Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Estuarine Glass Perch (Ambassis macracanthus Bleeker, 1849) di Perairan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Teluk Benoa, pada Musim Timur
on
JMRT, Volume 6 No 2 Tahun 2023, Halaman: 144-150
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)
Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Estuarine Glass Perch (Ambassis macracanthus Bleeker, 1849) di Perairan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Teluk Benoa, pada Musim Timur
Franceska Kendra Rossa S.a , Nyoman Dati Pertamib*, I Nyoman Giri Putraa
-
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
-
bProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Univeristas Udayana, Bali, Indonesia
*Corresponding author, email: [email protected]
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received : 27 Desember 2022
Received in revised form : 16 Maret 2023
Accepted : 31 Maret 2023
Available online : 28 Agustus 2023
Keywords:
Ambassis macracanthus
Negative allometric East season
The growth aspect is important in determining fish well-being in an area. However, research on the growth aspect of Ambassis macracanthus Bleeker, 1849, in Ngurah Rai Forest Park has never been conducted This study aims to determine the length-weight relationship and condition factor of A. macracanthus as well as to evaluate the water condition in Ngurah Rai Forest Park, Benoa Bay during the east season. The sample was collected applying descriptive and quantitative methods, whilst the purposive sampling method was used to take the samples from three stations using Bubu and experimental gill net. During the sampling collection process, 304 fish individuals were caught by the experimental gill net at station 1 (Serangan waters). Based on the analysis between the length and weight relationship of A. macracanthus, the equation of W=0,024L2.38, where from this equation, the value of b = 2.38 is obtained. Through the T-test, the value of b < 3 showed a negative allometric growth pattern; namely, the growth in length is more dominant than the increase in weight. The average relative condition factor increased monthly, with the highest value of 1.37 in August. However, the value of the relative condition factor indicates that the fish in Tahura waters are thin (Kn < 2). In general, the temperature and dissolved oxygen of Ngurah Rai Forest Park waters are not following quality standards.
A B S T R A K
Kata Kunci:
Ambassis macracanthus
Alometrik Negatif
East season
Aspek pertumbuhan memegang peran penting dalam menentukan Kesehatan ikan pada suatu wilayah perairan. Hingga saat ini, aspek pertumbuhan Ambassis macracanthus Bleeker, 1849 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai – Bali. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui parameter aspek pertumbuhan Ambassis macracanthus khususnya pola pertumbuhan dan kondisinya pada musim timur. Metode yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling di tiga area yang berbeda menggunakan alat tangkap bubu dan jaring insang eksperimental. Selama pengambilan data, total ikan yang tertangkap sebanyak 304 individu dan hanya di kawasan Perairan Serangan (stasiun 1). Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot A. macracanthus didapatkan persamaan W=0,024L2.38, dimana dari persamaan tersebut diperoleh nilai b = 2.38 . Melalui uji t, nilai b < 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan A. macracanthus adalah alometrik negatif, dimana pertumbuhan panjang ikan A. macracanthus lebih dominan dibanding penambahan bobot tubuhnya. Kondisi relatif ikan A. macracanthus mengalami peningkatan setiap bulannya, dengan nilai tertinggi terdapat pada bulan Agustus (1,37). secara umum dapat dikatakan bahwa ikan tersebut di perairan Tahura dikatakan kurus (nilai Kn < 2). Parameter suhu perairan dan oksigen terlarut di kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai (Perairan Serangan, Kampung Kepiting, dan Jimbaran) belum sesuai baku mutu.
2023 JMRT. All rights reserved.
Teluk Benoa merupakan kawasan pesisir di bagian selatan Pulau Bali dan merupakan perairan semi tertutup dengan dua fase pasang dan dua fase surut dalam waktu 24 jam (semi diurnal). Sebagai wilayah pesisir, Teluk Benoa memiliki ekosistem yang saling berikatan yaitu ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan dataran pasang surut sehingga memiliki
keanekaragaman yang tinggi, nilai produksi dan rekreasi serta pariwisata (Suardana et al., 2020). Beberapa sungai besar (sungai Badung, sungai Mati dan sungai Sama) bermuara di Teluk Benoa serta pada Teluk Benoa terdapat Taman Hutan Raya Ngurah Rai (Rachman et al., 2016). Teluk Benoa dikelilingi oleh hutan mangrove dan berbatasan dengan Semenanjung Jimbaran di sebelah barat serta Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur (Karang, 2016).
Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor 544/Kpts-II/19 93 tanggal 25 September 19 93 yang meliputi area seluas 1.373,50 hektar. Kawasan Tahura Ngurah Rai meliputi enam desa di Denpasar yaitu Sanur Kauh, Sidakarya, Sesetan, Serangan, Pedungan, dan Pemogan; dan mencakup enam desa di Kabupaten Badung yaitu Kuta, Kedonganan, Tuban, Jimbaran, Benoa, dan Tanjung Benoa (UPT Taman Hutan Raya Ngurah Rai, 2012). Tahura Ngurah Rai merupakan kawasan konservasi hutan mangrove dan tempat destinasi ekowisata. Sebagai daerah konservasi hutan mangrove, Tahura merupakan ekosistem pesisir yang terletak pada estuari.
