Perlindungan Karya Cipta Fotografi dalam Perspektif Internasional dan Nasional

Cokorda Istri Ilma Sisilia Sari1, I Made Sarjana2, A.A Istri Ari Atu Dewi3

  • 1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: ilmasisilia1@gmail.com

  • 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: made_sarjana@unud.ac.id

  • 3Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: ari_atudewi@unud.ac.id

    Info Artikel

    Masuk: 12 Juni 2021

    Diterima: 28 Desember 2021

    Terbit: 31 Desember 2021

    Keywords:

    Legal protection; Copyright;

    Photography


    Kata kunci:

    Perlindungan hukum; Hak Cipta ; Fotografi

    Corresponding Author:

    Cokorda Istri Ilma Sisilia Sari, Email : ilmasisilia1@gmail.com

    DOI:

    10.24843/JMHU.2021.v10.i04. p06


Abstract

menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil studi ini menjelaskan bhawa sesuai dengan TRIPs Agreement terdapat 2 kategori terkait Hak Kekayaan yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang lahir secara otomatis setelah suatu karya muncul dalam bentuk aslinya hak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu karya cipta maka pihak yang melanggar hak cipta tentunya telah merugikan hak moral dan hak ekonomi dari pencipta. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukan perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak cipta dapat berupa perlindungan preventif dan perlindungan represif, serta dalam penyelesaian sengketa terkait pelanggaran hak cipta fotografi dapat melalui litigasi dan non lititgasi.

  • I.    Pendahuluan

Indonesia mengatur Hak Kekayaan Intellektual (HKI), yang tujuannya adalah untuk melindungi pemikiran atau gagasan seseorang yang dihasilkan dari kemampuan intelektual seseorang dan harus dilindungi dan merupakan kekayaan yang tidak berwujud. 1 Manusia menghasilkan kemampuan intelektual yang selanjutnya dituangkan kedalam karya-karya intelektual. Seseorang menghasilkan kekayaan intelektual melalui hasil pemikirannnya yang selanjutnya diakui oleh hukum serta diberikan hak atas kebendaan sehingga hasil pemikiran tersebut dapat di dikomersialkan.2 Hasil kinerja otak atau ratio manusia yang merupakan kekayaan intelektual termasuk dalam kategori hak kebendaan. Negara memberikan hak eksklusif dan mutlak yang terkandung di dalam hak kekayaan intelektual kepada pencipta dan pemilik kekayaan intelektual diberikan hak untuk menuntut siapapun terkait pelanggaran yang dilakukan. Seiring berjalannya waktu istilak hak kekayaan intelektual berubah menjadi Kekayaan Intelektual (KI) yang mana mengacu pada Pasal 25 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia “Direktorat Kekayaan Intelektual berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.” dalam aturan tersebut, disebutkan yaitu Direktorat Kekayaan Intelektual. Berkaitan dengan aturan tersebut kekayaan intelektual dalam tulisan ini selanjutnya menggunakan istilah (KI).3

Dalam hukum internasional pengaturan mengenai kekayaan intelektual diberlakukan bagi negara-negara yang turut menandatangani perjanjian internasional yang mana mengatur mengenai standar minimum terkait regulasi kekayaan intelektual dalam perdagangan dunia. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian multilateral World Trade Organization yang mana didalam perjanjian tersebut memuat tentang Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang mana menghendaki Indonesia dan

negara-negara anggota untuk menyelaraskan ketentuan nasional dengan mematuhi Benre Convention.4 Sesuai dengan TRIPs Agreement terdapat 2 kategori terkait Hak Kekayaan yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri yang meliputi hak Paten, Desain Industri, Merek dagang, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak dan Sirkuit Terpadu, Varites Tanaman.5

Hak cipta yang sebelumnya diatur diatur oleh Undang-Undang No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang saat ini telah diganti menjadi Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta selanjutnya disebut (UUHC). Perubahan undang-undang hak cipta sejak kemerdekaan hingga saat ini telah diubah sebanyak 5 kali (lima kali) dengan latar belakang sosial politik tertentu pada saat itu. Pada Pasal 1 UUHC hak cipta merupakan hak eksklusif yang muncul dengan otomatis yang dihasilkan oleh pencipta setelah suatu karya muncul dalam bentuk aslinya.6 Didalam suatu karya baik itu mengenai ilmu pengetahuan maupun karya seni telah terkandung hak moral serta hak ekonomi yang merupakan bagian dari hak cipta. Pencipta tentunya memanfaatkan hasil ciptaannya untuk mendapatkan nilai ekonomi berupa keuntungan atau royalti yang merupakan hak ekonomi pencipta serta telah memiliki hak yang melekat pada pribadi pereka cipta dan tidak dapat dimusnahkan yang merupakan hak moral.7

