Perlindungan Hukum kepada Pekerja Outsourcing Tentang Upah (Studi Pada PT. Caterison)

Deviera Dika Putri Harlapan1, I Made Sarjana2

1PT. Indonesian Paradise, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 9 Juli 2021

Diterima: 25 September 2021

Terbit: 30 September 2021

Keywords:

Legal Protection; Outsorcing; Wages.


Kata kunci:

Perlindungan Hukum;

Outsourcing; Upah.

Corresponding Author:

Deviera Dika Putri Harlapan Email: [email protected]

DOI:

10.24843/JMHU.2021.v10.i03.p14


Abstract

Protection of workers with the existence of the Manpower Act is expected to reduce or even eliminate treatment that is considered unfair which is generally carried out by employers to workers. The existence of a Manpower Act which is the legal umbrella for workers which includes wage protection. Writing this journal aims to find out and elaborate more deeply on the legal relationship between outsourcing workers and companies that use outsourcing services and to seek efforts to resolve cases at PT. Caterison. The method used in writing the journal is an empirical legal research method, in this case the Manpower Act with the facts that occurred at PT. Caterison deals with outsourcing workers who are not entitled to payment of their wages. The types of approaches used are the statutory approach, the case approach, and the legal concept analysis approach. The data used are primary data obtained directly from field research and secondary data sourced from library research. In data collection techniques, using descriptive analysis techniques. PT. Caterison as an outsourcing service user signed an agreement and made an agreement with an outsourcing service provider company with the aim of filling some parts of the work within the company. The case began when outsource worker who carried out his duties at PT. Caterison felt he was not entitled to his wages for three consecutive months. This becomes necessary to be resolved because the issue of wages is a sensitive matter.

Abstrak

Perlindungan terhadap pekerja dengan adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan diharapkan mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan perlakuan yang dinilai tidak adil yang umumnya dilakukan oleh pengusaha kepada pekerja. Adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menjadi payung hukum untuk pekerja yang didalamnya termasuk ke dalam perlindungan upah. Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengetahui serta mengelaborasi lebih dalam mengenai hubungan hukum antara pekerja outsorcing dengan perusahaan yang menggunakan jasa outsorcing dan untuk mencari upaya penyelesaian kasus yang terdapat pada PT. Caterison. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal yakni metode penelitian hukum empiris, dalam hal ini Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan fakta yang terjadi pada PT. Caterison berkenaan dengan pekerja outsorcing yang tidak mendapatkan hak atas pembayaran upahnya. Jenis pendekatan yang digunakan yakni, pendekatan perundang-

undangan, pendekatan kasus, serta pendekatan analisis konsep hukum. Dalam penggunaan sumber data, data yang digunakan yakni data primer yang didapatan langsung dari penelitian lapangan dan data sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Dalam teknik pengumpulan data, menggunakan teknik analisis deskripsi. PT. Caterison sebagai pengguna jasa outsourcing menandatangani perjanjian serta membuat kesepakatan dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing dengan tujuan mengisi beberapa bagian pekerjaan dalam perusahaan namun bukan pada pekerjaan inti. Kasus bermula ketika pekerja outsourcing yang menjalankan tugasnya pada PT. Caterison merasa tidak mendapatkan hak atas upah nya selama tiga bulan berturut-turutHal ini menjadi perlu untuk diselesaikan dikarenakan permasalahan upah adalah hal yang sensitif.

  • I.    Pendahuluan

Berbisnis adalah salah satu cara dalam mendapatkan keuntungan/laba, hal ini tentu menimbulkan persaingan dalam dunia bisnis dan memotivasi setiap perusahaan untuk lebih aktif dalam menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bersifat inovatif terkait dengan penyediaan serta pemasaran produk-produk dan jasa yang dipasarkan. Dunia usaha yang semakin tajam menjadikan iklim persaingan dalam bidang ini bertambah ketat, sehingga memaksa pengusaha untuk menghasilkan kualitas produk dan jasanya agar lebih bermutu, namun dengan meminimalisir dan mengefisienkan biaya produksi yang keluar. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang bisnis usaha/ Industri dalam pemenuhannya dapat memperkerjakan atau mencari penyedia jasa buruh melalui perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tertulis atau disebutkan sebagai kontrak kerja sebagai kelangsungan jalannya bisnis industri tersebut.1 Memproduksi barang, memerlukan cukup banyak tenaga kerja didalamnya agar pekerjaan menjadi cepat terselesaikan.2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disingkat menjadi UU Ketenagakerjaan telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan pekerja dan pengusaha serta seluruh hak dan kewajiban yang terdapat/melekat pada masing-masing pihak mengenai tindakan yang boleh dilakukan maupun yang tidak boleh dilakukan, serta diatur pula mengenai syarat-syarat kerja dan pengupahan yang layak.