Ambassis macracanthus atau Estuarine Glass Perch dapat disebut juga sebagai ikan seriding termasuk ke dalam famili Ambassidae yang merupakan ikan yang dapat hidup pada perairan tawar, estuari (Allen Burgess, 1990) maupun perairan payau (Zainal Abidin et al., 2021). Penelitian mengenai ikan Ambassis macracanthus masih sangat sedikit dilakukan, sehingga sangat sedikit informasi yang tersedia. Mengetahui kondisi pertumbuhan ikan pada suatu daerah dapat dilihat dari hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan pada daerah tersebut (Hamid et al., 2015; Isa et al., 2010). Panjang dan bobot saling memengaruhi satu sama lain, hubungan ini dapat dilihat pada bentuk tubuh dan keadaan organisme tersebut (Zuliani et al., 2016). Nilai faktor kondisi dapat menentukan kecocokan atau kesesuaian ikan dengan lingkungannya, ditunjukkan dengan semakin tinggi nilai faktor kondisi, maka semakin cocok ikan pada lingkungan tersebut (Sutriana et al., 2020).
Banyak penelitian yang sudah dilakukan pada Tahura Ngurah Rai, antara lain konservasi sumber daya (Manurung Sunarta, 2016), struktur komunitas mangrove (Hermawan et al., 2014; Prinasti et al., 2020), makrozoobentos (Fitriana, 2005; Ulfa et al., 2018; Sobari et al., 2020), pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove (Lugina et al., 2017), distribusi spasial (Pratama et al., 2019), serta daya dukung ekosistem (Lestari et al., 2018). Namun, belum ada yang melakukan penelitian mengenai hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan yang dilakukan pada Tahura Ngurah Rai. Perairan pesisir merupakan kawasan produktif yang saling berhubungan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan dan kondisi ikan A. macracanthus yang ditemukan di perairan kawasan Tahura Ngurah Rai. Aspek pertumbuhan merupakan data awal yang sangat diperlukan untuk mengetahui peran dan manfaat kawasan pesisir. Selain itu, informasi terkait pertumbuhan ikan A. macracanthus yang tertangkap pada perairan Tahura dapat digunakan juga sebagai data dasar dalam upaya pengungkapan sumber daya ikan pada suatu perairan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2022. Spesies ikan yang diteliti hanya ditemukan pada bulan Juli dan bulan Agustus 2022. Lokasi sampling dilakukan di tiga area Teluk Benoa pada perairan pesisir sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali (Gambar 1). Pemilihan lokasi sampling ditentukan berdasarkan karakteristik perairan yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik Pengambilan Sampel di Perairan Tahura Ngurah Rai
Stasiun Nama Stasiun Deskripsi
-
1 Serangan Berbatasan dengan TPA Suwung
(8° 43' 37.182'' S serta dipengaruhi oleh adanya
115° 13' |
kegiatan pariwisata, aktivitas |
36.2172'' E) |
kapal, input nutrien serta air tawar dan limbah. |
2 Kampung |
Berbatasan dengan Pelabuhan |
Kepiting |
Benoa sehingga dipengaruhi oleh |
(8° 44' 53.3724'' |
aktivitas kapal serta dipengaruhi |
S 115° 11' 35.3112'' E) |
oleh aktivitas pariwisata |
3 Jimbaran |
Terletak dibawah tol Bali |
(8° 44' 55.158'' S |
Mandara dan dekat dengan Benoa |
115° 11' |
sehingga dipengaruhi oleh |
35.3184'' E) |
aktivitas pariwisata dan pembangunan terkait G20. |
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai
-
2.2 Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif (Putra et al., 2021). Metode deskriptif adalah metode yang menggunakan data atau sampel yang telah dikumpulkan sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan menarik kesimpulan yang berlaku secara umum untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek yang diteliti. Lebih lanjut, yang disebut dengan metode kuantitatif ialah metode yang digunakan untuk meneliti suatu populasi atau sampel tertentu dengan mengumpulkan data menggunakan alat penelitian dan analisis data statistik (Sugiyono, 2019).
