronik dan media cetak. Dukungan pengembangan Desa Wisata dari Kementrian Pariwisata Republik Indonesia sebagai wisata alternatif. Pergeseran preferensi wisatawan dari pariwisata massal ke pariwisata alternatif. Faktor Ancaman, meliputi persaingan antara desa wisata di Kabupaten Ende. Pergeseran budaya lokal akibat masuknya budaya dari luar. Komersialisasi budaya. Lahan pertanian semakin berkurang akibat perkembangan pariwisata.
Faktor internal dan eksternal di atas dianalisis menggunakan analisis SWOT, dapat dilihat pada Matriks 1.
Tabel 1. Analisis SWOT Pengelolaan Desa Wisata Desa Waturaka
Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)
-
1. Daya tarik wisata alam, 1. Kesadaran masyarakat
Faktor Internal budaya, dan buatan manusia masih rendah
-
2. Pengelolaan sumber daya 2. Keterbatasan sumber daya wisata berbasis masyarakat manusia berkualitas
-
3. Strategis, berbatasan dengan 3. Keterbatasan dana Taman Nasional Kelimutu 4. Kemampuan manajemen
-
4. Memiliki budaya tradisional, pengurus belum merata
Faktor Eksternal terbuka bagi orang luar 5. Kurang dukungan dari
-
5. Memiliki lembaga masya- pemerintah daerah dan koor-rakat adat dinasi antara stakeholder
Peluang (Opportunities)
Strategi SO (Strength Opportunities)
Strategi WO
(Weakness Opportunities)
-
1. Jumlah wisatawan ke Taman Nasional Kelimutu meningkat
-
2. Dana bantuan dari Kemente-rian Desa
-
3. Kemudahan mengakses informasi melalui media elektronik dan cetak
-
4. Dukungan pengembangan Desa Wisata dari Kementeri-an Pariwisata
-
5. Perubahan selera wisatawan dari pariwisata masal ke pariwisata alternatif
Memanfaatkan Potensi Kekuatan dengan Melihat Peluang:
-
- Meningkatkan pengelolaan DTW dan fasilitas wisata, untuk menangkap peluang kunjungan wisatawan ke TNK
-
- Meningkatkan kemampuan manajemen Pokdarwis untuk mengelola dana bantuan dari Pemerintah pusat
-
- Memanfaatkan letak strategis, melakukan promosi melalui wisatawan, media internet, dan media cetak
-
- Melestarikan budaya lokal, memperkuat lembaga adat.
Mengatasi Kelemahan dalam Rangka Menggunakan Peluang:
-
- Meningkatkan pelatihan SDM profesional, untuk kelola DTW, dan bantuan dana pemerintah untuk menarik wisatawan ke Taman Nasional Kelimutu.
-
- Meningkatkan angggaran, koordinasi antara stakeholder, dukungan pemerintah daerah, untuk pembangunan fasilitas wisata sebagai upaya menangkap peluang preferensi wisatawan yang mulai bergeser ke wisata pedesaan
Ancaman (Threat )
Strategi ST (Stregth Threat)
Strategi WT (Weakness Threat)
-
1. Persaingan antara desa wisata
-
2. Pergeseran budaya lokal akibat masuknya budaya dari luar
-
3. Komersialisasi budaya lokal menjadi budaya yang berorientasi pada keuntungan
-
4. Lahan pertanian berkurang akibat perkembangan pariwisata
-
5. Konsep CBT ditinggalkan karena muncul kekuatan modal
Memanfaatkan Kekuatan Untuk Menghadapi Ancaman:
-
- Meningkatkan kualitas pengelolaan, pelayanan untuk memenangkan persaingan antara desa wisata
-
- Memanfaatkan konsep CBT sebagai pedoman mengatasi pergeseran dan komersialisasi budaya tradisional
-
- Memperkuat lembaga adat, untuk meningkatkan persatuan masyarakat dalam pengelolaan desa wisata berbasis masyarakat.
Mengatasi Kelemahan Dalam Rangka Menggunakan Peluang:
-
- Meningkatkan kesadaran masyarakat mengantisipasi persaingan antar desa
-
- Meningkatkan pelatihan dan dana untuk mengelola daya tarik budaya, dan menekan komersialiasi budaya.
