Penggunaan Sampah Organik …

Cokorde Gede Indra Partha

PENGGUNAAN SAMPAH ORGANIK

SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI TPA SUWUNG - DENPASAR

Cokorde Gede Indra Partha

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali, 80361 email : [email protected]

Abstrak

Kebutuhan energi listrik di Bali khususnya, meningkat pesat. Untuk memenuhi kebutuhan itu, pemerintah berusaha membangun pembangkit baru, atau pun dengan mencoba mengembangkan pembangkit alternatif seperti pembangkit tenaga surya dan pembangkit tenaga angin. Namun disisi lain pemerintah daerah khususnya Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita) bergulat dengan masalah sampah yang sangat mengganggu, maka direncanakanlah untuk membangun pembangkit listrik dengan sumber energinya berasal dari sampah. Ada berbagai cara untuk menanggulangi masalah sampah sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik yaitu dengan pembakaran sampah dengan teknologi Thermal Converter dan penggasan dengan Teknologi Gasifikasi. Kedua teknologi ini masing-masing mempunyai kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan. Dari kondisi diatas maka dicoba untuk menganalisa dan membandingkan berapa besar daya listrik yang bisa dihasilkan dari sampah organik yang tersedia di TPA Suwung, dilihat dari besar nilai kalor dari sampah organik tersebut, baik untuk teknologi thermal converter maupun teknologi gasifikasi. Sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih teknologi yang tepat dipergunakan untuk mengatasi kondisi sampah kota khususnya sampah Sarbagita. Dari hasil perhitungan, besar daya listrik yang dapat dibangkitkan, dengan teknologi termal konverter rata-rata sebesar 6 MW per unit atau sama dengan 144 MWh dan dengan teknologi gasifikasi dapat membangkitkan listrik sebesar 4,128 MW per unit atau sama dengan 99,072 MWh, dengan efisiensi pembangkitan sebesar 30%.

Kata kunci: Sampah organik, termal konverter, gasifikasi, nilai kalor

  • 1.    PENDAHULUAN

Energi listrik sangat dibutuhkan oleh penduduk dunia begitu juga oleh rakyat di Indonesia lebih-lebih di Bali. Listrik menjadi sumber energi utama untuk berbagai bidang usaha dan kehidupan. Dengan pertumbuhan kebutuhan listrik yang pesat itu dimana pasokan listrik dari kabel bawah laut dari Jawa sudah tidak memenuhi maka dibangun pembangkit-pembangkit baru seperti PLTGU Pemaron serta eksploitasi panas bumi di Bedugul sebagai PLTP untuk memenuhi itu semua. Selain itu pemerintah daerah khususnya, sedang giat-giatnya mencanangkan pentingnya hemat energi serta berusaha mengembangkan pembangkit-pembangkit listrik dengan menggunakan energi alternatif seperti pembangkit listrik tenaga angin, tenaga surya, mikro hidro, dll. Dari alternatif-alternatif sumber energi seperti tenaga surya, angin dan mikro hidro, sekarang sedang dicoba alternatif baru dengan menggunakan sampah organik sebagai sumber energi pembangkit listrik. Hal ini bermula dari pemikiran bagaimana penanggulangan sampah yang volumenya selalu meningkat dan selalu menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat (Ivan, 2003). Begitu pula dengan kota Denpasar diprediksi jumlah sampah perhari yang diterima TPA Suwung sekitar 1.842 m³, bahkan bisa mencapai

3.368 m³ atau setara dengan 1.852 ton sampah basah atau 650 ton sampah padat kering siap pakai bila ditambah pasokan sampah dari Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan (Nawawi, 2003).