-
2.2.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan dan kualitas air dilakukan menggunakan metode purposive sampling (Fachrul, 2012) dengan memilih lokasi yang mewakili karakteristik beberapa kondisi perairan yang ada di sekitar perairan Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa. Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan (Juli-Desember dengan interval waktu 3 minggu sekali dengan total pengambilan sampel sebanyak 6 kali. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan adalah bubu dan jaring insang eksperimental. Bubu yang digunakan berdiameter 95 cm, tinggi 35 cm dengan 8 lubang yang memiliki diameter 20 cm dan tinggi 12 cm. Jaring insang eksperimental yang digunakan memiliki mata jaring (mesh) dengan ukuran 0,5 hingga 3,0 cm dengan panjang 300 m dan tinggi 2 m. Pada setiap stasiun pengambilan sampel ikan diletakkan dua bubu dan satu jaring insang eksperimental yang dipasang dua kali, yaitu ketika kondisi air surut dan ketika air pasang. Pengambilan ikan dilakukan pada
pukul 08.00 hingga 12.00 dan pada pukul 12.00 hingga 16.00. Bubu diletakkan di pesisir. Ikan yang tertangkap kemudian dipisahkan berdasarkan lokasi dan waktu. Setelah itu, sampel ikan yang didapat direndam dalam formalin 5% dalam masing-masing kontainer pada setiap stasiun. Tahap akhir yang dilakukan adalah sampel disimpan dalam kontainer dan dibawa ke Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan untuk dianalisis. Sampel ikan diukur panjang dan ditimbang bobotnya. Panjang ikan yang diukur meliputi panjang total (PT) yaitu jarak dari ujung bagian kepala terdepan hingga sirip ekor (caudal), panjang cagak (PC) yaitu jarak antara ujung bagian kepala terdepan hingga lekukan sirip ekor (caudal) dan panjang baku (PB) yaitu jarak dari ujung bagian kepala terdepan hingga pelipatan pangkal sirip ekor
(caudal). Panjang ikan diukur menggunakan penggaris tradisional berketelitian 1 mm. Pengukuran panjang total (PT), panjang cagak (PC) dan panjang baku (PB) dilakukan untuk mengantisipasi jika ada kerusakan sampel ikan. Dalam analisis hubungan panjang-bobot, panjang yang digunakan adalah panjang total (PT). Bobot ikan diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 g.
Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada setiap stasiun secara in situ. Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali bersamaan dengan peletakan bubu dan jaring pada setiap stasiun. Parameter air yang diukur yaitu suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), kecepatan arus dan kekeruhan. Suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO) diukur menggunakan alat multiparameter water quality dengan mencelupkan sensor kedalam air, salinitas diukur menggunakan refraktometer, kecepatan arus diukur menggunakan bola yang diikatkan dengan tali sepanjang 1 m dan kemudian dihanyutkan dipermukaan perairan hingga tali tertarik lurus dan kekeruhan air diukur menggunakan turbiditi meter.
-
2.3 Analisis Data
-
2.3.1 Hubungan Panjang-bobot
-
Hubungan panjang-bobot (HPB) dihitung menggunakan persamaan W = a. Lb ,dimana W adalah bobot (g), L adalah panjang ikan (mm), a dan b adalah konstanta. Jika nilai b = 3, maka pertumbuhan ikan bersifat isometrik; jika nilai b>3, maka bersifat allometrik positif dan jika nilai b<3, maka bersifat alometrik negatif. Untuk menentukan jika nilai b berbeda nyata atau tidak dengan b maka dilakukan uji-T (Effendie, 2002). Dimana berdasarkan hasil uji-T dapat diketahui pola pertumbuhan ikan yang analisa.
-
2.3.2 Faktor Kondisi
berjumlah 304 individu yang didapatkan pada perairan Serangan (Tabel 2). Sedangkan pada perairan Kampung Kepiting dan perairan Jimbaran tidak didapatkan ikan A. macracanthus. Ikan yang didapatkan pada perairan Serangan tertangkap menggunakan alat tangkap jaring insang eksperimental. Pada bulan Juli pukul 08.00-12.00 didapatkan 207 individu dan pada pukul 12.00-16.00 didapatkan 90 individu. Pada bulan Agustus, ikan A. macracanthus hanya didapatkan pada pukul 12.00-16.00 dengan jumlah 7 individu. Dari 304 individu yang didapatkan, hanya 302 individu yang dilakukan analisis lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena adanya 1 sampel individu yang rusak sehingga tidak dapat digunakan dan 1 data outlier.
Tabel 2. Data Tangkapan Ikan A. macracanthus | |||||
Stas iun |
Nama Stasiun |
Juli |
Agustus |
Jumlah ikan | |
08.00 12.00 |
12.00 16.00 |
08.00- 12.00 12.00 16.00 | |||
1 |
Serangan |
207 |
90 |
- 7 |
304 |
2 |
Kampung Kepiting |
- |
- |
- - |
- |
3 |
Jimbaran |
- |
- |
- - |
- |
Berdasarkan hasil tangkapan tersebut diperoleh jumlah sebaran panjang serta sebaran bobot ikan A. macracanthus. Distribusi sebaran panjang ikan A. macracanthus memiliki kisaran antara 4,2-6,26 cm dengan ukuran panjang terbanyak didapatkan pada kisaran 5,02-5,43 cm yang berjumlah 140 individu (Gambar 2). Sebaran frekuensi bobot ikan A. macracanthus memiliki kisaran antara 0.2-2.4 gr dengan kisaran bobot terbanyak didapatkan pada kisaran 0,2-1,3 gr yang berjumlah 217 individu (Gambar 3).
Sebaran Panjang cm)
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Panjang Ikan A. macracanthus (N=302).
Faktor kondisi (Kn) dihitung dengan menggunakan rumus W/W*, dimana W adalah bobot tubuh yang tertimbang (g) dan W* adalah bobot tubuh terhitung berdasarkan persamaan HPB (g) (Rahardjo dan Simanjuntak, 2008). Jika nilai faktor kondisi berkisar antara 3-4, maka tubuh ikan tersebut montok. Jika nilai faktor kondisi berkisar antara 1-2, maka tubuh ikan kurus (Effendie, 2002).
