Influencing Factors Dalam Menentukan Learning Management System Yang Sesuai Dalam Proses Transisi Ke Pembelajaran Daring
on
Majalah Ilmiah Teknologi Elektro, Vol. 21, No.1, Januari – Juni 2022
DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2022.v21i01.P16 117
Influencing Factors Dalam Menentukan Learning Management System Yang Sesuai
Dalam Proses Transisi Ke Pembelajaran Daring
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana1, Nyoman Putra Sastra2, Komang Oka Saputra3
[Submission: 04-02-2022, Accepted: 01-04-2022]
Abstract— In the current pandemic era, every learning process forced to do transition in a short notice, this action taken to prevent the widespread of COVID-19 virus in the school and university area. This hasty transition proceses are not companied by the readiness of learning management system platform that suitable for the education institution. This research is done by doing literature study and platform testing selected learning management systems in order to fulfill its aim, to provide insight about Influencing factors that can be used to help segmenting learning management systems platform according to its suitability. This studi founds that there are 6 deciding factors and 2 prerequsites factors on deciding what learning management systems platform that will be use on any institution. The main factors consist of ease-of-use, course features, communication features, flexibility, accessibility, and community support. The prerequisites factors consist of technician requirement and infrastructure requirement. From influencing factors, we also can devide Learning Management Platforms into 3 categories, there are free open-source, free cloud-based, and premium cloud-based.
Keywords— Influencing Factors, E-Learning, Learning Management System, Pandemic Transition.
Intisari— Di dalam era pandemi saat ini, proses belajar mengajar dipaksa melakukan transisi di dalam waktu yang sangat singkat, kebijakan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 di area sekolah maupun universitas. Proses transisi yang mendadak tidak disertai dengan kesiapan untuk menentukan platform learning management system mana yang sesuai untuk diterapkan pada lembaga tersebut. Penelitian ini dibuat dengan melakukan studi literatur serta uji coba pada platform learning management system untuk membantu melakukan segmentasi dari Learning Management System berdasarkan aspek-aspek yang ditarik dari Influencing Factors agar didapat kesesuaian e-learning yang akan digunakan dengan kesiapan sekolah dalam menjalankan pembelajaran daring. Dari influencing factors yang ditarik terdapat 6 faktor penentu dan 2 faktor prasyarat yang dapat digunakan untuk membantu untuk memilih platform yang sesuai. Faktor wajib terdiri dari ease-to-use, course features, communication features, aksesibilitas, fleksibilitas, dan dukungan komunitas. Factor
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan… p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372
disegmentasi menjadi 3 secara garis besar, yaitu free open-source, free cloud-based, serta premium-cloudbased.
Kata Kunci— Faktor Berpengaruh, E-Learning, Learning Management System, Transisi Pandemi.
-
I. pendahuluan
Covid-19 telah memberikan dampak yang besar terhadap kegiatan dan kebiasaan masyarakat dunia. Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak Covid-19 juga mengalami dampak dari segi kesehatan, sosial, dan ekonomi. Sampai tanggal 16 November 2021, di Indonesia telah terjadi 4.251.076 Kasus dengan korban meninggal sebanyak 143.670 jiwa[1].
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menghentikan laju infeksi virus Covid-19, salah satunya adalah membatasi mobilitas masyarakat untuk mengurangi persebaran virus tersebut. Sejak kasus pertama yang dilaporkan pada 2 Maret 2020, physical distancing beserta local lockdown diterapkan pada setiap daerah di Indonesia disesuaikan dengan kondisi dan kecepatan infeksi yang terjadi pada tiap daerah[2].
Pemberlakuan kebijakan physical distancing yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah, dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba, tidak jarang membuat pendidik dan siswa kaget termasuk orang tua bahkan semua orang yang berada dalam rumah. Pembelajaran teknologi informasi memang sudah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun, pembelajaran daring yang berlangsung sebagai kejutan dari pandemi Covid-19, membuat kaget hampir di semua lini, dari kabupaten/kota, provinsi, pusat bahkan dunia internasional.
Salah satu yang terdampak dari kebijakan lockdown ini adalah para pelajar dan pengajar. Sekitar 45.295.011 siswa sekolah dasar hingga SMA/SMK dan 8.483.213 pengenyam jenjang pendidikan tinggi mengalami hambatan proses pembelajaran [3]. Kebijakan pembatasan mobilitas ini memaksa terjadinya transisi dari proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring.
Menurut Dr. Gogot Suharwoto selaku Plt. Kapusdatim Kemendikbud, Pemerintah memiliki beberapa isu dalam penerapan pembelajaran daring, yang pertama adalah adanya ketimpangan teknologi antara sekolah di kota besar dan daerah, yang kedua adalah terbatasnya kompetensi guru dalam penggunaan aplikasi yang mendukung proses pembelajaran, yang ketiga adalah terbatasnya sumberdaya yang digunakan
![](https://jurnal.harianregional.com/media/83381-1.jpg)
mendukung pembelajaran daring, baik itu berupa kuota internet, gadget serta infrastruktur, yang terakhir adalah relasi gurumurid-orang tua dalam pembelajaran daring yang belum integral [4]. Walaupun masalah-masalah ini ada, mau tidak mau interaksi antara pengajar dengan siswa melalui media digital sangat perlu segera diadaptasi agar proses pembelajaran tetap bisa dilanjutkan [5].
Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran daring adalah sistem aplikasi yang digunakan untuk dapat mengelola pembelajaran secara online. Sistem ini dapat dibangun dalam bentuk aplikasi desktop, mobile, web. CMS sebagai salah satu sistem aplikasi web dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran secara teknis karena scope-nya yang bersifat umum. Learning management system atau LMS merupakan salah satu sistem yang berorientasi kepada pendidikan. Dari perspektif pendidikan, LMS lebih mendukung karena memiliki berbagai modul penting yang mendukung proses pembelajaran.
Learning management system atau LMS adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran secara daring. LMS merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk memberi, memantau, dan mengelola proses pembelajaran. LMS sendiri memiliki ruang lingkup yang luas, mulai dari sistem yang digunakan untuk merekam proses pembelajaran, hingga sebuah aplikasi yang digunakan untuk menyebar-luaskan course melalui internet.
