Teknologi Elektro, Vol.15, No.1, Januari - Juni 2016

95

PERBANDINGAN TINGKAT PENGENALAN CITRA DIABETIC RETINOPATHY PADA KOMBINASI PRINCIPLE COMPONENT DARI 4 CIRI BERBASIS METODE SVM (SUPPORT VECTOR MACHINE) Sari AyuWulandari1, Rudy Tjahyono2, Dian Retno Sawitri1

Abstract— Pattern recoqnition methods for image of diabetic retinopaty are influenced by differences in pigmentation. To help diabetic retinopathy image recognition is required a software. This paper presents the results of research on pattern recognition image of diabetic retinopathy,This study used the image of the yellow canal with Gabor filter.Characteristics that are taken from each image is characteristic of the mean, variance, skewness and entropy, followed by feature extraction with PCA (Principle Component Analysis).At PCA feature extraction, square matrix whose number of columns equal to the number of features is generated.There are four features used. These features are 4 PCs (Principle Component), ie, PC1, PC2, PC3 and PC4.From the combination of these features, we obtained six pairs that consist of two traits. By using a linear model of SVM will been selected the pair with the highest accuracy value. Based on the analysis, we obtained a couple PC1 and PC2 models that have the highest levels of learning (100%) and the fastest recognition time, which is explicitly indicated by the smallest amount of support vector.

Intisari — Metode pengenalan pola citra retinopati diabetik beserta setting poinnya dipengaruhi oleh perbedaan pigmentasi. Untuk membantu pengenalan citra retinopati diabetic dibutuhkan sebuah perangkat lunak. Makalah ini menyajikan hasil penelitian tentang pengenalan pola citra retinopati diabetik. Dalam penelitian tersebut digunakan citra kanal kuning (yellow), dengan filter Gabor. Ciri yang diambil dari tiap citra adalah ciri rerata (means), ragam (varians), skewness dan entropy, yang dilanjutkan dengan ekstraksi ciri PCA (Principle Component Analysis). Pada ekstraksi ciri PCA, dihasilkan matriks bujur sangkar, yang jumlah kolomnya, sama dengan jumlah ciri. Ada 4 ciri yang digunakan, yang merupakan 4 buah PC (Principle Component), yaitu, PC1, PC2, PC3 dan PC4. Keempat ciri tersebut dikombinasikan sehingga diperoleh 6 pasangan yang beranggotakan 2 ciri. Dengan mengunakan model linear dari SVM akan dipilih pasangan dengan nilai akurasi tertinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh model pasangan PC1 dan PC2 yang memiliki tingkat pembelajaran tertinggi (100%) dan waktu pengenalan tercepat, yang secara eksplisit ditunjukkan dengan jumlah support vector terkecil.

Kata Kuncikanal kuning, svm, diabetic retinopathy, pca

  • I.    PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan sebuah penyakit komplikasi yang berasal dari penyakit Diabetes Militus (untuk selanjutnya disingkat DM) [1]. Seseorang yang menderita DM akan terdapat kelainan pada retina-nya. Penderita lama-kelamaan akan mengalami kebutaan disebabkan oleh degradasi retina, baik kelainan pada pembuluh darahnya, pada optic disk, exudates, degradasi makula dan beberapa bagian retina yang lain.

Selama ini, pemeriksaan retinopati diabetik dilakukan dengan menggunakan bantuan citra retinopati, yang dihasilkan dari kamera fundus. Warna retina dipengaruhi oleh pigmentasi mata. Retina orang tropis akan berbeda dengan retina orang subtropis, yang dipengaruhi oleh intensitas mata terpapar matahari. Citra warna retina orang Indonesia cenderung gelap. Citra warnagelap yang dihasilkan oleh kamera fundus, menyebabkan sulitnya proses pendeteksian penyakit ini, ditambah dengan bagian retina yang halus dan kecil, menyebabkan terjadinya kesalahan dalam diagnosis. Selain itu, proses pendeteksian memakan waktu lama. Penelitian tentang system pengenalan pola citra retinopati diabetik telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan pendekatan yang berbeda-beda, yaitu dengan pengenalan optic disk [2-4], exudates [2,5,6,7], degradasi makula [8] dan pembuluh darah [9-11]. Metode yang dilakukan juga bervariasi, ada yang menggunakan pendekatan linear dengan menggunakan metode SVM (Support Vector Machine) [12] dan pendekatan titik pusat dengan FCM (Fuzzy C Means) [2,13,14] serta K-Means [15]. Penelitian tersebut menggunakan retina yang berasal dari database DRIVE (retina dari orang sub tropis), namun ciri retina orang Indonesia (tropis) berbeda dengan database DRIVE. Perbedaan citra retina diperlihatkan pada Gambar 1.