Secara yuridis posisi/kedudukan pekerja dan pengusaha adalah sama di mata hukum, namun secara sosiologis terhadap kondisi tertentu hubungan pekerja dengan pengusaha terkadang tidak seimbang, dikarenakan pekerja sering berada pada tingkatan posisi yang lemah dibandingkan dengan pengusaha.3 Hubungan yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha yakni adalah hubungan kerja dengan berdasar kepada perjanjian

kerja yang didalamnya terdapat unsur pekerjaan, perintah, serta upah.4 Jenis pekerjaan dalam setiap perusahaan berbeda-beda serta jabatan yang diperlukan tentu pula berbeda sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Terdapat pekerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (pekerja kontrak), ada pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap) yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan tempatnya bekerja, namun ada pula pekerja dengan menggunakan sistem outsouring.

Pekerjaan dengan menggunakan sistem outsourcing ini dinilai sebagai salah satu upaya pengefisienan dalam hal penggunaan tenaga kerja dengan menggunakan perusahaan penyedia jasa pekerja yang selanjutnya disebut perusahaan penyedia Outsourcing. Jika ditelusuri mengenai sejarah outsourcing ini secara global, pada hakikatnya telah ada sejak jaman Romawi Kuno. Di Indonesia sendiri praktek outsourcing ini telah ada pada jaman pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan sebelum adanya UU Ketenagakerjaan. Sejalan dengan adanya revolusi industri, perusahaan banyak melakukan terobosan baru untuk memenagkan dunia persaingan usaha serta dikarenakan pesatnya perkembangan outsourcing menjadikan perusahaan saat ini banyak yang menggunakan jasa outsourcing. Istilah outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan sebenarnya tidak dijelaskan secara spesifik, namun dalam praktek outsourcing yang dimaksudkan dalam UU Ketenagakerjaan yakni dikenal dua bentuk yakni “pemborongan pekerjaan serta penyedia jasa pekerja/buruh”. Kebutuhan perusahaan dalam pelaksanaan proses produksi barang/jasa oleh pekerja, disediakan oleh perusahaan jasa outsourcing.

Praktek outsourcing sebenarnya lebih menguntungkan bagi perusahaan, namun tidak demikian dengan pekerja yang posisinya akan lebih banyak dirugikan, dikarenakan hubungan kerja yang tidak tetap/berstatus kontrak.5 Pekerja Outsorcing dapat di Putus Hubungan Kerjanya sewaktu-waktu oleh perusahaan yang memperkerjakannya tanpa mendapatkan uang pesangon atas habisnya kontrak kerja. 6 Dalam hal ini pekerja tersebut harus tunduk pada perusahaan jasa outsourcing, namun di sisi lain pekerja outsourcing juga harus tunduk kepada perusahaan dimana pekerja ditempatkan untuk bekerja. Pekerja yang ditempatkan pada posisi harus tunduk pada kedua aturan perusahaan, seringkali membuat pekerja berada pada posisi yang lemah dan tidak jarang menimbulkan permasalahan dan kerugian yang diderita oleh pekerja outsourcing. Seperti hal-nya pekerja harus tunduk akan jam kerja, target produksi, serta aturan-aturan yang ada dalam kedua perusahaan tersebut. Penggunaan sistem outsourcing dalam perusahaan harus memenuhi tiga unsur penting yakni adanya peran/fungsi pengawasan, adanya pemberian tanggung jawab/tugas dalam suatu perusahaan serta menitikberatkan hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan. Pelaksanaan dari sistem ini seringkali menimbulkan pro kontra dimasyarakat, terkhusus bagi pekerja dengan pengusaha yang menjalankan sistem ini.7

Perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha hotel PT. Caterison menggunakan sistem outsourcing pada beberapa bagian (department) pekerjaan, yakni pada bagian pengamanan (security) dan public area. Perusahaan dapat menyerahkan suatu pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan kerja, namun yang harus ditekankan bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan yang sifatnya menunjang dan tidak diperuntukkan dan tidak diperbolehkan bagi pekerjaan utama. Permasalahan pada PT. Caterison ini muncul ketika pekerja outsourcing merasa upahnya selama 3 bulan berturut-turut tidk dibayarkan secara penuh sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati sebagai hak atas kewajiban yang telah diselesaikan oleh pekerja outsourcing, namun PT. Caterison telah membayarkan upah pekerja outsourcing secara penuh kepada perusahaan jasa outsourcing.

