JMRT, Volume 3 No 2 Tahun 2020, Halaman: 94-101

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Pemetaan Potensi Kerawanan Banjir Rob di Kabupaten Gianyar

I Kade Alfian Kusuma Wirayudaa, I Wayan Nuarsaa*, I Dewa Nyoman Nurweda Putraa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: nuarsa@gmail.com

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: June 7th 2020

Received in revised form: July 27th 2020

Accepted: August 24th 2020

Available online: August 31th 2020


Keywords:

GIS

Remote Sensing

Tidal flood


Tidal flood is a water inundation phenomenon happened on the coast of the mainland or the coast which is caused by the tides of the sea. Tidal flood causes inundation on the certain parts of the mainland due to land altitude is lower than sea level at high tides. Some beaches around Gianyar, Bali, potentially experience a tidal flood. There is no research about tidal flood in Gianyar regency yet gives impact to the information about areas that potentially experience a tidal flood. This study aimed to determine the distribution of flood-prone areas in Gianyar Regency. Remote sensing and other spatial data by using scoring methods were utilized to determine prone areas of tidal flood. The parameters used included land elevation, distance area from shoreline, distance area from river, slope, land cover, and soil types. Result of the study shows that the 1104 ha of the total research area 66,37 ha or 6,02% are vulnerable areas, 684,51 ha or 62,00% are quite vulnerable area, and 353,12 ha or 31,98% are classified as non-prone areas. Spatial distribution of tidal flood potential in Gianyar Regency includes Rangkan Beach, around Purnama Beach, Saba Beach, Keramas Beach, Pering Beach, Lebih Beach and the west side of Siyut Beach. Observations and interviews toward vulnerable areas were conducted as the validation of the result of the study.

2020 jmrt. all rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Perubahan iklim dan pemanasan global sangat berpengaruh terhadap dinamika yang terjadi di daerah pesisir dan laut. Pemanasan global/ global warming merupakan proses meningkatnya suhu permukaan bumi karena bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca, yang ditimbulkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil, yang berdampak terhadap naiknya permukaan air laut (sea level rise) (Diposaptono et al, 2009). Kenaikan muka air laut secara global diperkirakan mencapai 1859 cm pada tahun 2100, maka kenaikan per tahunnya beriksar antara 0,21 hingga 0,68 cm/tahun atau dengan rata-rata kenaikan 0,44 cm/tahun (IPCC, 2007). Kenaikan permukaan air laut akan berpengaruh terhadap ketinggian pasang surut air laut, salah satu fenomena alam yang terjadi akibat meningkatnya ketinggian pasang tertinggi air laut adalah banjir rob (Dewi, 2010).

Banjir rob merupakan suatu fenomena genangan air di bagian daratan pada daerah pesisir atau pantai yang disebabkan oleh adanya pasang air laut, akibat ketinggian daratan yang lebih rendah dibandingkan dengan muka air laut saat pasang tinggi (high water level) (Rangga dan Supriharjo, 2013). Terjadinya banjir rob disebabkan oleh beberapa faktor, baik itu faktor alami seperti pasang surut, dan penurunan ketinggian muka tanah, ataupun faktor yang tidak alami seperti jebolnya tanggul dan lain-lain (Dewi, 2010). Beberapa penelitian mengenai banjir rob sudah pernah dilakukan sebelumnya, salah satunya yang dilakukan oleh Ilhami (2014) yang melakukan penelitian mengenai pemetaan tingkat kerawanan rob untuk evaluasi tata ruang pemukiman

daerah pesisir Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Penelitian tersebut memanfaatkan data penginderaan jauh untuk menganalisis dan memetakan daerah yang berpotensi mengalami banjir rob. Penelitian lain mengenai banjir rob adalah yang dilakukan oleh Marfai (2004), penelitian ini menggunakan model spasial dengan memanfaatkan data ketinggian lahan, dan data pasang tinggi air laut, sehingga didapatkan peta daerah yang berpotensi untuk terjadi genangan banjir.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016) pada tahun 2016 terjadi peristiwa banjir rob di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang mengalami banjir rob adalah seputaran pantai Gianyar, Bali. Banjir rob dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, kerusakan lingkungan, terganggunya aktivitas masyarakat, dan kerugian ekonomi (Karunia, 2017). Beberapa pantai di Bali merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat Bali, sehingga adanya banjir rob akan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat.

Penelitian mengenai banjir rob di Kabupaten Gianyar perlu dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah rawan atau berpotensi untuk mengalami banjir rob, sehingga melalui penelitian ini dihasilkan peta daerah rawan atau berpotensi untuk mengalami banjir rob. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi sehingga dapat menambah kewaspadaan masyarakat untuk mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan dari banjir rob. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas dan sebaran daerah rawan banjir rob di Kabupaten Gianyar. Untuk mengetahui daerah

yang berpotensi untuk terjadinya banjir rob, digunakan metode skoring yang memanfaatkan data penginderaan jauh dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab terjadinya banjir rob. Pemanfaatan data penginderaan jauh bertujuan untuk memudahkan proses analisis seluruh parameter dalam cakupan area yang luas.

