Komposisi dan Struktur Komunitas Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) di Teluk Paraja, Kabupaten Pandeglang, Banten
on
JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 99-104
JMHT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Komposisi dan Struktur Komunitas Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) di Teluk Paraja, Kabupaten Pandeglang, Banten
Ariel Devanyaa*, Dwi Budi Wiyantoa, Mujiyantob, I Nyoman Giri Putraa, dan Elok Faiqoha
-
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan Dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
-
bPusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Indonesia
*Corresponding author, email: [email protected]
ARTICLE INFO abstract
Article history:
Received : 24 Maret 2022
Received in revised form : 12 Juli 2022
Accepted : 18 August 2022
Available online : 31 Agustus 2022
Keywords:
Butterflyfish;
Chaetodontidae;
Composition
Paraja Bay
Fish that spend most of their life cycle and depend on the existence of coral reef ecosystems are reef fish. Butterflyfish (Chaetodontidae) is a family of fish that can live in association with coral reefs and has an important role in coral reef ecosystems, causing butterflyfish to be very sensitive to changes in coral reef conditions. The tsunami in Paraja Bay, Pandeglang Regency, Banten, in December 2018 made a difference in habitat conditions. This significant difference can affect the abundance of fish that live in it, especially butterflyfish. The availability of data on the community structure of reef fish in Paraja Bay is categorized as "poor data". Therefore, this study was conducted to add more specific data regarding the abundance and community structur e of reef fish from the Chaetodontidae family. This research was conducted in February 2022 using the Underwater Visual Census (UVC) method to collect fish data. Data were taken on each side of the four small islands for 16 stations. The depth of the observation station is between 5-6 m. Observations at each station were carried out by placing a 50 m roll meter parallel to the shoreline with a width of 2.5 meters to the right and 2.5 meters to the left, and 5 m eters above the roll meter. The result shows that there were 179 individuals found from 4 genera and 14 species of the Chaetodontidae. The species found were Chaetodon collare, C. Kleinii, C. ephippium, C. octofasciatuus, C. rafflesia, C. trifasciatus, C. vagabundus, Chelmon rostratus, Forcipiger longirostris, Heniochus acuminatus, H. pleurataenia, H. singularis, and H. singularis, H. varius. The community structure was analyzed using fish abundance, diversity (H'), dominance (C), and evenness index (E). The highest abundance of butterflyfish was 0.09 ind./m2 , and the lowest was on the east side of Oar Island, which was 0.00 ind./m2. The butterflyfish diversity index ranged from 0,61 (Umang Island) to 0.71 (Badul and Mangir Island). The fish evenness index ranged from 0.69-0.84, where the highest value was 0.84 on Mangir Island and the lowest was 0.69 on Oar Island. The highest dominance index has a value of 0.35 on Oar Island, while the lowest is on Mangir Island, with a dominance index of 0.25. Based on these results, we can conclude that the genus Chaetodon has the most significant composition. Based on the community structure result, Paraja Bay’s waters provide equal opportunities for all species but have low species variation. Each species has a small number. It can be known that it is necessary to conserve and maintain coral reef ecosystems to increase the abundance and presence of butterflyfish in the waters of Paraja Bay, Pandeglang, and Banten.
2022 JMRT. All rights reserved.
Persebaran ikan dapat dijumpai hampir di seluruh bagian di perairan laut, mulai dari perairan dangkal yang dipenuhi terumbu karang hingga laut terdalam. Ikan yang menghabiskan sebagian besar siklus hidupnya dan memiliki ketergantungan terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang adalah ikan karang (Mujiono & Oktaviani, 2021). Kelompok ikan karang menghabiskan seluruh hidupnya di terumbu karang, mulai dari dijadikan sebagai tempat berkembang biak (spawning), tempat
pengasuhan untuk ikan juvenil (nursery), dan ekosistem ini juga menyediakan makanan (feeding ground) (Mujiono & Oktaviani, 2021).
Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) menjadi salah satu famili ikan yang dapat hidup berkaitan dengan terumbu karang serta memiliki peran yang penting dalam ekosistem terumbu karang (Nugraha et al., 2019). Anggota ikan Chaetodontidae memiliki beberapa variasi perilaku makan, yaitu obligate coral feeder dan facultative coral feeder (Suharti et al., 2018). Obligative coral feeder merupakan kelompok ikan yang secara khusus hanya
memakan polip karang, sedangkan facultative coral feeder merupakan kelompok ikan yang memakan polip karang dan algae (Reverter et al., 2017). Ikan Kepe-Kepe memiliki keterkaitan terhadap kondisi terumbu karang, sehingga ikan tersebut sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi pada kondisi terumbu karang (Nurjirana & Burhanuddin, 2017).
