Re-Evaluasi Pengaturan Mengenai Digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Peningkatan Daya Saing di Era Ekonomi Digital
on

Re-Evaluasi Pengaturan Mengenai Digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Peningkatan Daya Saing di Era Ekonomi Digital
Sukarmi1, Rika Kurniaty2, Reka Dewantara3, Ikaningtyas4
1Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, E-mail: sukarmi@ub.ac.id
2Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, E-mail: rika_kurniaty@ub.ac.id
2Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, E-mail: rainerfhub@gmail.com
2Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, E-mail: ninktyas@ub.ac.id
Info Artikel
Masuk: 8 Oktober 2021
Diterima: 29 Desember 2021
Terbit: 31 Desember 2021
Keywords:
Information Technology;
UMKM; Digital Economy;
Competitivenes.
Kata kunci:
Teknologi Informasi; UMKM;
Ekonomi Digital; Daya Saing
Corresponding Author:
Sukarmi, e-mail : sukarmi@ub.ac.id
DOI:
10.24843/JMHU.2021.v10.i04. p16
Abstract
UMKM is one of the business sectors in national economic growth that must be empowered and developed. The existence of UMKM has been regulated in laws and regulations, but has not adapted to the development of disruption in the digital economy. The adaptation needed by UMKM is the use of information technology as a medium in developing their businesses. This article aims to describe and analyze what challenges are the barriers for UMKM in using technology and information to diversify products during the COVID-19 pandemic. The type of research of this article is empirical legal research. This research not only aims to find the rule of law, legal principles, and legal doctrines in order to answer the legal issues faced, but also the implementation of existing provisions in the field. The results of the study show that the challenge for UMKM in adapting the use of information technology in the digital economy era is the mindset of UMKM actors who do not consider business digitization and the COVID-19 pandemic as challenges and opportunities for business development in improving welfare. The government's role in this condition is very important to increase the inclusiveness of UMKM towards the digital economy.
Abstrak
UMKM merupakan salah satu sektor usaha dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang harus diberdayakan dan dikembangkan. Eksistensi UMKM telah diatur dalam peraturan perundang-undangan namun belum melakukan adaptasi terhadap perkembangan disrupsi di bidang ekonomi digital. Adaptasi yang diperlukan UMKM adalah penggunaan teknologi informasi sebagai media dalam pengembangan usahanya. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis serta memetakan tantangan apa saja yang menjadi penghalang bagi UMKM dalam penggunaan teknologi dan informasi untuk melakukan diversifikasi produk selama pandemi covid-19. Jenis penelitian yang hendak digunakan dalam penelitian artikel ini adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi namun juga pelaksanaan ketentuan
yang ada pada lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan bagi UMKM dalam adaptasi penggunaan teknologi informasi di era ekonomi digital adalah adanya Mind set para pelaku UMKM yang tidak menganggap digitalisasi usaha maupun pandemi covid sebagai tantangan maupun peluang untuk melakukan pengembangan usaha dalam peningkatan kesejahteraan. Peran Pemerintah terhadap kondisi ini sangat penting untuk meningkatan inklusivitas UMKM terhadap ekonomi digital.
Pengembangan bisnis UMKM yang sudah berbasis digital dan begitu mudah di akses telah memacu banyak pergerakan ekonomi diberbagai pelosok daerah. Salah satu upaya meningkatkan perekonomian masyarakat wilayah perbatasan adalah melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan UMKM telah terbukti memiliki sumbangsih bagi perekonomian nasional. Ada tiga hal menurut Bank Indonesia terkait dengan peran UMKM terhadap perekonomian nasional. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, dan ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56% dari total PDB.1 Salah satu upaya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah di masa pandemi Covid-19 adalah mendorong sektor UMKM, yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional karena banyaknya pekerja yang terlibat langsung. Apalagi jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta, dengan komposisi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sangat dominan yakni 64,13 juta (99,92%) dari keseluruhan sektor usaha. Kelompok ini pula yang merasakan imbas negatif dari pandemi Covid-192. Dampak pandemi Covid 19 ini menghambat pertumbuhan bisnis UMKM hingga mengalami penurunan omset yang cukup signifikan dan pergerakan bisnis UMKM yang memerlukan ruang pamer atau promosi terhalang dengan adanya Physical distancing dan kebijakan pemerintah mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga PPKM yang dianggap mempercepat penanggulangan dan pencegahan penyebaran Covid 19 yang semakin meluas di Indonesia.
Di satu sisi peluang bisnis UMKM itu tak terbatas, banyak bidang usaha yang berpotensi untuk dijadikan bisnis UMKM meskipun sedang terjadi wabah Covid 19. Para pelaku UMKM asalkan memiliki banyak ide kreatif, inovatif, keahlian dan ketrampilan yang bisa dijual secara online dan offline. Berdasarkan hasil survei Katadata Insight Center (KIC) yang dilakukan terhadap 206 pelaku UMKM di Jabodetabek, mayoritas UMKM sebesar 82,9% merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya 5,9% yang mengalami pertumbuhan positif. Kondisi Pandemi ini bahkan menyebabkan 63,9% dari UMKM yang terdampak mengalami penurunan
omzet lebih dari 30%. Hanya 3,8% UMKM yang mengalami peningkatan omzet. Survei KIC tersebut juga menunjukkan para UMKM melakukan sejumlah upaya untuk mempertahankan kondisi usahanya3. Bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pandemi Covid-19 telah mendisrupsi operasional usaha. Mereka pun dituntut untuk melakukan transformasi digital karena penjualan secara tatap muka berkurang akibat kebijakan pembatasan fisik. Selain itu, transformasi digital memang harus dilakukan agar tak tertinggal zaman. Kehadiran Teknologi Informasi (TI) mengubah cara-cara di dalam suatu bisnis bagi UMKM dari yang semula konvensional menjadi sesuatu yang baru baik dari sisi peluang maupun tantangannya. Sebagai salah satu pilar bagi peradaban manusia, keberadaan teknologi informasi harus dapat memberikan nilai tambah bagi individu maupun masyarakat luas. Salah satu contohnya adalah teknologi informasi yang digunakan sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi4. Dengan melakukan digitalisasi oleh UMKM dapat memberikan keuntungan, yakni pemasaran produknya bisa lebih luas dengan bantuan teknologi dibandingkan dengan metode konvensional. UMKM bisa menjual produknya tidak terbatas pada wilayahnya saja tapi juga bisa meluas hingga luar negeri. Meski membantu memperluas peluang bisnis, namun transformasi digital bukan hal yang mudah bagi UMKM. Salah satu kunci keberhasilan usaha mikro, kecil dan menengah adalah adalah tersedianya pasar yang jelas bagi produk UMKM. Sementara itu kelemahan mendasar yang dihadapi UMKM dalam bidang pemasaran adalah orientasi pasar rendah, lemah dalam persaingan yang kompleks dan tajam serta tidak memadainya infrastruktur pemasaran. Menghadapi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, peran pemerintah diperlukan dalam mendorong keberhasilan UMKM untuk memperluas akses pasar melalui pemberian fasilitas teknologi informasi berbasis web yang dapat digunakan sebagai media komunikasi bisnis global5.