Dari jumlah sampah yang besar itu, sangat memungkinkan kesinambungan ketersediaan sampah setiap harinya. Sedangkan proses pengolahan sampah yang sedang berjalan saat ini dilokasi TPA Suwung adalah dengan sistem ”Open Dumping” saja, dimana sampah hanya diletakkan begitu saja dilapangan terbuka tanpa adanya proses lebih lanjut, sehingga semakin hari sampah semakin menumpuk dan memerlukan lahan yang lebih luas serta pencemarannya menimbulkan berbagai masalah lingkungan, bukan hanya sekedar pemandangan yang tak sedap atau bau busuk yang ditimbulkan namun ancaman terhadap kesehatanpun akan meluas. Maka dari itu Pemerintah kota Denpasar dan 3 kabupaten ( Badung, Gianyar dan Tabanan) yang terintegrasi dalam Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita merencanakan akan membangun sebuah pengolahan sampah secara tuntas sekaligus dapat menghasilkan energi listrik.

Dari permasalahan tersebut di atas, akan dikaji seberapa besar daya listrik yang dihasilkan pembangkit listrik dengan bahan bakar sampah, melalui besar nilai kalor yang dihasilkan oleh sampah organik.

  • 2.    PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN

    TEKNOLOGI THERMAL CONVERTER

Teknologi Thermal Coverter adalah cara pengolahan sampah dengan cara pembakaran menggunakan sedikit bahan bakar pada saat pembakaran awal, yang akan memusnahkan seluruh jenis sampah yang dibakar dalam waktu cepat. Panas hasil pembakaran tersebut kemudian didinginkan dengan semprotan sirkulasi air sehingga menimbulkan ”Superheated Steam” yang selanjutnya ditampung dalam boiler.

Tenaga uap dalam boiler inilah yang akan menggerakkan turbin, kemudian turbin tersebut akan menggerakkan generator sehingga menghasilkan tenaga listrik. Atau dalam bahasa sederhananya bahwa teknologi tersebut adalah pembangkit tenaga listrik dari tenaga uap dengan menggunakan bahan baku pembakar dari sampah. (Nawawi, 2003)

  • 2.1    Peralatan pengolahan sampah pada teknologi thermal converter

Komposisi peralatan untuk pengolahan sampah dengan teknologi Thermal Converter secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut: (Nawawi, 2003)

  • 1.    Compacting Truck, yang akan dipakai sebagai alat angkut sampah dari sumber sampah kelokasi pengolahan sampah.

  • 2.    Overhead Crane, yang akan digunakan untuk mengangkat sampah dari tempat penampungan sementara didalam pabrik ketempat penyortiran untuk memisahkan sampah yang bisa didaur ulang seperti logam dan gelas di ban berjalan.

  • 3.    Mesin penghancur dan penyayat sampah sebelum sampah dimasukkan ke ruang pembakaran.

  • 4.    Thermal Converter sebagai jantung dari teknologi pemusnah sampah. Panas tinggi yang dihasilkan dari pembakaran ini kemudian didinginkan dengan menyemprotkan air secara kontinu, sehingga menghasilkan superheated steam.

  • 5.    Boiler adalah peralatan yang akan menampung uap panas lanjut (superheated) yang dihasilkan dari proses pendinginan panas yang tinggi dengan cara disemprotkan dengan air secara kontinu.

  • 6.    Turbin adalah peralatan penggerak generator yang digerakan oleh tenaga uap yang ditampung dalam boiler.

  • 7.    generator adalah peralatan yang akan menghasilkan daya listrik yang digerakkan oleh turbin.

  • 2.2    Pengolahan Sampah dengan Teknologi Gasifikasi

Pengolahan sampah dengan teknologi gasifikasi ini yaitu mengkondisikan sampah organik yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk gas.

