Penanganan Dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu (Studi Kasus Putusan Bawaslu Kabupaten Gianyar Nomor: 001/ADM/BWSL/17.04/PEMILU/XI/2018)

Pande Putu Ekayana Dharma Putra1, I Gede Pasek Pramana2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 5 Mei 2021

Diterima: 25 September 2021

Terbit: 30 September 2021

Keywords:

Bawaslu Kabupaten Gianyar, Election Administrative

Violations, Preliminary Decisions, Examining Panel


Kata kunci:

Bawaslu Kabupaten Gianyar, Pelanggaran Administratif Pemilu, Sidang Pemeriksaan,

Majelis Pemeriksa

Corresponding Author:

Ekayana Dharma Putra Pande

Putu, E-mail:

[email protected]

DOI:

10.24843/JMHU.2021.v10.i03.p13


Abstract

The purpose of this research is to find out and analyze the mechanism for handling suspected election administrative violations in Bawaslu of Gianyar Regency, as well as knowing and analyzing the inhibiting factors in the implementation of handling the alleged administrative violations of the Election at Bawaslu, Gianyar Regency. This study uses an empirical legal research method, with data and data sources coming from the chief informant and members of the Bawaslu Gianyar Regency. The results of this study explain that mechanism for handling alleged administrative violations of the General Election in Gianyar Regency begins with public reports and then determines the type of violation and is registered by Bawaslu of Gianyar Regency. Furthermore, a preliminary hearing and preliminary decisions are held, then an examination session, and finally a final decision is made by the examining panel. There are 3 (three) obstacles in the handling of alleged election administrative violations, namely bringing in witnesses in trials, the authority to execute decisions, and the lack of institutional personnel to carry out trial duties in conjunction with supervision of the Election stages.

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar, serta mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dengan data dan sumber data yang berasal dari informan ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Gianyar. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa mekanisme penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Kabupaten Gianyar diawali dari laporan masyarakat lalu ditentukan jenis pelanggaran dan dilakukan registrasi oleh Bawaslu Kabupaten Gianyar. Selanjutnya dilaksanakan sidang pendahuluan serta putusan pendahuluan, lalu sidang pemeriksaan, dan terakhir pembuatan Putusan akhir oleh majelis pemeriksa. Terdapat 3 (tiga) hambatan dalam penanganan dugaan pelanggaran administratif pemilu, yaitu mendatangkan saksi dalam perisdangan, kewenangan eksekusi Putusan, serta kurangnya personil lembaga untuk melaksanakan tugas

persidangan yang berasamaan dengan pengawasan tahapan Pemilu.

  • 1.    Pendahuluan

Demokrasi merupakan istilah yang memiliki asal mula dari bahasa Yunani Klasik pada Abad 5 SM. Istilah yang dikenalkan pertama kali di Athena ini bermula dari dua kata, yaitu demos yang mempunyai arti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan (rule) atau kekuasaan (strength).1 Menurut Jimly Asshiddiqie, sebagaimana dikutip dari buku Moh. Kusnardi dan Harmaily, dalam paham kedaulatan rakyat (Demokrasi), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.2 Namun bukan berarti seluruh rakyat yang memgang penuh kekuasaan negara melainkan rakyatlah yang menunjuk pemimpin mereka untuk menjalankan fungsi Pemerintahan sesuai dengan keinginan rakyat. Untuk dapat menentukan pemimpin yang akan masyarakat tunjuk, maka sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia perlu dilaksanakan Pemilihan seperti yang dikenal dengan Pemilih Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.3

Pemilihan umum (Pemilu) yang diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, serta dilaksanakan setiap lima tahun sekali itu merupakan wujud sirkulasi pemberian mandat baru oleh rakyat kepada wakil-wakilnya di lembaga legislatif dan kepada Presiden dan Wakil Presiden sebagai manifestasi dari kedaulatan rakyat. 4 Pemilu yang dilaksanakan harus merupakan pemilihan umum yang bebas, sebagai syarat mutlak bagi berlakunya demokrasi, dan dapat dihubungkan dengan kenyataan dimana nilai suatu pemerintahan untuk sebagian besar bergantung kepada orang-orang yang duduk didalamnya.5 Selain itu, Pemilu sebagai suatu mekanisme demokrasi sesungguhnya didesain untuk mentransformasikan sifat konflik di masyarakat menjadi ajang politik yang kompetitif dan penuh integritas melalui pemilihan umum yang berjalan lancar, tertib, dan berkualitas. 6 Seperti yang sudah terlewatkan pada Tahun 2019 proses pemilihan umum telah berlangsung dengan baik walaupun ada beberapa permasalahan yang muncul tetapi bisa ditangani.