Pengupahan merupakan suatu hal dalam hubungan kerja yang sangat rawan akan timbulnya konflik yang terjadi antara pekerja dan pengusaha. 8 Dalam UU Ketenagakerjaan telah diatur pula mengenai pembayaran upah pada bab X bagian pengupahan Pasal 88 sebagaimana telah diubah kedalam Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang selanjutnya disebut UU Cipta Kerja pada pasal 81 angka 24 yang sebelumnya mengatur mengenai kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja.

  • a.    Upah minimum

  • b.    Upah kerja lembur

  • c.    Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

  • d.    Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan

  • e.    Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya

  • f. Bentuk dan cara pembayaran upah

  • g.    Denda dan potongan upah

  • h.    Hal-hal lain yang dapat diperhitungkan dengan upah

  • i.    Struktur dan skala pengupahan yang proporsional

  • j.    Upah untuk pembayaran pesangon; dan

  • k.    Upah untuk perhitungan pajak penghasilan

Saat ini telah dirubah kedalam pasal 81 angka 24 Undang_undang Cipta Kerja dan terdapat penghapusan pada poin d, poin e, poin g, poin i sampai dengan k, serta penambahan satu poin “upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.” Merujuk kepada uraian latar belakang diatas, maka dapat dikaji permasalahan mengenai hubungan hukum yang terjadi antara pekerja outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing (PT. Caterison) serta upaya penyelesaian yang dapat ditempuh dari permasalahan ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaturan serta hubungan hukum yang terjadi antara kedua pihak yakni pekerja outsorcing dan perusahaan pengguna outsourcing, serta untuk mengelaborasi mengenai permasalahan yang dapat ditempuh sebagai upaya pemecahan atas kasus yang terjadi.

Dari Penelitian terdahulu, tidak ditemukan judul yang serupa dengan penelitian ini, namun terdapat beberapa penelitian yang berkaitan seperti Heru Suyanto, Andriyanto,

“Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Pekerja Outsourcing berdasarkan Asas Keadilan”, Intan Mayasari Hutabarat, “ Tanggung Jawab Perusahaan Alih Daya terhadap Pekerja Outsourcing yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja dimasa Pandemi COVID-19 (Studi Dokumen Perjanjian Penyedia Jasa di PT NTU). Dalam penelitian ini yang membedakan dengan penelitian terdahulu yakni adalah pada lokasi penelitian serta permasalahan upah yang diangkat terhadap pekerja outsorcing pada PT. Caterison Bali.

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menemukan serta menyelesaikan kasus yang terjadi pada PT Caterison atas kasus permasalahan upah yang tidak dibayarkan kepada pekerja outsourcing, menemukan berarti dimaksudkan mendapatkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan menyelesaikan yakni membereskan hal yang terjadi dalam hal ini kasus yang terjadi pada PT Caterison Bali, serta tujuan penelitian hukum yakni untuk mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum, sehinga mampu merumuskan suatu permasalahan yang lebih mengkhusus mengenai suatu gejala hukum yang sedang terjadi.

  • 2.    Metode Penelitian

Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yakni berangkat dari adanya kesenjangan yang terjadi antara das sollen (norma yang seharusnya) dan das sein (kenyataan yang terjadi dilapangan). Permasalahan yang dikaji berangkat dari adanya kasus yang ditemukan pada PT. Caterison, hal ini sangat penting untuk dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini dikarenakan belum ada upaya penyelesaian yang ditempuh PT Caterison dalam kasus ini, dimana kasus yang ditemukan pekerja tidak mendapatkan hak atas upah selama 3 bulan berturut-turut, namun PT. Caterison telah membayarkan upahnya secara penuh, yang jika kita merujuk kepada aturan, hal ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan kasus (case approach) karena berangkat dari adanya kasus yang terjadi di PT. Caterison, pendekatan perundang-undangan (statute approach) sebagai landasan/dasar aturan bagi pekerja dan pengusaha dalam menyeesaikan permasalahan yang ada, pendekatan analisis dan konsep hukum (analitycal and conceptual approach) berangkat dari pandangan-pandangan ahli mengenai isu hukum yang sedang dikaji untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni data primer yang didapat langsung dari PT Caterison dengan melakukan wawancara yang diwakili oleh bagian personalia (Human Resources Department) dan data sekunder yang didapatkan dari penelitian kepustakaan mengenai isu hukum yang dikaji berkaitan dengan pengupahan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Hubungan Hukum yang terjadi antara Pekerja Outsourcing dengan Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing pada PT. Caterison