Gas yang dihasilkan atau dibutuhkan adalah gas Metan (CH4) sebagai sumber bahan bakar disel ataupun untuk memanaskan uap sebagai penggerak tubin sehingga dapat menghasilkan tenaga listrik Proses pembentukan gas metan ini terjadi dari unsur C pada sampah dengan unsur H yang di dapat dari H2O sehingga membentuk persenyawaan baru berupa gas metan itu sendiri. Proses tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Kadir, 1995):

  • 2.3    Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Pada pembangkit listrik tenaga uap, bahan bakar dipakai untuk membangkitkan panas dan uap pada boiler. Uap ini kemudian dipakai untuk memutar turbin yang dikopelkan dengan generator sinkron. Setelah melewati turbin, uap bertekanan dan bertemperatur tinggi berubah menjadi uap bertekanan dan bertemperatur rendah. Panas yang disadap oleh kondensor menyebabkan uap berubah menjadi air yang kemudian dipompa kembali menuju boiler. Sisa panas yang dibuang oleh kondensor mencapai setengah panas semula yang masuk. Hal ini mengakibatkan efisiensi termodinamika suatu turbin uap bernilai lebih kecil dari 50 %. Turbin modern memiliki temperatur boiler sekitar 500 - 600 °C dan temperatur kondensator sebesar 20 - 30 °C. (Rijono, 1988)

  • 2.4    Pembangkit uap

Pembangkit uap (Steam Generator) biasanya digunakan pada instalasi daya pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil dan bahan bakar nuklir. Pembangkit uap yang paling mutakhir menghasilkan uap panas lanjut tekanan tinggi (2400 – 3500 psia, 165 – 240 bar), kecuali pembangkit uap reaktor air bertekanan, yang menghasilkan uap penuh dengan tekanan yang lebih rendah (1000 psia, 70 bar). Uap itu selesai dipakai dalam siklus Rankine. Pembangkit uap merupakan sumber energi yang paling utama dalam pembangkit di dunia dewasa ini .

Pembangkit uap merupakan gabungan yang kompleks dari ekonomisator, ketel uap pemanas lanjut, pemanas ulang, dan pemanas awal udara. Ketel uap (boiler) dalah bagian dari pembangkit uap dimana cairan jenuh diubah menjadi uap jenuh. Secara fisik ketel uap mungkin tidak mudah dibedakan dari ekonomisator. Namun istilah ketel uap kadang-kadang digunakan untuk keseluruhan ketel uap (Wakil, 1992).

Pembangkit uap dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara, seperti misalnya :

  • 1.    Pembangkit uap utilitas

Pembangkit uap utilitas (Utilitas steam generator) adalah pembangkit uap yang dipergunakan untuk instalasi pembangkit daya listrik. Pembangkit uap utilitas modern pada dasarnya terdiri atas dua jenis yaitu jenis bejana tabung air bawah kritis dan jenis sekali-kali lewat

kritis. Unit lewat kritis biasanya beroperasi pada tekanan sekitar 3500 psia (240 bar) atau lebih, ini lebih tinggi dari tekanan kritis uap yang nilainya 3208,2 psia. Kelompok bejana bawah kritis biasanya beropersi pada tekanan 1900 psig (130 bar) atau 2600 psig (180 bar) yang menghasilkan uap panas lanjut pada kisaran 1000 °F (540 °C). Pembangkit uap utilitas modern mempunyai kapasitas pembangkitan uap berkisar mulai dari 1 – 10 juta lbm/h (125 – 1250 kg/s). Pembangkit uap ini memberi daya pada pembangkit daya listrik yang mempunyai keluaran dari 125 – 1300 megawatt (MW). (Wakil, 1992)

  • 2.    Pembangkit uap industri

Pembangkit uap industri ( industrial steam generator) adalah pembangkit uap yang digunakan pada industri. Pembangkit ini biasanya tidak menghasilkan uap panas lanjut, sebaliknya menghasilkan uap panas jenuh, atau bahkan air panas saja (dalam hal ini tidak dikatakan sebagai pembangkit uap). Tekanan operasinya berkisar sampai 1500 psig (105 bar) dan kapasitas uap yang dihasilkan berkisar antara 1 juta lbm/h (125 kg/s). (Wakil, 1992)

  • 2.5    Efisiensi Termal

Efisiensi Termal adalah rasio antara kerja netto dan kalor yang ditambahkan pada siklus atau instalasi daya. Efisiensi termal diantaranya adalah efisiensi bruto (gross effeciency) adalah efisiensi yang dihitung atas dasar kerja bruto atau daya bruto turbine generator. Kerja atau daya MW bruto, adalah yang dihasilkan sebelum sebagian daya diambil untuk menjalankan instalasi daya itu sendiri, yaitu untuk menjalankan pompa, kompresor, peralatan penanganan bahan bakar, alat-alat lain, laboratorium, komputer, penerangan kantor dan sebagainya.

