Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Transplan Karang Lunak Lobophytum strictum, Sinularia polydactyla dan S. asterolobata Pada Lokasi Budidaya Berbeda
on
JMRT, Volume 4 No 1 Tahun 2021, Halaman: 1-8
JMHT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Transplan Karang Lunak Lobophytum strictum, Sinularia polydactyla dan S. asterolobata Pada Lokasi Budidaya Berbeda
Putu Agus Arisudanaa, I Wayan Arthanaa, Widiastutia*
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Unuversitas Udayana, Bali, Indonesia
*Corresponding author, email: widiastutikarim@unud.ac.id
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: July 10th 2020
Received in revised form: August 24th 2020
Accepted: October 15th 2020
Available online: February 28th 2021
Keywords:
Soft coral
Lobophytum strictum Sinularia polydactyla S. asterolobata Transplantation Culturing location
Soft corals are the second-largest group of biotas that consist of coral reef ecosystem other than hard corals. The ecology function of soft coral such as a place to live and shelter various types of fish, soft coral also has a high economic value as an export commodity for the ornamental aquarium and the potency in pharmacology. The great economy potency can urge to uncontrolled natural taken. One of the alternatives is by culturing with transplantation method. Environment and different growth responses among soft coral species are the factors that shows the success method research used. The aims of this research were to examine the average growth rates of different transplanted soft coral species, culturing location, and the presence of interaction between different species of transplanted soft coral and culturing location towards growth rates. The average survival rates of different species of transplanted soft corals that cultured in a different location. Culturing location was located inside and outside of Pegametan bay, Buleleng regency. There were three soft coral species Lobophytum strictum, Sinularia polydactyla and S. asterolobata with five replicates each. The soft corals were fragmented with initial size ± 25 cm2 then sewed to the cement substrate. It was placed randomly to the transplant table at different culturing locations. The increased size of each transplanted soft coral species, the number of survivals and environmental parameters were observed in every two weeks for 12 weeks. Results showed that the average growth rates of soft corals significantly differed among species (P<0.05), whereas the average growth rates of transplanted L. strictum were the lowest among others. In contrast, the average growth rates of transplanted S. polydactyla, and S. asterolobata were not significantly different (P = 0.100) at all locations. The average growth rates of all transplanted soft corals were significantly lower when cultured inside the bay (P<0.05). It is found that the different average growth rates of transplanted soft corals were due to the interaction between soft coral species and location. The results also demonstrated that the average survival rates were significantly varied among transplanted soft coral species (P<0.05). All transplanted soft corals cultured outside of the bay reached 100% survival rates. It is suggested that the morphology and anatomy of each soft coral species and environmental conditions contribute to the success of soft corals transplantation.
2021 JMRT. All rights reserved.
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam perairan tropis yang penting dan mempunyai potensi yang besar yakni, tempat hidupnya berbagai biota serta menjadi sumber devisa negara dalam bidang wisata bahari (Dahuri, 2003). Karang lunak merupakan salah satu penyusun ekosistem terumbu karang (Benayahu, 1985; Coll 1983., Sammarco etal., 1998) serta merupakan komponen kedua terbesar setelah karang keras (Manuputty, 1996). Manfaat ekologi karang lunak yaitu, antara lain tempat tinggal dan mencari makan serta berlindung berbagai jenis ikan (Suharsono, 2000). Karang lunak juga mengandung berbagai senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri (Nontji dan Satari, 1996). Secara khusus, ekstrak etil asetat karang lunak Sarchophyton sp. mampu menghambat empat jenis bakteri yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus cereus (Hardiningtyas, 2009). Hasil studi Triyulianti (2009) menemukan bahwa aktifitas antibakteri ekstrak karang lunak Sinularia sp. dan Lobophytum sp. yang tumbuh pada kedalaman yang berbeda memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda-beda pula.
Karang lunak juga memiliki manfaat ekonomi yaitu antara lain sebagai komoditas ekspor untuk biota ornamental. Besarnya potensi ekonomi yang dimiliki karang lunak dapat mendorong pengambilan di alam yang tak terkendali. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemanfaatan berkelanjutan (Haris, 2001). Salah satu upaya alternatif tersebut adalah budidaya dengan metode transplantasi.
