STRATEGI PENGEMBANGAN KUTA LOMBOK SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
on
JUMPA 1 [2] : 25 - 42
ISSN 2406-9116
STRATEGI PENGEMBANGAN KUTA LOMBOK SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
K a n o m
Email: [email protected]
Abstract
This article is about development strategy of Kuta Lombok as a sustainable tourism destination. It aims were identifying and analyzing potencies, obstacles, and formulating the strategies and programs. This article applied theory of planning and theory of tourism area life cycle. The data were collected by observation, in–depth interviews, and documentation studies. Data was analyzed by descriptive qualitative method, and analysis of matrix SWOT: Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats. Potency of Kuta Lombok as a sustainable tourism destinations are consists of nature and social culture potency. The factors are that become obstacles as such the lack of adequate human resources, management of tourism destination, lack of public awareness in preventing the cleanliness and environmental sustainability, also security and comfort. The article proposes that two grand strategies include strategy of market penetration and development of tourism product.
Keywords: development strategy, sustainable tourism destination, Kuta-Lombok
Lombok termasuk pulau kecil dengan luas 5435 km2. Pulau yang menjadi bagian dari wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) ini berada pada peringkat 108 dari daftar pulau kecil di dunia. Mengingat Lombok merupakan pulau kecil, maka segala pembangunan dan pengembangan termasuk pengembangan kepariwisataannya yang idealnya menitikberatkan pada aspek keberlanjutannya, baik itu dalam aspek ekonomi, sosial budaya, maupun lingkungan.
Kepariwisataan di Lombok secara umum masih belum berkembang jika dibandingkan dengan kepariwisataan di Bali yang merupakan barometer kepariwisataan di Indonesia. Pengembangan kepariwisataan di Lombok sangat perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendukung
perkembangan kepariwisataan nasional, mengingat Lombok merupakan salah satu Destinasi Pariwisata Nasiona (DPN) yaitu destinasi Lombok–Gili Tramena dan sekitarnya sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas).
Meskipun demikian, kepariwisataan di Lombok hingga saat ini masih sangat tergantung Bali, sering diplesetkan dengan singkatan dengan NTB. Kesulitan Lombok untuk mandiri dalam pariwisata terjadi karena ketersediaan falisitas pendukung kepariwisataan di Lombok masih sangat terbatas, mulai dari akses hingga infrastrukturnya. Selain itu, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Lombok rata-rata wisatawan yang telah berkunjung ke Bali terlebih dahulu, karena Bali merupakan titik distribusi pariwisata ke Lombok. Ketika pariwisata Bali dilanda krisis akibat bom dahsyat pada tahun 2002 dan 2005 sangat berdampak buruk pada kepariwisataan di Lombok hal tersebut terlihat dari menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Lombok. Sebaliknya, kerusuhan sosial yang berlangsung selama tiga hari di Lombok pada bulan Januari 2000 secara spontan membuat industri pariwisata di Lombok anjlok, namun hal itu tidak mempengaruhi kegiatan kepariwisataan di Bali meskipun jarak Lombok dengan Bali begitu dekat (Darma Putra, 2010:49-53).
Mengingat kepariwisataan di Lombok belum berkembang maka sangat perlu untuk dilakukan kajian pengembangan yang lebih baik lagi dengan tetap menitikberatkan pada aspek keberlanjutannya. Keindahan alam dan sosial budaya di Lombok merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata utama yang dapat mendukung pembangunan pariwisata Lombok secara umum.
Seperti halnya Bali yang memiliki Kuta sebagai salah satu destinasi pariwisata yang sangat terkenal. Lombok juga memiliki Kuta (selanjutnya disebut dengan Kuta Lombok) sebagai salah salah satu kawasan pariwisata yang potensial, namun Kuta Lombok tidak seterkenal dan seramai Kuta Bali, karena masih belum berkembang.
Kuta Lombok merupakan salah satu kawasan dari sembilan kawasan pariwisata di Lombok (Perda No. 9 tahun 1989 tentang penetapan 15 kawasan pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat). Kuta Lombok merupakan kawasan pariwisata yang terletak bagian selatan Pulau Lombok yaitu di Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, berjarak sekitar 10 km atau perjalanan + 20–30 menit dari Bandara Internasional Lombok (BIL), serta jarak dari Kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu sekitar 50 km.