Efisiensi netto (net efficiency) dihitung atas dasar kerja atau daya netto instalasi daya yang nantinya akan dijual kekonsumen. Efisiensi netto didapat dari pengurangan daya bruto dengan daya yang diambil untuk keperluan intern seperti yang di maksud diatas. Selain dari itu ada sebuah parameter yang tak kalah pentingnya yaitu suatu parameter yang mudah menggambarkan kosumsi bahan bakar yang disebut dengan laju kalor (heat rate, HR). Laju kalor adalah jumlah kalor yang ditambahkan, biasanya dalam Btu, untukmenghasilkan satu satuan jumlah kerja, biasanya dalam kilowatt-jam (kWh). Jadi satuan laju kalor adalah Btu/jam. Laju kalor (HR) berbanding terbalik dengan efisiensi, artinya makin rendah laju kalor maka makin baik sebab efisiensi menjadi besar.

Ada berbagai macam laju kalor sesuai dengan kerja yang digunakan sebagai pembagi. (Wakil, 1992)

Kalor yang ditambahkan pada siklus ( Btu)

HR siklus netto =------—------------—-------------

Kerja siklus netto (kWh)

Laju penambahan kalor pada siklus ( Btu/h) daya siklus netto (kW)

Lajupenambahankalorke siklus( Btu/h)

HR siklus bruto = ——l--------------------------

Keluarandaya turbin(kW)

Hr t tt   Lajupenambahancalorke pembangkituap (BtuTh)

Dayapusatnetto (kW)

HR pusatbrut0 = Lajupenambahadcalorke pembangkiluap (Btu/h) Dayapusat bruto (kW)

Dan sebanyak itu pula macam efisiensi termal. Oleh karena itu 1kWh = 3412 Btu, setiap laju kalor itu berhubungan dengan efisiensi termal yang bersangkutan sebagai berikut:

3412Btu

HR (Laju Kalor) =-------

Vh

Bila efisiensi dan laju kalor instalasi daya dinyatakan tanpa penjelasan, maka biasanya yang dimaksud adalah efisiensi dan laju kalor pusat netto.

Laju penambahan kalor ke pembangkit dapat dicari dari hasil perkalian antara laju pembakaran dari bahan bakar yang dihabiskan perhari dengan nilai kalor dari bahan bakar tersebut. Laju pembakaran bahan bakar diperoleh dari banyaknya bahan bakar yang dihabiskan perhari. Sedangkan untuk laju penambahan kalor ke siklus didapat dari laju penambahan kalor ke pembangkit dikalikan dengan efisiensi dari proses pembangkitan uap di boiler.

  • 2.6    Nilai Kalor

Nilai kalor (heating value) adalah sebuah nilai yang menunjukkan kandungan energi berguna di dalam berbagai bahan bakar. Nilai kalor biasanya merupakan kalor yang dilepas dalam pembakaran sempurna yang bermula pada suatu suhu standar, misalnya 77 °F atau 25 °C, dan produknya didinginkan ke suhu yang sama, dalam sistem aliran tunak adiabatik tanpa kerja. (Wakil, 1992)

HV =


(nMhf) -(nMhf)


P


R


T1

dengan :

HV = nilai kalor n    = jumlah mol

M   = massa dalam 1mol

hf    = entalpi pembentukan

T1   = suhu ruangan

P    = produk

R    = reaksi

  • 2.7    Nilai Kalor Sampah

Sampah dan limbah padat adalah buangan kegiatan industri dan rumah tangga. Sampah industri antara lain adalah kertas, kayu, logam bekas dan limbah pertanian. Sampah rumah tangga termasuk kertas, pengemas timah aluminium, sisa makanan, dan kotoran.