Di Indonesia terdapat keanekaragaman seni dan budaya. Salah satu hasilnya adalah fotografi. Fotografi dalam KBBI yaitu memanifestasikan seni dan tehnik penghasilan gambar serta cahaya pada film permukaan yang dipekakan. Seni fotografi memiliki bermacam-macam jenis, jika diibaratkan dengan keluarga maka seni fotografi merupakan kepala keluarga sementara fotografi potret, fotografi satwa, fotografi makanan, fotografi fashion, fotografi jurnalistik dan jenis fotografi lainnya merupakan anggota keluarga. Karya seni fotografi tentunya dilindungi di Indonesia yaitu di pada UUHC. Namun pengaturan terkait karya seni fotografi di dalam Undang-Undang dapat dikatakan lebih memfokuskan pada karya seni potret.

Kemajuan teknologi dengan munculnya internet menjadikan peningkatan dalam menyebarkan informasi serta memudahkan komunikasi di seluruh belahan dunia. 8 Dengan teknologi yang sangat maju saat ini, seseorang dapat dengan mudah bekerja sesuai dengan kemampuannya dan menciptakan sesuatu. Namun, kemajuan teknologi juga berdampak negatif pada perlindungan hak cipta.9 Media sosial saat ini menjadi

tempat orang-orang mengekspresikan karyanya dari bidang seni, sastra, sains, dan lain-lain, untuk tujuan ekonomi atau secara bebas menampilkan karyanya kepada publik tanpa mempertimbangkan hasil karyanya. Melalui sosial media banyak terjadi pelanggaran Hak Cipta atas karya fotografi akibat banyaknya fotografer yang memajang atau mengupload karyanya di sosial media. 10 Foto yang telah diunggah pencipta memegang hak cipta dan apabila dilanggar oleh seseorang tanpa izin maka bisa digolongkan dalam pelanggaran terhadap hak pencipta suatu ciptaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat yang rendah tentang makna dan peran hak cipta, keinginan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dengan mudah serta kurangnya pembinaan terkait hak cipta tersebut dan langkah yang diberikan oleh aparat penegak hukum untuk merintangi terjadinya suatu pelanggaran menyebabkan peningkatan terhadapt jumlah pelanggaran hak cipta dalam karya fotografi.

Persaingan yang ketat dalam suatu karya seni fotografi menyebabkan seseorang menempuh banyak cara untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh keuntungan atau royalti dengan menggunakan karya fotografi orang lain tanpa persetujuan pencipta.

Kurangnya pemahaman masyarakat terkait hak cipta mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap suatu karya fotografi. Ketentuan terkait hak cipta fotografi pada UUHC masih belum jelas, serta kurangnya pemahaman publik tentang perlindungan atas hak cipta fotografi yang menyebabkan banyaknya pelanggaran terkait hal tersebut. Pihak yang melanggar hak cipta tentunya telah merugikan hak moral dan hak ekonomi dari inventor.

Berdasarkan pada uraian diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang mendasar terkait dengan permasalahan yaitu pertama, bagaimana perlindungan hukum terhadap karya fotografi. Dan kedua, bagaimana penyelesaian sengketa terkait hak cipta melalui jalur litigasi dan non litigasi. Adapun tulisan artikel/jurnal yang menulis berkaitan dengan perlindungan hak cipta fotografi yang mana salah satunya dengan judul Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Fotografi yang diambil tanpa izin melalui media sosial berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak cipta yang ditulis oleh Dewa Ayu Priangga Aristya Dewi dan A.A. Sagung Wiratni Darmadi. Yang mana berdasarkan tulisan penelitian tersebut menitik beratkan pada pembahasan terkait perlindungan hak cipta fotografi berdasarkan peraturan nasional dengan ruang lingkup yang terjadi pada media sosial. Hal tersebut yang membedakan tulisan dalam penelitian ini, yang mana dalam tulisan penelitian ini berfokus pada perlindungan hak cipta fotografi dalam perspektif pranata hukum nasional dan internasional yang bertujuan melindungi hak cipta karya fotografi serta memahami sistem penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun nonlitigasi.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan artikel ilmiah ini, penulis menerapkan jenis penelitian yuridis normatif. Dimana jenis penelitian ini memprioritaskan kepada pengkajian penerapan

kaidah atau norma hukum positif yang terdapat indikasi kekaburan norma11 Pada Pasal 12 UUHC, dengan menggunakan pendekatan: perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pembahasan terkait isu-isu diatas menggunakan sumber bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder mencakup teori serta literatur hukum. Dengan menelaah UUHC dan regulasi yang bersangkutan yaitu Perjanjian Internasional terkait isu hukum yang ditangani.12 Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan dimana menelaah buku sebagai referensi dan penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan unduk mendapatkan landasan teori terkait permasalahan yang akan dikaji.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Fotografi