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai landasan aturan ketenagakerjaan di Indonesia dan dasar hukum diberlakukannya outsourcing. Aturan mengenai hal ini diatur pula dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 sebagaimana telah dihapus dan diubah menjadi pasal 81 angka 20 Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan diatur lebih lanjut dalam Perturan Pemerintah

Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Kedua aturan tersebut menyatakan bahwa penyerahan sebagian pekerjaan dapat didelegasikan kepada perusahaan yang menyediakan jasa outsourcing dengan mengacu kepada perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya, namun hanya sebatas pada pekerjaan yang bersifat penunjang dan tidak diperbolehkan bagi pekerjaan yang bersifat utama. Sistem outsourcing ini merupakan hubungan kerja dimana pekerja dipekerjakan oleh suatu perusahaan dengan menggunakan sistem kontrak, namun kontrak kerja ini bukanlah diberikan oleh perusahaan pengguna jasa outsourcing, melainkan di berikan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing. Pada pasal 1 angka 30 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyataka bahwa “upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan " kemudian pada pasal 2 ayat (3) PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dengan jelas menyatakan bahwa “ Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.” Namun pada kenyataan yang terjadi pekerja outsourcing pada PT Caterison tidak mendapatkan hak atas upah sesuai dengan ketentuan tersebut selama tiga bulan berturut-turut.

Perusahaan pengguna jasa outsourcing akan menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing tersebut, dimana perjanjian tersebut ditandatangani dengan adanya hubungan kerja yang melekat pada para pihak. Perjanjian kerja wajib memenuhi syarat sah-nya perjanjian sebagaimana telah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata dan disebutkan bahwa perjanjian dibuat dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya pada satu orang/lebih, pihak-pihak dalam perjanjian wajib cakap dalam hukum, perjanjian tersebut dibuat karena adanya suatu hal, dan adanya sebab yang halal. Sistem outsourcing ini pada dasarnya tidak jauh dengan sistem perekrutan pekerja pada umumnya, hanya saja yang menjadi pembeda adalah pekerja outsourcing direkrut oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing. Sistem kerja ini termasuk kedalam sistem hubungan kerja yang berdasar pada perjanjian peminjaman pekerja (uitzendverhouding)9. Keuntungan bagi perusahaan pengguna jasa yakni perusahaan tidak perlu direpotkan dengan tanggungan kesehatan yang harus di bebankan pada perusahaan, namun bagi pihak pekerja, mereka tidak memiliki jenjang karir pada perusahaan pengguna jasa tersebut. Pada akhirnya, perusahaan akan banyak lebih memilih pekerja dengan sistem outsourcing terhadap fungsi-fungsi dalam perusahaan yang tidak berhubungan langsung pada bisnis inti.10 Hubungan kerja ini melibatkan tiga pihak didalamnya yakni pekerja outsourcing, perusahaan penyedia jasa, serta perusahaan pengguna jasa outsourcing. Penggunaan kata hubungan kerja yang berarti hubungan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerjanya, tentu diperlukan aturan hukum dalam hal pengawasan pada hubungan tersebut, hal ini bertujuan jika timbul permasalahan hukum seperti kasus PT Caterison dengan pekerja outsourcing nya, maka wadah untuk menengahi pekerja dengan pengusaha telah tersedia.