-
- Meningkatkan kemampuan manajemen pengurus, dukungan pemerintah daerah, stakeholder, sehingga konsep CBT tetap ada.
-
Berdasarkan data dalam matriks di atas, selanjutnya diuraikan setiap strategi yang digunakan, sebagai berikut:
-
a) Strategi SO (Strength-Opportunities), menginventarisasi daya tarik wisata, membuat pemetaan kawasan wisata, dan membuat jalan setapak dengan memaksimalkan partisipasi masyarakat, untuk memanfaatkan letak wilayah yang strategis.
-
b) Strategi WO (Weakness-Oppurtunities), Melakukan pertemuan, pelatihan, pengembangan SDM, membuka usaha pariwisata seperti homestay, kerajinan tangan, kuliner, membangun fasilitas wisata dan pengembangan sesuai dengan rencana dan pemetaan kawasan, dengan menjalin komunikasi antara stakeholder.
-
c) Strategi ST (Strength-Threat), mengembangkan potensi wisata dan peningkatan pelayanan terhadap wisatawan melalui pengembangan usaha pariwisata, sehingga meminimalisir ancaman pengurangan lahan pertanian akibat perkembangan pariwisata.
-
d) Strategi WT (Weakness-Threat), melakukan pertemuan, seminar, diskusi, workshop untuk meningkatkan kemampuan pengurus Pokdarwis dalam mengelola bantuan dari pemerintah dan kemampuan mengakses bantuan fasilitas teknologi dari pemerintah dan donator lainnya.
Program pengembangan daya tarik wisata Desa Waturaka diuraikan berdasarkan strategi Strength-Opportunities, Weakness-Opportunities, Strength-Threat, dan Weakness-Threat.
-
a) Program Pengembangan dengan Strength-Opportunities: menginventarisasi daya tarik wisata, pengembangan daya tarik wisata berbasis masyarakat, peningkatan kualitas atraksi wisata, aksesibilitas, amenitas, dan kelembagaan
-
b) Program Pengembangan dengan Weakness-Opportunities: penataan kawasan wisata, pembuatan jalan setapak, papan nama dan gapura di objek wisata, tempat parkir, menentukan kebijakan penyelenggaraan pariwisata, pelatihan dan pengembangan kemampuan masyarakat
-
c) Program Pengembangan Dengan Strength-Threat: mengoptimalkan seluruh fasilitas, sarana dan prasarana; koordinasi seluruh stakeholder, dan melakukan promosi
-
d) Program Pengembangan dengan Weakness-Threat: membuat produk wisata dan melakukan promosi produk wisata
Berdasarkan analisis di atas, dua simpulan ditarik sebagai berikut. Pertama, Desa Waturaka memiliki potensi daya tarik wisata unggulan yaitu air terjun Murukeba dan Agrowisata. Pengelolaannya masih pada tahap involvement atau pelibatan masyarakat. Inisiatif muncul dari masyarakat, jumlah wisatawan mulai meningkat, prasarana dan sarana mulai dibangun, mulai menyediakan fasilitas pendukung, kontak antara masyarakat dan wisatawan tinggi, masyarakat mulai mengubah pola hidup sosial untuk merespon perubahan ekonomi, promosi dilakukan oleh wisatawan dan lembaga pengelola.
Kedua, Strategi WO (Weakness-Oppurtunities), memaksimalkan potensi objek wisata, perbaikan sarana dan prasarana, mengoptimalkan koordinasi antara stakeholder, melakukan pertemuan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, yang diikuti dengan pelatihan secara intensif untuk membuka usaha pariwisata. Strategi ST (Strength-Threat), memaksimalkan pengelolaan seluruh fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan untuk memenuhi permintaan pasar, penentuan kebijakan yang tepat, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang aman dan kondusif.
Strategi WT (Weakness-Threat), mengoptimalkan pengelolaan daya tarik wisata dan fasilitas pariwisata, memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata, memberi pelatihan serta pemahaman terhadap masyarakat mengenai pentingnya sektor pariwisata. Upaya yang dilakukan seperti pertemuan, seminar, workshop untuk pengembangan dan peningkatan kualitas kemampuan pengelola, terkait penggunaan dan tanggung jawab pengelolaan dana bantuan, maupun fasilitas dari pemerintah dan donatur lainnya.