Pada tahun 2013, pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(Ripparda) yang menetapkan bahwa Kuta Lombok merupakan kawasan strategis pariwisata daerah (KSPD). Hal ini sejalan dengan peraturan derah (Perda) pemerintah Kabupaten Lombok Tengah nomor 7 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah tahun 20112031 yang menyebutkan bahwa Kuta Lombok merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah dengan sektor unggulan pariwisata dan industri.
Meskipun Kuta Lombok potensial untuk dikembangakan, hingga saat ini kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang optimal. Berbeda halnya dengan kawasan wisata Senggigi di Kabupaten Lombok Barat dan Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara. Dua kawasan pariwisata tersebut lebih berkembang daripada Kuta Lombok. Belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok tentu memerlukan upaya yang serius terutama dari pemerintah maupun pihak terkait lainnya untuk mendorong pengembangan tersebut. Sebab, berkembang atau tidaknya kepariwisataan di Kuta Lombok akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan di Pulau Lombok khususnya dan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya. Oleh sebab itu, perlu adanya langkah-langkah kongkrit dan strategis untuk mengembangkannya dengan tetap pada konsep pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
Bertitik tolak dari permasalahan kesenjangan yang ada, maka dilakukan penelitian untuk dapat merumuskan dan memformulasikan strategi yang relevan. Penelitian ini dilaksanakan di Kuta Lombok, tepatnya di Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun fokus dalam penelitian ini adalah strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengkaji mengenai (1) potensi, (2) kendala, dan (3) merumuskan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan serta referensi tambahan untuk pengembangan suatu daerah, wilayah ataupun kawasan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan dan teori siklus hidup destinasi (tourism area life cycle) yang diperkenalkan Richard Butler (1980). Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986, dalam Paturusi 2008), definisi perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada serta seefesien dan seefektif mungkin. Perencanaan adalah suatu proses pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan masa depan suatu destinasi atau atraksi wisata. Ini merupakan suatu proses dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan serta implementasinya terhadap alternatif yang dipilih dan evaluasinya. Proses perencanaan mempertimbangkan lingkungan politik, fisik, sosial, dan ekonomi sebagai suatu komponen yang saling terkait dan tergantung dengan yang lainnya (Paturusi, 2008:26).
Ridwan (2012:39-52) mengemukakan bahwa ada lima pendekatan perencanaan pengembangan pariwisata yang perlu diketahui dan diaplikasikan dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata, yaitu: (1) pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal, (2) pendekatan berkelanjutan, (3) pendekatan kesisteman, (4) pendekatan kewilayahan, dan (5) pendekatan dari sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata yang merupakan suatu proses dinamis penentuan tujuan, yang secara sistematis mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, implementasi terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya (Paturusi, 2008). Menurut Yoeti (1997), komponen dasar pengembangan pariwisata di dalam proses perencanaan adalah sebagai berikut; (a) Atraksi wisata dan aktivitasnya, (b) Fasilitas akomodasi dan pelayanan, (c) Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, restoran, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos, (d) Fasilitas dan pelayanan transportasi, (e) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbanh dan telekomunikasi, dan (f) Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi struktural private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan.
Teori siklus hidup destinasi wisata menyediakan kerangka fikir hipotetikal untuk mengenali tahapan perkembangan destinasi wisata mulai dari tahap pengenalan (introduction) hingga peremajaan (rejuvenation). Richardson dan Fluker (2004:51) mengemukakan bahwa;
A model that characterises each stage in the lifecycle of a destination (and destination areas and resort area) including introduction, growth, maturity, and decline and/ or rejuvenation.
Evolusi destinasi berjalan menurut siklus yang terdiri dari tahap pe-
ngenalan (introduction), pertumbuhan (growth), pendewasaan (maturity), penurunan (decline) dan atau peremajaan (rejuvenation). Tujuan utama dari penggunaan model siklus hidup destinasi adalah sebagai alat untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata sekaligus untuk mengetahui tahapan pengembangan destinasi pariwisata itu sendiri. Butler (1980) mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) tahapan pengembangan pariwisata berkelanjuatan yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda terhadap pariwisata sebagai berikut: (1) Tahap Explorasi, pertumbuhan spontan dan penjajakan (Exploration), (2) Tahap Keterlibatan (Involment), (3) Tahap Pengembangan dan Pembangunan (Development), (4) Tahap Konsolidasi (Consolidation), (5) Tahap Stagnasi (Stagnation), dan (6) Tahap Penurunan Kualitas (Decline) dan Kelahiran Baru (Rejuvenation).