Tantangan bagi UMKM tidak hanya karena terjadinya wabah Covid 19 saja, tapi Tantangan UMKM di tengah masifnya ekonomi digital yang semakin pesat menuntut para UMKM beradaptasi dengan teknologi informasi karena para pelaku UMKM yang menggunakan jasa internet maupun website masih belum banyak dan familiar sehingga produk atau layanan UMKM yang dipasarkan belum dapat menjangkau pasar-pasar diluar wilayah daerahnya, serta belum bisa bersaing dengan usaha besar lainnya yang sudah memiliki marketplace dan mudah mendapatkan pelanggan karena telah dikenal melalui layanan jasa internet yang tanpa batas dan bisa go-Internasional6. Pengembangan bisnis UMKM berbasis digital telah memacu pergerakan ekonomi diberbagai pelosok daerah dengan menjangkau konsumen tidak hanya dalam satu wilayah namun hingga luar negeri. Potensi industri kreatif memiliki prospek peluang yang menjanjikan, Jika banyak industri kreatif di Indonesia terus digali dan
ditingkatkan oleh UMKM maka daya serap ekonomi baik di kota maupun di desa akan tersebar merata dan berdaya serap semakin tinggi sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan kemakmuran ekonomi di daerah tersebut dan memberikan peluang lapangan kerja agar dapat mengentaskan tingkat kemiskinan., namun potensi tersebut akan semakin berkembang kalau ditunjang oleh regulasi dalam peraturan perundang-undangan yang mendukung dan tidak menghambat.
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diundangkan sebagai upaya pemerintah untuk mendukung kemudahan berusaha di Indonesia (easy doing business). Beberapa pasal hingga peraturan pelaksananya baik Peraturan pemerintah mengenai kemudahan berusaha hingga mengenai berusaha berbasis risiko mengatur tentang penyerderhanaan dalam tahapan mulai perizinan hingga akses terhadap permodalan yang menjadi masalah klasik bagi UMKM. Perkembangan UMKM di Indonesia terus berkembang, namun permasalahan yang dihadapi UMKM juga tidaklah sedikit, sehingga seringkali UMKM tidak memiliki daya saing atau kalah dalam bersaing baik ditingkat nasional maupun di tingkat Internasional. Regulasi di bidang perizinan hingga permodalan seringkali menjadi penghambat mereka untuk memiliki akses dalam pengembangan UMKM. Namun regulasi mengenai transformasi UMKM dalam bentuk digitalisasi produk dan pemasaran jarang diperhatikan. Strategi pemasaran digital atau digital marketing menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi UMKM dalam perjalanan transformasinya meski dapat menjadi dasar pengembangannya. Pelaku usaha yang memiliki pengetahuan lebih terhadap teknologi dan telah menentukan platform digital yang digunakan sesuai persona konsumennya, mereka akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas ada dua permasalahan signifikan yang menjadi dasar orisinalitas dan pembeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu: (1) Bagaimana Re-evaluasi Pengaturan mengenai Digitalisasi UMKM yang menjadi tantangan dalam penggunaan teknologi dan informasi di era ekonomi digital? dan (2) apa model alternatif dan peran pemerintah dalam digitalisasi UMKM? Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis serta memetakan Pengaturan mengenai Digitalisasi UMKM yang menjadi tantangan untuk melakukan diversifikasi produk selama pandemi covid-19. Untuk orisinalitas penelitian, penelitian pertama yang dilakukan oleh Baso Saleh, dan Yayat D. Hadiyat mengenai Penggunaan Teknologi Informasi di Kalangan Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah di Daerah Perbatasan (Studi di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur) dimana fokus penelitian pada pemanfaatan komputer dan internet untuk mendukung pengelolaan atau manajemen UMKM masyarakat pada umumnya relatif masih rendah. Kemudian penelitian kedua oleh Sarah Aulia mengenai Peran Ganda Perempuan Sebagai Pelaku UKM Dalam Memenuhi Sosial Ekonomi Keluarga Di Masa Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19)(Di Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan), dimana fokus terhadap peran pemerintah seharusnya dalam mengeluarkan kebijakan tentang adanya kesamaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan keluarga, termasuk dalam akses terhadap internet oleh pelaku UKM perempuan.
Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris. Dalam penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi7 namun juga pelaksanaan ketentuan yang ada pada lapangan8. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan adalah statute approach (pendekatan peraturan perundang undangan), dan empirical approach (pendekatan empiris). Analisis data dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif.9 Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dilakukan interpretasi atau penafsiran hukum melalui bantuan metode atau ajaran tentang interpretasi. Metode interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: interpretasi gramatikal; interpretasi sistematik; dan interpretasi futuristik.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Transformasi digital mengacu pada proses dan strategi menggunakan teknologi digital untuk secara drastis mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani pelanggan. Ungkapan ini telah menjadi hal yang umum di era digitalisasi. Itu karena setiap organisasi – terlepas dari ukuran atau industrinya – semakin bergantung pada data dan teknologi untuk beroperasi lebih efisien dan memberikan nilai kepada pelanggan. Meskipun teknologi komputer telah ada selama beberapa dekade, konsep transformasi digital relatif baru. Konsep ini hadir pada 1990-an dengan diperkenalkannya internet mainstream. Sejak itu, kemampuan untuk mengubah bentuk tradisional media (seperti dokumen dan foto) menjadi satu dan nol telah memudar di tengah pentingnya hal yang dibawa oleh teknologi digital kepada masyarakat. Hari ini, digitalisasi menyentuh setiap bagian dari kehidupan kita, memengaruhi cara kita bekerja, berbelanja, bepergian, mendidik, mengelola, dan hidup10.