(a)                    (b)

Gambar1. Database Citra (a) Orang Indonesia, (b) Drive (Digital Retinal Images for Vessel Extraction)

Perbedaan pigmentasi akan mempengaruhi metode pengenalan pola citra retinopati diabetik beserta setting poinnya. Untuk itu dibutuhkan sebuah perangkat lunak, yang mampu menjadi alat bantu pengenalan citra retinopati diabetik. Hal ini merupakan harapan baru bagi pengenalan citra retino-pati diabetik. Penulis telah melakukan penelitian tentang pengenalan pola citra retinopati diabetik, dengan menggunakan citra kanal kuning (Yellow), dengan filter Gabor. Ciri yang

p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372

diambil dari tiap citra adalah ciri rerata (Means), ragam (Varians), skewness dan entropy, yang dilanjutkan dengan ekstraksi ciri PCA (Principle Component Analysis). Pada ekstraksi ciri PCA, Matriks hasil PCA merupakan matriks bujursangkar, yang jumlah kolomnya, sama dengan jumlah ciri. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 4 ciri, sehingga, terdapat 4 buah PC (Principle Component) yang diberi nama PC1, PC2, PC3 dan PC4. Pada artikel ini akan dibahas mengenai tingkat akurasi tertinggi dari penggunaan pasangan PC. Tingkat akurasi, dihitung dengan menggunakan model linear dari SVM.

  • II.    METODE PENELITIAN

Tingkat pengenalan citra retinopati diabetik, ditentukan melalui proses pembelajaran dan pengujian, ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Pengenalan Citra

  • A.    Database Citra

Database citra asli didapatkan dari database citra retina, Eye Centre Rumah Sakit Sultan Agung Semarang, yang berupa citra JPG dimensi 700×605 pixel, 8 bit. Citra tersebut, berasal dari kamera fundus Non-Mydriatic Retinal Camera CR-DGi. Contoh citra fundus diperlihatkan pada Gambar 3.Database citra retina dibagi menjadi 2 :

  • a.    Data Pelatihan : terdiri dari 30 citra retina dan 30 citra non-retinopathy. Hasil pelatihan adalah sebuah model yang akan digunakan untuk menguji citra pengujian.

  • b.    Data Pengujian : terdiri dari 30 citra retina dan 30 citra non-retinopati. Ke-60 citra pengujian merupakan citra diluar citra pelatihan atau bukan citra yang digunakan pada citra data pelatihan.

Gambar 3. Contoh Database Citra Retina

  • B.    Pre-Processing

Tahap pre-processing merupakan tahap untuk melakukan penonjolan ciri dari citra retina. Penonjolan ciri dari penyakit diabetik dapat dilakukan dengan penonjolan bagian pembuluh darah, makula, eksudat ataupun optic disk. Pada artikel ini, dilakukan penonjolan pembuluh darah. Proses penonjolan ciri pembuluh darah diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Blok Diagram Pre-Processing

Proses pre-processing, merupakan proses awal untuk menyiapkan vektor ciri (feature vector). Untuk mendapatkan warna kuning (Y), citra warna RGB harus dikonversi menjadi citra YCbCr. Citra 3 kanal YCbCr, kemudian diambil 1 kanal saja yaitu pada kanal Y.

Citra Y mempunyai kombinasi intesitas warna antara 0-255. Konversi citra RGB ke YCbCr menggunakan persamaan 1[16]. Contoh citra warna RGB 3x3, seperti yang terlihat pada Gambar 5.