Potret merupakan representasi karya seni seseorang yang mengutamakan ekspresi dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, foto, patung dan lainnya. Potret biasanya menunjukkan seseorang melihat langsung ke pelukis atau fotografer, untuk menghubungkan subjek dengan melihat potret tersebut. Pengaturan karya seni potret dapat dilihat pada Pasal 1 ayat 10 UUHC bahwa potret merupakan sebuah karya seni dimana manusia merupakan entitasnya. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta karya fotografi ialah karya dengan segala jenis foto yang dihasilkan melalui kamera. Pada penjelasan potret dinyatakan bahwa potret merupakan suatu karya seni yang diwujudkan dalam bentuk lukisan, patung, foto sehingga pengertian potret dalam UUHC yaitu karya seni potret dengan wujud foto yang merupakan hasil karya fotografi. Andaikata foto milik individu dimanfaatkan tanpa seizin pemilik untuk dikomersialkan maka hal tersebut telah melanggar hak eksklusif pencipta atau pemilik foto, hal ini sesuai dengan aturan pada Pasal 12 UUHC. Pengaturan mengenai fotografi pada UUHC ini belum jelas mengatur perihal apa yang dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran terkait karya seni fotografi, serta potret dijelaskan bukan bagian dari fotografi, hal tersebut tentunya masih kurang jelas mengingat fakta bahwa potret merupakan bagian dari fotografi.

Proses menghasilkan gambar yang diperoleh melalui sinar cahaya di sensor optik atau dengan kata lain seluruh foto yang dihasilkan dengan tangkapan kamera dapat dikategorikan sebagai suatu karya fotografi.13 Karya seni fotografi ini memiliki tujuan dan hakekat yaitu sebagai media komunikasi. Dikatakan sebagai media komunikasi karena karya seni fotografi dalam menampilkan subjeknya mengandung penyampaian pesan atau dapat juga karena sebagai ide yang diekspresikan oleh pencipta kepada pemirsa sehingga menemukan pemahaman makna atas karya seni tersebut.14 Fotografi juga dapat dikatakan sebagai media informasi yang mana karya seni ini dapat berhubungan dengan dunia jurnalistik dikarenakan saat ini dalam suatu pemberitaan

sering menampilkan cuplikan-cuplikan foto seperti pada koran, line news, atau pemberitaan online dan offline lainnya. Informasi singkat yang terkandung di dalam karya fotografi dapat mempermudah pembaca atau pendengar untuk memahami atau mengerti maksud dari informasi yang disampaikan tanpa harus memberikan banyak penjelasan sebagai penunjang atas suatu berita. Selain sebagai media informasi dan komunikasi, karya seni fotografi merupakan wadah untuk mengekspresikan diri bagi pencipta, karya seni fotografi ini memiliki beberapa jenis diantaranya.15

  • a.    Journalism Photograpy yaitu jenis fotografi yang dikhususkan untuk mencari,mengedit dan menyajikan foto yang memiliki nilai sebagai suatu bahan berita contohnya foto tentang aksi demo, bencana alam, dan lainnya untuk diterbitkan atau disiarkan.

  • b.    Astro Photograpy adalah teknik foto khusus yang menangkap gambaran luar angkasa atau yang berhubungan dengan astronomi, untuk mendapatkan jenis foto ini maka diperlukan perlengkapan khusus adapter dari kamera ke teleskop.

  • c.    Commercial Photography merupakan jenis fotografi yang banyak diperlukan dalam kepentingan periklanan yang mana digunakan sebagai media komunikasi informasi produk yang diiklankan agar orang-orang tertarik untuk membeli atau mencoba produk tersebut.

  • d.    Portrait merupakan jenis fotografi yang pada dasarnya menggunakan layout vertikal dengan beragam objek.