Tsunami yang terjadi di Teluk Paraja, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, membuat perbedaan kondisi habitat sebelum dan sesudah tsunami (Mujiyanto et al., 2021). Perbedaan habitat sebagai akibat dari dampak tsunami yang berpengaruh terhadap kelimpahan ikan yang hidup di dalamnya, terutama ikan Kepe-Kepe. Teluk Paraja memiliki pulau-pulau kecil yang berpotensi sebagai tempat wisata ataupun dalam aspek perikanan (BPS Kabupaten Pandeglang, 2020). Pulau yang dimaksud adalah Pulau Badul, Pulau Mangir, Pulau Oar, Pulau Sumur, dan Pulau Umang. Menurut Mujiyanto et al. (2021), pada tahun 2019 Pulau Sumur bagian timur memiliki kedalaman yang dangkal dikarenakan aktivitas di daratan. Letak Pulau Sumur yang berdekatan dengan daratan menjadikan Pulau Sumur terdampak oleh aktivitas manusia. Ketersediaan data pada struktur komunitas ikan karang di Teluk Paraja dikategorikan sebagai “poor data” atau diketahui sebagai area yang belum banyak mempunyai data untuk gambaran kondisinya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menambahkan data yang lebih spesifik mengenai kelimpahan dan struktur komunitas ikan karang dari Chaetodontidae di wilayah perairan Teluk Paraja, Pandeglang, Banten.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2022. Kegiatan penelitian dilakukan pada 16 stasiun terpilih di Pulau Badul, Pulau Mangir, Pulau Oar, dan Pulau Umang yang termasuk dalam wilayah perairan Teluk Paraja, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pendangkalan yang terjadi pada tiga stasiun di Pulau Sumur menyebabkan sulitnya mendapatkan gambaran data pada pulau tersebut, sehingga pengambilan data hanya dapat dilakukan pada empat pulau kecil lainnya di kawasan perairan Teluk Paraja. Masing-masing stasiun dijelaskan pada Gambar 1 dan Tabel 1.
Gambar 1. Lokasi stasiun penelitian
Tabel 1. Titik koordinat lokasi penelitian
Lokasi Penelitian |
Letak Geografis | ||
S |
E | ||
Utara |
6° 40’ 28,632” |
105° 33’ 22,932” | |
Pulau Mangir |
Timur |
6° 40’ 37,128” |
105° 33’ 31,571” |
Selatan |
6° 40’ 43,788” |
105° 33’ 22,788” | |
Barat |
6° 40’ 35,364” |
105° 33’ 09,179” | |
Utara |
6° 42’ 16,596” |
105° 30’ 08,604” | |
Pulau Badul |
Timur |
6° 42’ 26,532” |
105° 30’ 15,336” |
Selatan |
6° 42’ 34,560” |
105° 30’ 10,583” | |
Barat |
6° 42’ 27,612” |
105° 30’ 04,499” | |
Utara |
6° 38’ 26,808” |
105° 34’ 56,351” | |
Pulau Umang |
Timur |
6° 38’ 37,644” |
105° 35’ 03,587” |
Selatan |
6° 38’ 42,108” |
105° 34’ 49,079” | |
Barat |
6° 38’ 30,516” |
105° 34’ 45,371” | |
Utara |
6° 38’ 39,480” |
105° 34’ 12,179” | |
Pulau Oar |
Timur |
6° 38’ 47,112” |
105° 34’ 20,208” |
Selatan |
6° 38’ 56,760” |
105° 34’ 09,840” | |
Barat |
6° 38’ 43,224” |
105° 34’ 02,424” |
-
2.2 Metode penelitian
Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan sensus visual bawah air dengan metode belt transect merujuk pada English et al. (1997). Pengambilan data dilakukan di empat pulau di Teluk Paraja, Kabupaten Pandeglang, setiap pulau diambil empat stasiun pengamatan. Kedalaman stasiun pengamatan yaitu berkisar antara 5-6 m. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kedalaman dan keberadaan terumbu karang. Namun pada stasiun sisi timur Pulau Oar tidak dapat ditemukan terumbu karang pada kedalaman tersebut. Pengamatan pada setiap stasiun dilakukan dengan meletakan roll meter sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai. Sedangkan untuk lebar area observasi seluas 5 meter yakni 2,5 meter ke arah kanan dan 2,5 meter ke arah kiri dan 5 m di atas transek (English et al., 1997).