  • Y=0,299R + 0,587G + 0,114B

Cb=-0,1687R – 0,3313G + 0,5B + 128               (1)

Cr= 0,5R–0,4187G – 0,0813B+128

Teknologi Elektro, Vol.15, No.1, Januari - Juni 2016

Jika terdapat citra warna RGB seperti pada Gambar 4, maka hasil perhitungan konversi warna dari RGB ke YCbCr adalah sebagai berikut :

Kanal Y

Y(1,1)=(0,299 × 25) + (0,587 × 100) +( 0,114 × 25) = 69,025 Y(1,2)=(0,299 ×100) + (0,587 × 100) +( 0,114 × 75) = 97,15 Y(1,3)=(0,299 × 75) + (0,587 × 75) +( 0,114 × 100) = 77,85 Y(2,1)=(0,299 × 0) + (0,587 × 25) +( 0,114 × 0) = 14,675 Y(2,2)=(0,299 × 150) + (0,587 × 100) +( 0,114 × 0) = 103,55 Y(2,3)=(0,299 × 50) + (0,587 × 25) +( 0,114 × 50) = 35,325 Y(3,1)=(0,299 × 75) + (0,587 × 100) +( 0,114 × 75) = 89,675 Y(3,2)=(0,299 × 100) + (0,587 × 100) +( 0,114 × 0) = 88,6 Y(3,3)=(0,299 × 25) + (0,587 × 25) +( 0,114 × 100) = 33,55

Kanal Cb

Cb(1,1)=(-0,1687×25)–(0,3313×100)+(0,5×25)+128= 103,153 Cb(1,2)=(-0,1687×100)–(0,3313×100)+(0,5×75)+ 128 = 115,5 Cb(1,3)=(-0,1687×75)–(0,3313×75)+(0,5×100) + 128 = 140,5 Cb(2,1)=(-0,1687×0)–(0,3313×25)+(0,5× 0) + 128 = 119,7175 Cb(2,2)=(-0,1687×150)–(0,3313×100)+(0,5×0)+ 128 = 69,565 Cb(2,3)=(-0,1687×50)–(0,3313×25)+(0,5×50)+128= 136,2825 Cb(3,1)=(-0,1687×75)–(0,3313×100)+(0,5×75)+128= 119,717 Cb(3,2)=(-0,1687×100)–(0,3313×100) + (0,5× 0) + 128 = 78 Cb(3,3)=(-0,1687×25)–(0,3313×25)+(0,5×100) + 128 = 165,5

Kanal Cr

Cr(1,1)=(0,5×25)–(0,42×100)-(0,0813×25) + 128 = 96,5975 Cr(1,2)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 130,0325 Cr(1,3)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 125,9675 Cr(2,1)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 117,5325 Cr(2,2)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813 × 25) + 128 = 161,13 Cr(2,3)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 138,4675 Cr(3,1)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 117,5325 Cr(3,2)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813 × 25) + 128 = 136,13 Cr(3,3)=(0,5×25)–(0,42×100)–(0,0813×25)+128 = 121,9025

Kemudian hasil dari konversi warna RGB ke YCbCr diperlihatkan pada Gambar 5.

Cb

Y


Cr


69.0

97.1

77.8

25

5

5

14.6

103.

35.3

75

55

25

89.6 75

88.6

33.5 5


103.

1525

115.

5

140.

5

119.

7175

69.5 65

136.

2825

119.

7175

78

165, 5


96.5 975

130. 0325

125.

9675

117.

5325

161.

13

138.

4675

117.

5325

136.

13

121.

9025


Gambar 6. Hasil Konversi RGB Ke YCbCr

Proses berikutnya adalah pengambilan nilaikuning (Y), yang selanjutnyadimasukanpada filter Gabor. Filter Gabor merupakan proses yang mempertajam tepi-tepi objek, yang bertujuan untuk menandai daerah pembuluh darah retina. Persamaan fungsi gabor diperlihatkan pada Persamaan 2[17]. G(x, y, f, θ) = exp [-≡⅛ + ^)]cos(2πfx)       (2)

Dimana :

Sari AyuWulandari: Perbandingan Tingkat Pengenalan Citra …

[x0nl _ r sin0n   cos0n

Ly0n]   L-cos0n sin0n-

Pada persamaan 2, σx dan σy adalah standard deviasi Gaussian Envelope sepanjang x dan y, sedangkan f adalah pusat frekuensi gelombang sinusoidal bidang, dan θn merupakan orientasi sudut. Rotasi bidang x-y oleh sudut θn akan menghasilkan filter Gabor pada orientasi θn. Sudut θn didefinisikan sebagai pada persamaan 3[17].

