JMRT, Volume 6 No 2 Tahun 2023, Halaman: 130-135

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)

Frekuensi Pemunculan, Tingkah laku, dan Diversitas Cetacea di Perairan sekitar Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur

Priscilla Princessa Amaloa*, I Dewa Nyoman Nurweda Putraa, I Nyoman Giri Putra a

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: [email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: 20 Juli 2022

Received in revised form: 26 Agustus 2022

Accepted: 19 September 2022

Available online: 28 Agustus 2023


At least 30 cetaceans live in Indonesia, especially in the eastern waters of Indonesia, consisting of whales and dolphins. Cetaceans play an important role as a key species in determining the health of marine ecosystems. This study aims to determine the frequency of appearance, behavior, and diversity of cetaceans along Labuan Bajo, Flores, and East Nusa Tenggara. The study was conducted in October-November 2021, with four weeks to collect field data and interviews. The data involved a ship carrying a group of observers consisting of four people, with each task assigned to look for the appearance, species, and behavior of cetaceans. In the interview methods, interviews were conducted with fishermen regarding the presence of cetaceans. The data was then processed using the Microsoft Excel program and later plotted using the ArcView program as the outpour of the cetacean distribution. The results showed 19 occurrences of cetaceans, with six occurrences found in the field survey and 13 based on interviews with fishermen. Appearances were found to be evenly distributed in the study area, with a total of 7 species of cetaceans found, namely Stenella longirostris, Stenella attenuata, Tursiops truncates, Pseudorca crassidens, Grampus griseus, Kogia simus, and Physeter macrocephalus. In species composition and abundance, S. longirostris species had the highest value, and the P. crassidens species had the lowest composition value. A value of 1.06 was found in diversity, indicating that the cetaceans in Labuan Bajo were classified as moderate. Some behaviors include aerials, spy hopping, bow-riding, feeding, and avoidance.

Keywords: Cetaceans Appearance Diversity Labuan Bajo


A B S T R A K

Kata kunci: Cetacea Diversitas Labuan Bajo Mamalia laut Pemunculan


Setidaknya terdapat 30 spesies cetacea yang hidup di Indonesia, khususnya di perairan timur, terdiri dari paus dan lumba-lumba. Cetacea memegang peranan penting sebagai salah satu spesies kunci dalam penentu kesehatan ekosistem laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemunculan, tingkah laku, dan diversitas cetacea di perairan Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2021 dengan waktu pengambilan data adalah 4 minggu lamanya melibatkan pengambilan data survey lapangan dan wawancara. Pemantauan menggunakan kapal laut oleh pengamat terdiri dari empat orang untuk mencatat pemunculan, spesies, dan tingkah laku cetacea. Pada metode wawancara, dilakukan wawancara terhadap nelayan mengenai keberadaan cetacea. Data tersebut kemudian diolah menggunakan program Micrososft Excel dan plotting menggunakan program ARCVIEW sebagai output distribusi cetacea. Dilakukan juga penghitungan kelimpahan jenis, komposisi jenis, dan nilai indeks keanekaragaman cetacea untuk mengetahui diversitas cetacea. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah ditemukan total 19 pemunculan cetacea dengan 6 pemunculan ditemukan pada survei lapangan, dan 13 pemunculan ditemukan berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Pemunculan ditemukan tersebar merata pada area penelitian dengan total tujuh spesies cetacea ditemukan yaitu spesies Stenella longirostris, Stenella attenuata, Tursiops truncates, Pseudorca crassidens, Grampus griseus, Kogia simus, dan Physeter macrocephalus. Pada komposisi jenis dan kelimpahan, spesies S. longirostris memiliki nilai tertinggi dan spesies P. crassidens memiliki nilai komposisi terendah. Pada keanekaragaman, didapati nilai 1,06 dengan indikasi bahwa cetacea yang berada di Labuan Bajo tergolong sedang. Beberapa tingkah laku ditemukan meliputi aerials, spyhopping, bowriding, feeding, dan avoidance

2023 jmrt. all rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia setidaknya memiliki 30 spesies cetacea yang hidup di perairan sekitarnya, terutama di perairan bagian timur Indonesia

(Yusron, 2012) atau bisa dikatakan bahwa setidaknya sepertiga jenis paus dan lumba-lumba yang ada di dunia terdapat di perairan Indonesia. Cetacea sendiri diketahui sebagai spesies kunci dalam

penentuan indikator penting kesehatan ekosistem laut (Azzellino et al., 2014).