Dalam penentuan sistem yang akan digunakan untuk membantu penerapan pembelajaran daring sangat penting untuk mengetahui kebutuhan dan kapabilitas yang dimiliki saat ini, baik itu dari sisi institusi, pengajar, maupun peserta didik. Hal seperti teknis, finansial, kondisi kerja, background teknologi, skil merupakan hal penting dalam implementasi elearning. Sehingga elemen-elemen tersebut juga menjadi komponen penetu untuk memilih LMS yang akan digunakan.
-
II. Tinjauan Pustaka
Untuk meninjau lebih lanjut tentang learning management system, perlu ditelaah terlebih dahulu tentang apa itu pembelajaran melalui media elektronik atau yang disebut dengan e-learning yang menjadi dasar diperlukannya sistem untuk mendukung keberlangsungan proses pembelajaran secara elektronik tersebut.
-
A. Platform Learning Management System
Platform learning management system (LMS) dalam mendukung proses pembelajaran secara elektronik atau elearning harus mampu meningkatkan pengalaman belajar dan proses interaksi antara siswa dan pengajar dalam lingkungan yang synchronous maupun asynchronous[6]. Platform juga diharapkan mampu digunakan untuk mengelola catatan/rekam proses pelatihan/pendidikan hingga perangkat lunak yang digunakan untuk mendistribusikan pelatihan melalui koneksi internet yang menawarkan fitur-fitur yang interaktif dan kolaboratif[7].
Platform dari learning management system (LMS) yang akan dibandingkan terdiri dari 3 jenis, yang pertama adalah free opensource dimana sourcecode diberikan umumnya secara cuma-cuma sehingga pengguna dalam hal ini teknisi dari institusi terkait dapat melakukan instalasi perangkat lunak dan melakukan modifikasi sesuai dengan lisensi yang diberikan.
Yang kedua adalah free cloudbased, dimana sistem dapat digunakan dengan gratis dengan fitur yang cukup lengkap. Sistem tidak perlu diinstall dan sudah berada pada server penyedia layanan. Namun modifikasi tidak mungkin dilakukan pada LMS jenis ini. Yang terakhir adalah premium cloudbased dimana LMS jenis ini hanya bisa digunakan dengan setelah dilakukan kontrak transaksional untuk mendapatkan hak akses. Walaupun tidak dapat melakukan modifikasi pada aplikasi, namun fitur yang disediakan biasanya sangat lengkap dan terdapat customer support yang siap membantu apabila mengalami permasalahan dalam menjalankan LMS tersebut.
-
1) Atutor: Atutor adalah sebuah platform LMS free opensource dengan lisensi GNU general public license (GPL) yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran daring. Administrator atau teknisi dapat melakukan instalasi atau melakukan update ATutor dalam waktu singkat. ATutor juga mendukung custom theme untuk memberikan ATotur tampilan baru dan dapat meningkatkan fungsionalitasnya melalui modul-modul yang tersedia. Kunci karakteristik dari ATutor adalah aksesibilitasnya yang memastikan para pengguna untuk bisa berpartisipasi dalam aktivitas baik sebagai siswa, instruktur, atau administrator. Selain itu, ATutor juga menggunakan IMS/ISO untuk mendukung siswa agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan konten dari course. Siswa dan instruktur juga bisa mengatur course mereka begitu juga berkirim pesan antar user untuk menunjang proses pendidikan. Setiap pengguna juga diberikan akses terhadap penyimpanan pribadi sehingga setiap pengguna bisa menyimpan dan menggunakan bahan pembalajaran tersebut dilain waktu[8].
Gambar 1: Halaman depan ATutor
-
2) Chamilo: Chamilo salah satu platform learning management yang tergolong muda diantara platform lainnya, dibuat dari tahun 2010, Chamilo masih terus mengalami perkembangan. Dibawah lisensi GNU/GPL licensing, administrator dimungkinkan untuk menyesuaikan instalasi perangkat lunak mereka sesuai dengan kebutuhan. Chamilo memiliki dukungan berupa forum komunitas, namun forum komunitas belum begitu besar serta forum masih didominasi pengguna bahasa spanyol. Chamilo dapat ditingkatkan kapabilitasnya melalui penggunaan plugins yang dikembangkan secara cuma-cuma oleh pihak ketiga.
119
ini bisa digunakan secara gratis dan tidak memerlukan infrastruktur extra untuk menjalankannya. Namun perubahan terhadap Google classroom tidak bisa dilakukan diluar fitur yang sudah disediakan. Keunggulan layanan Google classroom adalah integrasinya dengan layanan Google lainnya seperti Google drive, sehingga memungkinkan pengguna untuk menyimpan file pribadinya, melakukan komunikasi synchronous dan asynchronous, dan mobile friendly sehingga bisa diakses kapanpun dan dimanapun. Google classroom juga mudah digunakan agar pengajar dapat mengirimkan instruksi pembelajaran dengan mudah, dan instruksi tersebut dapat dimengerti oleh para siswa. [9]
-
3) Moodle: Moodle dianggap sebagai salah satu platform LMS open-source pertama. Moodle sendiri merupakan singkatan dari Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environtment. Dikembangkan dari 2001 dibawah lisensi GNU general public license (GPL), dimana menginjinkan setiap administrator sistem untuk melakukan perubahan terhadap perangkat lunak tersebut selama lisensi originalnya tidak berubah. Platform Moodle sendiri merupakan platform yang memiliki aksesibilitas dan kapabilitas yang cukup baik, didukung dengan dukungan secara komunitas melalui sesi tanya jawab di dalam forum maupun plugin yang dibuat oleh komunitas untuk meningkatkan kapabilitas dan fitur dari Moodle itu sendiri. Moodle berfokus pada course, dimana setiap course akan memiliki list pendaftar yang dapat dilihat secara detail baik dari waktu akses maupun rangkuman penilaiannya. Moodle juga memiliki kemampuan integrasi dengan platform lain, mampu mendukung interaksi synchronous dan asynchronous, ruang personal untuk menyimpan data pribadi, membuat draft tulisan maupun jurnal, dan menyimpan konten untuk digunakan pada proses pembelajaran selanjutnya.[8]
Gambar 3: Halaman depan Moodle
Gambar 4: Halaman kelas Google classroom
-
5) Edmodo: didirikan pada 2008, edmodo adalah sebuah platform learning management system (LMS) berbasis cloud. Edmodo adalah salah satu aplikasi LMS yang diimplementasikan dengan tujuan agar mudah digunakan, efisien dan memiliki proses pembelajaran yang dapat dinikmat pelajar dan instruktur. Sistem Edmodo terkoneksi dengan aplikasi pada perangkat smartphone yang memungkinkan pengajar, siswa dan orang tua siswa untuk bisa berinteraksi dengan mudah secara daring diluar ruang kelas. Edmodo menonjol sebagai sebuah media sosial seperti facebook, namun lebih berfokus pada tujuan pendidikan. Fitur-fitur yang diunggulkan oleh Edmodo adalah gradebook untuk menulusuri proses pendidikan siswa, hasil ujian disajikan dalam bentuk grafik sehingga bisa digunakan untuk memotivasi siswa[10].