  • 2.    Bahan dan Meode

    • 2.1    Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di sepanjang pantai Kabupaten Gianyar dengan panjang 14,95 km hingga ketinggian 20 meter diatas permukaan laut. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana. Peta daerah penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Bahan dan Alat

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data penginderaan jauh berupa data raster dan data vektor. Adapun jenis data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan yang digunakan

Jenis Data

Sumber Data

Spesifikasi

Tahun Data

Data Digital

Badan Informasi

Elevation Model (DEM)

Peta Jenis

Geospasial http://tides.big.go.id/ DEMNAS/ Pusat Pengembangan

spasial : 8,1 Meter2018

Skala

2018

Infrastruktur Data

2019

Tanah

Spasial (PPIDS)

1: 25000

Data

Peta Rupa Bumi

Shapefile

Indonesia

Skala

2016

(Shp)

http://tanahair.indone

1: 25000

Sungai

sia.go.id/

Data

Shapefile

Peta RBI

Skala

2016

(Shp)

http://tanahair.indone

1: 25000

Administras

sia.go.id/

i wilayah

European Space

Resolusi

Citra Sentinel-2a

Agency (ESA) https://scihub.coperni

spasial : 10 meter

2019

cus.eu/

Citra Sentinel-2a yang digunakan direkam pada tanggal 19 November 2019 dengan resolusi 10 x 10 meter yang diunduh dari website https://scihub.copernicus.eu/. Data DEM (Digital Elevation Model) merupakan data tahun 2018 beresolusi 8,1 meter yang diunduh di http://tides.big.go.id/DEMNAS. Sedangkan data vektor yang digunakan berupa Shapefile sungai, batas administrasi merupakan peta RBI tahun 2016 dengan skala 1:25000 diunduh di https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web, dan peta jenis tanah semi detail Provinsi Bali tahun 2019 dari Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) Universitas Udayana. Periode data yang digunakan merupakan data-data terbaru yang bisa didapat, penggunaan data terbaru bertujuan untuk merepresentasikan kondisi terkini di lapangan. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS untuk melakukan verifikasi lapangan, komputer dan Software QGIS untuk pengolahan data.

  • 2.3    Metode Skoring dan Overlay

Metode yang digunakan untuk membuat peta kerawanan banjir rob adalah metode skoring. Skoring merupakan suatu proses pemberian skor atau nilai terhadap suatu parameter. Dalam proses pemberian skor, nilai atau skor dikelompokan menjadi beberapa kelas. Skor tertinggi diberikan pada parameter yang dianggap berpengaruh terhadap tujuan penelitian (Suhardiman, 2012). Hasil akhir dari sistem skoring adalah klasifikasi tingkat keterkaitan parameter, yang didasarkan pada total nilai skor dari seluruh parameter. Rentang klasifikasi ditentukan berdasarkan rentang nilai skor minimum dan maksimum (Sihotang, 2016).

Overlay adalah salah satu teknik untuk melakukan proses pengambilan kesimpulan dalam Sistem Informasi Geografis. Teknik overlay dilakukan untuk menggabungkan beberapa data berupa peta dimana setiap peta memiliki nilai skor. Overlay dilakukan untuk mendapatkan akumulasi skor dari semua parameter yang berpengaruh terhadap banjir rob. Proses overlay menghasilkan peta tingkat kerawanan banjir rob. Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1 .Elevasi atau Ketinggian lahan

Ketinggian lahan merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk menentukan daerah yang berpotensi mengalami banjir rob. Semakin rendah ketinggian lahan maka potensi untuk mengalami banjir rob akan semakin tinggi. Data yang digunakan untuk pembuatan peta ketinggian lahan adalah citra DEM (Digital Elevation Model) tahun 2018 dengan resolusi 0.27 arcsecond / 8.1 meter yang diunduh dari website DEMNAS. Kriteria skor ketinggian lahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria skor ketinggian lahan

No.

