Stomata Condition and Leaf Morphology of Rhizophora apiculata in the Petroleum Industrial Estate and Non-Industrial Area of Riau Province
on
JMRT, Volume 1 No 1 Tahun 2018, Halaman: 11-16
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
KONDISI STOMATA DAN MORFOLOGI DAUN Rhizophora apiculata PADA KAWASAN DAN NON-KAWASAN INDUSTRI PERMINYAKAN DI PROVINSI RIAU
Syahriala
aSekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Maju Tapian Nauli, Tapanuli Tengah, Indonesia
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received June 6th 2018
Received in revised form July 5h 2018
Accepted August 27th 2018
Available online September 28th 2018
Keywords:
Leaf morphology
Rhizophora apiculata
Petroleum industry
Non-industrial area mangrove Riau Province
Oil spills often occur sea and are fatal to the coastal mangrove ecosystems. One effects of the oil spill is the occurrence of defoliation or leaf fall, where mangrove leaves become yellowish, wither and fall. Therefore, this study aimed to identify stomatal and morphological conditions of Rhizophora apiculata leaves in petroleum industrial estate and the non-industrial area in Riau Province, which has been conducted from November – December 2014. The parameters observed were the stomata density, stomata area, and leaf surface area. Leaf samples were taken from 4 different areas, namely Crude Palm Oil (CPO) oil industry, petroleum industry, the joint industrial zone between petroleum and CPO and in free industrial area. The leaf sampling was carried out using a line transect drawn from the reference point (the outer mangrove stand), perpendicular to the coastline and mainland. Sample plots were made according to the level of the stand. Three leaves from each strand of the selected plant population, were taken and preserved in 70% alcohol. The results showed that in mangrove grow around oil industry, the stomatal density, stomata area, and leaf area were higher compared to non-industrial areas. High stomatal density was positively correlated to the high salinity, pH and redox. Similar trend found in stomata area, which there is a relationship between stomata area with pH and redox. The higher the parameter, the higher the stomata area.
2018 JMRT. All rights reserved.
Mangrove adalah salah satu ekosistem paling beragam di lingkungan laut (Suratissa dan Rathnayake, 2017), tumbuh di daerah pasang surut antara ekosistem laut dan terestrial (biasanya di daerah iklim tropis) (Gaut, 2018), dapat mentolerir salinitas air tawar hingga hypersaline yang melebihi 100 ppt (Romanach et al., 2018), total area penempatannya sekitar 181000 km2 (Tripathi et al., 2016) dan tersebar di 120 negara (Lugo dan Snedaker, 1974; Kuenzer et al., 2011). Kemudian Jupriyati et al., (2013) menyatakan bahwa mangrove mempunyai peranan penting di daerah estuari, dan mampu hidup pada berbagai macam subtrat melalui modifikasi akar maupun daunnya (Hamzah dan Pancawati, 2013). Tripathi et al., (2016) menyatakan bahwa mangrove dunia terdiri dari 9 ordo, 20 famili, 27 genus dan 70 spesies.
Yong dan Tam (2007) menyatakan bahwa salah satu alasan rentannya mangrove terhadap tumpahan minyak disebabkan karena mangrove banyak terdistribusi berdekatan dengan lokasi produksi minyak. Kemudian Baker (1982) menyatakan bahwa efek jangka pendek dari tumpahan minyak yang akut adalah lebih cenderung menyebabkan kematian pada anakan mangrove dan menyebabkan defoliasi. Sementara Teas et al., (1987) menyatakan bahwa defoliasi atau gugur daun merupakan salah
satu indikator pohon mengalami stress lingkungan, dimana pada saat terjadinya pencemaran minyak, minyak akan menutupi akar-akar mangrove dan masuk ke substrat (akibat dari aktifitas fauna bentik), sehingga berdampak terhadap penghambatan pertumbuhan dan mengalami guguran daun (defoliasi) hingga kematian.