Teknik dan metode pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam (in-depth interview) dan studi dokementasi. Penentuan informan (narasumber) dengan purposive sampling yang terdiri dari unsur Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah, Pemerintah Desa Kuta dan Tokoh Masyarakat (tokoh Agama, Adat dan Pemuda), Akademisi dan Pelaku Pariwisata sebanyak 26 narasumber. Menurut Sugiyono (2009:244) analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya secara sistematis sehingga mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats).
Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata, dengan kata lain potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya (Pendit 1999: 21). Potensi Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan terdiri dari potensi alam dan potensi sosial budaya.
Keindahan alam yang dimiliki Kuta Lombok menjadi salah satu potensi dan daya tarik wisata yang mampu memikat hati wisatawan, baik wisatawan mancanegara (wisatawan asing) maupun wisatawan nusantara (wisatawan domestik). Potensi dan daya tarik wisata di Kuta Lombok didominasi oleh alam yang meliputi perbukitan yang tersusun bagaikan benteng perbatasan yang kokoh namun tetap eksotis, pemandangan mathari terbit (sunrise),
Gambar 1. Panorama keindahan alam di Kuta Lombok (Foto: Kanom)
matahari terbenam (sunset), terumbu karang, laut, pantai dengan pasir putih yang indah dan berbagai bentuk baik itu yang berbentuk halus sperti tepung, ada juga yang menyerupai biji merica dan penarorama alam yang menakjubkan (Gambar 1).
Mandalika Resort atau Kuta Lombok menawarkan pemandangan pantai dengan pasir putih nan indah dan eksotis. Pantai Kuta Lombok juga popoler dengan sebutan “Pantai Putri Mandalika”. Pantai Kuta Lombok merupakan salah satu pantai terindah di Lombok bahkan di Indonesia dan belum terjamah. Pasir putihnya terbentang di pantai yang berhadapan dengan Samudera Hindia. Air lautnya masih tampak bersih dan jernih. Wilayah pantai juga aman untuk mandi dan berenang. Wisatawan juga bisa menikmati sejumlah rekreasi dan olahraga air seperti banana boat, windsurfer atau jetsky. Selain itu, di pantai ini juga terdapat deretan bukit-bukit yang menjorok ke laut. Perpaduan antara bukit, laut serta butiran pasirnya yang unik, membuatnya pantai ini semakin memikat para wisatawan.
Kehidupan sosial budaya masyarakat di Kuta Lombok juga menjadi salah satu potensi dan daya tarik wisata yang dapat mendukung pengembangan kepariwisataan. Masyarakat Kuta Lombok hingga saat ini masih melestarikan tradisi, adat–istiadatnya dan tidak terpengaruh dengan kegiatan kepariwisataan dan budaya wisatawan yang berkunjung, dengan demikian hal tersebut justru menjadi daya tarik wisata yang diminati para wisatawan
Gambar 2. Partisipasi wisatawan dalam upacara Begawe dan Nyongkolan (Foto: Kanom)
terutama bagi wisatawan mancanegara. Upacara Begawe, Sorong Serah Aji Krame, serta Nyongkolan merupakan salah satu upacara adat Sasak Lombok yang selalu dihadiri oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Dalam upacara tersebut para wisatawan selalu ikut berpartisipasi, seperti pada upacara Begawe dan nyongkolan (lihat Gambar 2).
Selain memiliki keindahan alam yang masih asli potensi sosial budaya Kuta Lombok sangat layak untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Kegiatan sehari–hari masyarakat di Kuta Lombok tergolong unik dan berbeda dengan daerah lain yang ada di Lombok. Hal tersebut mulai dari upacara adat seperti porosesi adat dalam pernikahan sasak Lombok, tradisi unik yaitu pesta rakyat “Bau Nyale”, pesta adat secara tradisional Sasak Lombok yang disebut “Begawe”, serta upacara adat lainnya termasuk di dalamnya adalah kegiatan keagamaan, kerajinan, dan kesenian yang selalu melengkapi harmonisasi kehidupan sosial budaya masyakat Kuta Lombok, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh H.L. Putria, Kepala Dinas
Gambar 3. Tradisi “Bau Nyale” di Kuta Lombok (Foto: Kanom)
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Kemajuan budaya yang ada di daerah kita wajib kita jaga eksistensinya disamping hal tersebut memang merupakan salah satu yang menjadi daya tarik wisata di Kuta, seperti upacara “sorong serah aji krame” dalam pernikahan adat sasak itu tetap dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan kita jarang menemukan di daerah lain, hal tersebut juga sangat disenagi oleh para wisatawan terutama wisatawan mancanegara” (Wawancara 17 Juni 2014)
Salah satu bentuk keunikan tradisi masyarakat Kuta Lombok yang menjadi potensi dan daya tarik wisata sosial budaya yang paling populer selain upacara adat, kerajinan, keseniannya adalah tradisi tahunan yaitu core event “Bau Nyale”. Event ini merupakan hal yang paling dinantikan oleh para wisatawan terlebih wisatawan mancanegara.