Kelas

Skor

1

>4 Meter

1

2

>3-4 Meter

2

3

>2-3 Meter

3

4

0-2 Meter

4

Sumber: Ilhami, 2014 dengan modifikasi

  • 2. Jarak Dari Pantai

Jarak dari pantai menjadi salah satu faktor utama dalam menentukan daerah potensi banjir rob. Semakin dekat jarak dengan pantai maka semakin besar kemungkinan pasang tinggi air laut untuk menjangkau daratan, sehingga semakin tinggi pula potensi mengalami banjir rob. Penghitungan jarak dari pantai sejauh 750 meter tegak lurus dari garis pantai, menggunakan multi ring buffer di software QGIS. Data yang diguanakan untuk membuat peta jarak dari sungai adalah peta batas administrasi

Kabupaten Gianyar tahun 2016 skala 1:25000. Kriteria skor jarak dari pantai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria skor jarak dari pantai

No.                   Kelas                    Skor

  • 3 .Jarak dari sungai

Jarak dari sungai menjadi salah satu perhitungan dalam menentukan daerah potensi banjir rob. Jika suatu wilayah pantai dekat dengan sungai, dan terjadi pasang tinggi, maka air laut berpotensi untuk bercampur dengan air sungai yang menyebabkan terjadinya arus balik pada badan sungai sehingga meningkatkan potensi untuk terjadinya banjir rob. Peta jarak dari sungai dibuat dengan melakukan proses buffer peta sungai Kabupaten gianyar. Kriteria skor jarak dari sungai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria skor jarak dari sungai

No.

Kelas

Skor

1

Jarak >300meter dari sungai

1

2

Jarak >200-300 meter dari sungai

2

3

Jarak >100-200 meter dari sungai

3

4

Jarak 0-100 meter dari sungai

4

Sumber: Ilhami, 2014 dengan modifikasi

  • 4 .Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng berpengaruh terhadap potensi terjadinya genangan pada bagian daratan. Semakin landai suatu lahan maka potensi untuk terjadinya genangan semakin besar karena air laut akan lebih sulit untuk kembali ke laut. Begitu juga jika semakin tinggi kemiringan lereng maka potensi terjadinya genangan akan semakin kecil. Peta kemiringan lereng dibuat dengan menggunakan peta DEM yang diunduh dari website DEMNAS. Kriteria skor kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria skor kemiringan lereng

No.

Kelas

Skor

1

Kemiringan >15%

1

2

Kemiringan >8-15%

2

3

Kemiringan >3-8%

3

4

Kemiringan 0-3%

4

Sumber: Dahlia, 2018 (dengan modifikasi)

  • 5 .Tutupan Lahan

Tutupan lahan berpengaruh terhadap kapasitas penyerapan air yang menggenangi daratan. Jika suatu daerah merupakan tanah koson, maka kapasitas penyerapan air akan semakin kecil. Jika suatu daerah tertutup oleh vegetasi maka kapasitas penyerapan dan pengikatan air oleh tanah lebih besar. Sehingga mengurangi potensi untuk terjadinya banjir rob. Peta tutupan lahan dibuat dengan menggunakan citra Sentinel-2a dengan tanggal perekaman citra 19 November 2019. Kriteria skor tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria skor tutupan lahan

No.

Kelas

Skor

1

Hutan dan perkebunan

1

2

Padang rumput/Sawah

2

3

Lahan terbuka

3

4

Pemukiman

4

Sumber: Wikan (2015)

  • 6 .Jenis Tanah

Jenis Tanah berhubungan dengan cepat lambatnya proses meresapnya air ke tanah, jenis tanah yang memiliki tekstur halus akan lebih sulit untuk menyerap air jika dibandingkan dengan jenis tanah yang bertekstur kasar, sehingga semakin halus tekstur tanah maka potensi terjadinya genangan akan semakin besar. Peta jenis tanah kabupaten gianyar diperoleh dari PPIDS Universitas Udayana. Kriteria skor jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria skor jenis tanah

No.              Kelas

Skor

1              Sangat Kasar

1

2                Kasar

2

3               Sedang

3

4                Halus

4

Sumber : Primayuda,2006 dengan modifikasi

  • 2 .4 Pembobotan

Dari 6 parameter yang digunakan, yaitu ketinggian lahan, jarak dari pantai, jarak dari sungai, tutupan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng, diberikan bobot yang berbeda. Rentang bobot yang diberikan adalah 1-10. Pemberian bobot disesuaikan dengan besar kecilnya pengaruh suatu parameter terhadap potensi terjadinya banjir rob. Bobot setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot setiap parameter

No.

Kelas

Bobot

1

Ketinggian lahan

4

2

Jenis Tanah

1

3

Jarak dari pantai

10

4

Jarak dari sungai

3

5

Tutupan lahan

2

6

Kemiringan Lereng

5

Pemberian bobot pada setiap parameter pada sistem skoring ditentukan oleh jenis kajian dan asumsi yang digunakan oleh penelti. Dalam hubungannya dengan banjir baik banjir rob maupun banjir oleh air hujan, beberapa peneliti memberikan bobot pada setiap parameter yang digunakan (Ilhami, 2014; Darmawan, 2017). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Chandra (2013), bobot pada setiap parameter dianggap sama.