Kota Dumai adalah salah satu kota andalan Provinsi Riau sebagai sektor hilir Pertamina dalam kegiatan pengolahan minyak mentah (Pertamina, 2013) serta sebagai tempat penimbunan maupun pengolahan minyak mentah dari berbagai sumur minyak di Provinsi Riau (Nedi, 2010). Di Kota Dumai juga telah dibangun empat Kawasan Industri Dumai (KID) yaitu KID Pelintung (5084 ha), KID Lubuk Gaung (2158 ha), KID Bukit Kapur Raksa (115 ha) dan KID Dock Yard (300 ha) (BPTPM, 2012). Tiga dari empat KID tersebut merupakan kawasan industri minyak. Kemudian beberapa pelabuhan juga terdapat di Kota Dumai yakni pelabuhan Pelindo, Chevron, Pertamina dan pelabuhan KID. Menurut BKPM (2012) pelabuhan Pelindo dapat melakukan bongkar muat CPO 6 juta ton/tahun dan keluar masuknya kapal selama 1 tahun ± 2500 kapal. Sementara, pelabuhan Chevron dapat mengangkut minyak mentah maupun BBM dengan bobot 60 – 70 DWT, sedangkan pelabuhan Pertamina mengangkut bobot 60 ribu DWT (BKPM, 2012). Selain itu, keberadaan Kota Dumai juga berdekatan dengan salah
Stasiun 4
Trti Akar
Iutan Pan∣aι
Tanjung Kapal
Stasiun 1
Terkol
Stasiun 2
Lubu<
Pelintung
■untung'
Sepahat
Bukrt Kapui
Sukajadi
,Stasiun 3
Tenggayunxχ
..--^ApιApι
iksar.1 a n
Λ^7∖Se1atpjjpat
Insetpeta
102^20,0"E
A 1:373065
7 Miles
Selat Malaka
10Γ20,0"E
10Γ40,0"E
102β0,0,'E
∣ngko K^iar
Teluk Lpcah
Rantau Bais
Sebangar
Sumber
USGS 2014 BakosuftanaI GoogIe Earth 2014
Software
ArcGIS 102 1
P-Okasi Penelrtianj
LOKASI PENELITIAN KAWASAN PESISIR DUMAI PROVINSI RIAU
LEGENDA PETA
• Stasiun Penelitian
~ Daratan
~ Lautan
Gambar 1. Lokasi penelitian
satu jalur pelayaran tersibuk di dunia yaitu Selat Melaka. Lebih kurang 900 kapal tanker maupun kapal komersial dan sekitar 11 juta barel minyak melintasi Selat Malaka setiap harinya dan 70000 kapal melintasi Selat Malaka tiap tahunnya (Abdullah et al., 1999; Chua et al., 2000).
Pesatnya kegiatan di pesisir Kota Dumai dan aktivitas pelayaran di Selat Malaka sangat berdampak terhadap terjadinya pencemaran minyak. Penelitian mengenai jumlah stomata dari berbagai jenis tumbuhan sudah banyak dilakukan (Tabaika dan Hadisusanto, 2013; Lestari, 2006; Nugrahani et al., 2006; Prihandarini, 2002). Namun, penelitian mengenai kerapatan stomata Rhizophora apiculata di sekitar kawasan industri minyak dan non kawasan industri belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat dari adanya pembangunan industri minyak terhadap kerapatan stomata, luas stomata dan luas permukaan daun R. apiculata yang tumbuh di sekitarnya.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November – Desember 2014 di pesisir pantai Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Gambar 1). Analisis sampel dilakukan bulan Januari – Februari 2015 di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Metode yang digunakan adalah metode survey, dimana daun mangrove R. apiculata diambil dari 4 stasiun. Stasiun 1 adalah KID Lubuk Gaung Kota Dumai yang merupakan kawasan industri minyak Crude Palm Oil (CPO), Stasiun 2 adalah KID Bukit Kapur Raksa Kota Dumai merupakan gabungan kilang minyak bumi dan CPO, Stasiun 3 adalah KIBB Pakning Kabupaten Bengkalis merupakan kawasan kilang minyak bumi, sedangkan Stasiun 4 adalah Tanjung Medang Rupat Utara Kabupaten Bengkalis dan merupakan kawasan alami mangrove yang tidak ada aktivitas industrinya.