Praktik transformasi digital biasanya digunakan dalam konteks bisnis. Pengenalan teknologi digital telah memicu penciptaan model bisnis baru dan aliran pendapatan. Teknologi yang muncul seperti kecerdasan buatan (AI), cloud computing dan Internet of Things (IoT) mempercepat transformasi, sementara teknologi dasar seperti manajemen data dan analitik diperlukan untuk menganalisis sejumlah besar data yang dihasilkan dari transformasi digital. Transformasi digital bukan hanya tentang teknologi. Google bersama Temasek telah mengadakan riset bahwa digital ekonomi di Indonesia semakin meningkat dan yang terbanyak pada dua sektor usaha yaitu etravel dan e-commerce. Valuasi transaksinya di Indonesia pada 2025 diperkirakan akan mencapai US$ 81 miliar (kurang lebih 900 triliun). E-commerce diperkirakan akan tumbuh 39 persen per tahun, tumbuh dari 1,7 miliar dollar AS di 2015 menjadi 46 miliar dollar AS di 2025. Sementara untuk e-travel dapat berkembang menjadi 17 persen per tahun dari 5 miliar dollar AS di 2015 menjadi 24,5 miliar dollar AS di 2025.
Pada tahun 2015 perputaran uang di sektor ini diperkirakan mencapai US$ 3,5 triliun atau 4 persen dari pertumbuhan dunia. Potensi besar perkembangan digital ekonomi Indonesia membuat Amazon berminat menginvestasikan modal sebesar US$ 600 juta atau sekitar 7,8 triliun, setelah sebelumnya online terbesar dari China, Alibaba juga telah masuk pasar Indonesia dengan membeli saham Lazada senilai US$ 1 miliar. Pelaku usaha dan pengguna teknologi informasi dan telekomunikasi untuk mengakomodir transformasi teknologi di Indonesia saat ini menghadapi kendala sebagai berikut, kesulitan akses karena ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang terbatas, kinerja dan kualitas akses yang rendah karena usia dan kualitas kabel yang hanya cocok untuk suara, kebijakan yang tidak didukung , kemampuan finansial yang rendah, kurangnya pengetahuan teknologi dan sumber daya manusia yang terampil, rendahnya kesadaran akan manfaat teknologi informasi11
Tantangan pertama yang sering menghambat UMKM melakukan tranformasi terhadap digitalisasi adalah terbatasnya kemampuan dan pengetahuan mereka dalam memanfaatkan teknologi serta platform digital. Pelaku UMKM umumnya belum mengetahui cara mengunduh aplikasi untuk berjualan, mengunggah informasi dan foto terkait produk mereka di platform-platform e-commerce, serta memaksimalkan ragam fitur yang dihadirkan pihak ketiga melalui website. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, UMKM harus melakukan pembelajaran secara bertahap. Proses pembelajaran bisa dilakukan mulai dari bergabung dengan komunitas UMKM yang memiliki kemampuan untuk akses e commerce, mencari mentor, hingga mengikuti ragam kelas online atau webinar. Menentukan platform digital saat melakukan transformasi digital, sering kali UMKM kebingungan terhadap platform mana yang harus mereka manfaatkan guna menjangkau konsumen lebih luas. Namun, sebelum menentukan platform digital yang digunakan, pelaku usaha harus terlebih dahulu menentukan target konsumennya dengan melakukan penyesuaian terhadap produk yang akan ditawarkan. Hal ini kerap disebut mencari persona (profiling persona) yang tepat untuk disasar. Dengan adanya persona, pelaku usaha bisa mengetahui berbagai informasi mengenai target market, mulai dari gender, usia, lokasi, kebiasaan, hingga penghasilan mereka. Informasi ini bisa membantu UMKM menentukan platform digital yang hendak digunakan, seperti email, telepon, blog, atau media sosial12.
Strategi pemasaran digital Strategi pemasaran digital atau digital marketing juga jadi salah satu tantangan yang harus dihadapi UMKM dalam perjalanan transformasinya. Sebenarnya, bila pelaku usaha sudah memiliki pengetahuan lebih terhadap teknologi dan telah menentukan platform digital yang digunakan sesuai persona konsumennya, mereka akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran. Pada dasarnya segala bentuk pemasaran digital erat hubungannya dengan komunikasi. Pelaku UMKM harus bisa memaksimalkan strategi komunikasi untuk mengeskalasi pemasaran usaha digital mereka. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi Omni-Channel Communication Assistant (OCA). Untuk memanfaatkan teknologi tersebut, pelaku usaha pun bisa menggunakan layanan OCA Indonesia. Selain menyediakan layanan
komunikasi untuk perusahaan atau enterprise, OCA Indonesia kini telah meluncurkan program OCA UMKM. Kemudian, ada fitur API Platform Services yang memungkinkan pelaku usaha menambahkan platform di website atau aplikasi seluler tanpa perlu mengubah tampilannya. Terakhir, fitur Chatbot untuk membantu pelaku usaha melakukan percakapan dengan konsumen menggunakan pesan otomatis. Lewat program itu, pelaku usaha bisa belajar banyak hal, mulai topik customer engagement, tips sukses dalam mendirikan UMKM, sampai panduan bagi UMKM untuk go digital13.
Indikator keberhasilan sebuah daerah atau wilayah salah satunya adalah dari sisi ekonomi, kemudian pertumbuhan ekonomi akan terlihat dari meningkatnya jumlah entrepreneur yang awalnya bermula dari tingkatan usaha mikro dan kecil yang terus berkembang menjadi usaha besar. Sehubungan dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, untuk itu perlu diberdayakan sebagai bagian internal ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi startegi guna mewujudkan struktur perekonomian nasional yang diharapkan bisa tumbuh semakin maju, berkembang dan berkeadilan14.