Karena komposisi sampah berbagai jenis maka nilai sampah sangat beragam, kadang-kadang bisa sampai 100% nilai kalor batu bara (batubara bitumin 11.000 – 14.000 Btu/lbm, batubara sub bitumin 8.300 – 11.000 Btu/lbm dan batubara kualitas rendah 6.300 – 8.300 Btu/lbm) atas dasar massa, namun rata-rata hanya separuhnya. Namun hal yang menarik dari pembakaran-pembakaran sampah yaitu dapat menghabiskan sebagian sampah sehingga tidak perlu dicarikan tempat pembuangan, keuntungan lain pembakaran sampah kandungan belerangnya lebih rendah daripada batu bara dan minyak. (Wakil, 1992)

  • 3.    ANALISIS NILAI KALOR YANG

    DIHASILKAN OLEH SAMPAH

Analisis ini diperlukan untuk mengetahui berapa besar nilai kalor yang dihasilkan pada sampah yang dalam hal ini dipakai sampah asal tanaman dari data sekunder yang didapat sebagai asumsi sampah di TPA Suwung. Adapun cara analisanya sebagai berikut: (Wakil, 1992)

HV = [(nMhf) -(nMhf)]

L P               R           J t 1

Analisis ini diperlukan untuk mengetahui berapa besar nilai kalor yang dihasilkan apabila reaksi tidak terjadi pada suhu diatas 25 °C .

(nMhf) t 2 = (nMhf) τ 1 + HV PR

HV = (nMhf) t 2 -(nMhf) τ i PR

T1 = suhu ruangan (25 °C)

T2 = suhu pembakaran

Analisis besar listrik yang dihasilkan pada pembangkit listrik sumber tenaga dari sampah diantaranya dengan asumsi bahwa efisiensi pembangkit termal antara 30% - 45% dengan cara sebagai berikut: (Wakil, 1992)

  • 1    kWh

HR (Laju Kalor) =----- ηth

3412Btu

HR (Laju Kalor) =-------- ηth

HV = (nMhf) t 2 -(nMhf) τ 1 PR

dengana :

HV = nilai kalor n = jumlah mol M = massa dalam 1mol

hf = entalpi pembentukan T1 = suhu ruangan (25 °C) T2 = suhu pembakaran P = produk

R = reaksi

  • 4.    PEMBAHASAN

    • 4.1    Peralatan Pengolahan Sampah pada Teknologi Thermal Converter

Komposisi peralatan untuk pengolahan sampah dengan teknologi Thermal Converter secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut:

  • 1.    Compacting Truck, yang akan dipakai sebagai alat angkut sampah dari sumber sampah ke lokasi pengolahan sampah. Dalam pengangkutan sangat diperhatikan jarak dan waktu tempuh dari lokasi sampah diambil sampai ke tempat pembuangan akhir, dimana dalam satu hari pengangkutan sampah dibagi menjadi tiga waktu yaitu pagi (05.30 Wita – 10.00 Wita), siang (10.00 Wita – 15.30 Wita) dan malam (17.00 Wita – selesai). Sampah yang diangkut, akan dipadatkan didalam bak pengangkut sehingga pengangkutan dapat betul-betul efisien. Jumlah truk yang dibutuhkan untuk mengangkut sampah sebanyak 3.368 m³ atau 1.852 ton sampah basah yaitu berjumlah 42 unit dengan daya angkut sebesar 15 ton per unit.

  • 2.    Setelah tiba di lokasi, sampah akan langsung masuk kedalam pabrik dan akan ditampung di dalam bak penampungan sementara untuk kapasitas pembakaran 2 sampai 3 hari. Hal ini disebabkan energi listrik yang dihasilkan tidak boleh terhenti karena disebabkan oleh penyediaan bahan baku sampah terhenti secara diskontinyu, sebab mesin akan bekerja selama 24 jam dan hanya diadakan pemeliharaan rutin setiap bulannya secara bergantian.