Selain potensi berupa keunikan tradisi dan budaya masyarakat Kuta Lombok terdapat potensi lain yang sangat penting dan sangat dibutuhkan
dalam kegiatan kepariwisataan yaitu sikap ramah-tamah masyarakat Kuta Lombok. Dengan adanya potensi tersebut maka akan melengkapi daya tarik wisata yang ada di Kuta Lombok termasuk potensi alamnya, sehingga wisatawan akan merasa nyaman dan betah untuk tinggal di Kuta Lombok. Potensi alam dan sosial budaya merupakan kekuatan sekaligus peluang bagi Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata yang berkualitas.
Pengembangan suatu daerah menjadi sebuah destinasi pariwisata tentu menghadapi kendala yang bisa menghambat pengembangan tersebut. Kendala yang dimaksud apabila tidak diatasai dengan sebaik mungkin maka akan berdampak pada keberlangsungan destinasi pariwisata. Oleh sebab itu, dalam pengembangan suatu daerah atau kawasan menjadi destinasi pariwisata maka, harus dapat mengidentifikasi kendala yang dapat menghambat, agar dapat menyusun suatu strategi khusus maupun umum untuk mengatasi kendala tersebut sehingga pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dapat berjalan efektif dan efesien.
Berikut adalah beberapa kendala yang bisa menghambat dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan diantaranya adalah; masih rendahnya sumber daya manusia khususnya sektor pariwisata, manajemen destinasi pariwisata yang masih kurang, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan serta kemanan dan kenyamanan yang masih kurang.
Masih rendahnya sumber daya manusia (SDM) baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan salah satu penyebab lambatnya perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok. Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen vital dalam pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan elemen pariwisata memerlukan sumber daya manusia untuk menggerakkannya. Faktor sumber daya manusia sangat menentukan eksistensi pariwisata. Sebagai salah satu industri jasa, sikap dan kemampuan staff akan berdampak krusial terhadap bagaimana pelayanan pariwisata diberikan kepada wisatawan yang secara langsung akan berdampak pada kenyamanan, kepuasan dan kesan atas kegiatan wisata yang dilakukannya (Pitana dan Diarta, 2009:72). Begitu pentingnya peranan sumber daya manusia guna mendukung dan menjalankan kegiatan kepariwisataan termasuk dalam hal pengembangan destinasi pariwisata. Hal tersebut diperlukan selain untuk meningkatkan daya saing destinasi, juga sebagai komponen pendukung dalam keberlanjutannya, sehingga sangat berpengaruh pula pada lambat atau tidaknya perkembangan suatu destinasi pariwisata.
Sebagian besar yang terlibat langsung dalam kegiatan kepariwisataan di
Kuta Lombok baik itu yang menjadi guide lokal, pedagang asongan, pedagang kaki lima serta yang banyak berinteraksi langsung dengan wisatawan memiliki tingkat pendidikan rata–rata tamatan Sekolah Dasar (SD) bahkan banyak yang tidak sekolah. Hal tersebut deperkuat dengan keterangan yang disampaikan oleh Badaruddin, Kepala Desa Kuta, sebagai berikut.
Yang banyak berhubungan dengan tourist adalah mereka yang belum sekolah atau hanya tamatan Sekolah Dasar doang, ya seperti yang jadi guide, pedagang asongan atau pun pedagang kaki lima dan penyewaan sepeda motor, mobil maupun yang kerja di café, restaurant atau warung makan bahkan yang kerja di hotel atau penginapan. Jadi sikap mereka juga semaunya saja karena mereka memang tidak mengerti pariwisata, mereka juga sering melakukan pemerasan kepada tourist seperti ketika motor atau mobil yang disewakannya tergores atau jatuh oleh tourist yang menyewa maka mereka langsung minta bayaran yang sangat besar, salah satu contoh misalnya harganya ya paling seratus ribu laguq lime jute mun lakuq dan kalau tourist tersebut tidak mau bayar segitu ya mereka paksa dan mereka hanya mengandalkan faham dade saja (emosi, egois), jadi hal ini menurut saya merupakan kendala utama Kuta belum berkembang sampai saat ini (Wawancara 9 September 2014).