-
2.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter, buku identifikasi mangrove Noor et al., (2006), data sheet,
kamera, GPS Garmin 62 series, ruler, alat tulis, water quality meter (suhu, DO, salinitas, pH) dan ORP meter Lutron 203, sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70% untuk pengawetan daun dan aquades untuk mengkalibrasi alat kualitas air.
-
2.3. Pengambilan Sampel di Lapangan
Pengambilan sampel daun dilakukan menggunakan transek garis yang ditarik dari titik acuan (tegakan mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan dan dibuat petak-petak contoh menurut tingkat tegakannya (Bengen, 2004) yaitu kategori pohon (10 X 10 m) dengan diameter batang lebih besar dari 4 cm pada ketinggian > 1 m, kategori anakan (5 X 5 m) dengan diameter batang kurang dari 4 cm pada ketinggian > 1 m dan kategori semai (1 X 1 m) dengan ketinggian < 1 m. Penarikan transek garis dibagi tiga titik sampling tiap stasiunnya, dimana tiap transek ketegori mangrove dipilih 5 tegakan pohon, 5 tegakan anakan dan semua tegakan semai. Kemudian tiap tegakan yang dipilih, masing-masing diambil 3 lembar daun dan diawetkan dengan alkohol 70%, dicatat kemudian diberi label. Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dihitung kerapatan stomata, luas stomata dan luas daunnya.
-
2.4. Perlakuan dan Analisis Sampel di Laboratorium
Pengukuran data panjang dan lebar daun dilakukan menggunakan ruler, dimana jumlah daun yang dikoleksi dari masing-masing stasiun pengamatan berjumlah 135 lembar. Adapun penentuan kerapatan stomata dilakukan dengan menggunakan rumus Lestari (2006).
Untuk membuat preparat stomata dilakukan dengan metode Sass (1951). Sampel daun R. apiculata dicuci terlebih dahulu menggunakan aquades kemudian direndam dengan HNO3 teknis 70% hingga lunak. Setelah lunak, daun dicuci lagi dengan aquades. Kemudian daun diletakkan di atas wadah petri disc (bagian belakang) selanjutnya dikikis hingga transparan menggunakan silet. Setelah itu, hasil kikisan direndam ke aquades sekitar ± 1 menit dan kemudian direndam lagi pada cairan baycline ± 2 menit sampai klorofil/zat warna sayatan menghilang. Setelah itu, sayatan direndam lagi ke aquades kemudian di letakkan di atas objek glass dan diteteskan 1 tetes zat pewarna safranin 1%. Selanjutnya dibersihkan dengan
aquades 5 – 10 tetes. Setelah dibersihkan, sayatan tersebut diteteskan gliserin 30% sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan cover glass. Sayatan atau preparat siap diamati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah stomatanya menggunakan hand counter. Penghitungan jumlah stomata dilakukan sebanyak 5 bidang pandang dan tiap lembaran daun dibagi menjadi tiga (3) bagian pengamatan yaitu pangkal, tengah dan ujung daun.
-
2.5. Analisis Hubungan Kerapatan dan Luas Stomata Terhadap
Kualitas Perairan
Data kualitas perairan, kerapatan stomata, luas stomata dan luas daun disajikan dalam tabel dan dibahas secara deskriptif. Kemudian untuk melihat hubungan atau keterkaitan antara kerapatan dan luas stomata terhadap kualitas perairan dilakukan menggunakan regresi linier sederhana.
Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan memperlihatkan bahwa rata-rata suhu, salinitas dan DO perairan pada kawasan industri minyak lebih rendah (29.56°C ± 1.42, 29.22‰ ± 1.64 dan 5.34 ppm ± 0.24) bila dibandingkan dengan kawasan non industri (30.30°C ± 0.58, 31.30‰ ± 1.15 dan 6.40 ppm ± 0.12), sedangkan rata-rata pH dan potensial redoks pada kawasan industri minyak lebih tinggi (7.57 ± 0.30, 110.56 mV ± 29.50) bila dibandingkan dengan kawasan non industri (7.30 ± 0.21 dan 104.00 mV ± 6.56) (Tabel 1). Menurut Suwoyo (2011) suhu perairan sangat berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas, kecepatan reaksi unsur serta senyawa yang terkandung dalam air itu sendiri. Selain itu, tingginya salinitas di kawasan non industri disebabkan karena wilayah ini merupakan kawasan yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka dan laut lepas (samudera), sedangkan rendahnya salinitas di kawasan industri minyak disebabkan karena lokasinya banyak dipengaruhi oleh aliran sungai. Menurut Setyawan (2002) bervariasinya salinitas tergantung kedalaman badan air, dimana garam yang terkandung dalam air laut cenderung tenggelam karena berat jenisnya lebih tinggi dibandingkan air payau atau air tawar.
Tabel 1. Rata-rata kualitas perairan di lokasi penelitian | |||||
Stas iun |
Suhu (°C) |
Salinitas (‰) |
pH |
DO (ppm) |
Redoks (mV) |
KIM |
29.56 |
29.22 |
7.57 |
5.34 |
110.56 |
±1.42 |
±1.64 |
±0.30 |
±0.24 |
±29.50 | |
KNI |
30.30 |
31.30 |
7.30 |
6.40 |
104.00 |
±0.58 |
±1.15 |
±0.21 |
±0.12 |
±6.56 |
KIM (Kawasan Industri Minyak), KNI (Kawasan Non Industri)
Hadiputra dan Damayanti (2013) menyatakan bahwa sumber utama DO di perairan merupakan hasil dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan/pengikatan langsung oksigen di udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara. Selanjutnya, tingginya nilai pH perairan di kawasan industri minyak disebabkan karena pada saat pengukuran, perairannya dipengaruhi oleh air laut (menuju pasang) sehingga nilainya tergolong basa. Hatje et al., (2003) menyatakan bahwa sampel air estuari yang pH-nya basa, menunjukkan bahwa sampel tersebut berasal dari laut. Sementara Rukminasari et al., (2014) menyatakan bahwa tinggi rendahnya pH air laut dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Kemudian, Rahman et al., (2013) menyatakan bahwa tingginya nilai potensial redoks sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut yang signifikan.
-
3.2. Kerapatan Stomata, Luas Stomata dan Luas Daun
Tabel 2 memperlihatkan bahwa rata-rata kerapatan stomata pada kawasan industri minyak adalah 107.48 mm2 ± 3.07 dan kawasan non industri adalah 102.50 mm2 ± 1.33 . Selain itu, Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa luas stomata R. apiculata pada kawasan industri perminyakan lebih besar (0.12 µm ± 0.02) dibandingkan dengan kawasan non industri (0.11 µm ± 0.03). Patra (2002) menyatakan bahwa rapatnya stomata daun menunjukkan kemampuan daun dalam menyerap polutan, sedangkan Wilmer (1983) menyatakan bahwa tanaman dengan kerapatan stomata yang tinggi akan mampu menyerap pencemar udara lebih banyak dibandingkan dengan kerapatan yang rendah. Hal ini karena rapat atau tidaknya stomata dapat mempengaruhi tingkat serapan gas 15N (Nasrullah, 1997). Kemudian Sembiring dan Sulistyawati (2006) menyatakan bahwa berkurangnya jumlah stomata mengindikasikan bahwa jumlah CO2 yang masuk ke tumbuhan juga akan berkurang, sehingga dapat menganggu jalannya proses fotosintesis dan mereduksi pertumbuhan tanaman tersebut.