  • 3.    Overhead Crane, yang dioperasikan dari ruang kontrol oleh operator, akan digunakan untuk mengangkat sampah dari tempat penampungan sementara didalam pabrik ketempat ban berjalan untuk dilakukan penyortiran. Untuk memisahkan sampah yang bisa didaur ulang seperti logam, plastik dan gelas di ban berjalan, dilakukan oleh tenaga sortir. Selain itu juga dilengkapi dengan separator magnetik untuk mengangkat sisa-sisa besi yang tidak tersortir oleh para pekerja

  • 4.    Mesin penghancur dan penyayat sampah, Sebelum sampah dimasukkan ke ruang pembakaran dan setelah melalui proses penyotiran, maka sampah akan dihancurkan dulu dengan mesin penyayat dan penghancur agar setelah masuk ruang bakar di Thermal Converter sampah dengan cepat terbakar. Suhu pada thermal Converter bisa mencapai 1700 ^C.

  • 5.    Thermal Converter sebagai jantung dari teknologi pemusnah sampah. Dimana sampah yang dibakar pada temperatur 1700 ^C. Panas tinggi yang

dihasilkan dari pembakaran ini kemudian didinginkan dengan menyemprotkan air secara kontinyu, sehingga menghasilkan superheated steam, yang selanjutnya akan ditampung dalam boiler. Dari data sementara yang di dapat dari Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita (BPKS) dengan jumlah sampah basah yang akan dilayani sebesar 3.368 m³ atau sebesar 650 ton sampah padat kering yang siap pakai, apabila menggunakan mesin type 350S dengan kapasitas pembakaran sampah perhari sebanyak 204 ton sampah padat kering.

  • 6.    Boiler adalah peralatan khusus untuk menampung uap panas yang akan digunakan sebagai energi penggerak turbin yang akan dikopel dengan generator listrik.

  • 7.    Turbin adalah peralatan penggerak generator yang digerakan oleh tenaga uap yang ditampung dalam boiler.

  • 8.    Generator adalah peralatan yang akan menghasilkan daya listrik yang digerakkan oleh turbin.

  • 4.2    Energi Listrik yang Dihasilkan Dengan Teknologi Thermal Converter

Sampah kota di Indonesia khususnya Sarbagita, yang sebagian besar terdiri dari kertas, daun-daunan, kayu, makanan, bekas tekstil, karet, kulit, logam, kaca, plastik dan lain-lain. Sampah ini sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga dan sampah pasar khususnya pasar tradisional. Sampah-sampah ini ada yang termasuk sampah organik dan sampah anorganik Untuk sampah organik sebagian besar berasal dari tanaman seperti dedaunan dan kayu baik dalam bentuk seutuhnya maupun dalam bentuk bahan olahan seperti kertas, kain, sisa makanan dan lain-lain. Komposisi pada sampah secara umum pada kota-kota di Indonesia, rata-rata sebagai berikut:

Tabel 4.1 Komposisi rata-rata sampah pada kota–kota indonesia.

Bahan

%

Bahan

%

Daun, sampah kayu,

70,5

Plastik

14,2

Sisa makanan

12

Karet

0,2

Kertas

0,5

Kain

1,3

Kaca Logam

0,7

Dll

0,5

Sumber : http:/www. Pikiran Rakyat.com

Dari tabel di atas, sampah kota di Indonesia sebagian besar berasal dari tanaman karena dalam proses pengolahan pada thermal konverter sampah-sampah yang bisa didaur ulang akan disortir walaupun tidak menutup kemungkinan bahan-bahan seperti plastik dan karet bisa dibakar. Dari kondisi seperti itu maka dipergunakan data analisis bahan bakar yang berasal dari tanaman sebagai asumsi

komposisi unsur-unsur yang terdapat pada sampah kota untuk menentukan besar nilai kalornya.