2.3.3 Kualitas Air
Kecepatan arus dihitung dengan rumus V=l/t, dimana V adalah kecepatan arus (m/s), l adalah panjang tali (m) dan t adakah waktu (s) (Hutagalung et al., 1997).
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil tangkapan ikan A. macracanthus selama dilakukan penelitian di perairan Taman Hutan Ngurah Rai, Teluk Benoa

Perairan Serangan merupakan lokasi terbanyak tertangkapnya ikan A. macracanthus. Sehingga berdasarkan spasial, lokasi pengambilan sampel menentukan jumlah hasil tangkapan, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari et al. (2018) pada Taman Hutan Raya Ngurah Rai yang mendapatkan banyak sedikitnya hasil tangkapan disebabkan karena adanya perbedaan kondisi perairan dan perbedaan kemampuan ikan dalam beradaptasi terhadap lingkungannya, dimana hasil tangkapan meningkat seiring dengan peningkatan luasan dan kerapatan mangrove. Lebih lanjut, kawasan perairan Serangan didominasi oleh komunitas mangrove, hal tersebut didukung oleh Ariawan et al. (2021) yang melakukan penelitian di bagian utara dan selatan kawasan perairan Serangan yang mendapatkan kawasan tersebut didominasi oleh komunitas mangrove.
Zahid et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa famili Ambassidae yang merupakan kelompok dari spesies A. macracanthus mendominasi muara sungai dan sungai pada estuari Mayangan, Jawa Barat. Kelimpahan tersebut dipengaruhi oleh keberadaan ekosistem mangrove yang berperan sebagai tempat berlindung, bertumbuh serta lumbung makanan. Hal ini juga diperoleh dalam hasil penelitian Jaafar et al. (2004) pada Taman Pasir Ris, Pantai Timur Laut Singapura yang merupakan daerah mangrove serta daerah reklamasi pantai dimana 72.1% dari total tangkapan adalah Ambassidae, yang terdiri dari A. kopsii (66,5%) dan A. interrupta (4,6%). Banyaknya tangkapan ikan Ambassis pada perairan estuari disebabkan karena ikan tersebut bergantung terhadap perairan estuari sebagai habitat dan lumbung makanan (Zahid et al., 2011). Sehingga didapatkannya A. macracanthus pada Perairan Serangan disebabkan karena adanya ketergantungan A. macracanthus terhadap habitatnya yaitu mangrove (Zahid et al., 2014).
Informasi dan data mengenai A. macracanthus masih sangat sedikit, sehingga ikan ini dimasukkan dalam kategori Data Deficient (kurang data) oleh IUCN (Larson et al., 2021). Secara umum, A. macracanthus hidup pada estuari, air tawar maupun air laut yang ditemukan pada perairan pesisir (Kapoor et al., 2002; Froese dan Pauly, 2022). Dari penelitian-penelitian yang ada, dapat dikatakan ikan ambassis sebagai ikan estuari memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap kondisi yang sangat bervariasi seperti fluktuasi salinitas dan suhu (Bilton et al., 2002 dalam Mills et al., 2008).
-
3.1 Hubungan Panjang-bobot
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan A. macracanthus memiliki model hubungan panjang bobot W=0,024L2.38, dengan nilai b = 2.38 (Gambar 4). Nilai b dari model hubungan panjang bobot yang didapatkan lebih kecil dari 3 sehingga dapat dikatakan pertumbuhan ikan A. macracanthus bersifat alometrik negatif (Effendie, 2002). Untuk menentukan pola pertumbuhan ikan A. macracanthus, dilakukan uji T berdasarkan nilai b yang diperoleh. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, diketahui bahwa thitung < ttabel, maka pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif, dimana pertumbuhan panjang ikan A. macracanthus pada perairan Tahura Ngurah Rai lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobot. Hubungan panjang-bobot ikan A. macracanthus menunjukkan nilai koefisien determinasi yang cukup rendah yaitu R2 = 0,31.
Gambar 4. Hubungan Panjang-Bobot Ikan A.macracanthus di perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai (N=302).
Besar kecilnya nilai b dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (suhu, pH dan oksigen terlarut) dan tingkah laku ikan (Muchlisin et al., 2010). Hal ini didukung oleh didapatkannya parameter kualitas perairan pada Taman Hutan Raya Ngurah Rai yang berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, kualitas air tersebut adalah suhu dan oksigen terlarut (DO). Mulfizar et al. (2012) juga memperoleh hasil yang bersifat allometrik negatif namun pada spesies Ambassis koopsii, dimana pola pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan perairan yang kurang mendukung. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan seperti yang dikatakan oleh Effendie (2002), faktor suhu, makanan, serta kimia perairan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ikan.
-
3.2 Faktor Kondisi
Nilai faktor kondisi ikan A. macracanthus dihitung tiap bulannya dimana pada bulan Juli memiliki rentang nilai faktor kondisi yaitu 0,23 hingga 1,72 dengan rata-rata 1,01 dan rentang nilai faktor kondisi pada bulan Agustus yaitu 1,27 hingga 1,47 dengan rata-rata 1,37 (Tabel 3).