Proses awal sebelum dilakukan pengamatan ikan, pengamat menunggu 3 menit sampai 5 menit setelah roll meter terpasang untuk memberikan waktu pada ikan untuk melanjutkan perilaku normalnya, pengamatan ikan Kepe-Kepe diawali dari titik nol roll meter. Untuk memastikan akurasi pendataan ikan, kamera bawah air digunakan untuk menangkap gambar serta video ikan yang berada di sepanjang roll meter. Selanjutnya ikan akan diidentifikasi sampai tingkat spesies dengan merujuk pada Allen et al. (2003), Kuiter dan Tonozuka (2001), dan website identifikasi ikan (www.fishbase.de) untuk memastikan akurasi data pengamatan visual sensus.
2.3 Analisis data
-
2.3.1 Komposisi jenis ikan
Komposisi jenis ikan dihitung pada tingkat genus untuk mengetahui persentase jumlah spesies per total individu yang ditemukan menggunakan persamaan sebagai berikut (Setiawan et al., 2013) (persaamaan 1):
Komposisi jenis= -rlOO
……...….. (1)
N merupakan jumlah total individu dan ni merupakan jumlah individu per genus.
-
2.3.1 Kelimpahan ikan
Data kelimpahan ikan karang per satuan luas dapat menggambarkan total individu yang ditemui pada setiap stasiun. Nilai kelimpahan ikan karang dihitung berdasarkan persamaan (Odum, 1971) (persamaan 2):
Ki
…………….. (2)
N merupakan nilai kelimpahan ikan ke-I, ni merupakan jumlah total ikan yang teramati antar stasiun, dan L adalah
luas area belt transect (m2).
2.3.2 Indeks keanekaragaman (H’)
Analisis indeks keanekaragaman pada kehadiran jenis ikan karang dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi antar jenis dalam suatu komunitas. Penentuan indeks keanekaragaman menggunakan metode Shannon-Wiener (Krebs, 1972) (persamaan 3), yaitu:
S
H' =
∑[pilogpi]
i=l
…..……….. (3)
H’ merupakan nilai indeks keanekaragaman, s merupakan total spesies yang teramati, dan pi merupakan jumlah ikan karang spesies ke-i (n,) yang dibandingkan terhadap jumlah total. Kriteria nilai indeks keanekaragaman menurut Shannon & Weaver (1964) yaitu, nilai H’≤ 1 mengindikasikan bahwa keanekaragaman kecil, nilai 1 < H’ ≤ 3 termasuk dalam keanekaragaman sedang, dan nilai H’≥ 3 dapat menggambarkan keanekaragaman yang tinggi.
2.3.3 Indeks keseragaman (E)
Indeks keseragaman menggambarkan rasio keanekaragaman yang terukur dengan keanekaragaman maksimum. Indeks keseragaman dapat diketahui dengan persamaan Pielou, (1977) (persamaan 4):
…………….. (4)
E adalah indeks keseragaman, H’ merupakan indeks keanekaragaman, dan S adalah jumlah spesies. Kriteria indeks keseragaman menurut Krebs, (1972): Nilai 0 < E ≤ 0,50 mengindikasikan bahwa indeks keseragaman rendah, indeks keseragaman sedang memiliki nilai 0,5 < E ≤ 0,75 dan 0,75 < E ≤ 1,50 merupakan nilai indeks keseragaman tinggi.
2.3.4 Indeks dominansi (C)
Indeks dominansi pada ikan karang dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan dominansi suatu spesies di antara suatu populasi. Indeks dominansi dianalisis menggunakan perhitungan indeks dominansi Simpson (Odum, 1993) (persamaan 5) yaitu:
∑ni , ⅛>2
……....…….. (5)
D adalah indeks dominansi Simpson, ni merupakan jumlah individu tiap spesies, dan N adalah jumlah individu seluruh spesies. Kisaran nilai indeks dominansi berada di antara 0 dan 1. Dimana saat angka cenderung mendekati nilai 0 maka dapat diketahui bahwa tidak ada dominansi spesies dan terdapat dominansi spesies jika nilai mendekati 1 (Odum, 1993).