Penelitian mengenai analisis tingkat kerawanan banjir (banjir karena air hujan) yang dilakukan oleh Darmawan (2017), dari beberapa parameter yang juga digunakan pada penelitian ini, diberikan bobot terbesar pada parameter kemiringan lereng, kemudian tekstur tanah di urutan kedua, dan terakhir ketinggian lahan. Dari kriteria bobot oleh Darmawan (2017), pada penelitian ini dilakukan penerapan pemberian bobot tinggi pada parameter kemiringan lereng. Selain itu, dilakukan penyesuaian bobot pada parameter ketinggian lahan dan tekstur tanah, agar hasil yang didapatkan sesuai dengan karakteristik peristiwa banjir rob.

Dari beberapa parameter, kelas jarak dari pantai dan kemiringan lereng diberi bobot paling tinggi, karena jarak dari pantai sangat berpengaruh terhadap jangkauan air pasang terhadap daratan. Kemiringan lereng juga menjadi faktor penentu terjadinya genangan sehingga untuk parameter jarak dari pantai dan kemiringan lereng diberikan bobot tinggi. Ketinggian lahan juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap jangkauan air pasang, akan tetapi walaupun suatu lahan memiliki ketinggian yang tergolong rendah tetapi kemiringan lereng tinggi maka potensi untuk terjadinya genangan tidak begitu besar, maka dari itu kelas ketinggian lahan diberi bobot 4. Jenis tanah diberi bobot 3 karena walaupun suatu lahan yang memiliki jenis tanah dengan tekstur halus tetapi jauh dari garis pantai maka pengaruh

dari jenis tanah tidak terlalu besar. Jarak dari sungai dan tutpan lahan diberi skor 2 karena pengaruh parameter jarak dari sungai dan tutupan lahan terhadap terjadinya genangan tidak sebesar parameter lain, akan tetapi kedua faktor tersebut tetap memberikan pengaruh terhadap terbentuknya genangan akibat pasang air laut.

  • 2 .5 Analisis Data

Untuk mengetahui nilai kerawanan maka dilakukan penghitungan nilai dengan melakukan penjumlahan skor pada semua parameter. Untuk memperoleh nilai kerawanan digunakan persamaan 1 (Purnama, 2008).

n

A'=^(lfixXi] (1)

K merupakan nilai kerawanan, Wi merupakan Bobot pada parameter ke-i , dan Xi merupakan skor pada parameter ke-i. Untuk tingkat kerawanan dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas Rawan,Cukup Rawan, dan Tidak Rawan. Untuk menentukan kelas nilai pada tingkat kerawanan, maka dilakukan perhitungan lebar interval pada tiap kelas, adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar interval menurut Kingma (1991) adalah sebagai berikut:

  • * = - P)

Untuk mengetahui nilai i maka terlebih dahulu dilakukan proses perhitungan nilai R dengan mencari selisih skor maksimum dan minimum (Kmax – Kmin), dan n merupakan jumlah kelas kerawanan. Perhitungan nilai R dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perhitungan selisih skor

Bobot

Nilai maksimum

Nilai minimum

skor maks

Skor maks x bobot

skor min

Skor min x bobot

Ketinggian lahan

4

4

16

1

4

Jenis Tanah

1

4

4

1

3

Jarak dari Pantai Jarak dari

10

4

40

1

5

3

4

12

1

2

Sungai Tutupan

2

4

8

1

2

lahan

Kemiringan

5

4

20

1

5

Lereng

Total

100

21

Selisih skor

79

Setelah perhitungan nilai interval maka dapat ditentukan kelas kerawanan beserta kriteria nilai dengan interval sebesar 26 di setiap kelasnya seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat kerawanan banjir rob

No

Tingkat kerawanan Banjir rob

Total Nilai

1

Rawan

>74

2

Cukup Rawan

48-73

3

Tidak Rawan

<48

  • 2 .6 Verifikasi lapangan

Verifikasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan yang dilakukan pada daerah-daerah yang termasuk dalam kategori rawan. Verifikasi lapangan dilakukan dengan mengamati keadaan wilayah, dan melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar. Wawancara dilakukan kepada setidaknya 3 orang pada setiap titik verifikasi lapangan. Pertanyaan yang diajukan saat wawancara meliputi kondisi daerah tersebut ketika pasang tinggi air laut, dan pernah tidaknya terjadi banjir rob di kawasan tersebut. Tujuan utama dari verifikasi lapangan adalah untuk mengetahui ada tidaknya potensi untuk terjadinya banjir rob di daerah yang termasuk dalam kategori rawan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengkelasan dan Pemberian Skor

Tahapan awal yang telah dilakukan untuk memperoleh peta potensi kerawanan adalah dilakukan proses pengolahan data pada setiap parameter, pada tahap ini dilakukan proses pengkelasan dan pemberian skor pada setiap kelas. Pemberian skor dilakukan dengan memberikan nilai pada tabel atribut peta. Skor pada setiap kelas tersebut dikalikan dengan bobot parameter tersebut. Proses pengkelasan dan pemberian skor menghasilkan peta setiap parameter yang sesuai dengan kriteria kelas dan skor yang telah ditentukan. Peta hasil pengolahan pada setiap parameter dapat dilihat pada Gambar 2 hingga Gambar 7, dan luasan area pada setiap kelas dapat dilihat pada Tabel 11.