Salah satu yang menjadi yang menyebabkan lambatnya perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok adalah manajemen destinasi belum baik, dan hal tersebut sekaligus merupakan hambatan atau kendala dalam upaya pengembangannya sebagai dstinasi pariwisata berkelanjutan. Dengan demikian berdampak pula pada kualitas dari destinasi pariwisata itu sendiri seperti halnya penyediaan sarana dan prasarana tidak terkelola dengan baik, kualitas pelayanan, termasuk keberlanjutan dari destinasi tersebut juga bisa terancam. H.L. Putria, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, menyebutkan bahwa manajemen destinasi pariwisata di Lombok Tengah termasuk di Kuta Lombok masih sangat kurang dan jauh dari harapan, artinya bahwa masih belum maksimal sehingga harus ada upaya dan langkah-langkah kongkrit untuk peningkatan yang signifikan.
Manajemen destinasi masih belum baik bahkan sangat kurang, artinya belum maksimal, hal tersebut menjadi salah satu kendala juga untuk pengembangan pariwisata di Kuta, namun ke depan kita akan perbaiki dan tingkatkan menjadi lebih baik lagi (Wawancara, 17 Juni 2014)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa manajemen destinasi masih menjadi kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Sebab, salah satu elemen penting di
dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah manajemen destinasi pariwisata yang cermat dan efektif. Destinasi pariwisata merupakan panggung pertunjukan seluruh sumberdaya pariwisata yang memberikan nilai akhir bagi kepuasan berwisata. Oleh sebab itu, hitam-putih pengelolaan destinasi pariwisata akan menentukan tiga hal elementer berikut; (a) keunggulan dan daya tarik suatu destinasi bagi pasar wisatawan, (b) tingkat manfaatnya secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya bagi daerah, dan (c) daya saingnya di antara pasar destinasi pariwisata internasional (Damanik, 2012:2)
Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan khususnya di Kuta Lombok sangat diperlukan, namun yang menjadi salah satu kendala hingga saat ini adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan sehingga bisa berdampak pada terancamnya kelestarian lingkungan. Berdasarkan keterangan Kepala Desa Kuta, Badaruddin, bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal yang dapat menghambat.
Saq jari masalahken Kute sini nani kan masyarakat masih kurang kesadaran terutame masalah kebersihan lingkungan maraq tan sedin kesik, jalan padahal tetapth pade tenaqn gotong royong aden saq bersih laguq masih ndeqn ini araq perubahan, ini jari kendale dalam pengembangan terutama Kute, lamun wah kotor, kumuh kan tidak enak dilihat baik oleh kita maupun wisatawan, sengaq luweq endah wisatawan saq mengeluh masalah kebersihan (Wawancara. 9 September 2014)
Adanya perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan menunjukkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran mereka dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, hal tersebut bisa dijumpai hampir semua wilayah di Kuta Lombok bahkan di depan hotel sekalipun, seperti Gambar 4.
Secara teoritik, pola interaksi antara aktivitas kepariwisataan dan lingkungan sekitar yang ada di suatu destinasi akan dapat menimbulkan berbagai kemungkinan dampak. Faktor lingkungan dimungkinkan akan mendapatkan dampak positif maupun dampak negatif dari aktivitas kepariwisataan yang ada dan sebaliknya faktor kepariwisataan juga akan dimungkinkan mendapatkan dampak positif maupun negatif dari lingkungan sekitar (Sunaryo, 2013:41).
Wawasan pembangunan yang mengedepankan upaya untuk mewujudkan hubungan interaksi yang symbiosis mutualistic anatara industri kepariwisataan dan lingkungan setempat atau sering disebut juga sebagai
Gambar 4. Sampah di dekat fasilitas pariwisata di Kuta Lombok.
wawasan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan (sustainable tourism development). Wawasan pembangunan kepariwisataan secara berlanjut atau berkelanjutan pada prinsipnya merekomendasikan untuk menakar keberhasilan kinerja pembangunan kepariwisataan paling tidak melalui empat parameter utama yaitu (a) mampu berkelanjutan secara lingkungan (environmentally sustainable), (b) dapat diterima oleh lingkungan sosial dan budaya setempat (socially and culturally acceptable), (c) layak dan menguntungkan secara ekonomi (economy viable), dan (d) memanfaatkan teknologi yang layak untuk diterapkan di wilayah lingkungan tersebut (technologically appropriate).