4) Google Classroom: Google classroom dirilis pada tahun 2015 merupakan salah satu produk gratis beserta dengan free suite lain yang disediakan oleh layanan Google. Google classrom merupakan free cloudbased service, dimana layanan
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan… p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372
Gambar 5: LMS Edmodo dalam aplikasi mobile
-
6) Schoology: Schoology LMS adalah sebuah platform K-12 terdepan yang membantu para pengajar memberikan bahan ajarnya. Memberikan instruktur yang dapan dipersonalisasikan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Schoology adalah salah satu LMS yang premium cloudbase dimana sekolah perlu menemui vendor untuk mendapatkan penawarannya. Schoology berfokus pada akses dalam perangkat mobile, sehingga memudahkan para pengguna mengaksesnya dimana saja. Schoology mengunggulkan fitur Manajemen penilaian, asynchronous learning, attendance trancking dan blended learning untuk meningkatkan minat dan mempermudah proses pembelajaran. Semua fitur dari Schoology bersifat built-in. Walaupun tidak memiliki dukungan komunitas, namun Schoology menyediakan pelatihan dan customer support 24/7.
Gambar 6: Halaman Aplikasi Schoology
-
7) Blackboard: Blackboard adalah salah satu platform lerarning management system (LMS) yang dianggap sebagai platform komersil pertama. Blackboard adalah sebuah LMS premium yang berlisensi tahunan dan institusi diwajibkan membayar mulai dari $9500 pertahun untuk menikmati layanan Blackboard. Blackboard sendiri tidak bisa diintegrasikan dengan sistem lain diluar lingkungannya sendiri. Meskipun demikian, Blackboard memiliki fitur yang komplex dan lengkap. Dilengkapi dengan berbagai alat bantu, Blackboard juga dilengkapi dengan koneksi ke building blocks untuk meningkatkan layanannya[8].
Biological Sciences Based on work submitted work
v w.r∣lvπvm ;
LurrentGrade
Sased on 5 graded
Basic Circuits Quiz Completed 30 min ago ? attempts available
a great idea! We should ηgTf anyone knows a local
Gambar 7: Halaman Aplikasi Blackboard
Biological Sciences: Research Project Kerry Smith + 2 others replied to
Intro to Psychology Based on work submitted work
-
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini melakukan tinjauan terhadap learning management system dari segi persiapan, kualitas, serta pengalaman pengguna yang akan diperoleh dari learning management system. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari halaman resmi dari masing-masing learning management system, artikel ilmiah, publikasi conference, serta dokumen penunjang lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pencarian dokumen dilakukan dengan mengunjungi situs resmi dari tiap learning management system yang dipadankan, mesin pencari, portal artikel ilmiah seperti IEEE dan Elsevier, halaman resmi dari PDDIKTI.
Gambar 8. Alur penelitian
Secara garis besar, penelitian ini melewati 3 tahapan. Tahapan yang pertama adalah melakukan studi literatur terhadap sumber data yang berhubungan dengan learning management sistem secara umum dan khusus sesuai dengan perangkat lunak terkait. Tahapan yang kedua adalah melakukan kompilasi dan analisa terhadap data yang diperoleh pada tahap
DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2022.v21i01.P16 pertama untuk mendapatkan influencing factors yang akan digunakan sebagai indikator dalam menentukan learning management system yang akan dipakai. Tahapan yang ketiga adalah penarikan kesimpulan serta pemberian anjuran terhadap learning management system yang akan digunakan yang akan disesuaikan dengan influencing factors yang telah diperoleh.
-
IV. Hasil dan Pembahasan
Pembahasan akan dibagi ke dalam 2 bagian, yang pertama adalah pembahasan tentang faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan learning management system, bagian kedua akan membahas tentang platform learning management system beserta fitur dan kesesuaian dengan faktor-faktor yang sudah ditelaah sebelumnya.
-
A. Faktor-faktor Learning Management System
Penelitian mengenai pemilihan learning management system (LMS) yang baik untuk institusi pendidikan tinggi dilakukan oleh NNM Kasim dengan F Khalid pada 2016. Penelitian ini mengangkat tentang pengujian terhadap beberapa LMS baik itu berupa open-source ataupun close-source yang baik untuk digunakan pada pendidikan tinggi. Dalam penelitian ini, faktor fleksibilitas, user-friendly, serta aksebilitas diangkat sebagai factor pembanding diantara LMS yang diujikan[8].
Abdala Alameen pada tahun 2019 melakukan penelitian terhadap sebuah model Adaptive E-learning System atau AES. Sebelum menawakan model AES yang baru, dilakukan review terhadap sekelompok pengguna untuk mengetahui tingkah laku dan kebiasaan peserta dalam menggunakan e-learning. Review juga dilakukan terhadap model AES yang sudah ada seperti IEEE-LTSA sebagai referensi. Alameen menggunakan platform-support, video conference, kapabilitas blended learning, virtual learning, synchronous dan asynchronous learning beserta skill tracking sebagai faktor penentu dalam memilih model AES yang akan dikembangkan[11].