Gambar 2. Peta Ketinggian Lahan

ii52iT20^_ii52£*rE__ji£Wt__ii52122X

Gambar 3. Peta jarak dari pantai

115∙1∕'20l∙E      115°1⅜,40~E       11⅛°⅞O'O"E       115°2J,2O''E

8°3770'S______mcrs

Oiρro⅝es ⅜ħ: I KaPe ⅛lfιan Kuswrw Wl

Gambar 4. Peta jarak dari sungai


11⅞, IfZtfE    lyif4ffE 11⅛w 115¾jlMl

Gambar 5. Peta kemiringan lereng


wij2n iiyif^ii53m ii£2^

PETA TUTITAN LAHAN H

S

O 0.75 1.5       3

I____I____i____i___I____i____i____i____I Km

Legenda

H Vegetasi

Semak/Rumput

Lahan terbuka

I Perumahan

DATUM;

WGS 84/UTM ZONE 50S

Laboialoriurn Remote Sens, ng Oan GlS Fasuitas Kelaulan Pan RenKanan Urneranas LKJayana

I Piproees 0⅛t> I ⅛⅛ ⅜l⅛π Kusume 1



Tabel 11. Luas kelas setiap parameter

Parameter

Kelas

Skor

Luas (ha)

%

Ketinggian >4 m

1

989,83

89,65

Ketinggian

Ketinggian >3-4 m

2

43,67

3,95

Lahan

Ketinggian >2-3 m

Ketinggian 0-2 m Jarak >750 m dari

3

4

1

34,20

36,30

27

3,09

3,28

2,44

pantai

Jarak >500-750 m

2

356

32,25

Jarak Dari

dari pantai

Pantai

Jarak >250-500 m dari pantai Jarak 0-250 m dari pantai

Jarak >300 m dari

3

358

32,43

4

363

32,88

1

484,24

43,86

sungai

Jarak >200-300 m

2

170,15

15,41

Jarak Dari

dari sungai

Sungai

Jarak >100-200 m dari sungai Jarak 0-100 m dari

3

4

204,67

18,54

244,94

22,19

sungai

Kemiringan >15%

1

180,82

16,38

Kemiringan

Kemiringan >8-15%

2

366,99

33,24

Lereng

Kemiringan >3-8%

Kemiringan 0-3% Hutan dan

3

4

1

404,39

151,80

576,22

6,63

13,75

52,19

perkebunan

Tutupan

Padang

2

329,57

29,85

Lahan

rumput/Sawah

Lahan terbuka

3

184,91

16,75

Pemukiman

4

13,30

1,21

Sangat Kasar

1

-

Jenis Tanah

Kasar

2

1104

100

Sedang

3

-

Halus

4

-


UNIT: DEGREE


Gambar 6. Peta tutupan lahan

115*1Γ2(rE     115∙1g,4Q''E      115,⅞0¾'E      115°2T20"E

Gambar 7. Peta jenis tanah


Dari peta ketinggian lahan (Gambar 2) dapat diamati bahwa persebaran daerah yang memiliki skor tertinggi yaitu 4 berada pada daerah yang berada dekat dengan pantai. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki ketinggian 0-2 meter. Luas daerah tersebut adalah 36,30 ha atau 3,28% dari total luas area penelitian seluas 1104 ha. Ketinggian lahan didominasi oleh kelas ketinggian > 4 meter dengan total luas 989,83 ha.

Peta jarak dari pantai (Gambar 3) menunjukan tingkat kerawanan banjir rob berdasarkan jarak daerah tersebut dengan pantai. Daerah yang berwarna merah adalah daerah yang memiliki jarak 0-250 meter dari pantai. Daerah tersebut memiliki total luas 363ha.

Dari hasil perhitungan jarak dari sungai, didapatkan peta jarak dari sungai (Gambar 4). Daerah yang berwarna merah merupakan daerah yang memiliki jarak 0-100 meter dari sungai. Daerah ini merupakan daerah yang sangat rentan untuk mengalami luapan air sungai yang bercampur air laut saat terjadi pasang tinggi. Luas daerah yang masuk dalam kelas tersebut mencapai 244,94 ha atau setara dengan 22,19% dari total luas area penelitian.

Peta kemiringan lereng (Gambar 5) diperoleh dengan perhitungan slope dari data ketinggian lahan. Pola kemiringan lereng yang dihasilkan cenderung acak dan tidak beraturan. Hal tersebut disebabkan karena citra DEM yang digunakan memiliki resolusi yang cukup tinggi yaitu 8,1 meter. Daerah yang berwarna merah merupakan daerah yang memiliki kemiringan 0-3%. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang rawan untuk

terjadi genangan. Luas daerah pada kelas tersebut mencapai 151,80 atau 13,75% dari total luas area penelitian.