Revolusi industri 4.0 sebagai penggerak utama perubahan digital telah mengubah sistem ekonomi dan mendobrak model bisnis di lingkungan masyarakat di mana teknologi digital memiliki peran besar di dalamnya. Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena yang mengkolaborasikan teknologi siber dan teknologi otomatisasi. Revolusi Industri 4.0 dikenal juga dengan istilah “cyber physical system”. Konsep penerapannya berpusat pada otomatisasi. Dibantu teknologi informasi dalam proses pengaplikasiannya, keterlibatan tenaga manusia dalam prosesnya dapat berkurang. Dengan demikian, efektivitas dan efisiensi pada suatu lingkungan kerja dengan sendirinya bertambah. Dalam dunia industri, hal ini berdampak signifikan pada kualitas kerja dan biaya produksi. Revolusi industri 4.0 merupakan langkah transformasi dari seluruh aspek produksi di industri yang mana menggabungkan pemanfaatan infrastruktur teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Istilah Industri 4.0 itu sendiri muncul pertama kali di Jerman dengan konsep Industrie 4.0, yang merupakan inisiasi utama atas strategi pengembangan teknologi mutakhir (hightech strategy) pada tahun 2011.15 Terdapat dua daya tarik dari revolusi industri 4.0 antara lain memberikan peluang bagi peran serta aktif dari perusahaan dan lembaga penelitian serta meningkatkan efektivitas operasional dengan pengembangan model, layanan, dan produk yang baru Revolusi industri 4.0 merupakan konsep yang menghubungkan antara manusia, mesin, system dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi melalui intelligent network.16 Peralihan revolusi Industri ini sangat terasa ketika dunia dilanda Pandemic COVID-19.
Di tengah kondisi COVID-19 yang melanda seluruh dunia, perubahan dari teknologi digital kian dirasakan oleh semua orang dan turut mengubah berbagai sektor tak terkecuali sektor perdagangan maupun sektor perekonomian. Adanya transformasi teknologi digital dan situasi pandemi COVID-19 akan menjadi thread dan opportunity bagi UMKM. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemanfaatan transformasi digital baik dalam bentuk manajemen pemasaran hingga diversifikasi produk melalui media internet pada teknologi komunikasi dan informasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh UMKM untuk menciptakan peluang dalam menarik konsumen milenial hingga meningkatkan laba. Digitalisasi yang dilakukan dapat meningkatkan interaksi dan konektivitas pada usaha yang dijalankan pada konsumen yang tersebar diluar wilayah UMKM tersebut. Selain hal tersebut, digitalisasi juga akan mengembangkan inovasi yang berkelanjutan dan menjadikan UMKM sebagai salah satu usaha yang berdikari dan unggul. Dengan inovasi yang dilakukan UMKM, maka akan turut mempengaruhi kontribusi pertumbuhan ekonomi secara nasional dan daerah, sebagai contoh dalam pemasaran produk kripik tempe di daerah Sanan yang sebelumnya hanya terkenal di Daerah Sanan Kota Malang saja, dengan melakukan tranformasi digital dapat mengenalkan indikasi geografis Kota Malang tersebut tidak hanya ke propinsi selain Jawa Timur tetapi juga dapat dikenal di negara lain sebagai sasaran pemasarannya.
Dalam perkembangan digitalisasi, keterlibatan antara sektor riil sebagai tulang punggung ekonomi daerah dengan teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Sektor riil yang secara tidak langsung melibatkan internet sebagai bagian pengembangan inovasi juga harus dapat beradaptasi pada berbagai situasi, mengingat saat ini masalah pandemi COVID-19 belum menunjukkan penurunan secara signifikan. Salah satu bentuk adaptasi yang dilakukan sektor ekonomi dalam menyikapi situasi dan kondisi sekarang adalah terbentuknya transformasi ekonomi digital. Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai perwujudan peran pemerintah untuk menguatkan posisi tawar UMKM di Indonesia, mengatur mengenai penguatan ekosistem e-commerce, yang dapat mendukung upaya digitalisasi UMKM, meliputi antara lain percepatan perluasan pembangunan infrastruktur broadband, di mana pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi dan memudahkan dalam membangun infrastruktur telekomunikasi. Pemerintah juga mengatur penetapan tarif batas atas dan/atau bawah untuk melindungi kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat. Pemerintah terus mendorong agar pelaku UMK di Indonesia terus meningkatkan pemanfaatan teknologi di tengah perkembangan ekonomi digital yang sangat cepat, sehingga memiliki daya saing tinggi, dapat naik kelas, serta mampu menjangkau ekspor dan pasar internasional17.
-
3.2. Re-evaluasi Pengaturan dan tantangan mengenai Digitalisasi Kegiatan Usaha UMKM pada Industri E-Commerce
UMKM adalah salah satu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau bada usaha perserorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM). sebagaimana yang telah dijelaskan di atas keberadaan UMKM sangat berpengaruh besar dalam pergerakan aktivitas ekonomi regional dan penyerapan tenaga kerja. UMKM di Kota Malang sangat beragam mulai dari Produk Fashion, kuliner sampai pada bidang kerajinan tangan. Kota Malang adalah Kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya, begitu juga dengan banyaknya jumlah UMKM yang beroperasi di Kota malang, Yaitu sekitar 70.000 UMKM, namun di era digital ini baru 30 % diantaranya yang sudah melek teknologi atau Go online. Saat ini ada lebih dari Seribu UMKM Malang yang telah masuk marketplace artinya telah memasuki pasar global, selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wahyu Setianto (PLT Kepala Dinas Koperasi dan Perindustrian dan Perdaganngan Kota Malang), tgl 20 Agustus 2021. menunjukkan bahwa UMKM yang telah memasuki jaringan marketplace tersebut dan telah memenuhi standar, bisa memasarkan produk atau jasanya melalui aplikasi yang disediakan oleh LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Lebih konkrit, nantinya para pelaku UMKM ini misalnya agar bisa masuk dan mengikuti pengadaan via daring di kanal yang difasilitasi pemerintah, seperti Jawa Timur Belanja Online (Jatim Bejo) dan Bela Pengadaan maupun ikut serta di BUMD milik Pemkot Malang, yaitu Perusahaan Umum Daerah Tugu Aneka Usaha (Tunas)
Efek Pandemi COVID-19 di Kota Malang telah mengakibatkan kondisi perekonomian kian memburuk dan tidak sedikit usaha maupun UMKM yang gulung tikar terkena imbas dari pandemi. Namun, dengan adaptasi dari sektor perekonomian yang membentuk transformasi ekonomi digital memberikan harapan bagi pelaku usaha di sektor UMKM. Harapan baru ini diperkuat juga dengan kebijakan dari Bank Indonesia (BI) yang mencatatkan proyeksi transaksi perdagangan secara elektronik (e-commerce) akan tumbuh hingga 33% dari Rp 253 triliun di tahun 2020 mencapai Rp 337 triliun pada tahun 2021. Hal ini semakin didorong oleh peningkatan transaksi menggunakan uang elektronik yang diperkirakan akan naik sebesar 32% dan peningkatan transaksi melalui digital banking yang tumbuh sebesar 19%
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Regulatory Impact Assesstment menunjukkan bahwa regulasi mengenai transformasi digital oleh UMKM berpengaruh secara signifikan bagi perkembangan UMKM. Diantaranya adalah dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah huruf a disebutkan bahwa tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan. Sedangkan pada bagian penjelasan Pasal ini disebutkan Cukup Jelas. Sebaiknya agar tidak menimbulkan ambiguitas/multitafsir maka definisi mengenai struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan didetailkan dalam bagian Penjelasan. Hal ini berguna juga agar menjadi parameter/tolok ukur dalam memahami mengenai perekonomian nasional agar tidak terjadi perdebatan atau mispersepsi di masyarakat.