0n = g (n- 1)]                                  (3)

Pada persamaan 3 nilai n= 1, 2, 3….p, dimana p menunjukkan jumlah orientasi. Hasil dari citra gabor kemudian diambil nilai cirinya.

  • C.    Vektor Ciri

Vektor ciri merupakan kumpulan ciri dari nilai komponen warna kuning (Y) pada citra GLCM (Gray Level Coocurrent Matriks). Ciri yang diambil dari GLCM adalah ciri mean, variance, skewness dan entropy dari setiap citra.

  • 1.    Mean (μ) : merupakan rerata dari seluruh matriks segi empat dari GLCM [18].

μ = I × Ht                                      (4)

I = matriks intensitas dari 0 - 255

H=Frekuensi kemuculam Angka I

Variance (σ2) : merupakan perhitungan variasi local dari GLCM.

σ2 = (I - μ) × Ht(5)

  • 2.    Skewness (α3) : merupakan perhitungan probabilitas bersama dari pasangan pixel dalam GLCM [18].

«3 =         ^^

(σ21's)

  • 3.    Entropy (E) : merupakan perhitungan distribusi elemen dari GLCM dengan diagonalnya [18].

E = -H × log2 (H × 2,22 × 10^16)t(7)

Dari ke-4 elemen GLCM tersebut, kemudian terbentuklah 4 ciri dari masing-masing citra retinopathy. Berikutnya, vektor ciri akan dimasukan pada bagian ekstraksi ciri.

  • D.    Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri dilakukan dengan menggunakan metode Principle Component Analysis (PCA). Metode ini mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Algoritma metode PCA adalah sebagai berikut [19]:

  • 1.    Melakukan perhitungan nilai rerata dari setiap kolom ciri. 2. Membuat matriks baru yang dinamakan matriks reduksi, yaitu nilai matriks dikurangkan dengan rerata ciri tiap kolom.

  • 3.    Mencari nilai varian dan kovarian dari matriks reduksi, sehingga dihasilkan matriks baru yang berukuran 4x4 (matriks simetris dengan ukuran yang sesuai dengan jumlah ciri).

p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372

  • 4.    Matriks simetri tersebut kemudian dicari nilai eigen value dan eigen vector-nya.

  • 5.    Nilai eigen vector diurutkan berdasarkan urutan eigen value tertinggi ke yang terendah.

  • 6.    Matriks eigen value yang sudah urut, kemudian dikalikan dengan matriax awal yang sudah ditranspose.

  • 7.    Hasil dari perkalian tersebut adalah matriks 4 kolom, dimana 4 kolom tersebut diberi nama PC (Principle Component) PC1, PC2, PC3 dan PC4.

Pada penelitian ini, akan dicari, pasangan PC yang mempunyai nilai akurasi tertinggi.

  • E.    Pengelompokan

Data vektor ciri akan di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok diabet dan kelompok non-diabet, dengan menggunakan metode SVM (Support Vector Machines).

SVM merupakan salah satu metode pengelompokan yang mampu memilah data menjadi 2 kelompok. SVM memisahkan kelompok dengan mencari garis hyperplane (batas kelompok) terbaik. Dalam penelitian ini, garis batas yang dipilih adalah linear, karena garis linear sederhana dalam proses komputasi. Rumus umum dari SVM linear diperlihatkan pada persamaan 8 [20].

f(x) = wτx + b (8)

Dimana f(x)=-1 untuk kelompok A dan f(x)=+1 untuk kelompok B, sesuai dengan support vektor yang diperlihatkan pada Gambar 7. Margin antara 2 kelompok dihitung dengan mencari jarak dari kedua kelompok. Kecepatan dan akurasi dari pengenalan, dipengaruhi oleh jumlah support vector yang dilibatkan. Hal ini diperlihatkan pada persamaan 9 dan 10[20].

(wx1+b=+1)-(wx2+b=-1)                          (9)

w(x1-x2)=2                                          (10)

Gambar 7. Konsep Hyperplane pada SVM

F. Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan confusion matriks, yaitu metode yang menggunakan tabel untuk menganalisis, seberapa baik, sebuah pengenal pola mampu

mengenali kelompok-kelompok berbeda, diperlihatkan pada Tabel 1.