Dari pengolahan citra Sentinel-2a menggunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dihasilkan peta tutupan lahan (Gambar 6). Tutupan lahan pada area penelitian didominasi oleh kelas tutupan vegetasi dengan total luas 576,22ha. Sedangkan untuk kelas pemukiman hanya seluas 13,30% atau setara dengan 1,21% dari total luas area penelitian.

Dari peta jenis tanah yang didapat dari PPIDS Universitas Udayana, diketahui bahwa seluruh daerah di Kabupaten Gainyar memiliki jenis tanah Regosol. Menurut Jacob (2014), Regosol merupakan tanah yang memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir >60%, sehingga untuk parameter jenis tanah, seluruh area penelitian diberikan skor 2 (kasar).

  • 3.2    Peta Potensi Kerawanan Banjir Rob


Peta potensi kerawanan banjir rob dihasilkan dari proses overlay atau tumpang susun peta dari seluruh parameter. Dari proses tumpang susun tersebut, diperoleh skor kumulatif dari seluruh parameter dan dihasilkan peta potensi kerawanan banjir rob. Peta potensi kerawanan banjir rob disajikan pada Gambar 8. Sementara luas masing-masing kategori kerawanan ditampilkan pada Tabel 12.

Gambar 8. Peta potensi kerawanan banjir rob di Kabupaten Gainyar

Tabel 12. Luas kelas kerawanan

No.

Kelas

Luas

%

1

Tidak Rawan

353,12

31,98

2

Cukup Rawan

684,51

62

3

Rawan

66,37

6,02

Dari peta potensi kerawanan banjir rob di Kabupaten Gainyar (Gambar 8) dapat diamati bahwa terdapat beberapa daerah yang tergolong rawan. Daerah-daerah tersebut meliputi Pantai Rangkan, Pantai Purnama, Pantai Pering, Pantai Keramas, Pantai Saba, Pantai Lebih, dan Bagian Barat Pantai Siyut. Luas daerah yang tergolong rawan mencapai 66,37 ha atau 6,02%, dan daerah cukup rawan memiliki luas 684,51 ha. Persebaran daerah yang tergolong rawan berada pada daerah dekat dengan pantai. Hal ini sesuai dengan karakteristik banjir rob yang dijelaskan oleh Rangga dan Supriharjo (2013) yaitu terjadi pada daerah dekat pantai. Perbesaran peta potensi kerawanan banjir rob di Kabupaten Gianyar dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Perbesaran peta potensi kerawanan banjir rob bagian Barat

Daerah yang digolongkan rawan adalah daerah yang memiliki akumulasi skor tinggi. Faktor penyebab daerah tersebut memiliki akumulasi skor tinggi berbeda-beda pada setiap daerah. Pantai Rangkan adalah salah satu pantai yang termasuk dalam kategori rawan, faktor penyebab pantai ini tergolong rawan karena pada bagian barat Pantai Rangkan terdapat aliran sungai, kemiringan lereng yang cukup landai dengan kemiringan 0-3%, dan ketinggian 0-2 meter. Faktor-faktor tersebut menyebabkan pantai ini memiliki akumulasi skor yang tinggi sehingga termasuk dalam kategori rawan.

Pantai berikutnya adalah Pantai Purnama. Faktor penyebab pantai ini tergolong rawan karena adanya aliran sungai di bagian timur, kemiringan lereng yang tergolong landai dan ketinggian pada sisi timur dan barat pantai ini tergolong rendah. Faktor lain yang menyebabkan pantai ini masuk dalam kategori rawan adalah tutupan lahan pantai ini didominasi oleh lahan terbuka, sehingga dapat meningkatkan potensi untuk terjadinya banjir rob.

Sisi barat Pantai Saba memiliki ketinggian lahan 0-2 meter, kemiringan lereng dengan kisaran 0-3% , dan tutupan lahan pada daerah ini berupa lahan terbuka yang meningkatkan potensi untuk terjadinya banjir rob. Pantai lain yang termasuk kategori Rawan adalah Pantai Pering. Pada bagian barat pantai ini terdapat aliran sungai, kemiringan lereng pantai ini berkisar antara 0-8%, dan ketinggian pantai berkisar antara 0-2 meter. Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan pantai ini memiliki akumulasi skor yang tinggi. Pantai Keramas masuk ke daerah Rawan, ini disebabkan karena terdapat aliran sungai di bagian timur pantai, selain itu ketinggian daerah ini berkisar antara 0-3 meter, dan persentase kemiringan lereng berkisar antara 0-8%.