Transplantasi karang adalah penanaman dan pertumbuhan koloni karang dengan cara memperbanyak diri dengan fragmentasi (Soedharma dan Arafah 2007). Kegiatan transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alam di habitat alami atau habitat buatan yang dapat dipanen atau dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kelebihan transplantasi adalah waktu yang dibutuhkan relatif pendek, sederhana dan mudah sehingga dapat diterapkan oleh masyarakat dalam pemanfaatan karang lunak secara lestari (Sandy, 2000). Keberhasilan transplantasi karang lunak di alam dipengaruhi oleh berbagai faktor (Utama, 2010). Faktor tersebut antara lain faktor lingkungan seperti kecerahan, temperatur, salinitas, sedimentasi, dan arus (Dahuri, 2003). Faktor internal yaitu respon pertumbuhan yang berbeda pada jenis karang lunak yang berbeda (Nybbaken, 1982). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata pada lokasi budidaya di dalam dan luar Teluk Pegametan yang terletak di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Ketiga jenis karang lunak yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam komoditas ekspor budidaya karang lunak (Cheng et al. 2010; Luter, 2010).
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari - April 2020 bertempat di Perairan Teluk Pegametan, Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali. Lokasi pengamatan (8°07'11.9"LS 114°36'47.6"BT) ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta penelitian
-
2.2 Metode Pengambilan Data Kualitas Perairan
Parameter lingkungan diukur bersamaan dengan pengamatan pengukuran pertumbuhan 2 minggu sekali selama 12 minggu yang meliputi salinitas, pH, suhu, kekeruhan dan kecepatan arus. Pengukuran suhu perairan dilakukan dengan membawa termometer ke dasar perairan pada sekitar meja transplan, kemudian ditunggu hingga air raksa menunjukan nilai suhu yang konstan. Pengukuran kekeruhan air dengan mengambil sampel air menggunakan botol gelas 150 ml di sekitar meja transplan, kemudian diukur menggunakan TDS.
Pengukuran nutrien (nitrat dan fosfat) dengan mengambil sampel air menggunakan botol polyethylene 1500 ml di dekat meja transplan untuk selanjutnya dianalisa di UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali. Parameter kecepatan arus menggunakan Current Drouge dan Stopwatch. Current
Drouge dilempar ke permukaan air dan kecepatan hanyutannya dihitung menggunakan stopwatch. Lagrang yang digunakan yaitu terdiri dari bagian besi yang menyerupai baling-baling yang diikatkan pada pelampung dengan panjang tali sesuai kedalaman yang akan diukur kecepatan arusnya. Perhitungan waktu dimulai ketika lagrang menyentuh perairan sampai tali yang diikat pada lagrang bergerak selama 60 detik, kemudian panjang tali yang didapatkan selama waktu tersebut dijumlahkan yaitu panjang tali dibagi waktu.
Kedalaman pengukuran menggunakan Depth Gauge yang terdapat pada alat SCUBA yang diukur pada saat surut terendah. Salinitas diukur menggunakan Refraktometer dengan cara mengambil sampel air dekat meja transplan dengan botol gelas 150 ml. pH sampel air diukur menggunakan pH meter (type PH986) yaitu dengan mencelupkan bagian ujung dari pH meter pada air sampel yang diambil di dekat meja transplan.
-
2.3 Metode Transplantasi Karang Lunak
Sebelum memulai transplantasi karang lunak, terlebih dahulu disiapkan meja transplan yang terbuat dari besi berukuran 1 x 2 m. Pada bagian tengah meja berisi tali yang diikat berbentuk kotak untuk meletakkan sampel karang lunak, setelah itu meja diletakkan di perairan dengan dua tempat yang berbeda yaitu di luar dan dalam Teluk Pegametan pada kedalaman 7 m (Febry, 2017). Sampel karang lunak didapatkan dari budidaya PT. Dinar Darum Lestari yang bertempat di luar Teluk Pegametan. Transplantasi menggunakan tiga jenis spesies karang lunak yaitu L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata dengan lima ulangan pada masing-masing spesies. Pemotongan fragmen karang dengan panjang dan lebar awal ± 5 x 5 cm. Pemilihan ukuran ini karena memiliki tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan mutlak yang tinggi (Hermanto, 2015). Fragmen karang lunak ditempelkan pada substrat semen dengan cara dijahit. Peletakkan fragmen karang lunak antar spesies dilakukan secara acak pada meja transplantasi dengan jarak 13 cm. Pengamatan pertumbuhan transplan dilakukan selama 12 minggu, dimana setiap dua minggu dilakukan pengukuran panjang dan lebar untuk mendapatkan hasil laju pertumbuhan dengan jangka sorong. Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup di tentukan dengan memberi kategori “hidup” dan “mati”. Kategori “hidup” yaitu transplan karang lunak yang menunjukkan warna yang cerah dan bentuk normal, sedangkan kategori “mati” yaitu transplan karang lunak yang mengalami perubahan bentuk (mengkerut/menyusut) dan mengalami pemutihan (Ng, 2015).