Tabel 3. Faktor Kondisi Ikan A. macracanthus pada Musim Timur (Juli-Agustus)
Bulan |
Jumlah |
Faktor Kondisi | |
Kisaran |
Rata-rata | ||
Juli |
297 |
0,23 – 1,72 |
1,01 |
Agustus |
5 |
1,27 – 1,47 |
1,37 |
Total |
302 |
Walaupun mengalami peningkatan, nilai faktor kondisi relatif A. macracanthus berada dibawah 2 sehingga kondisi A. macracanthus pada perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Teluk Benoa kurus. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai faktor kondisi yang rendah mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai kurang optimal untuk pertumbuhan ikan A. macracanthus. Parameter perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seperti suhu, salinitas dan kekeruhan memenuhi standar baku mutu sedangkan untuk suhu dan oksigen terlarut belum memenuhi standar baku mutu.
-
3.3 Kualitas Air
Adapun kualitas air yang didapatkan selama penelitian dilakukannya di perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai pada musim timur (Juli-Agustus) dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum, suhu perairan Tahura Ngurah Rai pada musim timur berkisar dari 26,7-27,7ºC. Pada penelitian yang dilakukan Ernawati dan Restu (2021) pada musim timur tahun 2018, perairan Tahura Ngurah Rai juga memiliki kisaran suhu yang sama yaitu 26,7-27,3 ºC. Berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun
2004 tentang baku mutu air laut, suhu perairan Tahura Ngurah Rai tersebut berada dibawah baku mutu. Akan tetapi, kisaran suhu tersebut masih tergolong kedalam kisaran suhu yang wajar dan optimum bagi pertumbuhan ikan sesuai dengan Effendie (2003) dimana kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan ikan di perairan adalah 20-30ºC.
Tabel 4. Rerata Kondisi Kualitas Perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai pada Musim Timur (Juli-Agustus)
No |
Parameter |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 |
Baku Mutu | |||
08.00-12.00 |
12.00-16.00 |
08.00-12.00 |
12.00-16.00 |
08.00-12.00 |
12.00-16.00 | |||
1 |
Suhu |
27,5 |
27,7 |
26,7 |
27,1 |
27,4 |
27,7 |
28-32 |
2 |
Salinitas |
35,0 |
27,0 |
28,0 |
30,5 |
34,5 |
31,5 |
s/d 34 |
3 |
pH |
7,0 |
7,0 |
6,5 |
6,0 |
6,5 |
6,0 |
7-8,5 |
4 |
DO |
0,8 |
6,4 |
3,9 |
3,8 |
3,8 |
3,8 |
>5 |
5 |
Kecepatan arus |
0,6 |
0,2 |
0,1 |
0,3 |
0,2 |
0,2 | |
6 |
Kekeruhan |
2,4 |
1,6 |
2,9 |
<5 |
Nilai pH perairan Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa pada musim timur memiliki kisaran nilai pH 6-7. Berdasarkan baku mutu, nilai pH yang sesuai hanya terdapat pada perairan Serangan, sedangkan untuk perairan Kampung Kepiting dan perairan Jimbaran berada dibawah baku mutu. Walaupun memiliki pH yang cenderung dibawah baku mutu, kehidupan diperairan masih dapat bertahan bila perairan tersebut memiliki pH antara 5-9 (Effendie, 2003). Berdasarkan penelitian Andika et al. (2018), setelah dilakukannya pembangunan Tol Bali Mandara, nilai pH perairan Tahura Ngurah Rai mengalami penurunan dari rata-rata 8,27 menjadi 7,7; namun hal tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fauna akuatik. Selain itu, nilai pH pada perairan Teluk Benoa dipengaruhi pencampuran air laut Teluk Benoa dengan air tawar dari sungai-sungai disekitar Teluk Benoa serta disebabkan dipengaruhi aktivitas di darat (Tanto et al., 2022).
Salinitas air Tahura Ngurah Rai saat penelitian memiliki kisaran antara 27-35 o/oo sedangkan salinitas yang didapatkan oleh Tanto et al. (2022) memiliki kisaran antara 31,6-32,8 o/oo dan yang didapatkan oleh Ernawati dan Restu (2021) berkisar antara 28,6-32,5 o/oo. Distribusi salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2002; Hamuna et al., 2018). Hal ini dibuktikan oleh penelitian Sidabutar et al. (2019) yang dilakukan di Teluk Prigi, dimana tinggi rendahnya salinitas disebabkan karena adanya pengaruh masukan air tawar. Hal ini berkorelasi dengan penelitian Hamuna et al. (2018), dimana rendahnya nilai salinitas diakibatkan karena adanya masukan air tawar melalui sungai yang bermuara di perairan laut. Secara umum, salinitas perairan Tahura Ngurah Rai berada dalam baku mutu kecuali salinitas peraian Serangan dan Jimbaran pada pagi hari yang melewati baku mutu
Hasil pengukuran DO diperairan Tahura Ngurah Rai sangat rendah dengan kisaran 0,80-6,4 mg/L. Kisaran DO yang rendah juga didapatkan pada studi yang dilakukan Yuspita et al. (2018) pada perairan antara Pelabuhan Benoa dan Pulau Serangan, Teluk Benoa, yaitu 0,42-7,90 mg/L. Andika et al., (2018) menemukan penurunan DO sebanyak 2,4 mg/L setelah pembangunan jalan tol pada Teluk Benoa.