Pada ketentuan Pasal 36 PP No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM mengatur hal berbeda dengan ketentuan Pasal 6. UU UMKM yang hanya membagi kriteria UMKM berdasarkan nilai kekayaan dan hasil penjualan
tahunan dan bukan berdasarkan bentuk kepemilikan dari usaha tersebut. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan praktek yang terjadi, kriteria usaha mikro, kecil dan menengah tersebut sudah kurang sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini. Oleh karena itu kriteria UMKM dimaksud perlu disesuaikan. Dengan adanya penyesuaian kriteria UMKM, diharapkan perbankan dapat menyalurkan bantuan permodalan bagi UMKM dengan metode penetapan nilai nominal aset dan omzet UMKM dengan mempertimbangkan kebijakan perbankan dalam menetapkan plafon kredit UMKM yang bervariasi tergantung skala usaha bank dan kebijakan internal bank. Adapun kriteria UMKM berdasarkan UU UMKM digunakan sebagai dasar pelaporan kredit UMKM kepada Bank Indonesia. Kemudian dalam Pasal 21 UU UMKM terdapat Kata “dapat” yang dapat diinterpretasikan dengan tidak mewajibkan pemberian pembiayaan oleh BUMN bagi UMKM. Seharusnya Pemerintah harus lebih mempertegas dengan menghapuskan kata “dapat” pada perumusan pasal tersebut. Perlu adanya pengaturan sanksi dan pengawasan terkait dengan penghapusan kata “dapat” tersebut.
Interpretasi terhadap Pasal 16 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yang pembentukannya adalah untuk membantu permodalan UMKM mengatur bahwa seharusnya dalam aturan ini tidak hanya menyebutkan tentang cakupan wilayah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) saja namun juga menegaskan batasan peminjaman dan pembiayaan yang dapat diberikan LKM kepada usaha UMK. Apabila LKM sudah memberikan pendanaan kepada usaha menengah dan besar maka seharusnya sudah tidak bisa lagi diinterpretasikan sebagai LKM.
Re-evaluasi terhadap beberapa pengaturan mengenai UMKM tersebut menunjukkan bahwa dari sisi kelembagaan dan akses permodalan sudah terdapat permasalahan substansial yang menghambat UMKM, belum lagi terkait dengan transformasi yang akan dilakukan UMKM. Meski dengan kehadiran UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya dengan tujuan untuk ease doing business diundangkan untuk memudahkan UMKM namun masih ada implikasi yuridis yang dapat muncul, apalagi sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan waktu untuk memperbaiki sebelum menjadi inskonstitusional. Sebagai contoh pengaturan mengenai bentuk badan usaha UMKM sebagai perseroan perserorangan yang berbanding terbailk dengan rezim dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dimana seharusnya didirikan dua orang atau lebih dan status badan hukum didapat setelah pengesahan diubah dengan tujuan untuk memudahkan dalam pendirian. Padahal dibalik itu dapat merugikan UMKM tersebut. Belum lagi pengaturan tentang kepemilikan modal dimana modal dasar bukan lagi 50 juta tapi cukup kesepakatan para pendiri dan lain sebagainya.
Kebijakan pemerintah baik dalam bentuk regulasi maupun legislasi memiliki tujuan untuk peningkatan dari berbagai jenis transaksi yang dilakukan oleh UMKM dengan tujuan sebagai sebuah kemudahan yang diberikan untuk melakukan penyesuain dalam sistem ekonomi digital. Lain halnya dengan pengaturan dalam sistem ekonomi konvensional yang masih mengandalkan interaksi langsung antar pembeli dan penjual, dengan ekonomi digital, setiap transaksi dapat dilakukan kapanpun dan di manapun dengan mengandalkan jangkauan internet namun dibutuhkan biaya lebih untuk penyesuaian. Pihak pembeli sebagai konsumen tentu akan sangat diuntungkan dalam aktivitas ekonomi digital, karena pembeli dapat berbelanja barang dengan scrolling melalui aplikasi online dan tidak mengkhawatirkan toko akan tutup dan
dapat membandingkan barang satu dengan barang lainnya dengan mudah. Sementara penjual tidak terbatas harus memiliki toko fisik dan dapat membuka toko secara online melalui e-commerce.
Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan adanya peningkatan penetrasi pengguna internet di tahun 2018 sebesar 64,8% menjadi 73,7% pada tahun 2020. Pertumbuhan ini meningkat sebesar 8,9% dengan populasi mencapai 196.714.070 jiwa. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan bahwa pertumbuhan jaringan e-commerce di Indonesia sudah mencapai angka 78%18. Dari hasil riset yang dilakukan oleh idEA (Asosiasi e-commerce Indonesia) menunjukkan beberapa perusahaan penyedia layanan platform perdagangan (marketplace) di Indonesia menunjukkan pertumbuhan tiap tahunnya. Beberapa perusahaan e-commerce yang memiliki pangsa pasar terbesar di Indonesia di antaranya adalah: Tokopedia, BukaLapak, Blibli, Zalora, Lazada, dan Shopee. Berdasarkan pada data tersebut, maka hal ini merupakan sebuah potensi bagi pertumbuhan UMKM dan sebagai persiapan memasuki era transformasi ekonomi digital di Indonesia. Selain pangsa pasar yang dikelola secara global tersebut, dalam komunitas UMKM pun mereka berupaya untuk membuka persepsi para pelaku UMKM melalui literasi digital dengan membuka marketplace lokal yang terjangkau diantara mereka dengan memanfaatkan Sosial media seperti: Facebook, Instagram19. Dengan adanya sinergitas antara regulasi, kebijakan dan kemampuan adaptasi terhadap digitalisasi maka ini akan menjadi peluang bagi UMKM untuk dapat berkembang meski di masa pandemi maupun UMKM yang berkembang di daerah-daerah terpencil.