Hasil pengamatan di 16 stasiun terpilih yang mewakili antar masing-masing sisi pulau ditemukan sebanyak 179 individu jenis ikan dari Chaetodontidae. Jumlah total tersebut ditemukan dari 4 genus dan 13 spesies. Genus Chaetodontidae yang ditemukan, yaitu genus Chaetodon, Chelmon, Forcipiger, dan Heniochus. Berdasarkan persentase antar masing-masing genus yang ditemukan, presentase tertinggi yaitu genus Chaetodon (73.18 %) diikuti Heniochus (23,46 %), Chelmon (2,79 %) dan Forcipiger (0,56 %). Nilai dari masing-masing genus dijelaskan dalam Gambar 2 dan Tabel 2.
Chelmon
2,79%
Heniochus
23,46%
Forcipiger 0,56%
Chaetodon 73,18%
Gambar 2. Komposisi jenis genus Chaetodon di Teluk Paraja
Tabel 2. Kehadiran ikan pada masing-masing stasiun
No |
Nama Spesies |
Pulau Badul |
Pulau Mangir |
Pulau Oar |
Pulau Umang | |||||||||||
U |
T |
S |
B |
U |
T |
S B |
U |
T |
S |
B |
U |
T |
S |
B | ||
1. |
Chaetodon collare |
√ |
√ |
√ |
√ | |||||||||||
2. |
Chaetodon ephippium |
√ | ||||||||||||||
3. |
Chaetodon kleinii |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ | ||
4. |
Chaetodon octofasciatus |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ | |||||||||
5. |
Chaetodon rafflesii |
√ |
√ | |||||||||||||
6. |
Chaetodon trifasciatus |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ | |||||||||
7. |
Chaetodon vagabundus |
√ |
√ |
√ | ||||||||||||
8. |
Chelmon rostratus |
√ |
√ | |||||||||||||
9. |
Forcipiger longirostris |
√ |
√ |
√ | ||||||||||||
10. |
Heniochus acuminatus |
11. Heniochus pleurotaenia |
√ √ √ |
√ √ √ |
√ √ |
√ √ |
12. Heniochus singularis |
√ | |||
13. Heniochus varius |
√ |
√ |
√ √ |
√ |
Keterangan: U: Utara; T: Timur; S: Selatan; B: Barat; √: Terdapat kehadiran
Ikan Kepe-Kepe pada kawasan perairan Teluk Paraja ditemukan 14 spesies dari 4 genus yang ditemukan, yaitu Chaetodon collare, C. ephippium, C. octofasciatus, C. kleinii, C. rafflesi, C. vagabundus, C. Trifasciatus, Chelmon rostratus, Forcipiger longirostris, Heniochus acuminatus, H. pleurotaenia, H. singularis, dan H. varius. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Chetodon kleinii dengan jumlah total 91 individu dari 13 stasiun, sedangkan spesies yang jarang ditemukan adalah Chelmon rostratus dan Forcipiger longirostris yaitu 1 individu. Pada sisi Utara Pulau Oar tidak ditemukan kehadiran ikan Kepe-Kepe.
-
3.1.2 Kelimpahan ikan
Jumlah ikan Kepe-Kepe dikelompokkan berdasarkan kemunculan ikan di setiap stasiun untuk mengetahui kelimpahan ikan Kepe-Kepe di pulau-pulau kecil Kawasan Teluk Paraja. Kelimpahan ikan Kepe-Kepe di perairan Teluk Paraja berkisar antara 0,00-0,09 ind./m2. Kelimpahan ikan dapat dilihat pada Gambar 3.
Pulau Badul Pulau Mangir Pulau OarPulau Umang
Gambar 3. Kelimpahan ikan Chaetodontidae
Pulau Oar memiliki nilai kelimpahan tertinggi (sisi utara, 0,09 ind./m2) dan nilai kelimpahan terendah berada pada sisi barat pulau Badul dan Pulau Manir (0,01 ind./m2). Pulau Oar memiliki kelimpahan tertinggi 0,09 ind./m2 dan terendah 0,07 ind./m2 pada sisi barat pulau. Sedangkan Pulau Mangir memiliki nilai kelimpahan yang berkisar antara 0,06-0,01 ind./m2 dengan kelimpahan tertinggi terdapat di bagian utara pulau dan terendah dibagian barat pulau. Pulau Umang memiliki nilai kelimpahan yang berkisar antara 0,08-0,01 ind./m2 dengan kelimpahan terbesar berada di sisi utara dan kelimpahan terendah berada di sisi timur. Pulau Badul memiliki nilai kelimpahan yang berkisar antara 0,080,01 ind./m2, di mana sisi selatan memiliki nilai kelimpahan terbesar (0,08 ind./m2) dan sisi barat memiliki kelimpahan terendah.