Tabel 2. Rata-rata kerapatan stomata, luas stomata dan luas daun R. apiculata
Stasiun |
Kerapatan Stomata (mm2) |
Luas Stomata (µm) |
Luas Daun (cm2) |
KIM |
107.49±3.07 |
0.12±0.02 |
63.39±19.12 |
KNI |
102.50±1.33 |
0.11±0.03 |
62.85±18.19 |
Tingginya kerapatan stomata dan luasan stomata di kawasan industri perminyakan mengambarkan bahwa lingkungan tempat tumbuhnya telah terjadi gangguan. Amin et al., (2007) menyatakan bahwa konsentrasi kandungan logam berat di KID Bukit Kapur Raksa lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Kemudian Siregar dan Edward (2010) menyatakan bahwa sedimen perairan pesisir Kota Dumai telah mengakumulasi Pb 25 – 27 kali lipat, Cd 13 – 18 kali lipat, Cu 9 – 38 kali lipat, Ni 74 – 93 kali lipat dan Zn 34 – 162 kali lipat. Selanjutnya, Nurrachmi dan Amin (2007) menyatakan bahwa kandungan minyak di sekitar KID Bukit Kapur Raksa lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lain. Sementara pada kawasan industri minyak KIBB Pakning, kandungan logam berat Pb dan Zn juga lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi sekitarnya (Amin et al., 2011a). Begitu juga dengan kandungan minyak yakni lebih tinggi di kawasan industri minyak KIBB Pakning dibandingkan dengan kawasan lainnya (Amin et al., 2011b).
Selanjutnya, Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa luas permukaan daun R. apiculata pada kawasan industri perminyakan lebih besar (63.39 cm2) dibandingkan dengan kawasan non industri (62.85 cm2). Berbedanya luas permukaan daun antar kedua kawasan disebabkan karena kerapatan mangrovenya yang berbeda-beda. Menurut Sembiring dan Sulistyawati (2006) menurunnya luas permukaan daun dipengaruhi oleh menurunnya kandungan klorofil, dimana klorofil yang terdapat dalam kloroplas akan menyebabkan sel mampu untuk menyerap energi cahaya matahari sehingga terjadilah proses fotosintesis dan menghasilkan gula atau karbohidrat (Lakitan, 2001). Kemudian Kovacs (1992) menyatakan bahwa menurunnya kandungan klorofil akan mengakibatkan penurunan laju proses fotosintesis terhadap sel-sel apikal dan menyebabkan terhambatnya pembelahan maupun pemanjangan sel, sehingga berpengaruh terhadap luasan permukaan daun.
r-O,OO2x + O.199 R2 = 0,089 r = 0,29
y O1Olbx-O1Ol
Y= 0,018χ < 0,217
R» = 0,944 r = 0,97
y = 0,134x + 91,59 R2= O1152
V = O1OOOx ♦ 0,082 R2 = 0,095
PotensinlRedoks (inV)
y = -l,630x+ 154,8 j R2= 0,237
112 |
y = 0,212x + 99,92 |
IlO - |
R2=O1OlO ♦ |
r = O1 ID | |
108 |
♦ |
106 104 - |
* |
102 |
♦ |
f E O |
112 IlO 108 |
♦ |
y = 2,583x + 86,86 R2= 0,042 r = 0,20 |
♦ |
W |
106 |
— |
---" | |
g- |
104 102 |
♦ |
♦ |
Ill IlO |
♦ |
y = -5,609x+ 137,7 |
109 |
R2 =0,71 | |
108 |
-♦ r= 0,84 | |
107 - | ||
106 - | ||
105 - | ||
104 |
♦ | |
103 | ||
102 | ||
IOl |
--------------------------------1---------------------------------------------------------------------------------1--------------------------- |
Gambar 2. Korelasi kualitas air dan kerapatan stomata
JMRT, Volume 1 No 1 Tahun 2018, Halaman: 11-16
Gambar 3. Korelasi kualitas air dan luas stomata
-
3.3. Korelasi Kualitas Air dan Kerapatan Stomata di Kawasan
Industri Minyak dan Kawasan Non Industri
Gambar 2 memperlihatkan bahwa hubungan kerapatan stomata dengan salinitas, pH dan redoks mempunyai pengaruh yang kuat (positif), sedangkan hubungan kerapatan stomata dengan suhu dan DO pengaruhnya sangat lemah (negatif). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi salinitas, pH maupun potensial redoks, maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kerapatan stomata daun R. apiculata. Begitu sebaliknya untuk parameter suhu dan DO, dimana semakin tinggi suhu dan DO, maka semakin rendah pula kerapatan stomata daunnya. Solmaz et al., (2011) menyatakan bahwa kuatnya pengaruh kerapatan stomata terhadap salinitas menunjukkan adanya peningkatan jumlah stomata walaupun pada kondisi lingkungan yang salin (mengandung garam).