Meskipun begitu, masih banyak ancaman yang dialami oleh cetacea dari berbagai faktor seperti penangkapan oleh nelayan (Read et al., 2003), salah tangkap atau bycatch, perburuan (Mangel et al., 2013) maupun kerusakan habitat, gangguan suara bawah permukaan laut, dan polusi laut (Siahainenia, 2010). Pada sisi baiknya, perhatian masyarakat sudah tersadarkan mengenai pentingnya kelestarian cetacea terutama untuk mengetahui penyebaran, pola migrasi, dan juga kelestarian cetacea (Thompson, 1992). Pemahaman tersebut kemudian menjadi pendukung untuk menahami frekuensi dan distribusi cetacea agar dapat menentukan manajemen konservasi yang tepat bagi area perairan tersebut (Putra dan Putu, 2021). Atas dasar tersebut, penting untuk mempelajari dan melindungi keberadaan cetacea, terutama di Indonesia. Namun, penyebaran cetacea di Indonesia hingga saat ini belum banyak diketahui dengan baik, dikarenakan penelitian yang jarang dilakukan dan cukup sulit untuk dilakukan sehingga keberadaannya belum diketahui dengan pasti (Salim, 2011).

Perairan timur Indonesia memegang peranan penting terutama sebagai habitat asli maupun daerah ruaya bagi sekitar 19 jenis cetacea yang ditemukan di perairan tersebut (Mujiyanto, 2017). Akan tetapi, pengetahuan mengenai habitat dan cetacea di daerah perairan tersebut masih belum diketahui dengan cukup baik (Putra dan Putu, 2021), sehingga penelitian mengenai keberadaan cetacea di perairan Labuan Bajo, Flores, NTT penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui keberadaan cetacea khususnya di perairan timur Indonesia. Data distribusi tersebut nantinya dapat digunakan untuk menetapkan area marine protected area, maupun pembaharuan dari ketersediaan data mengenai sebaran dan keanekaragaman cetacea di Labuan Bajo. Terlebih lagi sejak Labuan Bajo ditetapkan sebagai one of the new seven wonders pada tahun 2013 (Agas, 2019).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2021 di perairan sekitar Labuan Bajo yaitu di dekat Pulau Seraya Besar dengan frekuensi pengambilan data yaitu satu kali dalam satu minggu di setiap hari Sabtu pada pukul 06.00-09.00 WITA, dan pengambilan data dilakukan sebanyak 4 minggu lamanya. Adapun area pengamatan yang didapatkan berdasarkan pengolahan menggunakan aplikasi ArcMap 10.4 yaitu sebesar 6739,54 km2 (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data menggunakan metode pengamatan langsung. Data yang dikumpulkan meliputi data oseanografi mencakup kondisi perairan berdasarkan skala Beaufort yang telah dimodifikasi oleh Setiawan (2004), pemunculan, identifikasi spesies, dan tingkah laku cetacea di permukaan air secara langsung. Selain itu juga digunakan metode pemetaan partisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar dengan menanyakan pemunculan, spesies cetacea, dan perkiraan koordinat pemunculan cetacea. Pada pengambilan data lapangan, digunakan pengambilan data jarak jauh (distance sampling) dengan line transect pola zig-zag dan random start point untuk menghindari glare atau cahaya yang menyilaukan ketika mencari data pemunculan cetacea (Dharmadi et al., 2010). Kelompok pengamat terdiri dari empat orang observer atau pengamat dengan satu pengamat utama, satu orang notulen, dan dua pengamat lainnya dengan posisi yang telah ditentukan, dirotasi setiap satu jam berjalan (Gambar 2). Data yang dikumpulkan mencakup koordinat pemunculan cetacea, jumlah spesies yang ditemukan, tingkah laku serta jumlah tingkah laku dilakukan sesuai dengan keterangan tingkah laku cetacea di permukaan air (Setiawan, 2004) seperti ditunjukkan pada tabel 1. Selain itu, dilakukan juga pencatatan kondisi perairan berdasarkan modifikasi skala Beaufort oleh Setiawan (2004) seperti pada tabel 2.