Perusahaan tentu mendapat keuntungan dari penggunaan jasa outsourcing yakni perusahaan dapat fokus pada core-bussiness mereka dengan cara mengalihkan pekerjaan mereka yang bersifat menunjang diluar pekerjaan yang bersifat utama dan hal ini akan berdampak pada kepuasan pelanggan,11 keuntungan berikutnya tentu perusahaan pengguna dapat menghemat dan mengendalikan biaya operasional perusahaan dikarenakan jika suatu perusahaan yang mengelola Sumber Daya Manusia nya sendiri tentu biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada menyerahkan pengelolaan Perbedaan perjanjian pemborongan yang dimaksud Pasal 64 dan 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan Pasal 1601b KUH Perdata dapat dipahami bahwa yang diatur dalam KUH Perdata berlaku secara umum artinya dapat dilakukan antara perseorangan atau perseorangan dengan perusahaan. Terlebih lagi tidak diwajibkan bentuknya tertulis. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah berlaku khusus untuk perusahaan pemborongan pekerjaan sebagai salah satu bentuk perjanjian outsourcing. Sehingga berlaku antara perusahaan pemberi pekerjaan (perusahaan yang memborongkan) dan perusahaan penerima pekerjaan (perusahaan pemborong pekerjaaan) bentuk perjanjiannya pun harus tertulis.12

Sumber daya manusianya kepada perusahaan penyedia jasa, serta mengurangi ancaman terhadap ketidakpastian usaha bisnis di masa yang akan datang, seperti contohnya pada saat ini Indonesia bahkan dunia sedang diterpa dan perekonomian dibuat carut-marut oleh pandemi corona yang tidak diketahui kapan akan berakhir, jika situasi bisnis seperti sekarang yang tidak bagus, tentu perusahaan akan mengurangi jumlah pekerja, dimana perusahaan pengguna jasa outsourcing hanya tinggal mengurangi pekerja outsourcing-nya saja, sehingga beban bulanan yang ditanggung perusahaan dapat dikurangi. Risiko terhadap pemecatan pekerja pun (PHK) dapat diatasi, dikarenakan secara hukum hal ini menjadi keharusan bagi perusahaan penyedia jasa outsourcing. Mengingat pentingnya peranan pekerja/buruh untuk perusahaan, pemerintah dan masyarakat perlu membuat dan melaksanakan program perlindungan pekerja/buruh guna produktivitas dan kestabilan perusahaan, salah satu jenis perlindungan pekerja/buruh, adalah perlindungan Norma Kerja, yang antara lain perlindungan yang bertalian waktu kerja dan sistem pengupahan.13

Pengembangan ketenagakerjaan perlu diatur semaksimal mungkin agar terpenuhi hak-hak serta perlindungan yang mendasar bagi pekerja dapat dirasa pada saat yang bersamaan dengan pewujudan tujuan serta kondisi usaha untuk mencapai pembangunan usaha. 14 Hubungan hukum antara pekerja outsourcing yang terjadi dengan PT Caterison telah diikat oleh perjanjian kerjasama yang mana pekerja outsourcing menandatangani perjanjian kerja kepada perusahaan penyedia jasa dan

telah bersepakat untuk mentaati segala kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing serta disebutkan pula mengenai penempatan pekerja di perusahaan pengguna jasa outsourcing, kemudian perusahaan penyedia jasa outsourcing ini membuat kesepakatan dan perjanjian dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing yang juga didalamnya telah memuat hak dan kewajiban yang telah disepakati antara kedua perusahaan.

Penelitian ini menggunakan teori perlindungan hukum menurut Salmond yang menyatakan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Kaitannya dengan penelitian ini bahwa kepentingan masyarakat yang dimaksud yakni kepentingan terkait upah pekerja, sehingga dalam hal ini hukum memiliki otoritas tertinggi dalam hal melindungi kepentingan dan mengurusi hak yang perlu diatur dan dilindungi.

Perlindungan hukum yang diperuntukkn bagi pekerja outsourcing sangat diperlukan mengingat kedudukan pekerja berada pada pihak yang lemah.15 Perlindungan hukum ini sebagai upaya mencegah kekuasaan pengusaha yang terkadang bertindak sewenang-wenang, perlindunga hukum terlaksana bila peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang telah ada mengharuskan dan memaksa pengusaha agar berlaku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan benar-benar dijalankan dan dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang terlibat, dikarenakan keberlakuan hukum tidak hanya diukur dari segi yuridis saja. Perlindungan hukum juga merupakan wujud dari penjaminan terhadap hak dan kewajiban, terbentuknya lingkungan kerja yang aman dan situasi yang mendukung, menghindarkanpekerja dari tindakan sewenang-wenang pengusaha serta penegakan hukum dan kepastian hukum jika perselisihan timbul diantara kedua belah pihak yang menandatangani perjanjian kerja. 16 Perlindungan hukum tentu sangat diperlukan bagi pekerja outsourcing sebagai bentuk penjaminan hak atas upah yang tidak dipenuhi setelah menjalankan kewajiban atas pekerjaannya.