TABEL I

CONFUSION MATIX

Hasil Deteksi

Retinopathy


NonRetinopathy


Retinopathy       TP

Non-         FP

retinopathy

FN

TN


Dimana, TP= True Positive, TN= True Negative, FP= False positive, FN= False Negative

Dari Tabel 1, digunakan untuk mencari akurasi, sesuai dengan persamaan 11. Nilai akurasi sendiri merupakan nilai prosentase jumlah total prediksi dari citra diabet [21].

TP

Akurasi = ——— TP + FP

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A.    Pre-Processing

Pada tahap pre-processing dilakukan proses citra awal, yaitu mulai dari citra asli (RGB), yang diubah ke ranah YCbCr, lalu diambil kanal Y, kemudian dilakukan operasi gabor dengan sudut ϴ 30o, 120o dan 150o. Hasil dari operasi gabor merupakan gabungan dari ke-3 sudut ϴ, Gambar 8.

(a)                     (b)                         (c)

(d)                       (e)                     (f)

(g)

Gambar 8. (a) Citra Asli, (b)Citra YCbCr, (c) Citra Y, (d) Gabor 30o, (e) Gabor 120o dan (f) Gabor 150o, (g) Gabor Gabungan

  • B.    Vektor Ciri

Nilai dari vektor ciri ditunjukan pada Tabel 2.Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai entropi mempunyai kisaran angka ratusan, mean mempunyai kisaran angka puluhan dan skewness pada kisaran satuan. Perbedaan antara diabet dan non diabet terletak pada perbedaan nilai varian. Pada citra diabet, nilai varian pada kisaran satuan sedangkan pada citra non-diabet, nilai varian pada kisaran puluhan.

Teknologi Elektro, Vol.15, No.1, Januari - Juni 2016

TABEL 2

Vektor Ciri

Non-Diabet

Diabet

μ

σ2

α3

E

μ

σ2

α3

E

39

6

3

653

6

39

3

526

49

6

2

734

6

45

2

648

40

6

3

543

6

34

3

614

43

6

2

690

6

36

3

625

39

6

3

553

6

36

3

606

48

6

2

953

5

34

4

581

36

6

3

632

6

36

3

463

35

6

3

628

5

35

4

526

29

5

4

441

5

34

4

583

39

6

3

560

5

35

4

562

33

6

3

547

6

53

2

645

39

6

2

688

6

47

2

663

26

5

4

428

6

37

4

510

33

5

4

521

6

36

2

564

32

5

4

535

6

36

3

594

35

6

3

591

6

46

2

815

41

6

2

732

5

32

4

538

41

6

3

700

5

33

4

586

35

6

3

477

5

33

4

484

37

6

4

620

5

32

4

576

36

6

3

416

6

38

3

631

37

6

2

593

6

38

3

657

34

6

3

579

5

32

4

530

38

5

4

462

5

32

4

578

45

6

3

584

6

37

3

477

47

6

2

634

6

28

4

391

39

6

3

577

6

38

3

615

40

6

3

506

6

33

4

446

34

6

3

548

6

38

3

541

36

6

3

457

5

31

4

516

C. Ekstraksi Ciri


99 Tabel 2, akan diekstrak menjadi 2 ciri dengan menggunakan metode PCA. Table 3 merupakan hasil dari ekstraksi ciri PCA.

Tabel 3 memperlihatkan hasil ekstraksi ciri PCA. Hasil PCA kemudian diamati nilai akurasi, berdasarkan 6 pasangan PC, yaitu PC1 dan PC2, PC1 dan PC3, PC1 dan PC4, PC2 dan PC3, PC2 dan PC4 serta PC3 dan PC4.

D. Pengelompokan

Sistem pengelompokan, dilakukan untuk memisahkan antara kelompok citra diabet dan kelompok citra non-diabet, dengan menggunakan metode SVM. Gambar 9 akan memperlihatkan hasil pengelompokan SVM.