-
2.4 Analisa Data
-
2.4.1 Tingkat kelangsungan hidup (survival rate)
-
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui berapa persen karang lunak yang ditransplantasi masih tetap hidup dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pada persamaan 1 (Pratama, 2005):
SR= (Nt / N0) x 100%..................................................(1)
SR = Kelangsungan hidup
Nt = Jumlah transplan yang hidup
N0 = Jumlah awal yang ditransplan
-
2.4.2 Laju Pertumbuhan Karang Lunak
Pertumbuhan karang lunak diketahui dengan mengukur beberapa parameter yang berhubungan dengan pertumbuhan, salah satunya yaitu pertambahan luas ukuran fragmen. Menurut Kaleka (2004), pertumbuhan fragmen karang lunak dapat diketahui dengan menggunakan rumus pada persamaan 2:
α = Lt – L0 /waktu…………………………….…......(2)
Keterangan:
α = Pertumbuhan karang lunak (cm2)
Lt = Luas karang lunak pada saat waktu ke-t (cm2)
L0 = Luas karang lunak pada saat waktu ke-0 (cm2) Waktu = Durasi pengamatan
-
2.4.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAKF) yang terdiri dari 2 faktor perlakuan (Hanafiah, 2003).
-
1. Faktor pertama adalah lokasi budidaya yang berbeda, yaitu:
M1 = Dalam Teluk Pegametan
M2 = Luar Teluk Pegametan
-
2. Faktor kedua adalah jenis karang lunak, yaitu:
-
J1 = Karang lunak L. strictum
-
J2 = Karang lunak S. polydactyla
-
J3 = Karang lunak S. asterolobata
-
2.4.4 Analisa statistik
Perbedaan jenis transplan karang lunak dan lokasi budidaya diperoleh dari pengolahan menggunakan analisis ragam 2 arah (ANOVA-two way). Namun, sebelumnya dilakukan uji untuk memenuhi asumsi uji ANOVA yaitu uji Normalitas dan uji Homogenitas. Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi data yang mewakili populasi untuk menentukan tingkat signifikansi residual standar data (P >0,05 dan P <0,05) (Raharjo, 2019), sedangkan uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui persebaran dari suatu data sejenis sehingga diketahui keakuratan dari perbedaan masing – masing data untuk menentukan tingkat
signifikansi varian data (P <0,05 dan P >0,05) (Raharjo, 2018). Apabila perlakuan berbeda nyata terhadap parameter yang diukur maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Hanafiah, 2003).
Tingkat kelangsungan hidup jenis transplan karang lunak yang berbeda yang dibudidayakan di dalam dan luar Teluk Pegametan dianalisa dengan uji Kaplan-Meier. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup jenis transplan karang lunak yang berbeda yang dibudidayakan di dalam dan luar Teluk Pegametan dianalisa dengan uji Log-rank (Matel-Cox). Perlakuan yang memberikan hasil yang berbeda dianalisa dengan uji Pairwise Comparison Over Srata (Quenouille dan John 1971). Seluruh analisa statistik menggunakan program software IBM SPSS 23.0 for windows.
Suhu, salinitas, kekeruhan dan arus merupakan beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan karang (Kotb, 1996). Nilai rata-rata kualitas perairan lokasi pengamatan ditunjukkan pada Tabel 1. Salinitas dan pH di luar dan dalam Teluk Pegametan menunjukkan nilai yang relatif sama selama 12 minggu pengamatan, dimana salinitas berkisar 34 - 35 %o, dan pH berkisar 7,4 - 8,2. Nilai salinitas tersebut menunjukkan nilai yang ideal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup terumbu karang yaitu berkisar dari 30 - 35 %o (Juwana, 2001). Nilai pH di kedua lokasi budidaya juga berada pada kisaran yang ideal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan terumbu karang yaitu 7,00 – 8,5 (Tomascik et al., 1997)
Tabel 1. Rata-rata kualitas perairan di luar dan dalam Teluk Pegametan
Parameter |
Satuan |
Lokasi |
Minggu Ke - | ||||||
0 |
2 |
4 |
6 |
8 |
10 |
12 | |||
Salinitas |
%o |
Dalam Teluk |
35 |
34 |
34 |
35 |
35 |
34 |
34 |
Luar Teluk |
34 |
33 |
35 |
35 |
34 |
34 |
35 | ||
pH |
- |
Dalam Teluk |
7,4 |
7,5 |
7,7 |
7,2 |
7,6 |
8,2 |
8,2 |
Luar Teluk |
7,5 |
7,8 |
7,7 |
7,7 |
7,1 |
8,2 |
8,1 | ||
Kecerahan |
% |
Dalam Teluk |
25 |
30 |
40 |
40 |
25 |
50 |
20 |
Luar Teluk |
40 |
45 |
60 |