Tabel 1. Tingkah laku cetacea

Tingkah laku

Deskripsi

Bow riding

Gerakan lumba-lumba mengikuti pergerakan kapal

Aerials

Gerakan  lumba-lumba  melompat  tinggi,

maupun berbalik dan berputar di udara

Spy-hopping

Gerakan   lumba-lumba   mengintip   dan

memunculkan kepala dari dalam air

Breaching

Gerakan paus meloncat dan menjatuhkan tubuh ke arah belakang

Lobtailing

Gerakan pengangkatan fluks ke luar permukaan air dan memukul-mukulkannya ke permukaan air

Avoidance

Gerakan lumba-lumba saat menghindari kapal

Feeding

Kegiatan mencari makan yang ditandai dengan schooling ikan yang berada di dekat cetacean

Logging

Cetacean yang tidak bergerak atau berdiam diri sehingga terlihat seperti sebongkah kayu

Tabel 2. Skala Beaufort kondisi permukaan laut yang telah dimodifikasi

Skala

Keterangan

Deskripsi

1

Bagus

Ditemukan sedikit riak di permukaan, dan permukaan terlihat seperti cermin

2

Lumayan

Ombak kecil muncul dengan skala tertentu, dan angin bertiup sepoi-sepoi

3

Agak berombak

Berombak kecil yang tak menghasilkan suara

4

Berombak

Ombak mulai membesar, puncaknya mulai pecah

5


Berombak besar


serta terlihat buih


Ombak kecil yang kemudian mulai memanjang dan meninggi, beberapa terkadang menyebabkan dentuman ke arah kapal.


didapatkan nilai H’, maka dapat ditentukan tingkat keanekaragaman jenisnya berdasarkan nilai kriteria indeks keanekaragamannya (persamaan 3).


ni pi =


(3)


Pengumpulan data dilakukan sebanyak 1 kali dalam 1 minggu dengan prakiraan waktu yaitu pada pukul 06.00-09.00 WITA.

Gambar

2. Posisi pengamat di kapal

Pemetaan partisipatif melibatkan nelayan lokal yang berada di area penelitian. Dari metode tersebut dikumpulkan data pendukung yaitu data prakiraan pemunculan cetacea yang melibatkan nelayan dengan menanyakan prakiraan pemunculan yang ditemukan sesuai dengan alur melaut yang biasa dilewati oleh para nelayan sebelumnya, dan spesies yang ditemukan.

Hasil yang didapatkan kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excel dengan melakukan plotting berdasarkan titik pemunculan dan koordinat peta menggunakan program ARCVIEW sebagai output dari sebaran cetacea yang berada di sekitar perairan Labuan Bajo.

  • 2.3    Analisis Data

Analisis data mencakup hubungan jumlah pemunculan cetacea dan kelimpahan individu yang didapat. Analisis tersebut mencakup penghitungan frekuensi pemunculan dimana yang dimaksud dengan penghitungan frekuensi tunggal adalah penghitungan nilai yang tidak memiliki angka yang bervariasi (Gravetter dan Wallnau, 2000) berupa variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau hubungan antar variabel satu sama

lain (Sugiyono, 2013). Selain itu juga dilakukan penghitungan kelimpahan jenis, komposisi jenis, dan indeks keanekaragaman.

Kelimpahan jenis dihitung menggunakan rumus Brower (1982) seperti persamaan 1.

κ = 7 ………………………………….(1)

Dengan H’ merupakan nilai indeks keanekaragaman; ni merupakan jumlah individu; dan N adalah total jumlah individu. Nilai H’ yang didapatkan selanjutnya ditentukan kedalam tingkat keanekaragaman jenisnya dengan nilai indeks keanekaragamannya yaitu berikut.

Tabel 3. Nilai Kriteria Indeks Keanekaragaman

Indeks Keanekaragaman

Kategori

H’ < 1

Rendah

1 < H’ < 3

Sedang

H’ > 3

Tinggi

Data-data yang dianalisa tersebut kemudian dibahas secara deskriptif berdasarkan grafik dan nilai yang didapatkan.

  • 3.   Hasil dan Pembahasan

    • 3.1  Frekuensi pemunculan dan komposisi jenis.