Mohammed Amin Almaiah pada tahun 2020 melakukan penelusuran terhadap tantangan dan faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan e-learning selama pandemi COVID-19 dengan melakukan penelitian melalui studi literatur untuk mendapatkan daftar faktor dan tantangan tersebut. Data yang didapatkan digunakan untuk mengkonsensus partisipan yang tersebar dari beberapa universitas terpisah untuk memperoleh tingkat kesiapan dalam menjalankan e-learning dari universitas-universitas tersebut. Almaiah menilai aspek-aspek yang menjadi faktor yang berpengaruh yaitu aksesibilitas, kualitas konten pengajaran, kemampuan dari peserta e-learning dalam menggunakan, ketersediaan staff teknis, beserta ketersediaan infrastruktur yang akan mendukung jalannya proses pembelajaran[12].
Untuk mendukung studi tentang pembuatan social elearning environment, Akrivi Krouska pada tahun 2018 membuat sebuah penelitian berupa sebuah studi komparatif yang dilakukan terhadap 3 learning management system (LMS) dan 3 content management system (CMS). Dalam studi tersebut, Krouska menerangkan bahwa aspek-aspek yang dijadikan sebagai pembanding dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu aspek teknis dan aspek edukasi. Aspek teknis terdiri dari fungsi
121 dasar yang ditawarkan, open-source, modul ekstensi yang dapat meningkatkan kapabilitas LMS, kemudahan dalam penggunaan. Sementara dari aspek pendidikan terdiri dari kemampuan manajemen course, interaksi secara synchronous dan asynchronous, serta dukungan komunitas untuk mendorong penggunaan LMS[13].
Maggie Lynch pada tahun 2020 menulis sebuah penelitian dengan judul E-learning During Global Pandemic, yang menjelaskan tentang proses transisi pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring yang disebabkan oleh pandemi memiliki aspek-aspek yang harus dipertimbangkan agar proses transisi pembelajaran dapat dilaksanakan dengan maksimal. Transisi ini harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan pembelajaran dan dari sisi siswa secara khusus, baik dari tersedianya perangkat bahkan kemampuan siswa dalam menggunakan teknologi internet agar dapat mengakses bahan pembelajaran yang disediakan secara online. Disini Lynch juga menyoroti web conference dan asynchronous video conference sebagai faktor yang patut diperhatikan[14].
Rabiman pada tahun 2020 melakukan sebuah penelitian untuk merancang dan mengembangkan sebuah learning management system (LMS) yang digunakan pada sebuah lembaga pendidikan vokasi. Rancangan tersebut dilakukan melalui 3 fase, yaitu assesment kebutuhan, perancangan dan implementasi. LMS tersebut kemudian diujikan terhadap sekitar 350 pengguna. Dalam penelitian tersebut, didapati aspek yang dinilai penting yaitu usability, fitur dari LMS, fitur komunikasi[15].
Penelitian yang dilakukan oleh Kennedy Hadullo pada tahun 2018 dengan judul “Factors affecting asynchronous e-learning quality in developing countries. A qualitative pre-study of JKUAT University” ditulis dengan tujuan untuk memperoleh faktor yang mempengaruhi kualitas dari proses pembelajaran secara asynchronous. Penelitian dilakukan dengan melakukan pre-study kemudian menghubungkan pre-study yang sudah dilakukan dengan faktor-faktor yang diperoleh dari studi literatur. Dari studi yang dilakukan oleh Hadullo pada proses pre-study, bahwa dukungan dari lembaga administratif, fitur course, dukungan dari teknisi, karakteristik intruktur, tersedianya proses assesment, koneksi internet serta materi pembelajaran adalah aspek yang harus diperhatikan. Pada proses selanjutnya dengan menghubungkan hasil pre-study dengan hasil studi literatur, ditemukan bahwa faktor yang perlu diperhatikan adalah desain dari course, dukungan komunitas, fitur komunikasi, kemudahan akses, serta dukungan teknis demi lancarnya proses pembelajaran[16].
Penelitian yang dilakukan oleh Patricia Arnold pada tahun 2010 dengan judul “Open educational resources or closed learning management systems? –The Challenge of Designing ICT Support for Learning Communities in Higher Education” dilakukan untuk membandingkan e-learning antara open source dengan closed source learning management system (LMS). Perbandingan dilakukan untuk memenuhi tantangan dalam mengadakan e-learning dalam pemenuhan pelayanan berbasis ICT atau internet communication technology. Faktor open dan closed source ini akan sangat bersinggungan dengan
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan… p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372
![](https://jurnal.harianregional.com/media/83381-11.jpg)
dukungan tenaga teknis dan infrastruktur yang diperlukan untuk menjalankan proses pembelajaran[17].
Radoslava Kraleva pada tahun 2019 menulis sebuah penelitian dengan judul “An Analysis of Some Learning Management Systems” mengangkat tentang tren penggunaan learning management system (LMS) untuk mendukung proses pembelajaran online. Seiring dengan meningkatnya jumlah pembelajaran secara elektronik, merangsang pertumbuhan jumlah LMS yang dibuat dalam beberapa tahun belakangan ini. Platform-platform LMS tersebut sering menyediakan fitur-fitur yang serupa sehingga para pengguna kesulitan untuk memilih LMS yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Peneliti melakukan evaluasi dengan studi literatur untuk menemukan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh dalam penentuan LMS. Kemudian melakukan perbandingan ketersediaan fitur tersebut kedalam LMS populer baik itu free ataupun premium. Untuk faktor yang dinilai dari penelitian ini dikelompokkan menjadi 3. Yang pertama adalah learning skill tools, yaitu sekumpulan fitur yang dimiliki oleh LMS untuk mendukung proses pembelajaran. Kemudian aspek komunikasi yang berupa tools komunikasi baik berupa chat, conference, maupun forum. Yang terakhir adalah aspek produktivitas dari masing-masing perangkat lunak LMS, baik LMS tersebut memerlukan proses instalasi yang mengindikasikan diperlukannya tenaga teknis dan infrastruktur, aksesibilitas platform atau multiplatform yang memudahkan peserta untuk mengakses LMS dari komputer, halaman web atau aplikasi smartphone[18].