-
3.1.3 Indeks keanekaragaman (H), indeks dominansi (C), dan indeks keseragaman (E)
Analisis struktur komunitas merupakan analisis dari indeks keanekaragaman (H’), indeks dominansi (C), dan indeks keseragaman (E). Analisis struktur komunitas dilakukan di masing-masing pulau. Hasil analisis struktur komunitas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C)
H' |
E |
C Kategori | ||||
Nama Pulau |
Nilai |
Kategori |
Nilai | |||
Kategori |
Nilai | |||||
Pulau Badul |
0,71 |
Rendah |
0,79 |
Tinggi |
0,27 |
Tidak ada dominansi |
Pulau Mangir |
0,71 |
Rendah |
0,84 |
Tinggi |
0,25 |
Tidak ada dominansi |
Pulau Oar |
0,66 |
Rendah |
0,69 |
Sedang |
0,35 |
Tidak ada dominansi |
Pulau Umang |
0,61 |
Rendah |
0,78 |
Tinggi |
0,34 |
Tidak ada dominansi |
Nilai indeks keanekaragaman (H’) di kawasan perairan Teluk Paraja berkisar antara 0,61-0,71, sehingga berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman, semua pulau masuk pada kategori rendah. Indeks keseragaman memiliki kisaran nilai 0,69-0,84 yaitu masuk dalam kriteria keseragaman tinggi pada Pulau Badul dan Pulau Mangir dan keseragaman sedang pada Pulau Mangir dan Pulau Oar. Sedangkan untuk nilai indeks dominansi berkisar 0,250,35 yang dapat diartikan pada semua pulau tidak ditemukannya dominansi.
-
3.2 Pembahasan
-
3.2.1 Komposisi ikan
Komposisi terbesar ikan Kepe-Kepe yang ditemukan yaitu dari genus Chaetodon. Hal ini dikarenakan beberapa spesies dari genus Chaetodon yang ditemukan merupakan Facultative Coral Feeder (Chaetodon collare, C. octofasciatus, C. ephippium, C. vagabundus dan C. rafflesia), dimana ikan dalam kategori ini tidak hanya memakan polip karang, tetapi juga zooplankton ataupun algae (Reverter et al., 2017). Sehingga keberadaan ikan dengan pola makan facultative coral feeder tidak bergantung pada kondisi terumbu karang.
Jenis spesies yang sering di temukan di perairan Teluk Paraja adalah Chaetodon kleinii. Menurut Hourigan et al. (1988), kehadiran Heniochus varius dan Chaetodon kleinii dapat
mengindikasikan keadaan terumbu karang dalam kondisi kurang baik. Hal ini ditambahkan oleh Madduppa (2006), bahwa Chaetodon octofasciatus biasanya ditemukan pada ekosistem terumbu karang yang sudah rusak dikarenakan tekanan dari lingkungannya, sehingga kehadiran spesies ini menjadi indikasi kondisi terumbu karang yang rusak.
Hasil penelitian serupa oleh Mujiyanto et al. (2021) yang dilakukan di Teluk Paraja secara umum tidak jauh berbeda, jenis spesies ikan Kepe-Kepe yang ditemukan pada penelitian tersebut yaitu Chaetodon citrninellus, C. collare, C. kleinii, C. lunula, C. melanotus, C. rafflesia, C. trifascialis, Heniochus pleurotaenia, H. singularis, dan H. varius. Penelitian serupa dilakukan oleh Rina et al. (2020) di Pulau Samber Gelap, Kalimantan Selatan, ditemukan Chaetodon melannotus, C. octofasciatus, C. oxycephalus, dan C. vagabundus pada kondisi terumbu karang yang rusak.