Transformasi ekonomi digital pada usaha UMKM akan menjadi persoalan penting yang perlu diperhatikan, mengingat UMKM merupakan salah satu pilar penyangga perekonomian. Melihat teknologi digital sekarang ini seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan produktivitas UMKM yang berfokus pada laba. Pandemi COVID-19 dapat menjadi hambatan bagi para pelaku UMKM. Munculnya pengurangan tenaga kerja dan pasokan bahan baku merupakan hal yang harus ditanggung oleh UMKM yang terdampak pandemi COVID-19 agar dapat bertahan. Secara umum, permasalahan pelaku UMKM dalam menyikapi tantangan di masa sekarang adalah infrastruktur teknologi. Beberapa pelaku UMKM terkadang masih enggan untuk bergabung menjadi mitra perdagangan elektronik. Hal tersebut dikarenakan pengaruh rasa takut akan kebijakan pajak pembayaran dan prosedur awal yang sulit apabila memasuki platform digital. Terkait hal ini, pemerintah daerah seharusnya dapat memberikan sebuah solusi sebagai langkah yang tepat dalam menanggapi hal tersebut dengan menerbitkan aturan yang melibatkan dan mengoordinir berbagai elemen pelaku usaha. Misalnya membentuk asosiasi UMKM berbentuk startup (perusahaan rintisan) hingga dimudahkan aksesnya melalui Peraturan Daerah Kota yang mendasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 5 dan No. 6
tahun 2021 tentang Kemudahan Berusaha maupun Kemudahan Berusaha Berbasis Risiko dalam bidang perizinannya. Dengan pemberian regulasi usaha yang tepat, maka masyarakat sebagai pelaku UMKM akan terdorong untuk tetap melanjutkan usahanya dengan memasuki era digital. Selain re-evaluasi regulasi dan kebijakan, pemerintah daerah juga dapat memberikan bantuan yang memfasilitasi pelaku UMKM seperti dana bantuan usaha, pelatihan keterampilan, dan juga pemberian kemudahan akses perizinan usaha dalam bentuk OSS maupun bentuk lainnya. Dengan dukungan dari pemerintah daderah, UMKM dapat menjadi usaha yang mandiri dan tetap menunjukkan eksistensinya sebagai penopang perekonomian daerah bahkan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa era digitalisasi membuat pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Malang harus berbenah mengikuti perkembangan zaman dan permintaan konsumen milenial. Untuk itu, sebanyak 46 pelaku UMKM yang tergabung dalam komunitas RPMR (Rumah Perubahan Malang Raya) di Kota Malang dibekali tentang literasi keuangan. Kegiatan ini digelar oleh Bagian Pengembangan Perekonomian Pemerintah Kota Malang bekerjasama dengan Kantor OJK Kota Malang dan Jagoan Indonesia di DILO Telkom Kayutangan Malang, Selain dikelola dan didampingi oleh Pemerintah Kota secara langsung, pelaku UMKM yang telah memiliki awareness dan literasi digital kini berupaya dan bergerak sendiri dengan membentuk komunitas-komunitas untuk saling memberdayakan diantara mereka. Salah satu komunitas pelaku UMKM di Kota Malang yang eksis adalah SBC (Sukses Berkah Community). SBC adalah komunitas pengusaha yang memiliki tujuan yang sama yaitu berikhtiar untuk menjadi pengusaha yang sukses dan berkah. SBC Diresmikan pada tahun 2016 saat acara gebyar wirausaha ke 3 di Kota Malang20. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ridwan Abadi (Coach SBC Kota Malang) dan dokumentasi data penelitian didapatkan bahwa alasan utama dari lambatnya tingkat penetrasi digital pada UKM di Kota Malang adalah Pertama, Sempitnya pengetahuan terkait instrumen digital memunculkan banyak kekhawatiran mulai dari keamanan instrumen digital yang digunakan terutama jika terkait dengan pembayaran, hingga biaya yang dibutuhkan dalam implementasinya. Selain itu, adopsi digital yang lambat juga terkait dengan profil kepemilikan UKM di Indonesia. Kedua, yang sering menghambat pelaku UMKM go digital adalah terbatasnya kemampuan dan pengetahuan mereka dalam memanfaatkan teknologi serta platform digital. Pelaku UMKM umumnya belum mengetahui cara mengunduh aplikasi untuk berjualan, mengunggah informasi dan foto terkait produk mereka di situs e-commerce, serta memaksimalkan ragam fitur yang dihadirkan situs online. Ketiga, Menentukan platform digital. Saat melakukan transformasi digital, sering kali pelaku usaha kebingungan terhadap platform mana yang harus mereka manfaatkan guna menjangkau konsumen lebih luas. Namun, sebelum menentukan platform digital yang digunakan, pelaku usaha harus terlebih dahulu menentukan target konsumennya. Hal ini kerap disebut mencari persona (profiling persona) yang tepat untuk disasar. Keempat, Strategi pemasaran digital atau digital marketing juga jadi salah satu tantangan yang harus dihadapi UMKM dalam perjalanan transformasinya. Sebenarnya, bila pelaku usaha sudah memiliki pengetahuan lebih terhadap teknologi dan telah menentukan platform digital yang digunakan sesuai persona konsumennya, mereka akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran
-
3.3. Peran Pemerintah Daerah Dalam Tranformasi Digital Bagi UMKM di Daerah: Alternatif Regulasi dan Kebijakan.
Regulasi yang diterapkan pemerintah untuk menekan penyebaran virus COVID-19 membuat masyarakat beralih ke dunia digital. Meningkatnya penggunaan media sosial untuk tujuan bisnis merupakan indikator kuat untuk hal ini. Oleh karena itu, proses digitalisasi usaha UMKM perlu dilakukan. Diakui, digitalisasi bukanlah sesuatu yang mudah bagi UMKM karena mereka menghadapi kendala untuk mengembangkan usaha seperti akses internet yang terbatas atau kemampuan untuk menggunakan teknologi seperti komputer atau telepon genggam. Dengan demikian, karena pandemi COVID-19, penjualan barang dan jasa UMKM menurun21. Pandemi COVID-19 dan revolusi industri 4.0 sebuah era yang dikenal dengan nama disruptive technology merupakan tantangan bagi UMKM untuk cepat tanggap dalam mempelajari teknologi agar perlahan tidak tertinggal dengan teknologi yang lebih baru dan maju. Secara masif, paradigm perkembangan ini akan mempengaruhi perilaku bisnis pelaku ekonomi dan kondisi ekonomi secara global. Ekonomi digital adalah salah satu aspek dalam sistem ekonomi yang berbasiskan pada pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi digital. Ada lima teknologi yang paling besar dalam memicu pertumbuhan ekonomi digital yaitu mobile internet, big data, internet of things, automation of knowledge, dan cloud technology.