65 |
50 |
60 |
80 | ||
Nitrat |
mg/l |
Dalam Teluk |
- |
0,03 5 |
1,149 |
0,371 |
0,53 7 |
0,425 |
0,58 3 |
Luar Teluk |
- |
0,13 5 |
0,857 |
0,403 |
0,61 3 |
0,572 |
0,65 3 | ||
Fosfat |
mg/l |
Dalam Teluk |
- |
0,33 |
<0,01 |
0,043 |
<0,0 1 |
<0,01 |
<0,0 1 |
Luar Teluk |
- |
0,09 4 |
<0,01 |
<0,01 |
<0,0 1 |
<0,01 |
<0,0 1 | ||
Suhu |
oC |
Dalam Teluk |
27 |
27 |
28 |
28 |
27 |
27 |
27 |
Luar Teluk |
27 |
28 |
27 |
27 |
29 |
29 |
29 | ||
Kecepatan Arus |
m/s |
Dalam Teluk |
0,02 |
0,03 |
0,02 |
0,01 |
0,10 |
0,01 |
0,01 |
Luar Teluk |
0,20 |
0,15 |
0,06 |
0,06 |
0,34 |
0,36 |
0,37 |
Kekeruhan NTU Dalam Teluk 2.08 1,97 1,93 2,60 2,77 3,20 2,99
Luar Teluk 1,83 1,75 1,84 2,40 2,63 2,91 2,37
Suhu di luar dan dalam teluk relatif sama selama enam minggu pengamatan, namun pada minggu ke 8 - 12, suhu di luar teluk mengalami peningkatan 20C lebih tinggi daripada di dalam teluk. Hal ini diduga disebabkan musim hujan sudah berhenti pada minggu tersebut, sedangkan pada minggu ke 0 - 6 suhu lokasi budidaya lebih rendah dikarenakan musim hujan (Bulan Januari – Pebruari). Kisaran suhu perairan di kedua lokasi budidaya menunjukkan kisaran rata-rata suhu yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang lunak (Benayahu, 1985; Kotb, 1996).
Arus di kedua lokasi hanya pada minggu ke 4 - 6 memiliki kecepatan arus yang relatif rendah (0,02 - 0,06 m/s). Secara umum kecepatan arus di luar teluk mencapai 10 - 20 kali lebih tinggi daripada di dalam teluk dikarenakan banyak keramba-keramba nelayan yang berada di dalam teluk tersebut yang dapat menghambat arus. Arus yang lambat tersebut membuat distribusi makanan yang dibawa oleh arus untuk karang lunak tersebut menjadi sedikit sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang lunak.
Rendahnya rata-rata kecerahan di dalam teluk dapat dikarenakan banyaknya keramba jaring apung yang menghasilkan limbah dari sisa pakan dan feses ikan dalam bentuk partikel tersuspensi dan terlarut di air laut. Limbah dari karamba jaring apung ini terlihat dari tingginya rata-rata nitrat di dalam teluk yaitu melebihi baku mutu untuk biota budidaya yaitu 0,008 mg/l (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Menurut Selanno (2016), kecerahan memiliki hubungan erat dengan adanya partikel dalam kolom air. Semakin tinggi jumlah partikel terlarut pada suatu perairan maka semakin keruh pula perairan tersebut. Kecerahan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang lunak dimana dapat menghambat pertumbuhannya. Cahaya diperlukan zooxathellae pada karang lunak untuk fotosintesis tidak dapat tembus ke dalam perairan dengan baik (Great Barrier Reef Marine Park Authority, 2017; Roberts dan Harriott, 2003). Pengaruh secara tidak langsung dapat ditimbulkan dengan berkurangnya penetrasi cahaya matahari, mengakibatkan proses fotosintesis terganggu dan banyak energi yang dimiliki karang untuk membersihkan dirinya dari sedimen (Supriharyono, 2000). Konsentrasi nitrat dan fosfat di kedua lokasi relatif sama, namun konsentrasi fosfat masih di bawah baku mutu untuk biota budidaya yaitu 0,015 mg/l (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004).
-
3.1.2 Laju pertumbuhan karang lunak yang ditransplantasikan di luar dan dalam Teluk Pegametan
Pertumbuhan karang lunak L. strictum, S. polydactyla, dan S. asterolobata yang ditransplantasikan di luar dan dalam Teluk Pegametan ditunjukkan berturut-turut pada Gambar 2 dan 3. Secara umum, ketiga jenis karang lunak menunjukkan pertumbuhan yang ditandai dengan pertambahan luas pada awal dan akhir penelitian dalam kisaran yang bervariasi antar jenis karang lunak dan lokasi transplantasi. Namun, transplan karang lunak L. strictum yang ditranplantasikan di dalam teluk mati sebanyak empat fragmen pada minggu ke-2 setelah itu satu fragmen lagi mati pada minggu ke-8, sehingga tidak terdapat
fragmen yang hidup pada akhir penelitian pada jenis ini, dan jenis karang lunak S. polydactyla di dalam teluk mati sebanyak satu fragmen pada minggu ke-2 penelitian.