Oksigen terlarut (DO) dibutuhkan mahkluk hidup untuk respirasi, proses metabolisme atau pertukaran zat penghasil energi untuk pertumbuhan dan reproduksi serta untuk oksidasi zat-zat organik dan inorganik dalam proses aerobik (Hamuna et al.,
-
2018) . Berdasarkan Swingle (1969) dalam Nimesh dan Jain (2016), kebutuhan DO minimum untuk ikan adalah 5 mg/L, dimana nilai DO dalam kisaran nilai DO dengan kisaran 1,0-5,0 mg/L memperlambat laju pertumbuhan ikan, nilai DO dalam kisaran 0,3-1,0 mg/L bersifat letal atau menyebabkan kematian dalam jangka panjang, dan nilai DO dibawah 0,3 mg/L menyebabkan kematian pada ikan dalam setelah terpapar secara singkat. Hal ini terlihat dalam hasil hubungan panjang bobot ikan A. macracanthus yang bersifat allometrik negatif.
Secara umum DO perairan Tahura Ngurah Rai dominan berada dibawah baku mutu. Nilai DO yang rendah disebabkan karena wilayah Tahura Ngurah Rai merupakan kawasan muara sungai sehingga kandungan limbah terutama bahan organik pada perairan tinggi yang menyebabkan tingginya aktivitas bakteri pengurai (Ulfa et al., 2018; Mukhtasor, 2007).
Kekeruhan perairan Tahura Ngurah Rai berkisar dari 1,6-2,9 NTU. Kisaran rentang tersebut tidak jauh berbeda dengan kisaran yang didapatkan pada bulan Juni oleh penelitian Hendrawan et al., (2016) yaitu 1,2-2 NTU. Fluktuasi nilai kekeruhan disebabkan adanya aktivitas manusia, pasang surut, arus dan turbulensi (Saraswati et al., 2017). Kekeruhan mempengaruhi kemampuan air untuk meneruskan cahaya ke dalam perairan (Supono, 2015) yang dipengaruhi oleh banyaknya zat tersuspensi, materi terlarut dan partikel-partikel yang terdapat dalam perairan tersebut (Kirk, 2011; Hamuna et al., 2018). Sehingga dapat dikatakan perairan Tahura Ngurah Rai memiliki perairan yang tidak keruh dan sesuai dengan baku mutu dimana perairan yang baik memiliki nilai kekeruhan <5.
Kecepatan arus pada perairan Tahura Ngurah Rai berkisar dari 0,1-0,6 m/s. Berdasarkan penelitian Rachman et al. (2016), kondisi arus pada Teluk Benoa memiliki kisaran antara 0-0,7 m/s dengan perlambatan kecepatan arus pada pasang tertinggi dan surut terendah dengan kisaran 0-0,3 m/s. Arus dipengaruhi oleh kondisi surut menuju pasang (massa air masuk kedalam teluk) dan pasang menuju surut (massa air keluar area teluk) dengan dimana arus tercepat terdapat pada mulut teluk dan melemah pada area dalam teluk karena luasan daerah yang lebih lebar dan adanya pembelokkan arus karena wilayah daratan (close boundary). Kecepatan arus menuju pasang cenderung lebih rendah dibanding kecepatan arus menuju surut (Madyawan et al., 2020; Rachman et al., 2016).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan, dimana perairan Serangan memiliki arus yang lebih kencang karena letaknya yang berdekatan dengan mulut teluk dibanding dengan perairan Kampung Kepiting dan perairan Jimbaran yang terletak di area dalam teluk. Selain dipengaruhi oleh letak perairan Serangan yang dekat mulut teluk, kondisi arus juga dipengaruhi oleh aktivitas lalu lalang kapal sedangkan aktivitas kapal pada perairan Kampung Kepiting dan perairan Jimbaran lebih kecil namun secara umum, arus laut di perairan Teluk Benoa secara signifikan dipengaruhi oleh pasang surut (Al Tanto et al., 2017).