  • 3.2.    Upaya Penyelesaian Kasus pada PT. Caterison tentang Upah Pekerja Outsourcing

Hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha, tidak luput dari adanya kesalahpahaman bahkan hingga terjadi kasus perselisihan di perusahaan dan

pengupahan adalah bentuk salah satu hal yang tentunya dapat menjadi faktor riskan timbulnya konflik yang melibatkan pihak pengusaha dan pekerja. PT Caterison sebagai perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing menandatangani perjanjian dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing untuk memenuhi pekerjaan penunjang pada bagian security dan public area. Meskipun outsourcing ini merupakan hak dari pengusaha, namun pelaksanaan hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, juga dalam penggunaan outsourcing disamping harus memenuhi syarat materiil serta formil, juga secara substansial tidak diperbolehkan untuk mengurangi hak-hak pekerja secara normatif. Hak tersebut salah satuya berupa hak atas upah. Hak atas upah yang adil bagi pekerja tercantum pula pada pasal 88 Undang-undang Ketenagakerjaan, idmana hak ini seharusnya didapatkan oleh pekerja sejak mulai menandatangani perjanjian kerja dan mengikatkan dirinya kepada perusahaan ataupun pada kepada pengusaha. Hal tersebut tercantum pula pada KUH Perdata pada Bagian ke tiga Pasal 1602 yakni berkaitan dengan kewajiban pengusaha membayar upah. Perselisihan mulai timbul ketika pekerja outsourcing tidak menerima upah sebagaimana mestinya mereka terima setiap bulannya, padahal dalam hal ini PT Caterison telah membayar penuh upah pekerja outsourcing kepada perusahaan penyedia jasa outsourcing. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan serta merugikan pihak PT Caterison, karena dengan adanya kasus ini, kinerja pekerja outsourcing pada PT Caterison menjadi tidak maksimal sehingga menimbulkan kerugian pada PT Caterison. Namun, di sisi lain pekerja outsourcing yang telah melaksanakan kewajibannya pun tidak mendapatkan hak atas upah yang seharusnya ia terima setiap bulannya.

Upah merupakan salah satu bagian hal yang penting dalam hubungan industrial yang melekat dalam hal pemenuhan hak bagi pekerja dan upah ialah salah satu sumber penghasilan pekerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup secara layak. 17 Hubungan Industrial memiliki ciri yakni mengakui dan meyakini bahwa bekerja ialah sebagai bentuk pengabdian manusia terhadap Tuhannya, antar manusia, masyarakat, bangda dan negara, pekerja tidaklah sebagai faktor produksi, melainkan sebagai manusia yang memiliki martabat. Pengusaha dan pekerja sama-sama memiliki kepentingan dan tujuan yakni untuk memajukan perusahaan dan mendapatkan profit/keuntungan. Undang-undang Ketenagakerjaan melindungi setiap pekerja dalam hal mendapatkan penghasilan untuk pemenuhan penghidupan yang layak, maka dari itu Pemerintah-pun menetapkan kebijakan mengenai upah minimum berdasar kepada kebutuhan hidup layak di masing-masing daerah. Dalam hal upah, selain upah minimum dikenal pula upah yang didapat karena lembur bekerja, upah tidak masuk bekerja dikarenakan sakit maupun ada kegiatan yang tidak bisa dihindarkan, serta diatur pula cara pembayaran upah, struktur dan skala upah yang proposional serta upah pesangon.

Upah pekerja outsourcing, pada umumnya berbeda dengan pekerja yang direkrut langsung oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan pekerja outsourcing merupakan pekerja dari pihak ketiga, yang mana pekerja outsourcing sebenarnya berada/bernaung di bawah perusahaan penyedia jasa outsourcing atau perusahaan dimana ia menandatangani kontrak kerja sebelum ditugaskan dan ditempatkan pada perusahaan pengguna jasa outsourcing dalam hal ini yakni PT Caterison. Setiap pekerjaan yang ditentukan dalam perjanjian, pasti didalamnya mengatur hak dan kewajiban antara