Para ahli juga menyatakan bahwa pandemi COVID-19 mempercepat para pengusaha, termasuk UMKM, untuk masuk ke Industri 4.0. Bahkan saat ini terjadi di beberapa negara, seperti Jepang yang telah memulai 5.0 Society-nya. Verhoef, Broekhuizen, Bart, Bhattacharya, Qi Dong, Fabian & Haenlein22 berpendapat bahwa transformasi digital memiliki sifat multidisiplin yang melibatkan perubahan strategis, organisasi, teknologi informasi, rantai pasokan, dan pemasaran. Tujuan utama transformasi digital adalah untuk mendesain ulang bisnis organisasi melalui pengenalan teknologi digital dan pencapaian yang bermanfaat, seperti produktivitas, pengurangan biaya, dan peningkatan inovasi. Transformasi digital mengarah pada penggunaan internet yang fungsional dalam merancang, membuat, menjual, menampilkan, dan manajemen pemodelan berbasis data23. Banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh UMKM yang mampu bertransformasi melalui digitalisasi. yakni: pertama, karena kondisi pandemic dan regulasi mewajibkan untuk sosial distancing, bertemu tatap muka menjadi aktivitas yang dihindari maka digitalisasi sebagai jawaban. kedua, efisiensi yang memudahkan UMKM untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya, seperti efisiensi biaya produksi, transportasi, promosi dan lain-lain yang dapat dilakukan melalui media social maupun platform digital yang memudahkan dalam penjualan. Ketiga, digitalisasi dapat memperluas jaringan marketing, sehingga bisa merambah ke berbagai daerah ataupun negara lain, terkait produk-produk tertentu dan akses sehingga pemasaran produk-produk local oleh UMKM dapat diperluas.
Hein, Schreieck, Riasanow, Setzke, Wiesche, Bohm, & Krcmar24 menyebutkan tiga inti utama ekosistem platform digital yaitu: kepemilikan platform, mekanisme penciptaan nilai, dan otonomi pelengkap. Diharapkan dengan mempertimbangkan elemen inti dari ekosistem platform digital ini, dapat memfasilitasi perusahaan untuk memahami fitur teknis dan penciptaan nilai, interaksi yang saling melengkapi dengan ekosistem, kemampuan untuk memperoleh nilai dalam platform ekosistem digital, dan pengambilan keputusan apakah akan membuat atau menggabungkan ekosistem platform digital. Transformasi digital dalam dunia usaha mengacu pada proses dan strategi penggunaan teknologi dalam kegiatan operasional sehingga mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani pelanggan. Ekosistem digital dapat dibentuk dalam berbagai aspek bisnis mulai dari pemasaran hingga produksi. Perkembangan berdirinya start-up teknologi membantu mendorong transformasi digital pada dunia usaha baik untuk korporasi besar maupun UMKM. Mayoritas merchant tentunya adalah UMKM yang sebelumnya beroperasi secara tradisional dan tidak memiliki layanan pesan antar. Namun dengan terbentuknya ekosistem digital akan memudahkan efikasi digital ke dalam metode pemasaran oleh UMKM di daerah.
Digital platform pada umumnya dimanfaatkan oleh UMKM pada sektor perdagangan dan makanan-minuman, dimana mayoritas UMKM di Kota Malang lebih tertarik untuk bergerak pada sektor-sektor tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan digital platform sangat berperan dalam membantu UMKM untuk bertahan pada masa pandemic COVID-19. Optimalisasi media sosial untuk menarik dan membangun kedekatan dengan pelanggan juga sangat penting. Kedekatan dengan pelanggan melalui media sosial akan meningkatkan kepercayaan pada produk/merek dan bahkan meningkatkan loyalitas pelanggan25. Ketika publik memiliki semacam kepercayaan terhadap suatu produk, kemungkinan besar produk tersebut akan menjadi pilihan bagi orang lain, baik melalui online dan pembelian online. Dalam transaksi online, marketplace bisa menjadi pilihan utama bagi UMKM untuk keamanannya yang relatif tinggi daripada yang melalui media sosial atau situs resmi26.
Pemerintah Kota Malang telah melakukan beberapa upaya sebagai kebijakan untuk memberikan kemudahan bagi UMKM di daerah agar dapat bertahan dalam masa pandemic COVID-19 dan mampu melakukan transformasi digital dalam bentuk: (a) Pengklasifikasian UMKM yang masuk katergori Mikro, Kecil dan Menengah untuk mempermudah pendampingan dalam memasuki persaingan pasar global; (b) Pendampingan bagi UMKM. Misalnya terkait manajemen keuangan, agar jika ada bantuan benar-benar dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan tidak untuk kepentingan pribadi, juga terkait manajemen produksi dan produktivitas. Seperti halnya bagaimana menyiasati untuk menekan biaya produksi tapi mendapat keuntungan yang maksimal; (c) Pemanfaatan Teknologi Informasi; dan (d) perumusan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah Kota Malang yang memudahkan perizinan berusaha dan fasilitasi bagi UMKM di Kota Malang (contohnya Peraturan
Daerah tentang Penanaman Modal dan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSP).
Tranformasi digital yang dilakukan oleh UMKM di Kota Malang baik dari sisi regulasi hingga manajerialnya tidak akan berhasil jika tidak mengukur dampak keterkaitan sosial terhadap motivasi intrinsik konsumen yang dapat berbeda antara konsumen dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap aktivitas merek di media social dalam bentuk platform UMKM tersebut. Dari perspektif UMKM, konsumen yang termotivasi secara intrinsik cenderung mengalami hasil keterlibatan dan hubungan yang lebih besar daripada mereka yang memiliki motivasi ekstrinsik. Jadi, bagi mereka yang sudah termotivasi secara intrinsik dalam aktivitas merek UMKM, tingkat keterlibatan mereka tidak boleh terlepas dari tingkat keterkaitan social dimana akan berakibat pada berkurangnya secara signifikan27. UMKM sebagai Penyedia platform harus mempertimbangkan strategi atau inovasi untuk menarik pengembang (developer) ke platform digital mereka. Sebaliknya, pihak pengembang harus mewaspadai kelemahan dan kelebihan yang ditawarkan oleh masing-masing platform digital termasuk regulasi yang akan diterapkan pada pengguna platform digital. Pilihan platform digital yang tepat akan mempengaruhi peningkatan penjualan, perluasan pasar, dan target konsumen karena beberapa platform digital mungkin tidak memiliki spesifikasi tertentu tentang produk atau layanan mereka28. UMKM sebagai Pengguna platform digital juga perlu mempertimbangkan persaingan antara produk atau layanan di platform digital karena konsumen memiliki kesempatan untuk membandingkan produk berdasarkan harga, kualitas, pengiriman, atau proses pembayaran dengan preferensi mereka. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap produk maupun merek yang ditawarkan oleh UMKM kepada masyarakat sebagai konsumen.
Berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan di atas maka kesimpulan yang dapat diambil adalah tantangan yang menjadi penghalang bagi UMKM dalam penggunaan teknologi dan dan informasi di era ekonomi digital adalah (a) Mind set para pelaku UMKM yang tidak menganggap dirinya sebagai korban dari era digital ataupun pandemi covid, sehingga pemahaman atas pentingnya penguasaan teknologi digital untuk mengembangkan usaha UMKM menajdi mudah dan masive. Dan (b) Pemerintah belum mampu menjangkau keseluruhan UMKM untuk memiliki literasi digital. Solusi yang bisa dilakukan bagi UMKM dan peran pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap UMKM adalah diperlukannya regulasi dan kebijakan yang spesifik bagi pemberdayaan UMKM khususnya terkait literasi digital bagi UMKM dari Tingkat pusat sampai tingkat daerah kemudian diperlukan Kerjasama kemitraan antara Pemerintah dan Komunitas-komunitas UMKM untuk dilakukan sosialisasi literasi digital hingga pendampingan usaha bagi UMKM yang memiliki kemampuan digital di daerah.
Daftar Pustaka
Buku
Hermann, Mario, Tobias Pentek, and Boris Otto. “Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios.” In 2016 49th Hawaii International Conference on System Sciences (HICSS), 3928–37. IEEE, 2016.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Ronny Hanitijo Soemitro. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Soejono, Abdurrahman. “Metode Penelitian Hukum.” Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Jurnal
Akhmad, Khabib Alia, and Singgih Purnomo. “Pengaruh Penerapan Teknologi Informasi Pada Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Surakarta.” Sebatik 25, no. 1 (2021): 234–40.
As’ad, Ihwana, Faudziah Ahmad, and Ilham Sentosa. “An Empirical Study of ECommerce Implementation among SME in Indonesia.” International Journal of Independent Research and Studies 1, no. 1 (2012): 13–22.
Bahtiar, Rais Agil. “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sektor Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Serta Solusinya.” Info Singkat 13, no. 10 (2021): 19–24.
Basry, Asril, and Essy Malays Sari. “Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Pada Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM).” IKRA-ITH Informatika: Jurnal Komputer Dan Informatika 2, no. 3 (2018): 53–60.
Hein, Andreas, Maximilian Schreieck, Tobias Riasanow, David Soto Setzke, Manuel Wiesche, Markus Böhm, and Helmut Krcmar. “Digital Platform Ecosystems.” Electronic Markets, 2019, 1–12.
Kim, Eunice, and Minette Drumwright. “Engaging Consumers and Building Relationships in Social Media: How Social Relatedness Influences Intrinsic vs. Extrinsic Consumer Motivation.” Computers in Human Behavior 63 (2016): 970– 79. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.06.025.
Masrur, Devica Rully. “Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Yang Telah Didaftarkan Sebagai Merek Berdasarkan Instrumen Hukum Nasional Dan Hukum Internasional.” Lex Jurnalica 15, no. 2 (2018): 200–204.
Rao, S Subba, Glenn Metts, and Carlo A Mora Monge. “Electronic Commerce Development in Small and Medium Sized Enterprises: A Stage Model and Its Implications.” Business Process Management Journal, 2003.
Saleh, Baso, and Yayat D Hadiyat. “Use Of Information Technology Among Performers Micro Small Medium Enterprises In The Border Area (Study In Belu, East Nusa Tenggara)(Penggunaan Teknologi Informasi Di Kalangan Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah Di Daerah Perbatasan (Studi Di Kabupaten Belu.” Pekommas 1, no. 2 (2016): 141–52.
Suliswanto, Muhammad Sri Wahyudi, and Mochamad Rofik. “Digitalization of Micro, Small & Medium Enterprises (MSMEs) In East Java, Indonesia.” Muhammadiyah International Journal of Economics and Business 2, no. 1 (2019): 34–43.
Triandini, Evi, Arif Djunaidy, and Daniel Siahaan. “Factors Influencing E-Commerce Adoption by SMES Indonesia: A Conceptual Model.” Lontar Komputer 4, no. 3 (2013): 1541–2088.
Ulas, Dilber. “Digital Transformation Process and SMEs.” Procedia Computer Science 158 (2019): 662–71.
Widagdo, Dimas Dzakwan Putro. “Upaya Digitalisasi Oleh Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro Di Kota Semarang Provinsi
Jawa Tengah.” IPDN Jatinangor, 2021.
Wiliandri, Ruly. “A Conceptual Approach to Identify Factors Affecting the Digital Transformation of Micro, Small and Medium-Sized Enterprises (MSMEs) during Covid-19 Pandemic in Indonesia,” n.d.
Website
Dimas Dzakwan Putro Widagdo, Upaya Digitalisasi Oleh Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro Di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah, eprints.ipdn. ac. id, Accessed November 10, 2021.
Erlangga, M. (2014, February 16). idEA: Nilai Pasar E-commerce Indonesia Diprediksi Capai $25 Miliar di Tahun 2016. Retrieved from
https://dailysocial.net/post/idea-e-commerce-indonesia-2016
Ekon. “UU Cipta Kerja Dorong Pengembangan Dan Digitalisasi UMKM Di Indonesia -Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.” Accessed October 22, 2021. https://ekon.go.id/publikasi/detail/719/uu-cipta-kerja-dorong-pengembangan-dan-digitalisasi-umkm-di-indonesia.
SBC. “SBC - Community Management System.” Accessed October 19,2021.
https://suksesberkahcommunity.com/.
https://biz.kompas.com/read/2020/12/14/205748128/dukung-umkm-go-digital-oca-indonesia-luncurkan-program-oca-umkm.
896
Discussion and feedback