Tabel 4.2 Analisis Bahan Bakar Asal Tanaman

Bahan

Bahan asal tanaman dalam % berat

Karbon

45,0

Oksigen

43,0

Hidrogen

5,5

Nitogen

2,1

Sulfur

0,1

Fosfor

0,2

Lain-lain

4,1

Persamaan stokiometri untuk pembentukan dari hasil pembakaran pada tabel diatas didapat seperti persamaan di bawah ini:

C + H2 + O2 + N2 +           CO2 + H2 O + N2 +

  • 4.3    Energi listrik yang dihasilkan dengan teknologi gasifikasi di TPA Suwung

Energi listrik yang dihasilkan dengan teknologi gasifikasi sampah di TPA Suwung dapat di perhitungkan sebagai berikut:

Jumlah bahan bakar per hari = 23,76 ton

Nilai kalor tinggi metana (HHV)= 23.875,185 Btu/lbm

Nilai kalor rendah metana (LHV)= 21.514,453 Btu/lbm

Efisiensi pembangkitan = 30% - 45%

Jumlah unit pembangkitan = 3 unit

Untuk Efisiensi 30%, dengan HHV

1 kWh 3412Btu

HR (Laju Kalor) =-----=-------

ηth         n*

1 kWh 3412 Btu HR (Laju Kalor) =      =--------

30%     0,30

HR (Laju Kalor) = 11.373,33 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 4.581,257 kW = 4,581 MW

Untuk Efisiensi 30%, dengan LHV

HR (Laju Kalor) = 11.373,33 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 4.128,272 kW = 4,128 MW

Untuk Efisiensi 35%, dengan HHV

HR (Laju Kalor) = 9.748,571 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 5.344,799 kW = 5,345 MW

Untuk Efisiensi 35%, dengan LHV

HR (Laju Kalor) = 9.748,571 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 4.816,316 kW = 4,816 MW

Untuk Efisiensi 40%, dengan HHV

HR (Laju Kalor) = 8.530 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 6.108,342 kW = 6,108 MW

Untuk Efisiensi 40%, dengan LHV

HR (Laju Kalor) = 8.530 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 5.504,360 kW = 5,504 MW

Untuk Efisiensi 45%, dengan HHV

HR (Laju Kalor) = 7.582,22 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 6.871,886 kW = 6,872 MW

Untuk Efisiensi 45%, dengan LHV

HR (Laju Kalor) = 7.582,22 Btu / kWh

Daya pusat bruto = 6.192,407 kW = 6,192 MW

Dari hasil perhitungan di atas dapat dibuatkan tabel daya per unit untuk HHV dan LHV serta daya totalnya , yang mana untuk daya total didapat apabila direncanakan 3 pembangkit sampah dengan teknologi gasifikasi seperti dibawah ini:

Tabel 4.3 Hasil perhitungan Daya yang dihasilkan pembangkit dari penggasifikasian sampah

Efisi ensi

Daya / unit HHV (MW)

Daya / unit LHV (MW)

Total daya HHV (MW)

Total daya LHV(MW)

30%

4,581

4,128

13,743

12,384

31%

4,734

4,266

14,202

12,798

32%

4,887

4,403

14,661

13,209

33%

5,040

4,541

15,120

13,623

34%

5,192

4,678

15,576

14,034

35%

5,345

4,816

16,035

14,448

36%

5,498

4,954

16,494

14,862

37%

5,651

5.091

16,953

15,273

38%

5,804

5,229

17,412

15,687

39%

5,956

5,366

17,868

16,098

40%

6,108

5,504

18,324

16,512

41%

6,261

5,645

18,783

16,935

42%

6,414

5,779

19,242

17,337

43%

6,566

5,917

19,698

17,751

44%

6,719

6,054

20,157

18,162

45%

6,872

6,192

20,616

18,576

Dari tabel hasil perhitungan untuk pembangkit gasifikasi diatas, jika menggunakan LHV sebagai patokan baku, maka besar daya listrik yang dibangkitkan oleh teknologi Gasifikasi , untuk efisiensi 30%, yaitu sebesar 4,128 MW atau sebesar 99,072 MWh untuk 1 unit pembangkit.