-
3.2.2 Kelimpahan ikan
Hasil kelimpahan ikan tertinggi yaitu pada sisi utara Pulau Oar dengan nilai 0,09 ind./m2 atau dapat diketahui bahwa pada setiap satuan luas terdapat 0,09 individu yang ditemukan. Kehadiran ikan Kepe-Kepe yang rendah dapat dikarenakan lokasi penelitian didominasi oleh karang mati sehingga menimbulkan tekanan ekologi (Sulisyati et al., 2018). Hal ini dijelaskan juga oleh Noviana (2019) bahwa rendahnya kelimpahan ikan indikator merupakan indikasi bahwa tutupan karang hidup (hard corals) di stasiun tersebut masuk dalam persentase rendah. Rendahnya persentase tutupan karang dapat dikarenakan kerusakan terumbu karang. Keberadaan alat tangkap yang bersifat destructive serta tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan kelimpahan ikan berdampak, hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut dapat menyebabkan kematian ikan besar ataupun kecil serta dapat menyebabkan keruskan terumbu karang (Sudarmaji & Efendy, 2021). Hal ini sesuai dengan keadaan di Teluk Paraja, dimana ditemukan jaring-jaring yang tersangkut pada terumbu karang.
Kehadiran beberapa spesies ikan seperti Chaetodon collare, C. octofasciatus, C. trifasciatus dan Heniochus singularis pada stasiun pengamatan dapat menggambarkan kondisi kesehatan terumbu karang, hal ini dikarenakan spesies-spesies tersebut memiliki pola makan obligate coral feeder (Luthfi & Wibisono, 2018). Menurut Suharti et al., (2018) obligate coral feeder merupakan ikan pemakan karang yang menjadikan diet makanannya 80,00 % bergantung pada polip karang, sehingga dapat dikatakan bahwa spesies ikan ini akan mengalami penurunan jumlah yang signifikan saat terjadi kerusakan karang. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan mengindikasikan ketergantungan terhadap tingkat kesehatan terumbu karang.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Yuliana & Rahmasari (2021), di Pulau Pahawang, Lampung. Pada penelitian tersebut didapati bahwa kelimpahan Chaetodontidae merupakan famili dengan kelimpahan terkecil, yaitu 0,05 ind./ha sehingga kondisi terumbu karang yang berada di stasiun penelitian tersebut dapat dikategorikan sebagai rusak.
-
3.2.3 Indeks keanekaragaman (H’), indeks dominansi (C), dan indeks keseragaman (E)
Indeks keanekaragaman (H’) memiliki nilai < 1,00 pada semua pulau, sehingga berdasarkan indeks keanekaragaman oleh Shannon & Weaver (1964), indeks keanekaragaman pada seluruh pulau di kawasan perairan Teluk Paraja masuk pada kategori yang rendah. Rendahnya indeks keanekaragaman pada seluruh stasiun dapat dikarenakan kondisi terumbu karang yang buruk, hal ini
sesuai dengan pernyataan Amrullah & Rahmadani (2020), kelimpahan dan keanekaragaman spesies ikan akan meningkat bersamaan dengan bertambahnya tutupan karang hidup. Menurut Odum (1971), indeks keanekaragaman dapat menunjukkan kemampuan adaptasi spesies dengan lingkungannya, semakin kecil nilai indeks keanekaragamannya maka semakin sedikit spesies yang mampu beradaptasi. Sehingga dapat diketahui bahwa pada penelitian ini kemampuan adaptasi ikan Kepe-Kepe terhadap lingkungannya masih rendah dikarenakan nilai indeks keanekaragamannya yang kecil.
Indeks keseragaman berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman, dengan nilai indeks keanekaragaman yang lebih rendah menunjukkan nilai keseragaman yang lebih tinggi (Sirait et al., 2018). Hal ini sesuai dengan hasil pada penelitian ini, yaitu nilai indeks keanekaragaman rendah dan nilai indeks keseragamannya sedang hingga tinggi. Nilai indeks keseragaman yang tinggi dapat menjadi indikasi habitat yang baik dan habitat tersebut memberikan kesempatan yang sama pada semua spesies organismenya (Edrus dan Hadi, 2020).
Indeks dominansi di kawasan perairan Teluk Paraja menunjukkan semua pulau tidak memiliki dominansi. Dilihat dari data kehadiran, dapat terlihat terdapat spesies yang hampir dapat ditemukan di seluruh stasiun, yaitu C.kleinii namun secara keseluruhan spesies ini tidak mendominansi. Kehadiran Chaetodon kleinii dapat dikarenakan pola makan yang bervariasi dan mudah untuk beradaptasi, di mana jika tidak terdapat makanan utamanya maka ikan ini akan memilih makanan lain yang berada di lingkungan sekitar ikan tersebut hidup (Rondonuwu & Rembet, 2015).