Perairan Labuan Bajo memegang peranan penting dalam kehidupan cetacean yaitu sebagai daerah migrasi yang memiliki potensi pemunculan cetacea yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil pemunculan cetacea yang berada di Labuan Bajo pada umumnya termasuk kedalam kelompok odontoceti kecil atau lumba-lumba dengan jalur migrasi yang lebih kecil. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 19 pemunculan cetacea dengan enam pemunculan merupakan hasil survei lapangan dan 13 pemunculan didapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Berdasarkan 19 pemunculan tersebut, ditemukan cetacea sebanyak tujuah spesies, yaitu: Stenella longirostris, Stenella attenuata, Tursiops truncates, Pseudorca crassidens, Grampus griseus, Kogia simus, dan Physeter macrocephalus (Tabel 4).

Dengan K adalah kelimpahan suatu jenis (individu/m2); ni merupakan jumlah individu suatu jenis (individu); dan A adalah luas area yang digunakan (km2). Pada komposisi jenis, digunakan rumus berdasarkan English et al., (1997) guna membandingkan jumlah individu jenis dengan jumlah individu keseluruhan sesuai persamaan 2.


Ki = ^xlOO⅜..........................................(2)


Dimana Ki merupakan komposisi jenis ke-i (%); ni merupakan jumlah individu jenis ke-I (individu); dan N merupakan jumlah total individu (individu). Pada indeks keanekaragaman, digunakan rumus Shannon-Wiener (1984) seperti persamaan 3. Setelah


Tabel 4. Spesies yang ditemukan

Famili

Spesies

Nama

Indonesia

Hasil

wawancara (individu)

Hasil survei (individu)

Jumlah (individu)

Delphinidae

Stenella longirostris

Lumba-lumba spinner

345

102

447

Delphinidae

Stenella attenuata

Lumba-lumba bercak

110

2

112

Delphinidae

Tursiops truncatus

Lumba-lumba hidung botol biasa

100

0

100

Delphinida

Pseudorca crassidens

Paus pembunuh palsu

3

0

3

Delphinidae

Grampus griseus

Lumba-lumba risso

21

0

21

Delphinidae

Kogia simus

Paus sperma kerdil

4

0

4

Physeteridae

Physeter macroceph alus

Paus sperma

5

0

5

Spesies dengan nilai komposisi jenis tertinggi adalah S. longirostris sebesar 64% dengan estimasi jumlah yaitu sebanyak 447 individu, selanjutnya yaitu S. attenuata sebesar 17% dengan jumlah sebanyak 122 individu, T. truncatus sebesar 14% dengan jumlah sebanyak 100 individu, G. griseus sebesar 3% dengan jumlah sebanyak 21 individu, dan tiga spesies terendah adalah P. macrocephalus, K. simus, dan P. crassidens sebesar <1% dengan masing-masing estimasi jumlah individu berturut-turut yaitu sebanyak 5 individu, 4 individu, dan 3 individu (Gambar 3). Perairan sekitar Labuan Bajo menjadi feeding ground bagi beberapa spesies yang ditemukan, dikarenakan banyaknya ikan pelagis kecil yang hidup di perairan tersebut seperti ikan tuna dan makarel (BROL, 2019) yang merupakan makanan bagi cetacea itu sendiri. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan nelayan juga menjadi penjelas bahwa ada keterkaitan antara aktivitas lumba-lumba dengan aktivitas nelayan tangkap, karena cetacea menjadi salah sati indikator penanda ada atau tidaknya ikan tuna di perairan tersebut.

Gambar 3. Komposisi jenis cetacea

Kelimpahan jenis cetacea tertinggi dimiliki oleh S. longirostris dan yang terendah dimiliki oleh P. crassidens (Gambar 4).

Gambar 4. Kelimpahan jenis cetacea bulan Oktober-November 2021

  • 3.2    Sebaran

Pemunculan cetacea yang didapatkan berdasarkan pada survei lapangan biasanya ditemukan pada saat kondisi perairan memiliki nilai skala Beaufort sebesar 1 atau kondisi perairan tergolong bagus dengan muncul sedikit riak di permukaan, dan permukaan air terlihat seperti cermin. Sedangkan pada hari-hari tidak ditemukan cetacea biasanya disebabkan oleh kondisi perairan yang kurang baik dengan indikasi nilai skala Beaufort yaitu sebesar 5 atau berombak besar, ditandai dengan ombak kecil yang memanjang lalu meninggi dan menghasilkan dentuman ke arah kapal. Setelah mencocokkan kembali hasil skala Beaufort yang didapatkan dengan nilai kecepatan angin dan curah hujan bulanan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika, ditemukan bahwa curah hujan dan kecepatan angin cenderung lebih tinggi sehingga sulit untuk menemukan cetacea.