Penelitian yang dilakukan Binoy Barman pada tahun 2019 dengan judul “Facilitating ELT through Moodle and Google Classroom” bertujuan untuk mendukung proses blended learning. Platform digital seperti Moodle dan Google classroom sering digunakan untuk mendukung proses pembelajaran jarak jauh yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Peneliti membandingkan kedua platform tersebut untuk mendapatkan fitur-fitur penting yang dimiliki kedua platform tersebut. Barman kemudian membahas kapabilitas masing-masing dari sisi kompleksitas penggunaan, ukuran plaftorm, aksebilitas dari perangkat komputer dan smartphone, serta fleksibilitas dari platform LMS[19].
Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan Gunawan pada tahun 2021 dengan judul “Pembelajaran Menggunakan Learning Management System berbasis Moodle pada Masa Pandemi Covid-19” membahas tentang pengembangan platform e-learning berbasis Moodle LMS dengan menggunakan metode ADDIE (Analysis, Design, Develop, Implementation dan Evaluate). Hasil dari penerapan LMS menunjukkan meningkatnya kualitas pembelajaran yang ditunjukkan dari indikator kemampuan berpikir kritis dan nilai yang diperoleh. Moodle dinilai miliki modul assessment yang sederhana, efisien dan efektif sehingga mudah untuk digunakan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memanajemen waktu assessment. Moodle juga memiliki modul komunikasi yang baik untuk mendukung proses interaksi baik antara siswa dengan pengajar maupun dengan siswa lainnya[20].
Tatiana Yu. Aikina pada penelitannya yang berjudul “Moodle-Based Learning: Motivating and Demotivating Factors” yang dilakukan pada tahun 2020, bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan mengurangi motivasi dalam proses pembelajaran. Penelitian dilakukan terhadap 137 siswa dan 20 pengajar yang kemudian
dikelompokkan kedalam persepsi dari sisi siswa dan persepsi dari sisi pengajar. Dari sisi siswa, diperoleh faktor yang meningkatkan motivasi penggunaan LMS adalah kemudahan akses melalui media mobile dan laptop, material yang terorganisir, collaborative learning, feedback yang diperoleh dari proses pembelajaran. Sementara faktor yang menurunkan motivasi yaitu volume penugasan. Faktor untuk meningkatkan motivasi pengajar yaitu collaborative learning, fitur posting berita dan materi pembelajaran, pengecekan quiz secara otomatis, serta fitur monitoring kinerja siswa[21].
Linawati pada tahun 2019 pada penelitiannya yang berjudul “Proposed Plugin for Collaborative Game-Based Learning" memanfaatkan Moodle learning management system sebagai sebuah alat bantu untuk mengembangkan sebuah model Computer-Supported Collaborative Learning (CSCL) dalam bentuk plugin berbasis game multi pemain yang dianggap lebih efektif untuk meningkatkan motivasi dan performa siswa dibandingkan dengan proses pembelajaran tradisional. Plugin ini dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi websocket sebagai media pengiriman data antar pemain[22].
Keith Heggart dan Joanne Yoo pada tahun 2018 mengangkat penelitian dengan judul “Getting the Most from Google Classroom: A Pedagogical Framework for Tertiary Educators” untuk mengukur seberapa efektif google classroom yang merupakan bagian dari Google Apps for Education (GAFE) dalam mendukung proses pembelajaran. Data yang diperoleh menunjukkan Google classroom mampu meningkatkan tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Google classroom menawarkan kemudahan akses untuk setiap media materi yang digunakan dalam proses pembelajaran, mendukung proses pembelajaran synchronous dan asynchronous. Penelitian ini menemukan baik siswa dan pengajar cenderung menjauhi platform yang sulit diakses ataupun digunakan, dan Google classroom mampu memberikan kemudahan untuk diakses dari berbagai perangkat serta mudah untuk dipelajari baik oleh pengajar dan siswa [23].
Penelitian yang dilakukan Ventayen pada tahun 2018 denngan judul “Usability Evaluation of Google Classroom: Basis for the Adaptation of Gsuite E-Learning Platform” bertujuan untuk mengevaluasi Google classroom sebagai learning management system dari sisi fungsionalitas, fitur, dan tingkat kepuasan siswa dalam menggunakan Google classroom. Layanan gratis Google classroom mudah untuk dibuat melalui URL classroom.google.com. Hasil survei menunjukkan sebesar 44,1% siswa merasa sangat puas, dan 32,2% merasa puas terhadap tingkat kemudahan dan fitur yang ditawarkan Google classroom[24].
Farouk Ouatik dan Fahd Ouatik melakukan penelitian dengan judul “Learning Management System Comparison: New Approach Using Multi-Criteria Decision Making” pada tahun 2021 yang bertujuan untuk melakukan komparasi terhadap beberapa platform learning management system menggunakan algoritma Multi-Criteria Decision Making untuk mendapatkan hasil dengan membandingkan level adaptive learning, kolaborasi teknologi, tingkat keamanan, kemudahan akses, kemudahan penggunaan, dan biaya yang diperlukan dalam menjalankan LMS tersebut[25].
Bocevska pada tahun 2019 dalam penelitiannya yang berjudul “A Comparison of Accessible e-Learning Projects for Improving of Digital Health Literacy” melakukan
DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2022.v21i01.P16 perbandingan terhadap Atutor dan Moodle berdasarkan aturan Web Content Accessibility Guidelines (WCAG) yang diterapkan Uni Eropa, agar setiap media informasi lebih mudah diakses oleh para penyandang disabilitas. Penelitian ini membandingkan Moodle dan Atutor dari sisi aksesibilitas[26].
Penelitian yang dilakukan Chengo pada tahun 2021 dengan judul “Investigating and comparison of Affordances on popular Open Source Learning Management Systems and undergraduate students’ usability evaluation of Moodle at the University of Zambia” melakukan perbandingan terhadap open source learning management system populer dari sisi course features dan communication features. Setiap learning management system dibandingkan berdasarkan ketersediaan fitur yang dianggap wajib dimiliki pada setiap LMS[27].