Dalam Teluk Pegametan
Awal Penelitian Akhir Penelitian

Gambar 2. Pertumbuhan transplan karang lunak dari awal hingga akhir penelitian di dalam Teluk Pegametan.
Luar Teluk Pegametan

Gambar 3. Pertumbuhan transplan karang lunak dari awal penelitian hingga akhir penelitian di luar Teluk Pegametan

Gambar 4. Pola rata – rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla, dan S. asterolobata yang dibudidayakan di lokasi berbeda.
Pola rata -rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla, dan S. asterolobata yang ditransplantasikan pada luar dan dalam Teluk Pegametan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara umum, semua transplan karang lunak mengalami perubahan bentuk fisik (menyusut) pada minggu ke-2. Hal ini diduga diakibatkan transplan karang lunak stress akibat luka pemotongan serta perpindahan lokasi budidaya (Pramayudha, 2010) sehingga menyebabkan rendahnya nilai laju pertumbuhan (Gambar 4). Karang lunak yang mampu beradaptasi, mengalami peningkatan laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan pertambahan ukuran yang bervariasi antar jenis karang lunak dan lokasi budidaya (Gambar 4). Transplan karang lunak L. strictum di dalam teluk menyusut dengan ukuran yang paling signifikan dibandingkan jenis lainnya, tetapi
selanjutnya mengalami peningkatan laju pertumbuhan pada minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-6, namun mengalami kematian pada minggu ke-6 (Gambar 4). Transplan karang lunak S. asterolobata yang dibudidayakan di luar teluk mengalami pertumbuhan yang relatif paling cepat dibandingkan jenis karang lunak lainnya dimulai dari minggu ke-12 hingga akhir penelitian.
Laju pertumbuhan spesies L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata pada lokasi berbeda ditunjukkan pada (Tabel 2). Laju pertumbuhan antar jenis karang lunak dan lokasi budidaya yang berbeda secara umum menunjukkan pertambahan ukuran pada akhir penelitian yang rata-rata mencapai 5x dari ukuran awal kecuali, transplan karang lunak L. strictum yang dibudidayakan di dalam teluk (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata yang dibudidayakan di dalam dan luar Teluk Pegametan
Jenis Karang Lunak |
Lokasi |
Luas awal (cm2) |
Luas akhir (cm2) |
Rata- rata laju pertumbuhan (cm2/2minggu) |
Augmentasi ukuran |
Lobophytum strictum |
Dalam Teluk |
25 ± 25 |
36,54 ± 24,44 |
2.89 |
1,5 x |
Luar Teluk |
25 ± 25 |
125,28 ± 75,68 |
15,28 |
5 x | |
Sinularia polydactyla |
Dalam Teluk |
25 ± 25 |
113,42 ± 6,87 |
39,21 |
4,53 x |
Luar Teluk |
25 ± 25 |
138,24 ± 72,9 |
48,47 |
5,53 x | |
Sinularia asterolobata |
Dalam Teluk |
25 ± 25 |
115,64 ± 66,36 |
40,31 |
4,63 x |
Luar Teluk |
25 ± 25 |
153,1 ± 110,74 |
73,08 |
6,12 x |
Berdasarkan hasil uji ANOVA dua arah diketahui bahwa rata-rata laju pertumbuhan antar jenis transplan karang lunak dan lokasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda secara signifikan (P=0,002). Rata-rata laju pertumbuhan semua transplan karang lunak yang dibudidayakan di luar teluk lebih tinggi daripada di dalam teluk yaitu sebesar (P=0,000). Hasil uji ANOVA dua arah juga menunjukkan bahwa interaksi antara jenis karang lunak dan perbedaan lokasi bersama-sama memberikan perbedaan terhadap laju pertumbuhan transplan karang lunak secara signifikan (P=0,048). Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukan bahwa transplan karang lunak L. strictum memiliki laju pertumbuhan yang paling rendah yaitu terhadap S. polydactyla sebesar (P=0,038) dan terhadap transplan karang lunak S. asterolobata sebesar (P=0,001), tetapi S. asterolobata dan S. polydactyla tidak memiliki laju pertumbuhan yang berbeda signifikan pada semua lokasi budidaya yaitu sebesar (P=0,100).