Indeks dominansi, indeks keseragaman dan indeks keanekaragaman memiliki keterkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga jika indeks keseragamannya rendah akan menyebabkan turunnya nilai indeks keanekaragaman dan menjadikan tingginya nilai indeks dominansi (Prasetyaningtyas et al., 2012). Umumnya nilai indeks keanekaragaman yang tinggi dapat mendefinisikan nilai dominansi yang rendah pada habitat (Yudha et al., 2021), namun, penelitian ini menunjukan nilai keanekaragaman dan nilai dominansi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh jumlah spesies yang rendah pada semua jenis. Rendahnya kehadiran ikan Kepe-Kepe dapat dikarenakan kemampuan adaptasi ikan Kepe-Kepe terhadap lingkungan rendah pada semua pulau (Odum, 1971).
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai komposisi dan struktur komunitas ikan Kepe-Kepe, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komposisi spesies yang mendominasi adalah dari genus Chaetodon dikarenakan terdapat 7 dari 13 spesies yang ditemukan merupakan dari genus ini. Sedangkan untuk struktur komunitas memiliki nilai yang rendah pada indeks keanekaragaman, nilai sedang hingga tinggi pada indeks keseragaman dan tidak adanya dominansi pada semua pulau. Sehingga dapat diketahui bahwa perairan Teluk Paraja memberikan kesempatan yang sama pada semua spesiesnya, namun memiliki variasi spesies yang rendah dan dalam jumlah yang sedikit.
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian akhir untuk gelar sarjana. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pak Rahkmat Sarbini telah membantu selama proses pengambilan data terumbu karang. Kepada Pak Anab,
Stenley Chritsnovantz, Fajar Imam, dan nelayan di Desa Kertamukti yang telah membantu proses pengambilan data.
Daftar Pustaka
Allen, G., Steene, R., Humann, P., & Deloach, N. (2003). Reef fish
identification: tropical pacific fishes (Ken & T. Marks (eds.); 1st ed.). New Eorld Publication, Inc.
Amrullah, M. Y., & Rahmadani, W. (2020). Kondisi ikan karang famili Chaetodontidae di kawasan zona inti dan zona pemanfaatan terbatas tam pulau kecil Kota Padang. Journal Pengelolaan Sumberdaya Perairan, 4(1), 8. http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/SEMAHJPSP ISSN
Badan Pusat Statistik, B. (2020). Statistik daerah Kabupaten Pandeglang 2020 (T. Purnomo & N. Roodiana (eds.)). Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang.
Edrus, I. N., & Hadi, T. A. (2020). Struktur komunitas ikan karang di perairan pesisir Kendari Sulwesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 26(2), 59-73 (Indonesian).
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.15578/jppi.26.2.2020.59-73
English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. (1997). Survey manual for tropical marine resources. In Australian Institute Of Marine Science. Townsville: Vol. 2nd editio. Australian Institute of Marine Science, Townsville, Australia.
Hourigan, T., Timothy, Tricas, C., & Reese, E. S. (1988). Coral reef fishes as indicators of environmental stress. In Marine Organisms as Indicators (pp. 107–134). Springer-Verlag, New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4612-3752-5
Krebs, C. J. (1972). Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance Charles J. Krebs. In Pearson (6th ed., Vol. 23, Issue 4). Pearson Education Limited. https://doi.org/10.2307/1296598
Kuiter, R. H., & Tonozuka, T. (2001). Indonesian Reef Fishes. In Indonesian Reef Fishes (pp. 154–314). Zoonetics.
Luthfi, O. M., & Wibisono, R. V. (2018). Diversity of hard corals and reef fish on the coast of Papuma Jember, East Java. Jurnal Biologi Udayana, 22(1), 13. https://doi.org/10.24843/jbiounud.2018.v22.i01.p03
Madduppa, H. (2006). Kajian ekobiologi ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam mendeteksi kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta. Institut Pertanian Bogor.
Mujiono, D. I. K., & Oktaviani, J. (2021). Segitiga terumbu tarang dunia (the Coral Triangle): manfaat, masalah dan upaya. Jurnal Dinamika Global, 6(01), 1–19. https://doi.org/10.36859/jdg.v6i01.405
Mujiyanto, Sugianti, Y., Afandy, Y. A., Rahayu, R., Budikusuma, R. A., Nastiti, A. S., Syam, A. R., & Purnamaningtyas, S. E. (2021). Reef fish community structure in the islands of paraja bay, pandeglang district, banten, indonesia. Biodiversitas, 22(10), 4402–4413.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d221033
Noviana, L. (2019). Studi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental
Management), 9(2), 352–365. https://doi.org/10.29244/jpsl.9.2.352-365
Nugraha, A. B., Riyantini, I., Sunarto, & Ismail, M. R. (2019). Korelasi kondisi terumbu karang dan indikator kelimphan ikan karang di perairan Mandrajaya, Geopark Ciletuh, Jawa Barat. 9(1), 45–53.