Khanchandani pada tahun 2019 melakukan penelitian dengan judul “A Comparative Study on Interactive Digital Classrooms: Edmodo and Google” yang bertujuan untuk membandingkan antara Google classroom dengan Edmodo dari sisi fitur yang dimiliki oleh masing-masing learning management system. Dari proses komparasi ditemukan Edmodo memiliki beberapa fitur yang belum dimiliki oleh Google classroom seperti pool sebagai sarana voting, backpack dan library yang berfungsi sebagai sarana penyimpanan file, progress dan badge yang digunakan untuk memberikan reward dan mendapatkan laporan detail mengenai progress siswa, serta Edmodo memungkinkan interaksi orang tua dalam proses pembelajaran. Dari hasil survei yang dilakukan peneliti ditemukan bahwa 63% siswa lebih menyukai menggunakan Edmodo[28].
Sulisworo melakukan penelitian dengan judul “The Analysis of the Critical Thinking Skills between Blended Learning Implementation: Google Classroom and Schoology” pada tahun 2019 bertujuan untuk membandingkan platform learning management system mana di antara Schoology dan Google classroom yang lebih meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari siswa. Peningkatan ini dipengaruhi oleh fitur yang dimiliki oleh masing-masing platform LMS. peneliti menemukan fitur pada Google berkembang makin banyak dan menyediakan layanan yang lebih beragam, namun Schoology menyediakan fitur yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dari proses pembelajaran yang lebih sederhana sehingga terasa lebih nyaman untuk digunakan oleh siswa[29].
Aseel Alghafis pada tahun 2018 melakukan penelitian dengan judul “A Study on The Usability of Moodle and Blackboard – Saudi Students Perspectives” dengan melakukan studi komparasi antara Blackboard dengan Moodle dari segi interface, organisasi file dan materi, layanan upload dan download file. Penelitian berupa sebuah survei yang dilakukan terhadap 25 siswa yang sudah menggunakan kedua platform learning management sistem tersebut. Dari hasil survei didapatkan para siswa lebih menyukai Moodle dari segi kategori yang masuk ke dalam indikator survei[30].
Pada tahun 2020, Fahad Alturise melakukan sebuah penelitian dengan judul “Evaluation of the Blackboard Learn Learning Management System for Full Online Courses in Western Branch Colleges of Qassim University” yang bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap Blackboard LMS
123 melalui survei terhadap pengajar dan mahasiswa di Qassim University. Secara umum Blackboard memiliki fitur
pembelajar yang baik serta memiliki fitur komunikasi seperti forum diskusi, email, dan podcast. Hasil survei menunjukkan 85,75% setuju bahwa panduan course yang diberikan sangat jelas untuk diikuti[31].
-
B. Influencing Factors
Influencing factors adalah faktor yang dapat mempengaruhi bersumber dari fitur dari sebuah objek, influencing factors atau faktor berpengaruh ini dapat digunakan sebagai variable kontrol untuk menentukan LMS yang sebaiknya digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang berlaku pada tiap institusi, yang dirangkum berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan
TABEL I
Influencing Factors
Faktor |
Penelitian |
Ease of Use (1) |
[8] , [12], [13], [14], [15] , [19] |
Course Feature (2) |
[11] , [12] , [13] , [14] , [15] , [16], [18] |
Communication Feature (3) |
[11] , [13] , [14] , [15] , [16] , [18] |
Aksesibilitas (4) |
[8], [11] , [12] , [13] , [14] , [16] , [18] , [19] |
Fleksibilitas (5) |
[8] , [13] , [19] |
Infrastructure Required (6) |
[12], [17] , [18] |
Technician Required (7) |
[12], [16] , [17] , [18] |
Dukungan Komunitas (8) |
[13] , [16] |
Berdasarkan hasil mapping di-atas, ditemukan bahwa terdapat 8 faktor yang berpengaruh dengan faktor yang paling berpengaruh adalah aksesibilitas dimana aksesibilitas dimaksudkan agar Learning Management System bisa dengan mudah diakses melalui multiplatform serta mendukung pembelajaran synchronous dan asynchronous. Yang kemudian diikuti oleh fitur dari course sebagai fitur berpengaruh selanjutnya.
-
C. Komparasi Platform Learning Management System
Komparasi dilakukan dengan mencoba setiap LMS yang memungkinkan free to try, memperoleh demo aplikasi serta didapatkan melalui studi literature untuk mendapatkan kesesuaian untuk masing-masing faktor yang menjadi perbandingan bagi setiap LMS. Tabel komparasi disajikan
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan… p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372
![](https://jurnal.harianregional.com/media/83381-12.jpg)
dalam bentuk skala likert 5 (1 Sangat Kurang – 5 Sangat Baik) untuk faktor 1, 2, 3, 4, 5, dan 8. Untuk faktor 6 dan 7 akan diisi dengan P yang berarti perlu dan TP yang berarti tidak perlu sebagai indikator prasyarat dalam menerapkan learning management system tersebut, institusi terkait harus menyediakan atau memiliki sumber daya manusia serta infrastruktur yang khusus yang bertugas untuk meng-install serta mengawasi jalannya aplikasi LMS, serta infrastruktur berupa server sebagai rumah untuk menjalankan LMS tersebut.
TABEL II
Komparasi LMS berdasarkan influencing factors
LMS |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
(8) |
ATutor |
3 |
3 |
4 |
4 |
5 |
P |
P |
1 |
Chamilo |
4 |
5 |
5 |
4 |
4 |
P |
P |
3 |
Moodle |
4 |
5 |
5 |
5 |
5 |
P |
P |
5 |
Classroom |
4 |
5 |
4 |
5 |
1 |
TP |
TP |
3 |
Edmodo |
5 |
5 |
5 |
5 |
1 |
TP |
TP |
1 |
Schoology |
5 |
3 |
4 |
5 |
1 |
TP |
TP |
1 |
Blackboard |
5 |
5 |
4 |
4 |
3 |
TP |
TP |
1 |
Berdasarkan Tabel II, influencing factors dapat digunakan untuk menentukan learning management system yang digunakan. Sebagai contoh, Universitas Udayana telah menerapkan Moodle sebagai learning management system yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Moodle memiliki tingkat fleksibilitas (5) yang sangat baik, sehingga Universitas Udayana sebagai lembaga pengguna LMS dapat melakukan modifikasi terhadap Moodle dengan menambahkan plugin dan modifikasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan proses pembelajaran institusi tersebut. Universitas Udayana juga telah didukung divisi pengembang aplikasi serta telah memiliki infrastruktur jaringan yang memadai sehingga dapat memenuhi prasyarat untuk dapat menjalankan Moodle LMS yang dapat diakses di oase.unud.ac.id.