-
3.1.3 Tingkat kelangsungan hidup karang lunak L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata yang dibudidayakan di lokasi berbeda
Tingkat kelangsungan hidup transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla, S. asterolobata di dalam dan luar Teluk Pegametan ditampilkan pada (Gambar 5.) Garis biru menunjukkan tingkat kelangsungan hidup transplan karang lunak L. strictum pada dalam teluk, garis hijau menunjukkan tingkat kelangsungan hidup karang lunak S. polydactyla pada dalam teluk, dan garis merah merupakan garis yang berhimpitan dari spesies S. asterolobata dalam teluk, L. strictum luar teluk, S. polydactyla luar teluk, S. asterolobata luar teluk yang memiliki tingkat kelangsungan hidup 100%. Hasil uji Log-rank menunjukkan bahwa kelangsungan hidup berbeda signifikan antar jenis karang lunak yang dibudidayakan pada lokasi yang berbeda (x2= 33.529, df = 5, P=0,000).
Berdasarkan hasil uji Pairwise Comparison For Over Srata diketahui bahwa kelangsungan hidup karang lunak L. strictum dan S. polydactyla yang dibudidayakan di dalam teluk tidak signifikan yaitu P=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelangsungan hidup dari kedua jenis karang lunak tersebut dengan jenis karang lunak S. asterolobata yang ditansplantasikan di dalam teluk serta jenis karang lunak L. strictum, S. polydactyla, S. asterolobata yang di transplantasikan di luar teluk. Karang lunak L. strictum yang dibudidayakan di dalam teluk memiliki tingkat kelangsungan hidup yang paling rendah yaitu sebesar 0%. Hal ini disebabkan empat transplan di dalam Teluk Pegametan mati diminggu ke-2 dan hanya 1 transplan hidup sampai dengan minggu ke-8. Tingkat kelangsungan hidup jenis karang lunak yang sama yang dibudidayakan di luar teluk memiliki tingkat kelangsungan hidup dapat mencapai 100%. Tingkat kelangsungan hidup transplan S. polydactyla yang dibudidayakan di dalam teluk yaitu sebesar 80%, dimana satu transplan mati pada minggu ke-2, namun transplan lainnya dapat terus tumbuh hingga minggu ke-12. Tingkat kelangsungan hidup jenis karang lunak ini lebih tinggi pada lokasi budidaya di luar teluk (100%). Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada jenis S. asterolobata yang dibudidayakan baik di dalam maupun luar Teluk Pegametan dimana tingkat kelangsungan hidup karang tersebut sebesar 100%.

Waktu (Minggu ke-)
Variabel
^ L. Striclum Dalam
" Teluk
S. Polydactyla Dalam Tcluk
_ S. Astcrolobata Dalam
" 'Teluk
-∏ L Strictum Luar Tcluk
S. Polydactyla Luar Tcluk
l-, S. Astcrolobata Luar Tcluk
Gambar 5. Kelangsungan hidup transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata yang dibudidayakan di dalam dan luar Teluk Pegametan
-
3.2 Pembahasan
Rendahnya rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum baik yang dibudidayakan di dalam teluk (2,89 cm2/2 minggu) maupun di luar teluk (15,28 cm2/2 minggu) dibandingkan jenis karang lunak yang lain yang dibudidayakan di lokasi yang sama menunjukan bahwa L. strictum merupakan jenis karang lunak yang sensitif terhadap metode transplantasi. Kemampuan karang lunak jenis ini untuk beradaptasi terlihat paling rendah dibandingkan kedua jenis karang lunak lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan bentuk (menyusut) yang kemudian disusul dengan berhentinya laju pertumbuhan karang tersebut.
Rendahnya kemampuan adaptasi pada karang lunak L. strictum diduga disebabkan morfologi polip yang kecil yaitu maksimal 2 - 3 mm dan densitas polip yang rendah (Fabricius dan Aldersalde, 2001). Menurut Fossa dan Nilsen (1998), kecilnya ukuran polip ini berakibat pada kemampuan karang lunak L. strictum untuk menyingkirkan mukus dan partikel sedimen pada permukaan tubuhnya yang dapat menghalangi penetrasi cahaya matahari dan difusi oksigen terlarut. Morfologi demikian diduga tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan budidaya yang memiliki kecerahan pada kedua lokasi budidaya <60% dan tingginya konsentrasi nitrat dalam kolom perairan (Tabel 1). Berbeda dengan L. strictum, rata-rata laju pertumbuhan karang lunak S. polydactyla dan S. asterolobata lebih tinggi daripada jenis karang lunak L. strictum dan tidak terdapat perbedaan signifikan di kedua lokasi budidaya. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis ini merupakan jenis karang lunak yang dapat ditransplantasi dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan budidaya. Kemampuan ini dapat ditunjang oleh morfologi spikula pada genus Sinularia yang memiliki struktur yang kuat dibandingkan spikula yang menyusun Lobophytum sp. (Nybakken, 1992). Spikula yang kuat akan memungkinkan jenis ini untuk lebih mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan arus lebih kuat seperti ditunjukkan pada lokasi di luar teluk.