Keamanan dan kenyamanan juga merupakan hal yang menjadi kendala penghambat dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Faktor tersebut merupakan faktor nyata pada suatu kawasan pariwisata. Aspek tersebut pada dua dekade terakhir telah menjadi isu yang semakin besar dan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberlangsungan aktivitas perjalanan dan pariwisata (István Kövári dan Krisztina Zimányi, 2011). Hal yang umum dan dapat dilihat secara langsung pada suatu destinasi wisata adalah lingkungan dan sistemnya.
Secara umum keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan,
kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Keamanan sebagai kadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter dan Perry, 2006). Apabila suatu destinasi pariwisata tidak aman, maka sudah dipastikan akan dapat memperburuk citra destinasi pariwisata tersebut. Menurut Suwantoro (2004: 34) wisatawan mengharapkan kepuasan dari keanekaan, keasingan dan keaslian objek wisata yang dikunjungi. Hal yang paling mereka cemaskan adalah gangguan keamanan baik terhadap dirinya maupun terhadap benda-benda miliknya. Kemamanan dan kenyamanan bukan saja dibutuhkan wisatawan saja namun hal tersebut menjadi kebutuhan semua pihak termasuk masyarakat Kuta Lombok khusunya serta pihak terkait lainnya.
Masih kurangnya kadar keamanan dan kenyamanan di Kuta Lombok merupakan masalah yang harus bisa diatasi dengan sebaik mungkin agar pengembangan dapat dilakukan dengan baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan di Kuta Lombok diantaranya; (a) penataan dan pengelolaan areal parkir. Areal parkir yang masih belum terkelola dan tertata dengan baik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi rasa aman serta kenyamanan khususnya di areal wisata. Kondisi ini sering dikeluhkan wisatawan karena merasa risih dengan areal parkir yang tidak nyaman; (b) Ketersediaan fasilitas toilet umum. Masih belum tersedianya fasilitas toilet umum yang memdai merupakan hal yang menjadi salah satu faktor penghambat, sebab kondisi tolilet umum di Kuta Lombok masih sangat kurang mmemadai; (c) Perilaku agresif pedagang asongan. Perilaku pedagan asongan yang terlalu agrsif seringkali dikeluhkan oleh wisatawan karena mereka merasa risih dengan perilaku tersebut, bahkan seringkali terjadi pertengkarang dianatara mereka; dan (d) penataan warung dan pedagang kaki lima.
Ketersediaan warung dan pedagang kaki lima di suatu destinasi pariwisata merupakan salah satu pelengkap dan mendorong kemajuan perekonomian masyarakat khususnya masyarakat lokal setempat. Warung dan pedagang kaki lima merupakan alternatif bagi para wisatawan yang memiliki budget minim (low budget). Namun, keberadaan warung dan pedagang kaki lima yang ada di Kuta Lombok justru menjadi salah satu kendala atau penghambat dalam pengembangan sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan, hal tersebut dikarenakan tidak adanya penataan dan pengelolaan yang baik terhadap keberadaan warung dan pedagang kaki lima tersebut.
Menurut Marpaung (2000:52) strategi merupakan suatu proses penentuan nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada tindakan-tindakan yang mengarah pada masa depan.
Sama halnya dengan Chandler dalam Rangkuti (2002:3) bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi dapat pula diartikan sebagai rencana umum yang integratif yang dirancang untuk memberdayakan organisasi pariwisata untuk mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya dengan tepat walaupun menemukan banyak rintangan dari pihak pesaing (Puspa, 2006:18).
Pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang (Alwi, at al. 2005:538).
Kondisi lingkungan internal dan eksternal Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan terdiri dari faktor-faktor yang dapat menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Berikut adalah faktor yang dapat menjadi kekuatan di antaranya adalah (1) Keindahan alam, (2) Keunikan Tradisi dan Budaya Masyarakat Lokal, (3) Sikap Ramah–tamah Masyarakat Lokal, dan (4) Sikap toleransi. Kemudian yang dapat menjadi kelemahannya adalah; (1) Sumber Daya Manusia, (2) Manajemen Destinasi, dan (3) Keamanan dan Kenyamanan.