  • 4.6    Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan

    Teknologi Gasifikasi Sampah

Kelebihan-kelebihan pengolahan sampah dengan penggunaan teknologi gasifikasi sebagai pembangkit listrik diantaranya sebagai berikut:

  • •    Dapat menghasilkan energi listrik.

  • •    Dapat menghasilkan bahan untuk pupuk dari hasil residu teknologi gasifikasi.

  • •    Mempergunakan sampah basah sebagai bahan utama sehingga pasokan dari Sarbagita dapat segera dimanfaatkan tanpa proses pengeringan.

  • •    Memberdayakan pemulung sebagai pegawai pabrik.

Kekurangan-kekurangan pengolahan sampah dengan penggunaan teknologi termal konverter sebagai pembangkit listrik diantaranya sebagai berikut:

  • •    Sampah yang dapat diolah terbatas, hanya dapat mengolah sampah organik saja

  • •    Sampah lama tidak dapat diolah secara maksimal dengan teknologi ini, sehingga perlu ditimbun yang mana membutuhkan lahan yang luas serta proses yang lama.

  • •    Masih banyak menghasilkan bahan sisa pada proses penggasan yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dimanfaatkan.

  • •    Biaya tinggi.

  • 5.    SIMPULAN

Dari hasil pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Untuk teknologi Thermal Converter, dengan kapasitas sampah sebesar 204 ton sampah padat kering per hari yang dipasok BPKS untuk 1 unit pembangkit, melalui perhitungan yang ditinjau dari besar nilai kalor sampah organik, daya listrik yang dapat dibangkitkan rata-rata sebesar 6 MW atau sama dengan 144 MWh, dengan asumsi efisiensi pembangkitan sebesar 30%.

  • 2.    Untuk teknologi Gasifikasi dengan kapasitas sampah sebesar 300 ton sampah basah per hari yang dipasok BPKS untuk 1 unit pembangkit, melalui perhitungan yang ditinjau dari besar nilai kalor metana yang dihasilkan sampah organik, daya listrik yang dapat dibangkitkan sebesar 4,128 MW atau sama dengan 99,072 MWh, dengan asumsi efisiensi pembangkitan sebesar 30%.

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Ellya. Ir, MT. 2003, Sampah Kota di Indonesia Cocok Dibuat Pupuk.   Htpp://www.pikiran

rakyat.com/

  • [2]    Harahap F M, Apandi dan Ginting S. 1978, Teknologi    Biogas,    Pusat Teknologi

Pembangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung.

  • [3]    Ivan. 2003, Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Listrik Dari Sampah Kota. Htpp://www.pikiranrakyat.com/

  • [4]    Kadir. A. 1995, Energi, Edisi kedua, Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

  • [5]    Nawawi. S. Ir , 2003, Studi Khusus Pengolahan Sampah Secara Tuntas Di Sarbagita – Bali, PT. Heliawan Elang Perkasa, Surabaya.

  • [6]    PT. Navigat Innovative Indonesia, 2003, Gasification, biomass conversion to Syn-gas, Bandung.

  • [7]    PT. Navigat Innovative Indonesia . 2003. Anaerobic, wet organic waste to energy, Bandung.

  • [8]    Rijono, R. Drs. 1988, Dasar Teknik Tenaga Listrik, Jakarta.

  • [9]    Ridlo, R. Ir, MEng. 2002, Gasifikasi Gambut dan Sekam Padi Untuk Pembangkit Listrik Skala Kecil. Htpp://www.bppt.go.id.

  • [10]    Shukri, J. 2004, Pirolisis Alternatif Lupuskan Sampah Sarap Ibu Kota. Htpp:// www. iptek. net.id

Teknologi Elektro

1 5 8

Vol. 9 No.2 Juli - Desember 2010