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ikan A. macracanthus di perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Badung, Bali, ikan A. macracanthus memiliki pola pertumbuhan yang dominan dalam pertumbuhan panjang dibandingkan dengan pertambahan bobot (pola pertumbuhan allometrik negatif) serta kondisi ikan tergolong kurus walaupun terjadi peningkatan nilai faktor kondisi pada bulan Agustus. Secara umum, parameter perairan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Teluk Benoa dominan sesuai dengan baku mutu, parameter tersebut antara lain adalah derajat keasaman (pH), salinitas dan kekeruhan. Sedangkan parameter suhu dan oksigen terlarut (DO) belum sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
[Kepmenhut] Keputusan Menteri Kehutanan. 1993. Nomor 544/Kpts-II/1993 tanggal 25 September 1993. Jakarta: Kementrian Kehutanan
[Kepmen LH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Tentang baku mutu air laut
Aisyah, S., Bakti, D., Desrita. 2017. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Acta Aquatica, 4(1): 8-12
Allen, G.T. and Burgess, W.E. 19 90. A review of the glassfishes (Chandidae) of Australia and New Guinea. Rec. West. Aust. Mus. Suppl. No.34:139-206
Al Tanto, T., Wisha, U.J., Kusumah, G., Pranowo, W.S., Husrin, S., Ilham dan Putra, A. 2017. Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa-Bali. Jurnal Ilmiah Geomatika, 23(1): 37-48
Andika, I.B.M.B., Kusmana, C., dan Nurjaya, I.M. 2018. Dampak pembangunan jalan tol Bali Mandara terhadap ekosistem mangrove di Teluk Benoa Bali. Journal of Natural Recources and Environmental Management, 9(3): 641-657
Ariawan, I.K.D., Dharma, I.G.B.S., dan Faiqoh, E. 2021. Struktur komunitas makrozoobenthos di ekosistem mangrove Pulau Serangan Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 7(2):224-231
Effendie, H. M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama
Effendie, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta
Ernawati, N.M. dan Restu, I.W. 2021. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan Teluk Benoa, Bali. Jurnal Enggano, 6(1): 25-36
Fachrul, M.F. 2012. Metode sampling bioteknologi. Bumi Aksara. Jakarta
Fitriana, Y.R. 2005. Keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoobentos di hutan mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Biodiversitas, 7(1): 67–72.
Froese, R. dan Pauly, D. 2022. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, (08/2022)
Hamid, M.A., Mansor, M., and Nor, S.A.M. 2015. Length-weight relationship and condition factor of fish populations in Temengor Reservoir: indication of environmental health. Sains Malaysiana, 44(1): 61–66.
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, H.K., dan Alianto. 2018. Kajian kualitas air laut dan indek pencemaran berdasarkan parameter fisika-kimia di perairan Distrik Dapapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1): 35-43
Hendrawan, I.G., Uniluha, D., dan Maharta, I.P.R.F. 2016. Karakteristik total padatan tersuspensi (total suspended solid) dan kekeruhan (turbididty) secara vertical di perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 2: 2933
Hermawan, A.R., Pribadi, R., dan Ario, R. 2014. Struktur dan komposisi vegetasi mangrove alami di kawasan ekowisata Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of Marine Research, 3(4): 405–414.
Hutagalung, H.P. 1988. Pengaruh suhu air terhadap kehidupan organisme laut. Oseana, 13(4): 153-164
Isa, M.M., Rawi, C.S., Rosla, R., Shah, S.A.M., and Shah, A.S.R. 2010. Length – weight relationships of freshwater fish species in Kerian River Basin and Pedu Lake. Research Journal of Fisheries and Hydrobiology, 5(1): 1-8.
Jaafar, Z., Hajisamae, S., Chou, L.M., and Yatiman, Y. 2004. Community structure of coastal fishes in relation to heavily impacted modified habitats. Hydrobiologia, 511:113-123
Kapoor, D., Dayal, R., and Ponniah, A.G. 2002. Fish biodiversity of India. National Bureau of Fish Genetic Resources Lucknow, India, 755p
https://www.fishbase.se/references/FBRefSummary.php?ID= 45255 diakses pada 27 Desember 2022
Karang, I.W.G.A. 2016. Karakteristik pantulan spectral citra landsat 8 pada area pasang surut: studi kasus Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 2(2): 60-66
Kirk, J. 2011. Light and photosynthesis in aquatic ecosystems. Cambridge University Press, New York.
Larson, H., Torres, A.G., and Kesner-Reyes, K. 2021. Ambassis macracanthus. The IUCN Red List of Threatened Species 2021: e.T195501A147518452.
https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.20212.RLTS.T195501A 147518452.en
Lestari, J.K.T.A., Karang, I.W.G.A., dan Puspitha, N.L.P.R. 2018. Daya dukung ekosistem mangrove terhadap hasil tangkap nelayan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1): 67–77.
Lugina, M., Alviya, I., Indartik dan Pribadi, M.A. 2017. Strategi keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 14(1): 61–77.
Madyawan, D., Hendrawan, I.G., dan Suteja, Y. 2020. Pemodelan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) di Perairan Teluk Benoa. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 6(2): 270280
Manurung, V.T. dan Sunarta, I.N. 2016. Konservasi sumber daya Taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai destinasi ekowisata. Jurnal Destinasi Pariwisata, 4(2): 20–24.