pihak-pihak yang bersepakat mengikatkan dirinya dalam perjanjian yang dibuat. Salah satu hak bagi pekerja tentu mendapatkan upah setelah kewajiban mereka terselesaikan. Upah tersebut sebagai bentuk imbalan atas pekerjaan yang mereka selesaikan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, menyebutkan bahwa pekerja yang bekerja pada perusahaan outsourcing berdasarkan dengan perjanjian kerja, memiliki hak yang sama atas perlindungan upah, syarat-syarat kerja, dan perselisihan yang timbul dalam pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja. Jadi, sebenarnya hak-hak yang harusnya didapat pekerja outsourcing oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing adalah sama dengan pekerja pada PT Caterison. Hal ini tentu merupakan tanggung jawab yang harus dibebankan kepada perusahaan penyedia jasa outsourcing dikarenakan kesalahan mereka yang tidak membayar upah pekerja outsourcing-nya. Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri dalam hal penyelesaian perselisihan hubungan industrial yakni Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 pada pasal 1 angka 1 dikenal 4 jenis perselisihan yakni “perselisihan mengenai hak yang timbul diakibatkan tidak dipenuhinya hak pekerja, perselisihan kepentingan yang timbul karena tidak adanya kesesuain pendapat dalam peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama, perselisihan pemutusan hubungan kerja yang timbul dikarenakan tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja, serta perselihan antar serikat pekerja/serikut buruh didalam satu perusahaan. ” Jika kita klasifikasikan perselisihan yang terjadi, maka perselisihan yang terjadi dapat digolongkan kedalam perselisihan hak, karena perselisihan ini timbul akibat tidak dipenuhinya hak atas upah pekerja outsourcing oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing terhadap ketentuan perjanjian kerja yang telah ditandatangi antara pekerja outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing.

Dalam upaya penyelesaian perselisihan, harus adanya itikad baik dari pengusaha penyedia jasa outsourcing dalam hal pembayaran upah yang telat dibayarkan secara 3 bulan berturut-turut, langkah awal yang dapat ditempuh yakni dengan cara melakukan negosisi terhadap pekerja outsourcing dengan cara pembayaran dengan sistem dicicil jika memang perusahaan tidak bisa membayarkan nya langsung secara penuh, namun tetap harus didasarkan pada kesepakatan antara kedua belah pihak. Selanjutnya, dapat melakukan perundingan bipartit sebagai langkah awal antara pihak-pihak yang berselisih, dimana perundingan ini merupakan perundingan secara musyawarah untuk mencapai kata mufakat antara pihak-pihak yang berselisih. Perundingan ini harus diselesaikan dalam waktu 30 hari sejak perundingan dimulai, dan apabila dalam perundingan ini mencapai kata sepakat maka akan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan hubungan industrial.

Jika tidak ditemukannya kata sepakat, oleh karena itu, pekerja outsourcing dapat menempuh mediasi yang diatur dalam Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang mana mediasi yakni “menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. ” Mediasi yakni sebagai penyelesaian sengketa yang ditengahi/dilaksanakan oleh pihak ketiga. Di luar sistem peradilan maupun di dalam sistem peradilan.18 Mediasi nantinya akan ditengahi oleh seorang yang disebut mediator yang ditunjuk langsung dari instansi pemerintah yang

bertanggungjawab di bidang tersebut, serta telah memenuhi unsur-unsur sebagai seorang mediator yang ditetapkan dan ditunjuk oleh Menteri. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan juga mengatur bahwa “pengusaha yang terlambat membayar dan/atau bahkan tidak membayar upah maka akan dikenai denda sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.” Pengenaan denda ini tidak menjadikan pengusaha untuk mengabaikan kewajiban agar tetap membayar hak atas upah pekerja outsourcing. Perusahan penyedia jasa outsourcing yang tidak dapat membayarkan upah perbulan dapat membayar kan upah pekerja dengan cara harian atau mingguan berdasarkan perjanjian yang telah disepakatai kedua belah pihak. terakhir yang dapat ditempuh yakni melalui jalur pengadilan hubungan industrial yang dapat ditempuh pekerja melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah tempat bekerja atas gugatan perselisihan hak atas upah yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan yaitu hubungan hukum yang terjadi antara pekerja outsourcing dengan PT Caterison telah diikat oleh perjanjian kerjasama yang mana pekerja outsourcing menandatangani perjanjian kepada perusahaan penyedia jasa dan telah bersepakat untuk mentaati segala kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing, serta disebutkan pula mengenai penempatan pekerja di perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing. Perusahaan yang menyediakan jasa outsourcing ini membuat kesepakatan dan perjanjian dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing yang juga didalamnya telah memuat hak dan kewajiban yang telah disepakati antar kedua perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang PPHI pada pasal 1 angka 1 dikenal 4 jenis perselisihan dan dapat digolongkan perselisihan pada PT Caterison ini termasuk ke dalam jenis perselisihan hak, Upaya yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan perselisihan ini dapat ditempuh langkah awal yakni negosisasi yang dilakukan dengan pekerja outsourcing terkait cara pembayaran upah yang tertunggak selama 3 bulan berturut-turut dan disepakati kedua belah pihak, melalui mediasi yang ditengahi oleh seorang mediator. Upaya terakhir yang dapat ditempuh yakni melalui jalur pengadilan hubungan industrial yang dapat ditempuh pekerja melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah tempat bekerja atas gugatan perselisihan hak atas upah yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.