  • e.    Modeling Photography merupakan jenis fotografi dengan objek manusia sebagai model yang pada umumnya digunakan pada keperluan iklan atau majalah.

  • f.    Fotografi industri adalah salah satu jenis fotografi lanjutan dalam fotografi komersial yang khusus digunakan untuk fotografi industri yang ditujukan untuk mewujudkan company profile yang juga dapat digunakan sebagai media penerbitan dan periklanan dan berbagai jenis fotografi lainnya.

Dilihat dari jenis-jenis karya fotografi serta penjelasannya terdapat perbedaan antara potret dengan fotografi, potret merupakan bagian dari fotografi dimana karya seni potret dilahirkan dalam bentuk foto, lukisan maupun patung dimana bukan hanya kamera saja yang dijadikan sebagai media pada karya potret. Jenis objek fotografi sangat beranekaragam bisa berupa benda,alam,manusia,hewan,tumbuhan dan lainnya asalkan dihasilkan oleh media kamera. Namun pengaturan mengenai fotografi dalam UUHC masih belum jelas, karena hanya mengatur mengenai definisi fotografi, tetapi tidak ada pasal yang mengatur lebih lanjut tentang perlindungan karya fotografi. Sehingga terdapat kekaburan norma apakah Pasal 12 pada UUHC dapat diinterprestasikan untuk melindungi karya fotografi atau tidak. Pasal 12 UUHC menyatakan bahwa setiap orang tidak diizinkan memberbanyak suatu karya cipta foto tanpa seizin yang di foto, baik itu foto yang diambil sendiri maupun diambil oleh fotografer.

  • 3.1.1.    Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual

Indonesia merupakan negara hukum maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari hukum itu yaitu guna memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya yang mana kepastian hukum merupakan wujud dari perlindungan hukum itu sendiri. Dasar perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang dikemukakan oleh Robert M. Sherwood. 16 Teori ini digunakan sebagai dasar hukum analisa untuk mejawab rumusan masalah pertama, yaitu perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang terdapat 5 teori dasar perlindungan Kekayaan Intelektual yaitu:

  • 1.    Reward Theory

Reward Theory merupakan pengakuan terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh pencipta yang harus diberikan penghargaan atas hasil pemikirannya dalam menemukan atau menciptakan sesuatu.

  • 2.    Recovery Theory 17

Recovery Theory yakni pencipta atau penemu harus mendapatkan Kembali apa yang telah dikeluarkannya seperti waktu, biaya, dan tenaga. Sebagai suatu apresisasi kepada pelaku seni yang telah menemukan/menciptakan/mendesain karya intelektual.

  • 3.    Incentive Theory

Incentive Theory merupakan teori yang memberikan insentif atau mengembangkan kreativitas pada pencipta. Berdasarkan teori ini, insentif perlu diberikan untuk mengupayakan terpacunya kegiatan-kegiatan penulisan yang berguna.

  • 4.    Risk Theory18

Setiap karya tentunya memiliki resiko. Sebagai suatu kekayaan intelektual dalam hasil penulisan memungkinkan orang lain terlebih dahulu menemukan cara untuk dapat memperbaikinya. Oleh karena itu, wajar apabila diberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan yang mengandung risiko.

  • 5.    Economic Growth Stimulus Theory

Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas Kekayaan Intelektual merupakan alat pembangunan ekonomi yang memiliki tujuan dibangunnya sistem perlindungan atas Kekayaan Intelektual secara efektif.

Pemerintah memberikan perlindungan hukum preventif dengan tujuan untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya suatu pelanggaran. Standar minimun yang diatur dalam perjanjian TRIPs mengacu pada beberapa konvensi terdahulu sepanjang peraturan tidak bertentangan dengan TRIPs maka negara tersebut dapat menambahkan aturan serta perlindungan terhadap KI diluar aturan TRIPs pada

hukum nasionalnya. Atas dasar Benre Convention hak cipta telah dilindungi secara otomatis baik dicatatkan maupun tidak dicatatkan, namun dengan melakukan pencatatan maka pencipta telah memiliki bukti formal adanya hak cipta. Jenis ciptaan fotografi mendapatkan perlidungan hukum seumur hidup yang diberikan kepada pencipta dengan tambahan sejak lima puluh (50) tahun pertama kali diumumkannya karya tersebut.