Kasus lain dapat dilihat pada SMP Negeri 1 Semarapura yang menjalankan Google classroom sebagai LMS pilihan institusi tersebut, dikarenakan tidak tersedianya infrastruktur dan tenaga IT yang bertujuan untuk menangani LMS secara khusus, sehingga para pengajar dan siswa dapat langsung terjun ke dalam proses pembelajaran daring dengan menggunakan Google Classroom beserta fitur yang telah disediakan.
Untuk penggunaan Schoology dan Blackboard yang merupakan LMS premium,walaupun tidak didukung dengan forum komunitas, namun telah memiliki customer support yang
baik dalam mendukung berjalannya proses belajar mengajar, namun karena sifatnya yg closed source dan premium, institusi harus siap menyediakan biaya dalam jumlah tertentu.
Faktor ease-of-use atau kemudahan dalam penggunaan menjadi faktor penentu bagi pengguna, pengguna akan lebih nyaman menggunakan LMS yang mudah untuk dipahami, serta LMS yang kaya akan fitur akan memberikan pengalaman belajar yang lebih beragam sehingga dapat memberikan motivasi tambahan bagi pesertanya.
-
V. Kesimpulan
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan terdapat 6 faktor penentu dan 2 faktor prasyarat yang perlu diperhatikan dalam menentukan learning management system yang akan digunakan, yaitu ease-of-use atau kemudahan penggunaan, course features, communication features, aksesibilitas, fleksibilitas. Faktor pendukung seperti infrastruktur, tenaga teknis, dan dukungan komunitas LMS diperlukan apabila lembaga pendidikan memilih untuk menggunakan LMS open source seperti ATutor, Chamilo, dan Moodle.
Dalam situasi pandemi COVID-19 ini dimana proses pembelajaran harus segera dilaksanakan dengan melakukan transisi ke proses pembelajaran melalui media elektronik, pemilihan LMS yang tepat dapat disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki lembaga tersebut saat ini. Apabila sebuah lembaga tidak memiliki infrastruktur serta tenaga teknisi, diharapkan untuk mempertimbangkan menggunakan Edmodo atau Google classroom mengingat requirements yang diperlukan untuk menjalankannya tidak begitu rumit. Apabila lembaga memiliki sumber daya berupa infrastruktur jaringan dan server, serta memiliki tenaga teknis yang mumpuni, penggunaan Moodle, dapat dipertimbangkan mengingat dukungan komunitas yang tinggi, dan Moodle dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dari lembaga terkait. Integrasi juga dapat dilakukan oleh Moodle dengan sistem informasi yang telah dimiliki oleh lembaga. Apabila lembaga menginginkan penggunaan LMS yang mudah, serta memiliki sumber dana yang baik namun tidak memiliki infrastruktur. Mungkin bisa dipertimbangkan menggunakan Blackboard atau Schoology mengingat fitur dan dukungan customer support yang bisa diberikan dari LMS tersebut.
Referensi
-
[1] “COVID Live Update: 254,612,062 Cases and 5,122,977 Deaths from the Coronavirus - Worldometer”.
-
[2] “Daftar Wilayah di Indonesia yang Terapkan ‘Local Lockdown’ Halaman all - Kompas.com”.
-
[3] “Badan Pusat Statistik”.
-
[4] “Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19, Tantangan yang Mendewasakan | Pusdatin”.
-
[5] J. J. Kim, Y. Yoon, E.-J. Kim, J. J.; Kim, Y.; Yoon, and E.-J. Kim, “A Comparison of Faculty and Student Acceptance Behavior toward Learning Management Systems,” Int. J. Environ. Res. Public Health 2021 Vol 18 Page 8570, vol. 18, no. 16, p. 8570, 2021, doi: 10.3390/IJERPH18168570.
-
[6] V. Singh and A. Thurman, “How Many Ways Can We Define Online Learning? A Systematic Literature Review of Definitions of Online Learning (1988-2018),” https://doi.org/10.1080/08923647.2019.1663082, vol. 33, no. 4, pp. 289–306, 2019, doi: 10.1080/08923647.2019.1663082.
-
[7] F. Mahnegar, “Learning Management System,” Int. J. Bus. Soc. Sci., vol. 3, no. 12, 2012.
Majalah Ilmiah Teknologi Elektro, Vol. 21, No.1, Januari – DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2022.v21i01.P16 [8] F. Khalid, N. N. M. Kasim, and F. Khalid, “Choosing the Right Learning Management System (LMS) for the Higher Education Institution Context: A Systematic Review,” Artic. Int. J. Emerg. Technol. Learn. IJET, 2016, doi: 10.3991/ijet.v11i06.5644.
Juni 2022
125 Usability Evaluation of Moodle at The University of Zambia,” University of Zambia, Technical Report, Dec. 2021. Accessed: Mar. 24, 2022. [Online]. Available:
http://lis.unza.zm:8080/archive/handle/123456789/118
-
[28] K. Khanchandani, S. Dhawan Chachra, and A. Naiksatam, “A Comparative Study on Interactive Digital Classrooms: Edmodo and Google,” in 2019 IEEE Tenth International Conference on Technology for Education (T4E), Dec. 2019, pp. 205–209. doi: 10.1109/T4E.2019.00046.
-
[29] D. Sulisworo, R. Ummah, M. Nursolikh, and W. Rahardjo, “The analysis of the critical thinking skills between blended learning implementation: Google Classroom and Schoology,” Univers. J. Educ. Res., vol. 8, no. 3, 2020.