Proses ekstraksi ciri merupakan proses pengambilan ciri yang paling menonjol, dan dapat digunakan sebagai pembeda utama dalam pengenalan pola. Dari 4 ciri yang diusulkan,

TABEL 3

Hasil PCA



Non-Diabet

Diabet

PC1

PC2

PC3

PC4

PC1

PC2

PC3

PC4

1.7

0.1

0.2

-0.1

-1.2

0.7

-0.8

0.0

2.8

1.1

0.0

0.2

-0.7

2.1

-0.5

0.1

1.5

-0.5

-0.8

0.0

-0.7

1.2

-0.2

-0.2

2.3

0.7

-0.1

0.0

-1.0

1.0

0.2

-0.1

1.3

-0.7

-0.4

0.0

-0.8

1.2

-0.3

-0.2

3.5

2.5

1.6

0.0

-1.6

0.0

0.8

0.0

1.3

-0.4

0.5

-0.1

-1.4

0.1

-1.1

0.0

1.1

-0.6

0.7

-0.1

-1.6

-0.1

0.1

0.0

-0.4

-2.4

0.4

0.0

-1.5

0.1

0.7

0.0

1.2

-0.7

-0.2

0.1

-1.4

0.3

0.2

0.0

1.0

-0.6

-0.4

-0.2

-0.9

2.4

-0.7

0.4

2.0

0.6

0.1

-0.1

-0.6

2.4

-0.6

0.1

-0.5

-2.4

0.2

-0.1

-1.8

-0.1

0.0

0.2

0.1

-1.9

0.8

0.1

-0.7

1.2

-1.0

-0.2

0.2

-1.6

0.7

0.0

-1.1

0.8

0.0

-0.1

1.1

-0.6

0.2

-0.1

0.0

3.3

0.5

0.0

2.3

0.8

0.4

-0.1

-1.8

-0.5

0.7

0.0

2.0

0.5

0.4

0.0

-1.6

-0.1

1.0

0.0

1.1

-0.8

-1.3

-0.2

-1.6

-0.2

-0.4

-0.1

1.1

-0.7

0.7

0.1

-1.5

0.0

0.7

-0.1

0.5

-1.8

-1.0

0.1

-1.0

1.2

0.2

0.0

1.6

0.0

-0.6

-0.2

-1.0

1.2

0.5

0.0

0.9

-0.8

0.3

-0.1

-1.6

-0.3

0.3

-0.1

0.4

-2.0

-0.1

0.2

-1.7

-0.2

1.0

0.0

1.7

-0.5

-0.3

0.3

-1.6

-0.1

-0.7

0.1

2.3

0.2

-0.4

0.2

-2.2

-1.7

-0.2

0.0

1.4

-0.4

-0.3

0.0

-1.2

0.8

0.4

0.1

1.0

-1.3

-0.3

0.2

-2.0

-0.9

-0.2

0.1

0.9

-0.9

0.0

-0.1

-1.0

1.0

-1.0

-0.1

1.0

-1.1

-1.3

-0.1

-1.8

-0.6

0.5

0.0


1st Principal Component


(a)


2


1.5


Q-≡

C 0.5


-0.5

'M 5®

m

-1


-1.5

-3


SVM dari PC1 dan PC3



+0

*1

0 Support Vectors


1st Principal Component


(b)


Sari AyuWulandari: Perbandingan Tingkat Pengenalan Citra …


p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372



0.5


SVM dari PC1 dan PC4


0.5


SVM dari PC3 dan PC4


0.4


4st Principal Component                          3st Principal Component                         4st Principal Component


0.3


0.2


0.1


0


-0.1


+*


-0.2


-0.3

-3


-2


+0

1

Support Vectors


0.4


OJ S


S


®



0.3


0.2


0.1


0


-0.1


-0.2


+0

* 1

Support Vectors


-1             0             1             2             3             4

1st Principal Component

(c)

SVM dari PC2 dan PC3


+0

1

Support Vectors


2

-0 5

-2

-1

0

1

-1.5

-3


234


2nd Principal Component


0.5


0

* 1

Support Vectors

(d)

SVM dari PC2 dan PC4

0.4

0.3

0.2

0.1

0

-0.1

-0.2

0

1

2nd Principal Component

234

-3             -2             -1

(e)


-0.3


-0.3

-1.5


-1          -0.5           0           0.5           1           1.5

3st Principal Component


(f)

Gambar 9. (a) PC1 & PC2, (b) PC1 & PC3, (c) PC1 & PC4, (d) PC2 & PC3, (e) PC2 & PC3, (f) PC3 & PC4.