Nurjirana, & Burhanuddin, A. I. (2017). Kelimpahan dan keragaman Chaetodontidae berdasarkan kondisi tutupan karang hidup di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Spermonde, 2(3), 34–42.
Odum, E. P. (1971). Fundamentals of Ecology. In Scientific Research Publishing (3rd ed.). W. B. Saunders Co.
https://doi.org/10.4324/9781003135456-2
Odum, E. P. (1993). Dasar-dasar ekologi. Gadjah Mada University Press.
Pielou, E. C. (1977). Mathematical Ecology. John Wiley and Sons.
Prasetyaningtyas, T., Priyono, B., & Pribadi, T. A. (2012). Keanekaragaman plankton di perairan tambak ikan bandeng di Tapak Tugurejo, Semarang. Unnes Journal of Life Science, 4(1), 9–15.
Reverter, M., Sasal, P., Banaigs, B., Lecchini, D., Lecellier, G., & Tapissier-Bontemps, N. (2017). Fish mucus metabolome reveals fish life-history traits. Coral Reefs, 36(2), 463–475. https://doi.org/10.1007/s00338-017-1554-0
Rina, I., Zaenal, S. K., & Raka, W. D. G. (2020). Coral reef condition with chaetodontidae fish as the indicators in the waters of the Samber Gelap Island of Kotabaru, South Kalimantan. Rjoas, 11(November), 192–205. https://doi.org/https://doi.org/10.18551/rjoas.2020-11.10
Rondonuwu, A. B., & Rembet, U. N. W. J. (2015). Kondisi ikan karang famili Chaetodontidae di daerah perlindungan laut Desa Bahoi Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 2(3), 92. https://doi.org/10.35800/jip.2.3.2014.9121
Setiawan, F., Razak, T. B., Idris, & Estradivari. (2013). Komposisi spesies dan perubahan komunitas ikan karang di wilayah rehabilitasi ecoreef Pulau Manado Tua, Taman Nasional Bunaken. 5(2), 377–390.
Shannon, C. E., & Weaver, W. (1964). The Theory of Mathematical
Communication. In International Business (1st ed.). Board of Trustees of The University of Illinois.
https://pure.mpg.de/rest/items/item_2383164_3/component/file_2383163/ content
Sirait, M., Rahmatia, F., & Pattulloh, P. (2018). Komparasi indeks
keanekaragaman dan indeks dominansi fitoplankton di sungai ciliwung jakarta. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 11(1), 75. https://doi.org/10.21107/jk.v11i1.3338
Sudarmaji, S., & Efendy, M. (2021). Closing percentage relationship life of abundance coral reef fish in the waters of noko Selayar Island Gresik. Juvenil:Jurnal Ilmiah Kelautan Dan Perikanan, 2(1), 39–46.
https://doi.org/10.21107/juvenil.v2i1.9768
Suharti, R., Saktiawan, K. Y., Rachmad, B., Triyono, H., & Zulkifli, D. (2018). Kajian bioekologi ikan karang Chaetodontidae sebagai salah satu indikator untuk mendeteksi kondisi ekosistem terumbu karang di Perairan Taman Nasional Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Jurnal Kelautan Dan Perikanan Terapan (Jkpt), 1(1), 12–21.
https://doi.org/10.15578/jkpt.v1i1.7248
Sulisyati, R., Prihayinningsih, P., & Mulyadi. (2018). Revisi zonasi Taman Nasional Karimunjawa sebagai upaya kompromi pengelolaan sumber daya alam. (pp. 713–724).
Yudha, F. K., Yulianda, F., & Yulianto, G. (2021). Coral reef fish community structure in a marine protected area on Sebesi Island, Lampung. 10(2), 281–287.
Yuliana, D., & Rahmasari, A. (2021). Kelimpahan dan distribusi ikan karang di perairan Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran Lampung Abundance and distribution of reef fish in Pahawang Island Waters Pesawaran District Lampung Program Studi Sumberdaya Akuatik , Jurusan Perikanan dan KelautanUnil. 4(1), 280–289.
104
Discussion and feedback