Daftar Pustaka

Buku

Abdul, Hakim. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009.

Udiana, I Made. Kedudukan Dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial. Denpasar: Udayana University, 2016.

Jurnal

Alam, Syamsul, and Mohammad Arif. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja: Perspektif Tanggung Jawab Konstitusional Negara.” Kalabbirang Law Journal 2, no. 2 (2020): 123–33.

Faiz, Noor. “Korelasi Pengaturan Upah Dengan Investasi Di Indonesia.” Jurnal

Magister Hukum Universitas Udayana 6 (2017).

Fitriani, Diah. Penjabaran Hak Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Dalam Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja. Udayana University, 2015.

Hakim, Dani Amran, and Budi Ispriyarso. “Pemenuhan Hak-Hak Tenaga Kerja Melalui Penerapan Corporate Social Responsibility Pada Suatu Perusahaan (Studi Penerapan CSR Di PT. Great Giant Pineapple, Provinsi Lampung).” Law Reform 12, no. 2 (2016): 197–208.

Ibrahim, Zulkarnain. “Eksistensi Hukum Pengupahan Yang Layak Berdasarkan Keadilan Substantif.” Jurnal Dinamika Hukum Fakulty of Law, Universitas Jendral Suedirman 13, no. 3 (2013): 525–39.

Indahsari, Riska Amalia. “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Mengenai Pembayaran THR Dalam Pengalihan Kerja.” Jurist-Diction 2, no. 1 (2019): 292–309.

Kurniawan, Rian. “Harmonisasi Hukum Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Pada Perusahaan Pailit Ditinjau Dari Perspektif Pancasila Sila Ke Lima.” Jurnal Wawasan Yuridika 28, no. 1 (2015): 687–704.

Machfiroh, Inas Ainun. “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Outsourcing Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.” Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 27, no. 17 (2021): 2447–61.

Mulyadi, Mulyadi. “Penetapan Upah Minimum Provinsi (Suatu Kajian Hukum Progresif).” Katalogis 4, no. 2 (n. d.).

Sonhaji, Sonhaji. “Tinjauan Terhadap Kesejahteraan Pekerja Outsourcing Pada Perusahaan Perbankan.” Administrative Law and Governance Journal 3, no. 3 (2020): 394–408.

Sudiarawan, Kadek Agus. “Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Outsourcing Dari Sisi Perusahaan Pengguna Jasa Pekerja.” Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora 5, no. 2 (2017).

———. “Pengaturan Prinsip Transfer Of Undertaking Protection Of Employment (Tupe) Dalam Dunia Ketenagakerjaan Indonesia (Diantara Potensi Dan Hambatan).” Jurnal Magister Hukum Udayana 4, no. 4 (n.d.): 44208.

Suyanto, Heru, and Andriyanto Adhi Nugroho. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Outsourcing Berdasarkan Asas Keadilan.” Jurnal Yuridis 3, no. 2 (2017): 61–74.

Suyoko, Suyoko, and Mohammad Ghufron AZ. “Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Alih Daya (Outsourcing) Pada Pekerja Di Indonesia.” Jurnal Cakrawala Hukum 12, no. 1 (2021): 99–109.

Yasa, I Putu Agus Tirta, I Nyoman Putu Budiartha, and Ni Made Puspasutari Ujianti. “Upaya Pekerja Outsourcing Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Atas Pelanggaran Kontrak Kerja.” Jurnal Analogi Hukum 2, no. 2 (2020): 192–96.

Yetniwati, Yetniwati. “Pengaturan Upah Berdasarkan Atas Prinsip Keadilan.” JURNAL LITIGASI (e-Journal) 18, no. 2 (2019): 340–81.

Peraturan Perundang-undangan

Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatblad 1847 Nomor 23, terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6673).

643