Rata-rata laju pertumbuhan semua jenis transplan karang lunak di luar teluk secara signifikan lebih tinggi daripada di dalam teluk diduga karena beberapa faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan transplan karang lunak tersebut. L. strictum umumnya ditemukan pada ekosistem terumbu karang terutama di perairan pesisir yang jernih dan dangkal (<10 m) (Nugroho, 2008). Kondisi ini bertentangan dengan tingkat kecerahan kedua
lokasi budidaya, khususnya di dalam teluk yang memiliki tingkat kecerahan <50%. Kecepatan arus di dalam teluk berkisar <0,3 m/s, lebih rendah daripada di luar teluk yang mencapai >0,3 m/s. Menurut Sahetapy (2002), budidaya transplantasi karang lunak membutuhkan kecepatan arus >0,3 m/s. Pergerakan massa air yang terlalu kecil pada suatu perairan dapat menyebabkan mucus, alga serta sedimen akan terus menempel sehingga mengganggu aktifitas dari antokodia dalam menangkap makanan yang ada di sekitarnya dan meningkatkan oksigen terlarut.
Perbedaan rata-rata laju pertumbuhan transplan merupakan hasil interaksi antara jenis karang lunak dan lokasi budidaya, khususnya faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan di luar teluk lebih mendukung kehidupan ketiga jenis transplan karang lunak tersebut sehingga tingkat kelangsungan hidup semua jenis karang lunak yang dibudidayakan di luar teluk lebih tinggi daripada di dalam teluk yaitu mencapai 100%. Pengaruh kondisi lingkungan terhadap tingkat kelangsungan hidup transplan karang sesuai dengan hasil studi Clark dan Edward (1995). Berdasarkan tingkat kelangsungan hidup semua jenis transplan karang lunak yang mencapai 100%, maka lokasi budidaya di luar teluk dapat direkomendasikan sebagai lokasi budidaya yang optimal bagi ketiga jenis karang lunak tersebut pada metode transplantasi menggunakan meja transplan (Harriot dan Fisk, 1988).
Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum di luar teluk secara signifikan lebih rendah (15,28 cm2/2 minggu) daripada S. polydactyla, (48,47 cm2/2 minggu) dan S. asterolobata (73,08 cm2/2 minggu), tetapi rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak S. polydactyla, dan S. asterolobata tidak berbeda signifikan pada kedua lokasi budidaya yaitu masing-masing 39,21 - 48,47 cm2/2 minggu dan 40,31 -73,08 cm2/2 minggu.
Rata-rata laju pertumbuhan semua jenis transplan karang lunak yang dibudidayakan di luar teluk secara signifikan lebih tinggi daripada di dalam teluk yaitu berkisar hingga 45,61 cm2/2 minggu. Jenis karang lunak dan lokasi budidaya bersama-sama memberikan perbedaan pada rata-rata laju pertumbuhan trasnplan karang lunak. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup transplan karang lunak L. strictum, S. polydactyla dan S. asterolobata yang dibudidayakan di lokasi budidaya berbeda signifikan, dimana tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada semua jenis transplan karang lunak yang dibudidayakan di luar teluk, sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah terdapat pada transplan karang lunak L. strictum yang dibudidayakan di dalam teluk.
Daftar Pustaka
[MENKLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2008. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.
Benayahu Y and Loya Y.1985. Settlement and recruitment of a soft coral: Why is Xenia macrospiculata a successful colonizer Bulletin of Marine Sciences 36: 177 – 188
Benayahu, Y. 1985. Faunistic Composition and Patterns in the Distribution of Soft Corals (Octocorallia, Alcyonacea) Along the Coral Reefs of Sinai Peninsula. Proceeding of the Fifth International Coral Reef Congress, Tahiti, Vol. 6. Doi: 10.1560/HYC7-TUTH-EV77-BEUQ
Cheng SY, Huang KJ, Wang SK, Wen ZH, Hsu CH, Dai CF, Duh CY. 2009. New Terpenoids from the Soft Corals Sinularia capillosa and Nephthea chabroli. Organic Letters. 20(10). Doi: 10.4314/tjpr.v11i3.20
Ng, C.S.L. 2015.Tropical Marine Science Institute, National University of Singapore, 5 Kent Ridge Road, Singapore 119214, Republic of Singapore
Clark, S. and Edward, J. 1995. Coral Transplatation: A Usefull Management Tool or Misguided. Mar Poll Bull.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fabricius, Aldersade P. 2001. Soft Coral and Sea Fans: A Comprehensive Guide to Tropical Shallow-Water Genera of the Central-West Pacific, the Indian Ocean and The Red Sea. Institut of Marine Sciene. Townsville.