Sebagai upaya mencegah terjadinya pelanggaran serta mencegah terjadinya sengketa di masyarakat, pada undang-undang memberikan batasan pada masyarakat dalam melakukan suatu kewajiban serta memberikan peringatan. Undang-Undang memenuhi bentuk perlindungan hukum terhadap hak eksklusif suatu buah pikiran seperti yang diatur pada Pasal 2 a (1) UUHC dimana hak eksklusif ini diberikan setelah suatu ciptaan dilahirkan dari ratio manusia. Hak eksklusif mencakup moral rights serta ekonomic rights dari pencipta. Dalam perlindungan hukum preventif masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat sebelum pemerintah membentuk yang pasti. Jenis perlindungan hukum ini didasarkan pada kebebasan dalam bertindak dan tentunya memiliki arti yang besar bagi tindakan pemerintah karena mendorong sikap waspada atau hati-hati ketika memutuskan sesuatu berdasarkan peraturan, atau undang-undang yang berlaku berdasarkan kebijaksanaan dan peninjauan berasarkan direksi.

Perlindungan hukum represif merupakan jalan terakhir yang ditempuh serta jalan untuk menyelesaikan sengketa. 19 Perlindungan hukum jenis ini dilakukan ketika terjadi pelanggaran terhadap hak cipta apabila terjadi sengketa yang dapat berupa denda, penjara, serta hukuman tambahan. Saat ini semakin tak terhitung adanya pelanggaran terhadap suatu karya cipta fotografi seperti penggandaan foto, mengkomersialkan foto tanpa izin di media sosial seperti juga pelanggaran yang terjadi yaitu mengkomersialkan hasil fotografi jurnalistik seseorang tanpa izin dan tidak mencantumkan pencipta hal itu tentunya telah melanggar hak eksklusif pencipta. Pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan upaya hukum baik dengan jalur litigasi ataupun non litigasi.

  • 3.1.2.    Hak Moral Dan Hak Ekonomi Sebuah Karya Cipta

Indonesia berpartisipasi dalam Perjanjian Internasional mengenai perdagangan bebas dan TRIPs (Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights) mengharuskan setiap negara yang berpartisipasi didalamnya untuk menghapuskan hambatan dalam perdagangan Internasional serta memberikan pengakuan terhadap perlindungan atas kekayaan intelektual. Selaku negara yang telah menandatangani TRIPs-WTO Agreement dan Berne Convention, sesuai dengan aturan pada Pasal 2 huruf b UUHC, Indonesia harus memberi perlindungan terhadap seluruh ciptaan atau produk ciptaan dan pengguna ciptaan terpaut bukan badan hukum atau warga negara Indonesia, hal tersebut sesuai dengan article 9 TRIPs Agreement termasuk lampiran lampiran pada article 1 sampai 21 Berne Convention. Selain itu World Intellectual Propert Organization (WIPO) juga merupakan perjanjian internasional yang mengatur mengenai hak cipta, sama seperti TRIPs, WIPO juga tidak mengatur mengenai definisi hak cipta namun

hanya menegaskan bahwa kekayaan intelektual mengacu pada kreativitas pemikiran manusia.

Cakupan mengenai pengetahuan,seni, serta sasra yang diatur didalam UUHC merupakan bagian terluas dari hak kekayaan intelektual. 20 Untuk mendapat memenuhi kepentingan nasional dan memperhatikan keseimbangan antar masyarakat,pencipta, seta pemegang hak cipta maka diperlukan pengaturan dalam aspek hak cipta. Pada Pasal 4 UUHC , hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi pencipta. Berkaitan penggunaan atau pemanfaatan ciptaan untuk tujuan komersial UUHC sudah mengaturnya berdasarkan Pasal 1 angka 24 UUHC. Pencipta memiliki hak atas karyanya berupa hak moral dan hak ekonomi.

Hak Moral dibagi menjadi 2 kata yaitu Hak dan Moral, Hak yakni sesuatu yang dimiliki orang seseorang sebelum dan sesudah seseorang itu lahir, sedangkan moral adalah akhlak, etika, atau susila yang dimana hal yang mutlak yang harus dimiliki manusia. Hak moral merupakan natural rights yang dimiliki oleh manusia yang bersifat asasi dan merupakan hak yang terdiri atas hak pengakuan sebagai pencipta yaitu pencantuman nama pencipta pada suatu karya yang dikumpulkan,didistribusikan atau disebar luaskan kepada khalayak umum. Hak atas kesatuan karya yaitu tidak merubah suatu karya tanpa izin pencipta. Pencipta berhak untuk melakukan perubahan pada karya ciptaannya seiring dengan perkembangan zaman 21 Dalam artian moral rights merupakan hak pencipta yang bersifat pribadi guna merintangi terjadinya perubahan terhadap karyanya. Pencipta, pemegang atas hak cipta serta ahli waris atas suatu hak cipta memiliki hak moral yang mana merupakan sifat pribadi yang telah terkandung pada suatu ciptaan. Sifat pribadi yang ada pada hak cipta tersebut dapat digunakan sebagai upaya pencegahan terjadinya suatu pelanggaran terkait karya ciptaanya serta dapat digunakan untuk mendapat pengakuan dan penghormatan terkait ciptaannya. Moral rights melekat pada pencipta dan tidak dapat dihapus meskipun telah dikomersialkan atau hak atas ciptaannya dialihkan, diatur pada Pasal 5 UUHC.