-
[30] A. Alghafis, A. Alrasheed, and A. Abdulghany, A Study on the Usability of Moodle and Blackboard – Saudi Students Perspectives. International Association of Online Engineering, 2020, pp. 159–165. Accessed: Mar. 24, 2022. [Online]. Available: https://www.learntechlib.org/p/217784/
-
[31] F. Alturise, “Evaluation of Blackboard Learning Management System for Full Online Courses in Western Branch Colleges of Qassim University,” Int. J. Emerg. Technol. Learn. IJET, vol. 15, no. 15, pp. 33–51, Aug. 2020.
-
[9] S. Iftakhar, “GOOGLE CLASSROOM: WHAT WORKS AND HOW?,” J. Educ. Soc. Sci., vol. 3.
-
[10] H. Dhika, F. Destiawati, M. Sonny, and M. Jaya, “Comparison of learning management system Moodle, Edmodo and Jejak Bali,” Adv. Soc. Sci. Educ. Humanit. Res., vol. 422, 2020.
-
[11] A. Alameen and B. Dhupia, “Implementing adaptive e-learning conceptual model: A survey and comparison with open source lms,” Int. J. Emerg. Technol. Learn., vol. 14, no. 21, pp. 18–45, 2019, doi: 10.3991/IJET.V14I21.11030.
-
[12] M. A. Almaiah, A. Al-Khasawneh, and A. Althunibat, “Exploring the critical challenges and factors influencing the E-learning system usage during COVID-19 pandemic,” Educ. Inf. Technol., vol. 25, no. 6, pp. 5261–5280, 2020, doi: 10.1007/S10639-020-10219-Y/FIGURES/3.
-
[13] A. Krouska, C. Troussas, and M. Virvou, “Comparing LMS and CMS platforms supporting social e-learning in higher education,” 2017 8th Int. Conf. Inf. Intell. Syst. Appl. IISA 2017, vol. 2018-January, pp. 1– 6, 2018, doi: 10.1109/IISA.2017.8316408.
-
[14] M. Lynch, “E-Learning during a Global Pandemic.,” Asian J. Distance Educ., vol. 15, no. 1, pp. 189–195, 2020.
-
[15] R. Rabiman, M. Nurtanto, and N. Kholifah, “Design and Development E-Learning System by Learning Management System (LMS) in Vocational Education.,” Online Submiss., vol. 9, no. 1, pp. 1059–1063, 2020.
-
[16] K. Hadullo, K. Hadullo, R. Oboko, and E. Omwenga, “Factors affecting asynchronous e-learning quality in developing countries...,” Int. J. Educ. Dev. Using ICT, vol. 14, no. 1, 2018.
-
[17] P. Arnold, “Open educational resources or closed learning management systems?-The Challenge of Designing ICT Support for Learning Communities in Higher Education Open Educational Resources View project Study Success and Opportunities for Refugees in Higher Education-Analysis of Effectiveness (SUCCESS: Studienerfolg und-chancen für Geflüchtete-Wirksamkeitsanalysen) View project,” 2010, doi: 10.15353/joci.v6i3.2539.
-
[18] R. Kraleva, V. Kralev, M. Sabani, and S. #2, “An Analysis of Some Learning Management Systems”.
-
[19] B. Barman and J. Karthikeyan, “Facilitating ELT through Moodle and Google Classroom”.
-
[20] G. Gunawan, A. A. Purwoko, A. Ramdani, and M. Yustiqvar, “Pembelajaran Menggunakan Learning Management Systemberbasis Moodle pada Masa Pandemi Covid-19,” Indones. J. Teach. Educ., vol. 2, no. 1, Art. no. 1, Apr. 2021.
-
[21] T. Aikina and L. Bolsunovskaya, “Moodle-Based Learning: Motivating and Demotivating Factors,” Int. J. Emerg. Technol. Learn. IJET, vol. 15, no. 2, pp. 239–248, Jan. 2020.
-
[22] Linawati, I. N. D. Kotama, K. O. Saputra, I. M. S. Utama, N. D. Wirastuti, and T. Usagawa, “Proposed Plugin for Collaborative Game-Based Learning,” in 2019 IEEE International Conference on Engineering, Technology and Education (TALE), Dec. 2019, pp. 1–5. doi: 10.1109/TALE48000.2019.9225954.
-
[23] K. Heggart and J. Yoo, “Getting the most from Google Classroom : A pedagogical framework for tertiary educators.,” Aust. J. Teach. Educ., vol. 43, no. 3, pp. 140–153, doi: 10.3316/aeipt.220829.
-
[24] R. J. M. Ventayen, K. L. A. Estira, M. J. D. Guzman, C. M. Cabaluna, and N. N. Espinosa, “Usability Evaluation of Google Classroom: Basis for the Adaptation of GSuite E-Learning Platform,” Asia Pac. J. Educ., vol. 5, no. 1, p. 5, 2018.
-
[25] F. Ouatik and F. Ouatik, “Learning Management System Comparison: New Approach Using Multi-Criteria Decision Making,” Lect. Notes Bus. Inf. Process., vol. 416 LNBIP, pp. 239–248, May 2021, doi: 10.1007/978-3-030-76508-8_17.
-
[26] A. Bocevska, S. Savoska, B. Ristevski, N. Blazheska-Tabakovska, and I. Nedelkovski, “A Comparison of Accessible e-Learning Projects for Improving of Digital Health Literacy,” Sofia, Bulgaria, 2018, pp. 50–60. Accessed: Mar. 24, 2022. [Online]. Available: http://eprints.uklo.edu.mk/2331/
-
[27] M. Chengo, M. Hamamba, M. Mubanga, M. Nzila, and M. Simfukwe, “Investigating and Comparison of Affordances on Popular Open Source Learning Management Systems and Undergraduate Students’
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan… p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372
{ Halaman ini sengaja di kosongkan }
ISSN 1693 – 2951
Anak Agung Gede Oka Kessawa Adnyana: Influencing Factors Dalam Menentukan …
Discussion and feedback