Gambar 10. Peta potensi kerawanan banjir rob bagian Timur

Pantai berikutnya yang termasuk dalam kategori rawan adalah Pantai Lebih, hal ini disebabkan karena terdapat dua aliran sungai di bagian timur dan barat Pantai Lebih, selain itu di beberapa bagian pada Pantai lebih memiliki ketinggian 0-3 meter, kemiringan lereng berkisar antara 0-8%. Tutupan lahan di pantai ini berupa vegetasi, semak, lahan terbuka dan sebagian kecil terdapat bangunan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan pantai ini memiliki akumulasi skor yang tinggi. Bagian barat Pantai Siyut yang berdekatan dengan Pantai Lebih juga termasuk dalam kategori rawan, dikarenakan adanya aliran sungai di dekat pantai ini. Selain itu pada beberapa bagian pantai ini memiliki lahan yang tergolong landai. Faktor tersebut menyebabkan pantai ini masuk dalam kategori rawam.

  • 3.2    Verifikasi Lapangan Potensi Kewaranan Banjir Rob

Verifikasi lapangan dilakukan dengan mengamati kondisi pantai pada daerah yang termasuk dalam kategori rawan untuk mengetahui ada tidaknya potensi untuk terjadinya banjir rob. Verifikasi dilakukan dengan mengamati keadaan wilayah, dan dilakukan wawancara pada masyarakat sekitar.

Dari hasil survei lapangan yang dilakukan di Pantai Purnama diketahui bahwa terdapat penahan gelombang di pantai ini. Menurut warga sekitar ketika terjadi pasang tinggi, air laut dapat melewati penahan gelombang tersebut, akan tetapi tidak mengakibatkan genangan. Menurut warga, genangan terjadi di bagian barat dan timur Pantai Purnama yang juga termasuk dalam kategori rawan. Pada bagian timur Pantai Purnama, kondisi pantai lebih landai dan terdapat aliran sungai Tukad Petanu yang dapat meningkatkan potensi terjadinya banjir rob. Pada sisi barat Pantai Purnama, keadaan pantai cukup landai, akan tetapi menurut keterangan warga genangan air pada saat pasang tinggi tidak berlangsung lama. Pantai Purnama yang memiliki kemiringan yang landai, ketinggian lahan yang cukup rendah, dan terdapat sungai pada sisi timur pantai mengindikasikan bahwa pantai ini memiliki potensi untuk terjadinya banjir rob. Kondisi Pantai Purnama dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kondisi Pantai Purnama

Dari hasil survei lapangan di bagian barat Pantai Saba, diketahui bahwa daerah ini memiliki ketinggian lahan yang cukup rendah dan kontur tanah yang sedikit miring ke bagian daratan, sehingga bagian daratan cenderung lebih rendah dari laut (Gambar 12). Pantai Pering bagian timur memiliki kondisi lahan yang cukup landai. akan tetapi pada daerah dekat sungai bagian barat terdapat penahan gelombang. Menurut warga sekitar, sejauh ini pasang tinggi yang terjadi di Pantai Pering tidak menimbulkan genangan. Kondisi pantai yang landai, dan adanya aliran sungai pada sisi barat pantai mengindikasikan pantai ini memiliki potensi untuk terjadinya peristiwa banjir rob.

Gambar 12. Bagian barat Pantai Saba

Pantai Keramas yang masuk dalam kategori Rawan memiliki lahan yang cukup landai dan terdapat sungai di bagian timur pantai ini. Akan tetapi sepanjang Pantai Keramas terdapat beach club dan villa yang dilengkapi dengan penahan gelombang sehingga dapat menahan air laut ketika pasang tinggi. Menurut warga sekitar, ketika pasang tinggi, ketinggian air sungai yang terdapat pada sisi timur akan meningkat, akan tetapi tidak sampai meluber ke lahan yang berada di sekitar sungai.

Pantai Lebih termasuk dalam kategori Rawan, dari hasil pengamatan lapangan di Pantai Lebih yang dilakukan pada tiga titik yaitu di lokasi wisata kuliner Pantai Lebih, sisi barat, dan sisi timur Pantai Lebih. Menurut warga sekitar, pada tahun 2019 terjadi genangan air setinggi betis orang dewasa dan menggenangi parkiran hingga mendekati bypass Ida Bagus Mantra. Di Pantai Lebih sendiri terdapat penahan gelombang, akan tetapi ketika terjadi pasang yang tinggi menyebabkan air laut dapat melewati penahan gelombang. Pada bagian barat Pantai Lebih juga terjadi peristiwa serupa, dimana air laut melewati penahan gelombang. Menurut warga sekitar, sebelum dibangunnya penahan gelombang, genangan air laut jauh lebih luas dibandingkan sekarang. Pada sisi barat Pantai Lebih terdapat sungai yang dapat meningkatkan potensi terjadinya banjir rob. Kondisi Pantai Lebih dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Kondisi Pantai Lebih

Bagian Barat Pantai Siyut termasuk ke kategori rawan, hal ini disebabkan karena pantai ini memiliki lahan yang datar dan terdapat sungai yang arah alirannya sejajar dengan garis pantai. Akan tetapi menurut warga sekitar ketika terjadi pasang tinggi, air laut tidak menyebabkan genangan dalam waktu yang lama.