Strategi pengembangan daya tarik wisata Desa Waturaka, disarankan agar dapat ditindak lanjuti secara sungguh-sungguh oleh Pokdarwis dan Pemerintah. Di mana terdapat potensi daya tarik wisata unggulan yang harus dikelola secara maksimal dan berkelanjutan. Dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat dengan dukungan dana, pelatihan sumber daya
manusia, dan kerja sama seluruh stakeholder, sehingga dapat mewujudkan persediaan fasilitas wisata yang memadai dan mendukung penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan.
Ucapan Terimakasih
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, dan Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si., sebagai pembimbing I dan Pembimbing II dalam riset dan penulisan tesis pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata, Universitas Udayana. Terimakasih kepada Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Dr. Ir. Widiastuti, MT., Dr. Ir. Made Adhika, MSP., selaku team penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan jurnal ini.
Daftar Pustaka
Butler, R. W. 1980. “The Concept of a Tourist Area Cycle Of Evolucion: Implications for Management of Recources”, The Canadian Geographer, 24 (1), pp. 5-12.
Dokumen Keikutsertaan pada Apresiasi Usaha Masyarakat Bidang Pariwisata. 2016.
Desa Waturaka, Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende
Republika.com. 2005. www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/01/05/ oja914383-jumlah- penduduk-miskin-di-ntt-bertambah.
Korten, David C. 1987. Community Management. New Delhi: Kumarian Press
Mardikanto,Totok & Soebiato, Poerwoko, 2012. Pemberdayaan Masyarakat dalam
Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Pendit, Nyoman S. 1992. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Profil Pariwisata. 2015. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende.
Putra, I Nyoman Darma (ed.). 2015. Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali.
Denpasar: Buku Arti.
Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Kabupaten Ende Tahun 2014.
Profil Penulis
Yosep Kupertino Ilang, S.Sos., M.Par, adalah alumnus Program Studi Magister Kajian Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Administrasi Niaga di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Nusa Cendana Kupang pada tahun 1996 dengan gelar Sarjana Sosial (S.Sos). Pada tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana Denpasar dan tamat pada tahun 2017. Pernah bekerja di PT Timor Media Grafika/Surat Kabar Harian Umum Pos Kupang, Kelompok Kompas
Gramedia (KKG) dari tahun 1998-2015. Pada bulan Juli 2015, mengundurkan diri dari tempat kerja untuk melanjutkan studi pada Program Magister Kajian Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Denpasar.
I Nyoman Darma Putra adalah guru besar Fakultas Ilmu Budaya dan Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata, Universitas Udayana. Darma menulis beberapa artikel di jurnal internasional dan beberap buku biografi tokoh pariwisata Bali, serta menyunting beberapa buku, termasuk Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali (2015) dan bersama Siobhan Campbell mengedit buku Recent Developments in Bali Tourism: Culture, Heritage, and Landscape in an Open Fortress (2015). Bersama Diah Sastri Pitanatri, Darma menulis buku Wisata Kuliner, Atribut Baru Destinasi Ubud (2016), bersama Syamsul Alam Paturusi menyunting buku Metamorfosis Pariwisata Bali, Tantangan Membangun Pariwisata Berkelanjutan (2017). Email: [email protected]
I Nyoman Sunarta menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Geografi UGM (1986), S2 di Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM (1994), dan pendidikan S3 di Kajian Pariwisata Unud (2015). Ia aktif melakukan riset di bidang isu Air dan Dampak Pariwisata. Pernah mengikuti short course Integrated Coastal Zone Planning and Management di James Cook University Townsville, Australia tahun 1997. Pernah menjadi sekretaris PPLH Unud 1998-2002. Pada saat sama ditugaskan sebagai anggota Tim ahli pembangunan Bali dan Kota Denpasar. Beberapa tulisannya dimuat di berbagai jurnal nasional dan internasional. Ia juga aktif berbicara dan mempresentasikan pemikirannya dalam berbagai konferensi di dalam dan luar negeri. Bersama Sukma Arida menulis buku Pariwisata Berkelanjutan (2018). Pernah mengelola program Dikti Double Degree Indonesia Perancis S2 dan S3 bidang pariwisata di Pascasarjana Unud. Saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Pariwisata Unud (2017-2021). Email: [email protected]
JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018
309
Discussion and feedback