Hasil dari plot grafik scatter dari keseluruhan pasangan PC yang diperlihatkan pada Gambar 9(a) menunjukan bahwa scatter mempunyai sebaran yang menyatu antar kelompok, sehingga lebih terlihat pemisahan pola-nya. Perhitungan persamaan garis batas diperlihatkan pada Tabel 4.


TABEL 4

Hasil Pengelompokan


Σ Support Vektor

Persamaan Garis

PC1 & PC2

2

y=x-0.0425

PC1 & PC3

11

y=x-0.3227

PC1 & PC4

12

y=x-0.2257

PC2 & PC3

44

y=x-0.0054

PC2 & PC4

44

y=x+0.0701

PC3 & PC4

60

y=x-0.2071


Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa, pasangan PC1 dan PC2 mempunyai support vektor paling sedikit dari pasangan PC yang lain. Artinya pasangan PC1 dan PC2 membutuhkan waktu proses yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan pasangan PC yang lain.


E. Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Tabel 1 dan persamaan 7. Hasil persamaan 7 diperlihatkan pada Tabel 5.

TABEL 5

Hasil Tingkat Akurasi (%)


Pasangan

TP

TN

FP

FN

Akurasi

PC1 & PC2

30

0

0

30

100

PC1 & PC3

29

1

1

29

97

PC1 & PC4

29

1

2

28

94

PC2 & PC3

23

7

11

19

68

PC2 & PC4

22

8

10

20

69

PC3 & PC4

8

22

8

22

50


Model yang disimpan adalah model persamaan akhir dari PCA, yaitu matriks eigen vektor diperlihatkan pada Tabel 6.


TABEL 6

Eigen Vektor

1

1.9x10-16

0

2.2x10-16

1.9x10-16

1

5.5x10-17

-1.1x10-16

0

5.5x10-17

1

2.8x10-17

2.2x10-16

-1x10-16

2.8x10-17

0.9

Persamaan batas diperlihatkan pada Persamaan 12 - 14.

y=x-0.0425(12)

dengan :

Non-Diabet jika y<x-0.0425(13)

Diabet jika y>x-0.0425(14)

100% dan waktu tercepat, yang secara eksplisit diperlihatkan pada jumlah support vektor terkecil, yaitu 2. Pasangan yang mempunyai tingkat akurasi terburuk adalah PC3 dan PC4. Pengenalan turun pada citra pengujian, yaitu hanya 50 %, hal ini disebabkan oleh pelebaran daerah cakupan. Pelebaran daerah cakupan kemungkinan disebabkan oleh pemilihan nilai rerata pada PCA, sebelum matriks reduksi. Pada penelitian berikutnya, bisa dilakukan dengan menggunakan pencarian nilai standart deviasi atau varians, dengan begitu, akan diketahui matriks reduksi yang mewakili sebaran angka pada matriks.

Hasil dari pengujian, 30 citra diabet dan 30 citra non diabet, dimana citra yang digunakan adalah citra diluar citra belajar, diperlihatkan pada Gambar 10.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih disampaikan kepada Diknas Jawa Tengah, yang telah menyumbangkan dana penelitian, dalam program Hibah Fasilitasi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2015.

Dari hasil prosentase akurasi data pengujian diperlihatkan pada Tabel 7.

TABEL7

Hasil Akurasi Pengujian

Pasangan            TP     TN     FP     FN     Akurasi

Pengujian             30      0       2       28      93,75

Hasil akurasi dari citra pengujian adalah 93,75%, hal ini masih belum optimal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh melebarnya daerah cakupan, dari batas -1 sampai 4 untuk pembelajaran, dan -10 sampai 80 untuk citra pengujian.

  • IV.    KESIMPULAN

Pada penelitian perbandingan tingkat pengenalan citra diabetic retinopathy pada kombinasi Principle Component dari 4 ciri berbasis metode SVM (Support Vector Machine) ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Model dengan akurasi tertinggi dan tercepat adalah model pasangan PC1 dan PC2, yang mempunyai akurasi citra pembelajaran tertinggi yaitu Sari AyuWulandari: Perbandingan Tingkat Pengenalan Citra …

REFERENSI

  • [1]    American, 2010. “Evidence-Based Practice Guideline, Care of the Patient with Diabetes Mellitus,”.