Selain terdapat faktor yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan, terdapat pula faktor yang dapat menjadi peluang serta ancaman dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menjadi peluang diantaranya adalah; (1) Kemajuan Teknologi dan Telekomunikasi, (2) Jarak Kuta Lombok dengan Bandara Internasional Lombok (BIL), (3) Jarak Kuta Lombok dengan Kota Praya (ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah), (4) Jarak Kuta Lombok dengan Kota Mataram (ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat), dan (5) Aturan (code of conduct). Sedangkan faktor yang menjadi kelemahannya adalah Kurangnya Kesadaran Masyarakat dalam menjaga Kebersihan dan Kelestarian Lingkungan dan Isu tentang Pemanasan Gelobal (global warming).
Berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal Kuta Lombok serta jumlah kunjungan wisatawan masih didominasi oleh wisatawan mancanegara maka strategi umum (grand strategy) yang bisa diteraokan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk wisata. Strategi penetrasi pasar adalah strategi memperluas pasar (market share) suatu produk atau
jasa melalui usaha–usaha pemasaran yang lebih besar (Umar, 2005).
Strategi ini penting dilakukan mengingat selama ini wisatawan yang berkunjung di Kuta Lombok sebagian besar adalah wisatawan mancanegara sehingga perlu dilakukan strategi promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara., sedangkan yang dimaksud dengan strategi pengembangan produk merupakan strategi yang bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk–produk atau jasa–jasa yang telah ada sekarang. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk memperbaiki dan mengembangkan produk atau jasa yang sudah ada.
Strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan juga diawali dengan menguraikan faktor–faktor internal dan eksternal. Berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal diperoleh strategi yang bersifat umum (grand strategy). Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) untuk merumuskan strategi alternatifnya.
Berdasarkan hasil analisis matrik SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) yaitu; strategi strength–opportunity (S–O) dengan strategi pengembangan destinasi pariwisata, melalui program pengembangan sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung kepariwisataan dan peningkatan daya saing destinasi, dan strategi pengembangan daya tarik wisata melalui program inventarisasi atraksi atau daya tarik wisata, strategi Strength–Threat (S–T) dengan strategi peningkatan kualitas lingkungan melalui program peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, dan strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan, melalui program peningkatan perekonomian masyarakat dan peningkatan kualitas kehidupan sosial budaya masyarakat, strategi Weakness–Opportunity (W–O) dengan strategi promosi destinasi pariwisata, melalui program promosi destinasi pariwisata melalui media cetak dan elektronik, promosi destinasi pariwisata melalui dinas pariwisata dan instansi terkait, dan pengadaan pusat informasi pariwisata (tourism information center) yang memadai dan kompetibel, dan strategi peningkatan keamanan dan kenyamanan, melalui program peningkatan kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan kenyamanan, dan strategi Weakness–Threat (W–T) dengan strategi pengembangan sumber daya manusia, melalui program peningkatan sumber daya manusia secara kualitas maupun kuantitas, dan strategi pengembangan kelembagaan dan manajemen destinasi, melalui program pembentukan kelembagaan dan manjemen destinasi pariwisata (destination management organization).
Potensi alam dan sosial budaya merupakan potensi sangat layak dan potensial sebagai faktor pendukung dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Beberapa hal yang perlu dilakukan semua pihak, baik itu oleh pemerintah, legistaif, stakeholder, pelaku pariwisata dan masyarakat agar pengembangan tersebut dapat terwujud diantaranya adalah kerjasama yang baik dengan semua pihak terutama pihak terkai, peningkatan sumber daya manusia serta manajemen destinasi yang baik, cermat dan efektif. Peningkatan sumber daya manusia khususnya di sektor pariwisata harus ada langkah kongkrit dari pemerintah untuk mengupayakan berdirinya Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) atau lembaga pendidikan terkait baik itu tingakat dasar, menengah dan tinggi serta yang dapat dijangkau oleh masyarakat setempat guna meningkatkan kualitas pelayanan. Penataan destinasi dan invetarisasi daya tarik wisata di Kuta Lombok harus dilakukan dengan detail dan sebaik mungkin, termasuk manajemen destinasinya dengan pendekatan spiritual, realitas sosiologis masyarakat di destinasi pariwisata, dan pembangunan berkelanjutan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam membuat perencanaan strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan ke depannya akan menjadi lebih baik, yang nantinya akan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat terutama masyarakat setempat, kelestarian tradisi dan budaya lokal serta peningkatan kualitas lingkungan. Penelitian lanjutan yang lebih detail dan spesifik diperlukan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini.