Febry, 2017. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora Formosa Hasil Transplantasi Di Perairan Sawapudo Kecamatan Soropia Vol 2, No 4 (2017): Sapa Laut
Fossa, S. and Nilsen, A. 1998. The Modern Coral Reef Aquarium, Volume 2. Birgit Schmettkamp Velag, Bornheim, Germany.
Great Barrier Reef Marine Park Authority. (2017). Climate Change Impact on Corals. Diakses 1 Desember 2017 dari
http://www.gbrmpa.gov.au/managing-the-reef/ threats-to-the-
reef/climate-change/what-does-this- mean-for-species/corals
Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT
Rajagafindo Persada. Jakarta.
Hardiningtyas SD. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp yang Difragmentasi dan Tidak difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haris A. 2001. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmentasi Buatan Karang Lunak (Octocorallia: Alcyonacea) Sarchophyton trocheliophorum Von Marenzeller dan Lobophytum strictum Tixier Durivault di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harriot, V.J., Fisk, D.A. (1988). Coral transplantation as reef management option. th Proc.6. Int. Coral Reef Symp. 2: 375-379 p.
Hermanto, B. 2015. Pertumbuhan Fragmen Acropora formosa pada Ukuran yang Berbeda dengan Metode Transplantasi di Perairan Selat Lembeh. LIPI. Bitung, Sulawesi Utara.
Hormin D. 2003. Keanekaragaman hayati laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Gramedia pustaka, Jakarta.
Juwana S. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Kaleka D. 2004. Transplantasi Karang Batu Marga Acropora pada Substrat Buatan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang. Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS702) Program S3. Institut Pertanian Bogor.
Kotb, 1996. Ecological and biological studies on the coral reefs at southern Sinai coasts, Red Sea, Egypt MMA Kotb - Ismailia. PhD thesis, Suez Canal University, 1996 Cited by 17 Related articles
Quenouille dan J. A. John, “Paired comparison design for 2n-factorials,” Royal Statistical Society. Series C (Applied Statistics), vol. 20, pp. 16-24, 1971
Manuputty. 1996. Pengenalan Beberapa Karang Lunak (Octocorallia, Alcyonecea) di Lapangan. Oseana, Vol. XXI, No. 4:1-11. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Manuputty. 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia (Buku I, Laut Jawa dan Selat Sunda). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 91 h.
Nontji, A. dan Satari, R. 1996. Potensi pengembangan bioteknologi kelautan di Indonesia. Dalam Herunadi, B., Mudita, 1., dan Udrekh (Eds.)
Prosiding Konvensi Nasional Pengembangan Benua Maitim lndonesia dalam Rangka Mengaktualisasikan Wawasan Nusantara, Makassar 18--19 Desember 1996. p. 49- -56.
Nugroho SC. 2008. Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Transplantasi Karang Lunak Sinularia dura dan Lobophytum strictum di Pulau Pramuka, Keoulauan seribu, Jakarta. [Skripsi]. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nybakken J. W. 1982. Biologi Laut.: Suatu Pendekatan Ekologi. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pramayudha MR. 2010. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Hasil Transplantasi Softcoral Lobophytum strictum di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tahun 2008. [Skripsi]. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pratama, J. 2005. Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang Pocillopora, dan Heliopora dalam Transplantasi Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Sahetapy, D. 2016. Penzonasian dan Penatakelolaan Kawasan Konservasi Perairan Teluk Tuhaha Berbasis Ekosistem. Proposal Disertasi. Program Doktor (S3), Program Studi Ilmu Kelautan, Pascasarjana Universitas Pattimura. Ambon. Hal: 88-92
Sandy RE. 2000. Penempelan Fragmen Buatan Karang Lunak (Sinularia sp.) pada Substrat Pecahan Karang. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Selanno, D.A.J. 2016. Analisis Hubungan Antara Beban Pencemaran dan Konsentrasi Libah Sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Ambon. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hlm.:399.
Soedharma D, Arafat D. 2007. Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia. Prosiding Seminar Transplantasi Karang. Bogor, 8 September 2005. Pusat Pengkajian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doi: 10.20957/jkebijakan.v1i3.10292
Suharsono. 2000. Pertumbuhan karang. Oseana. Puslitbang-Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 9:41-48.
Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Tomascik J, Mah A, Nontji, Moosa M. 1997, The Ecology of the Indonesian Seas, Periplus Edition, Singapore.
Triyulianti I. 2009. Bioaktivitas Ekstrak Karang Lunak Sinularia sp dan Lobopyhtum sp. Hasil Fragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Utama NAB. 2010. Pertumbuhan Transplantasi Karang Lunak (Sinularia dura) di Alam dan Bak Terkontrol. [Skripsi]. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
8
Discussion and feedback