Hak ekonomi merupakan hak yang memiliki kaitan dengan pendayagunaan terhadap suatu karya ciptaan secara komersial. Kaitan hak ekonomi dengan pemanfaatan ciptaan secara komersial diatur pada Pasal 8 Undang-Undang Hak Cipta. Waktu, tenaga, dana dan hal lain diperlukan untuk menghasilkan suatu ciptaan karya intelektual. Hak ekonomi berupa keuntungan atau royalti yang nantinya didapatkan melalui penggunaan suatu hak cipta baik oleh penciptanya sendiri maupun melalui orang lain dan dapat timbul bila terjadinya pelimpahan hak cipta dari si pencipta ke pemegang hak cipta melalui lisensi. Terkait kecurangan atau amoralitas hak cipta atas karya fotografi yang melanggar hak moral maupun hak ekonomi yang telah dicantumkan pada suatu hasil karya foto atas nama fotografer maka pihak yang melanggar hak moral dan ekonomi tersebut telah melanggar Pasal 5 UUHC serta Pasal 8 UUHC.

  • 3.2.    Penyelesaian Sengketa Terkait Hak Cipta Melalui Jalur Litigasi Dan Melalui Jalur Non Litigasi

Berdasarkan perjanjian TRIPs penyelesaian sengketa dibidang HKI yang mencakup hak cipta mengarah pada sistem penyelesaian sengketa yang terpadu (intergrated dispute settiement system) dalam kerangka WTO. Sistem penyelesaian sengketa secara terpadu ini mengkonfirmasi tersedianya retaliasi silang yang bersifat lintas sektoral guna menjamin kepatuhan terhadap perjanjian TRIPs. Retaliasi yaitu upaya negara dalam menangguhkan konsensi yang diberikan oleh Tindakan negara lain atau konsekuensi dari kebijakan perdagangan mereka merugikan perdagangan mereka, dan retaliasi adalah upaya terakhir untuk menyelesaikan perselisihan yang diatur pada Pasal 22 Dispute Settlement Understanding. Suyud margono menyatakan bahwa proses penyelesaian sengketa secara litigasi yaitu suatu prosedur dalam menyelesaikan sengketa di pengadilan dimana seluruh pihak yang berseteru atau tidak sepaham berhadapan satu sama lain guna mempertahankan haknya. Kasus fotografi di media sosial mendapatkan perlindungan hukum yang mana dapat dilihat pada Pasal 40 UUHC yang mengatur secara umum perlindungan karya cipta fotografi. Terkait pihak mana yang dapat menempuh jalur hukum apabila terjadi pelanggaran hak cipta diatur pada Pasal 99 UUHC yaitu meliputi pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait yang selanjutnya diajukan ke Pengadilan Niaga. Lebih lanjut pada Pasal 99 a(2) menerangkan bahwa pemegang hak cipta serta pereka cipta berhak untuk mengajukan permohonan ke royalti yang Pengadilan Niaga untuk mendapatkan seluruh ataupun sebagian royalti yang didapatkan melalui hasil pelanggaran atas hak ciptaannya serta dapat memohon untuk meminta penyitaan ciptaannya yang dilanggar. Penyelesaian sengketa secara litigasi sifatnya Very Formalistik dan Very thecnical. Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa diatur pada Pasal 95 UUHC yang dapat dilakukan melalui abitrase atau pengadilan yaitu Pengadilan Niaga. Berdasarkan hal tersebut maka tahap akhir dari penyelesaian sengketa secara litigasi ialah putusan hakim. Mengenai pembayaran ganti kerugian diatur pada Pasal 96 a(3) UUHC yang mana memiliki jarak waktu selambat-lambatnya 6 bulan setelah putusan inkracht.

Dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan (nonlitigasi) 22 terdapat alternatif penyelesaian atau Alternative Dispute Resolution, dalam Pasal 1 a(10) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan ADR, “alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga dalam menyelesaikan suatu sengketa yang ditempuh dengan kesepakatan pihak yang bersengketa dapat melalui konsultasi,mediasi,konsiliasi atau penilaian ahli”. Dalam menyelesaikan sengketa diluar ranah pengadilan terdapat proses ADR yang dinilai lebih efektif serta efisien dengan berbagai bentuk.23 Arbitrase, yaitu guna mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan atapun yang tengah terjadi yang tidak terselesaikan melalui cara negoisiasi ataupun dengan menggunakan pihak ketiga, serta guna menghindari proses penyelesaian melalui pengadilan. Negosiasi, yaitu penyelesaian sengketa dengan proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dari kedua belah pihak yang diperoleh daru adanya interaksi dan komunikasi agar mendapatkan jalan keluar. Mediasi, Peraturan Mahkamah Agung No

1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa dengan cara perundingan dengan dibantu oleh mediator guna mencapai kesepakatan para pihak.24 Konsiliasi, adalah proses penyelesaian sengketa lanjutan dari proses mediasi, mediator pada saat mediasi berubah fungsi menjadi konsiliator guna mencari penyelesaian sengketa yang nantinya ditawarkan kepada para pihak, apabila para pihak menyetujui maka akan menjadi resulution. Penilaian ahli, adalah proses penyelesaian sengketa dengan meminta pendapat para ahli terkait sengketa yang terjadi antar para pihak. Sesuai dengan aturan pada Pasal 6 a (7) Undang-Undang No 30 Tahun 1999 “penyelesaian sengketa diluar pengadilan dikatakan berhasil apabila dapat menghasilkan suatu kesepakatan atau perdamaian diantara para pihak yang bersengketa”.

  • 4.    Kesimpulan

Karya fotografi dapat dikualifikasikan sebagai salah satu Hak Cipta berdasarkan UUHC. Seni fotografi memiliki bermacam-macam jenis, Objek dari fotografi beraneka ragam asalkan dihasilkan oleh media kamera. Namun dalam UUHC tentang Hak Cipta pengaturan tentang fotografi masih belum jelas dapat dilihat dari pengaturan hak moral dan hak ekonomi pencipta yang lebih fokus mengatur mengenai potret dibanding fotografi. Sehingga terdapat kekaburan norma apakah Pasal 12 pada UUHC dapat diinterprestasikan untuk melindungi karya fotografi atau tidak. Kekaburan norma mengenai karya fotografi dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai perlindungan atas hak cipta fotografi yang menyebabkan banyaknya pelanggaran terkait hal tersebut. Secara umum menurut hukum nasional UUHC, perlindungan karya cipta fotografi diatur dalam Pasal 40 UUHC.

Perlindungan hukum preventif diberikan dalam upaya mencegah terjadinya pelanggaran serta mencegah terjadinya sengketa di masyarakat, pada undang-undang memberikan batasan pada masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab serta memberikan peringatan. Perlindungan hukum represif merupakan jalan terakhir yang ditempuh serta jalan untuk menyelesaikan sengketa berupa denda, penjara, serta hukuman tambahan yang diberikan jika terjadi sengketa. Berkaitan penggunaan atau pemanfaatan ciptaan untuk tujuan komersial UUHC sudah mengaturnya berdasarkan Pasal 1 angka 24 UUHC. Pencipta memiliki hak atas karyanya berupa hak moral dan hak ekonomi.

Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi maupun nonlitigasi yang mana penyelesaian sengketa secara litigasi yaitu suatu prosedur dalam menyelesaikan sengketa dipengadilan guna mempertahankan haknya. Penyelesaian melalui proses nonlitigasi penyelesaian sengketa diluar ranah pengadilan terdapat proses ADR yaitu Arbitrase, Konsultasi,Mediasi,Konsiliasi Atau Penilaian Ahli.

Daftar Pustaka

Buku

Dharmawan, N.K.S. et al. “Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia.” Swasta Nulus, 2018.

Harahap, M Yahya. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika, 2017.

I Made Pasek Diantha. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group, 2017.

Isnaeni, Yusran. “Hak Cipta Dalam Tantangannya Di Era Cyberspace.” Ghalia Indonesia: Bogor, 2009.

Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum: Edisi Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2017.

Muhammad, Abdulkadir. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Citra Aditya Bakti, 2001.