  • [2]    Haniza Yazid; Hamzah Arof; Hazlita Mohd.Isa.“Automated Identification of Exudates and Optic Disc Based on Inverse Surface Thresholding”, Journal Medicine System, LLC 2011 .

  • [3]    Ulinuha M;Purnama I; Hariadi M. 2010.“Segmentasi Optic Disk Pada Penderita Diabetic Retinopathy Menggunakan GVF Snake”.

  • [4]    Ahmed Wasif Reza; C.Eswaran, Subhas Hati. “Automatic Tracing of Optic Disc and Exudates From Color Fundus Image Using Fixed and Variable Thresholds”, Journal Medicine System, Springer Science, LLC 2008.

  • [5]    Wei Bu; Xiangqian Wu; Xiang Chen; Baisheng Dai; Yalin Zheng. “Hierarchical Detection of Hard Exudates in Color Retinal Images”, Journal of Software, Vol.8, No.11, November 2013, pp. 2723 – 2732.

  • [6]    Flavio Araujo; Rodrigo Veras; Andre Macedo; Fatima Medeiros.“Automatic Detection of Exudate in Retinal Images Using Neural Network” 2011.

  • [7]    Brigitta Nagy; Balazs Harangi; Balint Antal; Andras Hajdu.“Ensemble-based Exudate Detection in Color Fundus Image”, 7th International Symposium on Image and Signal Processing and Analysis (ISPA), Dubrovnik, Croatia, September 2011.

  • [8]    S.Fowjiya. Dr.M.karnan. Mr.R.Sivakumar.2013.An Automatic Detection and Assessment of Diabetic Macular Edema Along With Fovea Detection from Color Retinal Images. International Journal of Computer Trends and Technology (IJCTT) - volume4Issue4 –April 2013

  • [9]    M. Usman Akram, Shehzad Khalid, Anam Tariq, M. Younas Javed, 2013. “Detection of Neovascularization in Retinal Images using Multivariate m-Mediods based Classifier”, Elsevier Journal of Computerized Medical Imaging and Graphics

  • [10]    Siva Sundhara Raja, S.Vasuki, Rajesh Kumar.2014. Performance Analysis Of Retinal Image Blood Vessel Segmentation. Advanced Computing: An International Journal (ACIJ), Vol.5, No.2/3

  • [11]    A. S. Jadhav dan Pushpa B. Patil. 2015. Classification Of Diabetes Retina Images Using Blood Vessel Area. International Journal on Cybernetics & Informatics (IJCI) Vol. 4, No. 2

  • [12]    A.Osareh Dan B. Shadgar. 2009. Automatic Blood Vessel Segmentation In Color Images Of Retina. Iranian Journal of Science & Technology, Transaction B, Engineering, Vol. 33, No. B2, pp 191-206

  • [13]    Nilanjan Dey, Anamitra Bardhan Roy, Moumita Pal,Achintya Das. 2012. FCMBased Blood Vessel Based Blood Vessel Based Blood Vessel

  • [14]    Segmentation Method for Retinal Images. International Journal of Computer Science and Network (IJCSN).Volume 1, Issue 3

p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372

  • [15]    Adithya Kusuma Whardana dan Nanik Suciati. 2014. A Simple Method for Optic Disk Segmentation.from Retinal Fundus Image. I.J. Image, Graphics and Signal Processing, 2014, 11, 36-42

  • [16]    Sulaiman Santoso dan Erico Darmawan. 2015. Kombinasi Penggunaan Model Warna dalam Pendeteksian Letak Bibir pada Gambar Digital Berwarna. Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi. Vol 1. No 2.

  • [17]    Amin Padmo dan Murinto. 2016. Segmentasi Citra Batik Berdasarkan Fitur Tekstur Menggunakan Metode Filter Gabor dan K-Means Clustering. Jurnal Informatika Vol 10. No 1.

ISSN 1693 – 2951

Sari AyuWulandari: Perbandingan Tingkat Pengenalan Citra …