-
3.4. Korelasi Kualitas Air dan Luas Stomata di Kawasan Industri
Minyak dan Kawasan Non Industri
Gambar 3 memperlihatkan bahwa semakin tinggi parameter suhu, salinitas dan DO, maka semakin rendah pula luas stomata daun R. apiculata. Menurut Ghosh et al., (1996) frekuensi stomata pada adaksial tidak menunjukkan kecenderungan yang konsisten untuk peningkatan suhu tumbuh tanaman, akan tetapi pada abaksial, frekuensi stomata menurun secara signifikan setiap kenaikan 5°C. Kemudian Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai pH dan potensial redoks, maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan luas stomata daun R. apiculata. Menurut Jia dan Davies (2007) beberapa tanaman menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap pH dalam menanggapi gangguan lingkungan.
Kerapatan stomata, luas stomata dan luas permukaan daun pada kawasan industri perminyakan lebih rapat dan lebih luas bila dibandingkan dengan kawasan non industri. Kemudian hubungan antara kerapatan stomata dengan salinitas, pH dan redoks memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi salinitas, pH maupun potensial redoks, maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kerapatan stomata R. apiculata, sedangkan dengan suhu dan DO memperlihatkan semakin tinggi konsentrasi suhu dan DO, maka semakin rendah pula kerapatan stomata daunnya. Selain itu, hubungan antara luas stomata dengan pH dan potensial redoks memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai pH dan potensial redoks, maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan luas stomata daun R. apiculata, sedangkan dengan suhu, salinitas dan DO memperlihatkan bahwa semakin tinggi parameter suhu, salinitas dan DO, maka semakin rendah pula luas stomata daun R. apiculata.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Nanang Karsim, S.Pi maupun Giant Fahmi Siregar, S.Pi yang telah membantu saat pengambilan sampel di lapangan dan ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Yeni Sustriani, S.Pi yang telah membantu menganalisis sampel di laboratorium.
Daftar Pustaka
Abdullah, A. R., Tahir, N. M., Loong, T. S., Hoque, T. M., Sulaiman, A. H.
1999. The GEF/UNDP/IMO Malacca Straits demonstration project: Sources of pollution. Marine Pollution Bulletin. 39:229 – 233.
Amin, B., Ismail, A., Arshad, A., Kamarudin, M. S. 2007. Distrubution and speciation of heavy metals (Cd, Cu and Ni) in coastal sediments of Dumai Sumatera, Indonesia. Coastal Development. 10:125 – 141.
Amin, B., Nurrachmi, I., Manalu, M. 2011a. Kandungan Logam Berat pada Air Laut dan Sedimen di Perairan Pantai Sekitar Kawasan Industri Perminyakan. Laporan Akhir Penelitian Berbasis Laboratorium. Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Amin, B., Nurrachmi, I., Damanik, F. S. 2011b. Distribusi Spasial Hidrokarbon dan Kelimpahan Diatom di Perairan Pantai Sekitar Kawasan Industri Perminyakan. Laporan Akhir Penelitian Berbasis Laboratorium. Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Baker, J. M. 1982. Mangrove swamps and the oil industry. Oil and Petrochemical Pollution. 1:5 – 22.