Ucapan Terimakasih
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc. Ph.D., selaku Asisten Direktur (Asdir) II Program Pascasarjana Universitas Udayana serta pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian ini. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., selaku Ketua Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana serta penguji yang telah banyak meberikan saran dan koreksi untuk penyempurnaan tulisan ini. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP., selaku Sekretaris Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana serta Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian ini. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS dan Prof. Dr. Drs. A.A. Ngurah Anom Kumbara, MS., selaku dosen penguji yang juga telah memberikan masukan, saran, dan koreksi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
Alwi, at al. 2005. Kamus Besar Bahasan Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka.
Burkart, A.Jdan Medlik, S.1981. Tourism Past, Present and Future. London: Heinman
Butler, R.W. 1980. The Concept of Tourism Area Cycle of Evolution: Implications for the Management of resources. Canadian Geographer, XXIV, 1: 5-12. University of Western Ontario.
Conlin, Michael V. Dan Tom Baum. 1995. Island Tourism Management Principles and Practices. Great Britain: Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn.
Cooper, C., Shepherd, R. & Westlake, J. 1996. Educating the Educators in Tourism: A Manual of Tourism and Hospitality Education. World Tourism Organisation (WTO). University of Surrey.
Cooper, Chris et al. 1993. Tourism Principles and Practice. Pitaman: Grat Britain
Damanik dan Teguh, 2012. Manajemen Destinasi Pariwisata. Yogyakarta: Kepel Press
Gunn, Clare A. 1994. Tourism Planning. Basic. Concept. Cases. Taylor & Francis Publisher.
Inskeep, Edward. 1991. Tourism Planning an Integrated and Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Jamrozy, Ute. 2007. Marketing of Tourism: A Paradigm Sift Toward Sustainability. Marketing of Tourism.
Kotler, P., M.A. Hamlin, I. Rein and D.H. Haider, 2002. Marketing Asian Places,Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities, States and Nations. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.
Kövári, István dan Zimányi, Krisztina. 2011. Safety and Security in the Age of Global Tourism (The changing role and conception of Safety and Security in Tourism). Budapest. Agroinform Publishing House.
Marpaung, Happy, 2002. Pengetahuan Pariwisata. Edisi revisi. Bandung: Alfabeta
McIntosh, Robert W dan Charles R. Goeldner. 1986. Tourism: Principles, Practices, Philosophies. Kanada: John Wiley & Sons, Inc.
Milles, B Matthew dan A, Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Muljadi, 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Paturusi, Syamsul Alam.2008.Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.
Pendit, N.S, 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradaya Paramitha
Pitana dan Diarta, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta: Andi
Putra, I Nyoman Darma dan I Gde Pitana. 2010. Pariwisata Pro-Rakyat Meretas Jalan Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Rangkuti, F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Richardson & Fluker. 2004. Understanding and Managing Tourism. Australia: Pearson Education Australia, NSW Australia.
Ridwan, 2012. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT Sofmedia Soebagyo, 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Liquidity
Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2012, hlm. 153-158. Jakarta: Universitas Pancasila Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sunaryo, 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata. Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Swarbrooke, J. 1998. Sustainable Tourism Management. London: CABI Publishing. Swantoro, 2004. Dasar – Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Weaver, David Bruce. 2001. Ecotourism as Mass Tourism: Contradiction or Reality. Corner Hotel and Restaurant Quarterly: Cornel University.
Yoety, Oka A, 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Yoety, Oka A, 2006. Pengentar Ilmu Pariwisata Edisi revisi. Bandung: Angkasa
Sumber Undang-undang dan Perda
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Peraturan Pemerintah RI No. 52 Tahun 2014 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.
Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2011 Tentang Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas) Tahun 2010-2025.
Perda. No. 7.Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2031.
Perda. No. 9.Tahun 1989 Tentang Penetapan 15 Kawasan Wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Perda. No. 7.Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2028.
Profil Penulis
Kanom, S.Pd., adalah alumnus Program Studi Magister Kajian Pariwisata dengan Kosentrasi: Perencanaan dan Pengembangan Kawasan Pariwisata, Universitas Udayana. Ia menyelesaikan program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram pada tahun 2011 dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Pada tahun 2012 melanjutkan Program Magister Pariwisata di Universitas Udayana dan tamat tahun 2014.
42
JUMPA Volume 1 Nomor 2, Januari 2015
Discussion and feedback