Dari hasil survei lapangan dengan mengamati kondisi pantai dan wawancara kepada warga, diketahui bahwa daerah-daerah tersebut memiliki potensi untuk terjadinya banjir rob dikemudian hari. Banjir rob dapat terjadi pada daerah-daerah yang berpotensi jika kenaikan muka air laut meningkat di setiap tahun nya.

Pembangunan di kawasan pesisir Gianyar yang kian pesat dapat menyebabkan penurunan muka tanah juga dapat meningkatkan potensi terjadinya banjir rob. Sejauh ini banjir rob yang terjadi di Gianyar memiliki luas genangan yang relative kecil dan belum mencapai pemukiman warga.

  • 4.    Simpulan

  • 1.    Luas daerah yang rawan untuk terjadi banjir rob di Kabupaten Gainyar adalah 66,37 ha atau 6,02% dari total area penelitian. Sementara luas daerah yang masuk kategori Cukup Rawan, dan Tidak Rawan masing-masing 684,51 ha (62%) dan 353,12 ha (31,98%) dari total wilayah penelitian seluas 1104 ha.

  • 2.    Distribusi spasial daerah yang memiliki potensi kerawanan banjir rob di Kabupaten Gianyar meliputi dearah Pantai Rangkan, seputaran Pantai Purnama, Pantai Saba, Pantai Keramas, Pantai Pering, Pantai Lebih dan sisi barat Pantai Siyut. Berdasarkan hasil survei lapangan, daerah penelitian yang terkelaskan sebagai Rawan rob sebagian pernah terjadi banjir rob dan sebagian ssbelum. Banjir rob yang pernah terjadi umumnya berskala kecil dan tidak sampai menggenangi pemukiman warga.

Daftar Pustaka

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2016. Banjir Rob Masih Menggenang,Sebagian Masyarakat Mengungssi. https://www.bnpb.go.id/ [diakses 5 November 2019]

Chandra R. 2013. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Jurnal Teknik POMITS vol. 2: 25-30

Dahlia S, Tricahyono NH, Rosyidin WF. 2017. Analisis kerawanan dan exposure banjir menggunakan citra dem srtm dan landsat di Dki Jakarta. Jurnal Pendidikan Geografi vol 18 : 81–95.

Darmawan K. 2017. Analisis Tingkat Kerawanan Banjir di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay Dengan Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip vol 6: 31-40.

Dewi C. 2010. Tingkat risiko banjir rob di jakarta utara. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 113 hal.

Diposaptono S, Budiman, Firdaus A. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bogor: Penerbit Buku Ilmiah. 357 hlm.

Ilhami F, Nugroho D , Rocchadi B. 2014. Pemetaan tingkat kerawanan rob untuk evaluasi tata ruang pemukiman daerah pesisir kabupaten pekalongan jawa tengah. Journal Of Marine Research Vol.3 : 508-515

IPCC (International Panel for Climate Change). 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Cambridge Cambridge: University Press. 996 hlm

IPCC (International Panel for Climate Change). 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Jacob A, dan Tatipata A. 2014. Adaptabilitas Jagung Putih Pada Tanah Regosoldan Kambisol Yang Diberi Kompos Ela Sagu. Buana Sains Vol.14 : 61-70

Karunia I. 2017. Estimasi Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Banjir Rob di Pemukiman Kecamatan Genuk Kota Semarang [skripsi]. Bogor: Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.

Kingma NC.1991. Natural Hazzard:  Geomorphological Aspect of

Floodhazard. ITC: The Netherland.

Marfai. 2004. Tidal flood hazard assessment: modeling in raster GIS, case in Western part of Semarang coastal area. Indonesian Journal of Geography: 25-38.

Primayuda A. 2006. Pemetaan daerah rawan dan resiko banjir menggunakan sistem informasi geografis: studi kasus kabupaten trenggalek, jawa timur [skripsi] . Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Purnama A.2008. Pemetaan kawasan rawan banjir di daerah aliran sungai cisadane menggunakan sistem informasi geografis [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. 46 hal.

Rangga C, Supriharjo RD. 2013. Mitigasi bencana banjir rob di jakarta utara.

Jurnal Teknik Pomits vol.2 : 31-36

Wikan, Muhamad. 2015. Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kajian Tutupan Lahan sebelum dan Pasca Erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Skripsi. Yogyakarta ; Fakutas Geografi UGM

Suhardiman, 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir. Universitas Hasanuddin Makassar.

Sihotang DM. 2016. Metode Skoring dan Metode Fuzzy dalam Penentuan Zona Resiko Malaria di Pulau Flores. Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi vol 5 : 302-308

101