Bengen, D. G. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal Kota Dumai. 2012. Potensi Investasi Daerah Kota Dumai. Dumai, Indonesia. 16 hal.
[BPTPM] Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Dumai. 2012. Potensi dan Peluang Investasi Kota Dumai. Dumai, Indonesia. 50 hal.
Chua, T. E., Gorre, I. R. L., Ross, S. A., Bernad, S. R., Gervacio, B., Ebarvia, M. C. 2000. The Malacca Straits. Marine Pollution Bulletin. 41:160 – 178.
Gaut, B. S. A convergent outcome: Small genomes in mangroves. New Phytologist. 217:5 – 7.
Ghosh, A. K., Ichii, M., Asanuma, K., Kusutani, A. 1996. Optimum and sub-optimal temperature effects on stomata and photosynthesis rate of determinate soybeans. Acta Hortic. 440:81 – 86.
Hadiputra, M. A., Damayanti, A. 2013. Kajian potensi makrozoobentos sebagai bioindikator pencemaran logam berat tembaga (Cu) di kawasan ekosistem mangrove Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII. 27 Juli 2013. Surabaya, Indonesia. D-14-1 – D-14-8.
Hamzah, F., Pancawati, Y. 2013. Fitoremidiasi logam berat dengan menggunakan mangrove. Ilmu Kelautan. 18:203 – 212.
Hatje, V., Payne, T. E., Hill, D. M., McOrist, G., Birch, G.F., Szymczak, R. 2003. Kinetics of trace element uptake and release by particles in estuarine waters: Effects of pH, salinity and particle loading. Environment International. 29: 619 – 629.
Jia, W., Davies, W. J. 2007. Modification of leaf apoplastic pH in relation to stomatal sensitivity to root-sourced abscisic acid signals. Plant Physiology. 143:68 – 77.
Jupriyati, R., Soenardjo, N., Suryono, C. A. 2013. Akumulasi logam berat Timbal (Pb) dan pengaruhnya terhadap histologi akar mangrove Avicennia marina (Forssk). Vierh. di perairan Mangunharjo Semarang. Marine Research. 3:61 – 68.
Kitamura, S., Chairil, A., Amalyos, C., Shigeyuki, B. 1997. Buku Panduan Mangrove di Indonesia - Bali dan Lombok. Okinawa (JPN):JICA.
Kovacs, M. 1992. Biological Indicators in Environmental Protection. Market Cross House. England.
Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Quoc, T. V., Dech, S. 2011. Remote sensing of mangrove ecosystems: A review. Remote Sensing. 3:878 – 928.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Edisi I. Cetakan I. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada.
Lestari, E. G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan kekeringan pada somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64. Biodiversitas. 7: 44 – 48.
Lugo, A. E., Snedaker, S. C. 1974. The ecology of mangroves. Annual Review of Ecology and Systematics. 5:39 – 64.
Nasrullah, N. 1997. Kemampuan Tanaman Jalan Raya Dalam Menyerap Polusi Udara (NO2). Laporan Riset Unggulan Terpadu III Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan Tahun 1995 – 1997.
Nedi, S., Pramudya, B., Riani, E., Manuwoto. 2010. Karakteristik lingkungan perairan Selat Rupat. Ilmu Lingkungan. 1:25 – 35.
Nugrahani, P., Nasrullah, N., Sisworo, E. L. 2006. Faktor fisiologi tanaman tepi jalan yang menentukan kemampuan serapan polusi udara gas 15NO2. Dalam: Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 2006. 12 Desember 2016. Jakarta, Indonesia. 75 – 80.
Nurrachmi, I., Amin, B. 2007. Studi kandungan minyak dan struktur komunitas makrozoobenthos di perairan sekitar buangan limbah cair kilang minyak Pertamina UP II Dumai. Perikanan dan Kelautan. 12:64 – 70.