Mills, C.E., Hadwen, W.L., and Hughes, J.M. 2008. Looking through glassfish: marine genetic structure in and estuarine species. CSIRO Publishing, Marine and Freshwater Research, 59: 627-637
Muchlisin, Z.A., Musman, M., and Siti Azizah, M.N. 2010. Length-weight relationships and condition factors of two threatened fishes, Rasbora tawarensis and Poropuntius tawarensis, endemic to Lake Laut Tawar, Aceh Province, Indonesia. Journal of Applied Ichthyology, 26(6): 949-953 doi: 10.1111/j.1439-0426.2010.01524.x
Mukhtasor. 2007. Pencemaran pesisir dan laut. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 159 hlm
Mulfizar, Muchlisin, Z.A., dan Dewiyanti, I. 2012. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik, 1(1): 1-9
Nimesh, N. dan Jain, S. 2016. Effect of dissolved oxygen on physiology and behaviour of freshwater fishes. Voyager, 7. ISSN: 0976-7436, (e): 2455-054X
Nontji, A. 2002. Laut nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Pratama, I.G.M.Y., Karang, I.W.G.A., dan Suteja, Y. 2019. Distribusi spasial kerapatan mangrove menggunakan Citra Sentinel-2A di TAHURA Ngurah Rai. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(2): 192–202.
Prinasti, N.K.D., Dharma, I.G.B.S., dan Suteja, Y. 2020. Struktur komunitas vegetasi mangrove berdasarkan karakteristik substrat di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 6(1): 90–99.
Putra, D.A.K., Restu, I.W., dan Kartika, I.W.D. 2021. Lengthweight relationship and condition factors of Mullet Fish (Mugil cephalus) caught at the waters of Ngurah Rai Grand Forest Park, Bali. Advances in Tropical Biodiversity and Environmental Sciences, 5(1): 12-15.
Rachman, H.A., Hendrawan, I.G., dan Putra, I.D.N.N. 2016. Studi transport sedimen di Teluk Benoa menggunakan pemodelan numerik. Jurnal Kelautan, 9(2): 144-154
Rahardjo, M.F. dan Simanjuntak, C.P.H. 2008. Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan Tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces: Sciaenidae) di perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 15(2): 135–140.
Saraswati, N.L.G.R.A., Arthana, I.W., dan Hendrawan, I.G. 2017. Analisis kualitas perairan pada wilayah perairan Pulau Serangan bagian utara berdasarkan baku mutu air laut. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2): 163-170
Sidabutar, E.A., Sartimbul, A., dan Handayani, M. 2019. Distribusi suhu, salinitas dan oksigen terlarut terhadap kedalaman di Perairan Teluk Prigi Kabupaten Trenggalek. Journal of Fisheries and Marine Research, 3(1): 46-52
Sobari, A.I., Watiniasih, N.L., dan Pebriani, D.A.A. 2020. Keanekaragaman makrozoobentos sebagai bioindikator kualitas perairan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Current Trends in Aquatic Science, 3(1): 88–96.
Suardana, K., Putra, I.G.P.A., dan Kardinal, N.G.A.D.A. 2020. Evaluasi implementasi tata guna lahan berkelanjutan di wilayah pesisir Teluk Benoa, Bali. Pranatacara Bhumandala: Jurnal Riset Planologi, 1(1): 14-25
Sugiyono. 2019. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R D. Alfabeta Bandung, Bandung
Supono. 2015. Manajemen lingkunan untuk akuakultur.
Plantaxia, Yogyakarta
Sutriana, Yasidi, F. dan Nadia, L.O.A.R. 2020. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan Belanak (Mugil dussumieri) di perairan Pulau Balu Kecamatan Tiworo Utara Kabupaten Muna Barat. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 5(3): 210–219.
Tanto, T.A., Prasetyo, R., dan Ilham. 2022. Distribusi spasial parameter kualitas air di Teluk Benoa, Bali. Jurnal Kelautan, 15(2): 168-178
Ulfa, M., Julyantoro, P.G.S., dan Sari, A.H.W. 2018. Keterkaitan komunitas makrozoobentos dengan kualitas air dan substrat di ekosistem mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(2): 179–190
UPT Taman Hutan Raya Ngurah Rai. 2012. Wisata alam Taman Hutan Raya. Denpasar: UPT Taman Hutan Raya Ngurah Rai.
Yuspita, N.L.E., Putra, I.D.N.N., dan Suteja, Y. 2018. Bahan organic total dan kelimpahan bakteri di Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1): 129-140
Zahid, A., Simanjuntak, C.P.H., Rahardjo, M.F., dan Sulistiono. 2011. Iktiofauna ekosistem estuari Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1): 77–85.
Zahid, A., Syafei, L.S., dan Susilowati, R. 2014. Variasi spasio-temporal sebaran kumpulan ikan di Estuari Segara Menyan. Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(1): 67-81
Zainal Abidin, D.H., Lavoué, S., Alshari, N.F.M.A.H., Mohd. Nor, S.A., A. Rahim, M., and Mohammed Akib, N.A. 2021. Ichthyofauna of Sungai Merbok Mangrove Forest Reserve, northwest Peninsular Malaysia, and its adjacent marine waters. Check List 17(2):601-631.
https://doi.org/10.15560/17.2.601
Zuliani, Z., Muchlisin, Z.A., dan Nurfadillah, N. 2016. Kebiasaan makanan dan hubungan panjang berat ikan Julung-Julung (Dermogenys sp.) di Sungai Alur Hitam Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan Dan Perikanan Unsyiah, 1(1): 12–24
150
Discussion and feedback