Gambar 5. Peta sebaran cetacea bulan Oktober-November 2021

Pemunculan cetacea yang didapatkan pada bulan Oktober-November berdasarkan hasil survei lapangan dan wawancara, ditemukan secara merata pada area penelitian. Sayangnya terdapat hari-hari dimana cuaca buruk sehingga sulit untuk menemukan pemunculan cetacea. Selain itu, nelayan juga menyatakan bahwa pada bulan-bulan dilakukan penelitian (Oktober-November) sudah mulai memasuki musim barat sehingga sebagian besar nelayan tidak dapat pergi melaut dikarenakan gelombang besar dan curah hujan yang tinggi.

  • 3.3    Keanekaragaman

Terlepas dari sebaran yang ditemukan, beberapa cetacea tetap ditemukan meliputi cetacea dengan spesies S. longirostris dan spesies S. attenuata. Kedua spesies tersebut merupakan spesies dengan niche ekologi yang luas dan ditemukan pada kondisi yang luas dan berbeda-beda. Keanekaragam biota yang ada pada suatu perairan juga biasanya bergantung pada jumlah spesies yang ditemukan pada komunitasnya, dengan gambaran yaitu semakin banyak spesies dan jumlah yang ditemukan, maka nilai keanekaragamannya semakin besar (Wihlm dan Doris, 1968). Setelah dilakukan perhitungan pada nilai indeks keanekaragaman cetacea berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (1988), didapati bahwa nilai indeks keanekaragaman yang ada pada perairan sekitar Labuan Bajo mendapati nilai sebesar 1,06. Spesies yang dominan adalah spesies S. longirostris yang muncul di setiap minggu pengambilan data. Berdasarkan nilai tersebut, maka perairan sekitar Labuan Bajo memiliki indeks keanekaragaman sedang dengan angka yang didapat berkisar diantara 1 dan 3, sesuai dengan ketentuan Shannon-Wiener (1988) (Tabel 5).

Tabel 5. Indeks keanekaragaman cetacea

Indeks

Keanekaragaman/bulan

Oktober             1,06

Bulan

November           1,06

  • 3.4    Tingkah laku

Pada dasarnya, cetacean khususnya lumba-lumba merupakan mamalia yang bersifat sosial dan hidup berkelompok (Morante, 2001). Dengan hidup berkelompok, biasanya mereka terlihat berenang bersama ke atas permukaan air, yang kemudian diamati tingkah lakunya baik secara individual maupun berkelompok.

Tingkah laku

Jumlah total

Aerials

56

Spy-hopping

3

Bowriding

24

Feeding

37

Avoidance

23

Pada penelitian yang telah dilakukan, beberapa tingkah laku cetacea yang ditemukan adalah aerials, spy-hopping, bowriding, feeding, dan avoidance (gambar 6). Tingkah laku aerials ditemukan sebesar 39% dengan total jumlah 56 kali, dilanjut dengan tingkah laku feeding atau berburu makanan sebesar 26% dengan total 37 kali dilakukan, lalu tingkah laku bowriding sebesar 17% sebanyak 24 kali, tingkah laku avoidance sebesar 16% dilakukan sebanyak 23 kali, dan tingkah laku spy-hopping sebesar 2% dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil tingkah laku yang diamati pada penelitian ini mendapatkan tingkah laku yang banyak dilakukan oleh famili Delphinidae, yaitu aerials. Tingkah laku ini disebut sebagai salah satu tingkah laku yang menandakan aktivitas harian lumba-lumba yang juga digunakan sebagai penetap batas sebelum melakukan perburuan atau feeding. Kemudian pada saat lumba-lumba melakukan feeding, lumba-lumba berenang dengan cepat melewati kapal diselingi beberapa tingkah laku aerials. Persentase tingkah laku yang paling kecil dimiliki oleh spy-hopping dikarenakan lumba-lumba cenderung

berkoloni dan tidak jauh antar koloni sehingga tingkah laku tersebut tidak begitu banyak ditemukan.