Patra, A. D. 2002. Faktor Tanaman dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kemampuan Tanaman dalam Menyerap Polutan Gas NO2 [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pertamina. 2013. Annual Report 2013. 564 hal.
Prihandarini, R. 2002. Kajian anatomi, morfologi dan fotosintesa sebagai dasar pemilihan tanaman penghijauan. Agritek. 10:1976 – 1982.
Rahman, M. M., Rahman, M. T., Rahaman, M. S., Rahman, F., Ahmad, J. U., Shakera, B., Halim, M. A. 2013. Water quality of the world’s largest mangrove forest. Canadian Chemical Transactions. 1:141 – 156.
Romanach, S. S., DeAngelis, D. L., Koh, H. L., Li, Y., Teh, S. Y., Barizan, R. S. R., Zhai, L. Conservation and restoration of mangroves: Global status, perspectives and prognosis. Ocean and Coastal Management. 154:72 – 82.
Rukminasari, N., Nadiarti, Awaluddin, K. 2014. Pengaruh derajat keasaman (pH) air laut terhadap konsentrasi kalsium dan laju pertumbuhan Halimeda sp. Torani. 24:28 – 34.
Sass, J. E. 1951. Botanical Microtehnique. Iowa: Iowa State Coll Pr. 228 p.
Sembiring, E., Sulistyawati, E. 2006. Akumulasi Pb dan pengaruhnya pada kondisi daun Swietenia macrophylla King. Dalam: Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di Perguruan Tinggi 2006. 17 – 18 Juli 2006. Bandung, Indonesia.
Setyawan, A. D. 2002. Ekosistem mangrove sebagai kawasan peralihan ekosistem perairan tawar dan perairan laut. Enviro. 2:25 – 40.
Siregar, Y. I., Edward, J. 2010. Faktor konsentrasi Pb, Cd, Cu, Ni, Zn dalam sedimen perairan pesisir Kota Dumai. Maspari. 1:1 – 10.
Solmaz, I., Sari, N., Dasgan, Y., Aktas, H., Yetisir, H., Unlu, H. 2011. The effect of salinity on stomata and leaf characteristics of dihaploid melon lines and their hybrids. Food, Agriculture and Environment. 9:172 – 176.
Suratissa, D. M., Rathnayake, U. S. 2017. Effect of pollution on diversity of marine gastropods and its role in trophic structure at Nasese Shore, Suva, Fiji Islands. Asia-Pacific Biodiversity. 10:192 – 198.
Suwoyo, H. S. 2011. Kajian kualitas air pada budidaya Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) sistem tumpang sari di areal mangrove. Berkala Perikanan Terubuk. 39:25 – 40.
Tabaika, R., Hadisusanto, S. 2013. Akumulasi dan dampak logam Pb (Timbal) pada tanaman peneduh jalan di Kota Ternate Maluku Utara. Bioedukasi. 2:139 – 149.
Teas, H. J., Duerr, E. O., Wilcox, J. R. 1987. Effects of South Louisiana crude oil and dispersants on Rhizophora mangroves. Marine Pollution Bulletin. 18:122 – 124.
Tripathi, R., Shukla, A. K., Shahid, M., Nayak, D., Puree, C., Mohanty, S., Raja, R., Lal, B., Gautam, P., Bhattacharyya, P., Panda, B. B., Kumar, A., Jambhulkar, N. N., Nayak, A. K. 2016. Soil quality in mangrove ecosystem deteriorates due to rice cultivation. Ecological Engineering. 90:163 – 169.
Wilmer, C. M. 1983. Stomata. Longman. London. 66 p.
Yong, Y. E., Tam, N. F. Y. 2007. Effects of used lubricating oil on two mangroves Aegiceras corniculatum and Avicennia marina.
Environmental Science. 19:1355 – 1360.
JMRT, Volume 1 No 1 Tahun 2018, Halaman: 11-16
Discussion and feedback