Santoso, Budi. “Pengantar Hak Kekayaan Intelektual.” Semarang: Pustaka Magister, 2008.

Zaeni, Asyhadie. “Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia.” Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Jurnal

Alfons, Maria. “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum.” Jurnal Legislasi Indonesia 14, no. 3   (2018):   301–11.

https://doi.org/https://doi.org/10.54629/jli.v14i3.111.

Asyfiyah, Siti. “Perlindungan Hukum Potensi Indikasi Geografis Di Kabupaten Brebes Guna Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal.” Jurnal Idea Hukum 1, no. 2 (2015). https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20884/1.jih.2015.1.2.17.

Dewi, Dewa Ayu Pringga Aristya, and A A Sagung Wiratni Darmadi. “Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Fotografi Yang Di Ambil Tanpa Izin Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4 (2016).

Dharmawan, N K S, D P D Kasih, AAAA Dewi, I G A Kurniawan, M D Pranajaya, GMSK Resen, and N K E Sutrisni. “Protecting Balinese Culinary Innovation through Patent Law.” International Journal of Innovation, Creativity and Change 9, no. 10 (2019): 116–26.

Ida Bagus Komang Hero Bhaskara. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu Terkait Dengan Perubahan Lirik Dalam Kegiatan Cover Lagu.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 9 (2021).

Johani, Sang Ayu Nyoman. “Pelaksanaan Perlindungan Hak Cipta Dari Patung Akar Bambu Di Desa Tembuku Kabupaten Bangli.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7 (2019).

Maharani, Desak Komang Lina, and I Gusti Ngurah Parwata. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Penggunaan Lagu Sebagai Suara Latar Video Di Situs Youtube.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 10 (2019): 1–14.

Ni Wayan Pipin Peranika. “Perlindungan Karya Fotografi Yang Diunggah Melalui Sistem Internet Dan Sanksi Hukum Bagi Pengguna Ilegal.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6 (2018).

Paramita, Ni Made Gearani Larisa, and Nyoman Mudana. “Perlindungan Hukum Hak Cipta Film Anime Yang Diunggah Oleh Komunitas Fandub Tanpa Izin Pencipta.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 7 (n.d.): 1–18.

Putri, NMDM. “Perlindungan Karya Cipta Foto Citizen Journalist Yang Dipublikasikan Di Instagram.” Jurnal Magister HukumUdayana (Udayana Master Law                               Journal),                                2017.

https://doi.org/https://doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i02.p07.

Sawitri, Dewa Ayu Dian, and Ni Ketut Supasti Dharmawan. “Perlindungan

Transformasi Karya Cipta Lontar Dalam Bentuk Digitalisasi.” Acta Comitas: Jurnal Hukum    Kenotariatan    5,    no.    2    (2020):    298–308.

https://doi.org/https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i02.p08.

Soedjono, Soeprapto. “Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak Yang Dipotret.” Universitas Trisakti, Jakarta, 2007.

Solehoddin, Solehoddin. “Perlindungan Hukum Bagi Karya Fotografi Yang Diunggah Di Media Sosial Atau Jejaring Internet.” Jatiswara 35, no. 2  (2020).

https://doi.org/https://doi.org/10.29303/jatiswara.v35i2.243.

Wibawa, DGYP, and IGAAA Krisnawati. “Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta.” Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana 8, no. 01 (2019).

Wisesa, I Kadek Candra, Desak Gde Dwi Arini, and Luh Putu Suryani. “Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Fotografi.” Jurnal Preferensi Hukum 1, no. 1 (2020): 33–38. https://doi.org/https://doi.org/10.22225/jph.1.1.2162.33-38.

Pratana, P. N. Y., Dharmawan, N. K. S., & Indrawati, A. A. S. (2017). Pelaksanaan Ketentuan Hukum Terhadap Motif Kain Endek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Kabupaten Gianyar. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum.

Internet

Pasha, Afifah Cinthia. “Jenis-Jenis Fotografi Paling Populer Yang Wajib Diketahui Pemula     -    Tekno     Liputan6.Com.”     Liputan     6,     2019.

https://www.liputan6.com/tekno/read/3917679/jenis-jenis-fotografi-paling-populer-yang-wajib-diketahui-pemula.

Undang-Undang

Berne Convertion

Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Lembaran Negara RI Tahun 2014, Nomor 266. Kesekretariatan Negara. Jakarta.

TRIPs Agreement

WIPO (World Intellectual Property Organization)

WTO (World Trade Organization)

752