Gambar 6. Diagram tingkah laku cetacea

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

  • 1.    Frekuensi pemunculan dan diversitas cetacea ditemukan pada perairan sekitar Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur didapatkan sebanyak 19 pemunculan mencakup tujuh spesies yaitu Stenella longirostris, Stenella attenuata, Tursiops truncatus, Pseudorca crassidens, Grampus griseus, Kogia simus, dan Physeter macrocephalus yang tersebar merata sepanjang area penelitian di sekitar Pulau Seraya Besar, Labuan Bajo.

  • 2.    Tingkah laku yang ditemukan mencakup aerials, feeding, bowriding, avoidance, dan spy-hopping.

Daftar Pustaka

Agas, K. 2019. Respon Masyarakat Dalam Perkembangan Pariwisata di kelurahan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Proyek Akhir. Bandung: Sekolah Tinggi Pariwisata

Azzellino, et al., 2014. An Index based on the biodiversity of cetacean species to assess the environmental status of marine ecosystems. Marine Environmental Research. 1-18

Brower, K. L. 1982. Deep-level nitrogen centers in laser-annealed ion-implanted silicon. Physical Review B, 26(11), 6040-6052

BROL. 2019. Laporan Ringkas (Digest) Riset Tahun Anggaran 2019. Balai Riset dan Observasi Laut. Pusat Riset Kelautan.

Carwadine, M. 1995. Eye witness handbook: Whales, dolphins and porpoises. The visual guide to all world's porpoises. Australian Geographic Press. Australia.

English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2nd ed. Townsville: Australia: Australian Institute of Marine Science

Gravetter, F.J., & Wallnau, L.B. 2000. Statistics for the behavioral sciences. A First Course for ntS of Psycholo and Education (2nd Ed.) St. Paul, MN: West Publishing Company.

Jefferson, T.A., Stephen, L., Marc, A.W. 1993. Marine Mammals of The World. FAO Species Identification Guide.

Mangel, J.C., Joanna, A.S., Matthew, J.W., David, J.H., dan Brendan J.G. 2013. Using pingers to reduce bycatch of small cetaceans in Peru’s small-scale driftnet fishery. Fauna & Flora International, Oryx. 47(4): 595-606.

Mira, S. 2016. Pengenalan Jenis-Jenis Mamalia Laut Indonesia. Konservasi Jenis Ikan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia-Pusat Penelitian Oseanografi (LIPI-PPO).

Morante, Y. 2001. Kajian Perilaku Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus E) di Gelanggang Samudera Jaya Ancol. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Mujiyanto., Riswanto., dan Adriani, S.N. 2017. Efektifitas Sub-Zona Perlindungan Setasea di Kawasan Konservasi Perairan TNP Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Coastal and Ocean Journal. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Putra, M.I.H. dan Putu, L.Z.M. 2021. Maximum entropy model: Estimating the relative suitability of cetacean habitat in the northern Savu Sea, Indonesia. Society for Marine Mammalogy. Marine Megafauna Research Group.

Read, A. dan Simon, N. 2003. By-catches of marine mammals in US fisheries and a first attempt to measure the magnitude of global marine mammal bycatch. Sea Mammal Research Unit, Gatty Marine Laboratory. University of St. Andrews. United Kingdom.

Salim, Dafiuddin. 2011. Konservasi Mamalia Laut (Cetacea) di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur. Jurnal KELAUTAN. Vol 4, No 1. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, Adityo. 2004. Sebaran dan Tingkah Laku Cetacea di Perairan Sekitar Taman Nasional Komodo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Shannon, C.E. 1984. A mathematical theory of communication. Bell system technical journal. 27(3): 379-423.

Siahainenia, S.R. dan Isnaniah. 2010. Jenis dan Distribusi Lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan Lampung. Jurnal Ilmu Perairan. Riau: Universitas Riau

Sugiyono. 2013. Metode penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Thompson, P.M. 1992. The conservation of marine mammals in Scottish waters. Proceedings of the Royal Society of Edinburgh. 100:123-140.

Wihlm, J.L. dan T.C. Doris. 1986. Biological parame-ters for water quality. Journal Bio. Science, 18(1): 477-481.

Yusron, E. 2012. Biodiversitas Jenis Cetacean di Perairan Lamalera, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal ILMU KELAUTAN. Jakarta: Bidang Penelitian Sumberdaya Laut, Puslit Oseanografi -LIPI

135