Dalam hal mengefektikan jalannya Pemilihan Umum, Pemerintah membentuk salah satu badan penyelenggara Pemilihan umum yang disebut dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum. 7 Pemilu dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD), KPU mempunyai kewajiban untuk melaksanakan semua tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu secara tepat waktu. Sedangkan tugas Bawaslu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan oleh KPU. 8 Dalam kerangka itu, pembentuk undang-undang telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu) sebagai dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2019.9

Dengan memandang pemilu merupakan kesempatan bagi rakyat untuk memilih pejabat politik, maka diperlukan pengawasan untuk memastikan jalanya pemilu secara jujur dan adil. 10 Bawaslu Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu yang terjadi diwilayah Kabupaten/Kota, hal ini ditegaskan dalam Pasal 101 huruf a angka 2 UU Pemilu. Kemudian berkenaan dengan tugas Bawaslu dalam penindakan pelanggaran berupa pelanggaran administratif Pemilu diatur dalam Pasal 102 ayat 2 huruf d UU Pemilu. Dengan diaturnya tugas Bawaslu Kabupaten/Kota dalam UU Pemilu menegaskan bahwasannya Bawaslu Kabupaten/Kota memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjalankan tugas melaksanakan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi diwilayahnya. Bawaslu dalam melaksanakan penanganan pelanggaran berupa pelanggaran administratif dapat dilakukan dengan menggelar persidangan yang disebut dengan sidang ajudikasi yang mana prosedur dan tata caranya diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Perbawaslu).

Keberlangsungan Pemilu/Pemilihan yang luber-jurdil diantaranya dapat teralisasi apabila seluruh tata cara, prosedur dan mekanisme adminisrasi Pemilu/Pemilihan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau adanya suatu pelaksanaan perundang-undangan (law enforcement). Dalam praktiknya, acapkali penegakan hukum Pemilu/Pemilihan yang dalam konteks analisis ini penangana pelanggaran administrasi Pemilu/Pemilihan terhambat karena terdapat ketidakserasian dari beberapa aspek/faktor.11 Dilihat dari segi aturan penanganan pelanggaran Pemilu, masih terdapat kendala yang dialami oleh Bawaslu untuk meneggakan keadilan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan 2 (dua) permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah mekanisme penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar? Dan (2) Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar? Dari permasalahan yang hendak dibahas, memiliki tujuan untuk mengetahui dan menganalisis berkenaan dengan mekanisme penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu pada Bawaslu Kabupaten Gianyar, serta mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penghambatan dalam pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar.

Bahwa penelitian yang ada sebelumnya berkenaan dengan penanganan pelanggaran Pemilu oleh Khairul Fahmi, Feri Amsari, Busyra Azheri, dan Muhammad Ichsan Kabullah yang berjudul Sistem Keadilan Pemilu dalam Penanganan Pelanggaran dan Sengketa Proses Pemilu Serentak 2019 di Sumatera Barat,12 dalam permasalahannya membahas tentang bagaimana sistem keadilan pemilu dijalankan oleh Bawaslu Sumbar melalui penanganan pelanggaran dan sengketa pemilu 2019 dan Apakah tugas-tugas penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa telah dijalankan sesuai prosedur yang ditentukan undang- undang dan telah menyediakan kesempatan yang luas bagi pencari keadilan pemilu untuk mengaksesnya penanganan pelanggaran secara umum serta sengketa proses pemilu dengan wilayah penelitian di Sumatera Barat, Adapun metode yang digunakan dalam penelitiannya digunakan metode penelitian hukum normatif dengan cakupan wilayah penelitian hanya pada Bawaslu Sumatera Barat. Sedangkan dalam penelitian ini memiliki fokus yang berbeda, yang mana penelitian ini lebih membahas mekanisme penanganan pelanggaran di wilayah Kabupaten Gianyar saja, serta meneliti berkenaan dengan hambatan yang terjadi dalam proses penanganan dugaan pelanggaran administratif pemilu berdasarkan pengalaman Bawaslu Kabupaten Gianyar. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris.

Penelitian lainnya milik Evi Noviawati dan Mamay Komariah yang berjudul Efektivitas Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, 13 dalam permasalahannya membahas mengenai efektivitas penyelesaian pelanggaran administratif pemilu berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum dan Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian pelanggaran administratif pemilu dan upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam penyelesaian pelanggaran administratif pemilu. Bahwa penelitian Evi Noviawati dan Mamay Komariah memiliki fokus pembahasan penanganan pelanggaran administratif dan kendala penanganan pelanggaran administratif pada lingkup Bawaslu Republik Indonesia. sedangkan penelitian ini memiliki fokus penelitian pada Bawaslu tingkat Kabupaten/Kota, khususnya Kabupaten Gianyar. Penelitian ini bersumber atas pengalaman Bawaslu Kabupaten Gianyar dalam menghadapi penanganan dugaan pelanggaran diwilayah tugasnya pada Pemilu Tahun 2019 di Bali. Sedangkan berkenaan dengan faktor penghambat penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu pada tingkat Kabupaten/Kota akan berbeda-beda pada setiap daerahnya dikarenakan adanya perbedaan budaya hukum dalam masyarakat. Kendati penelitian

sebelumnya memiliki fokus yang berbeda dengan penelitian ini, namun penelitian-penelitian sebelumnya juga dijadikan referensi dalam penelitian ini dan diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman berkenaan dengan penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Kabupaten/Kota.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum yuridis empiris adalah salah satu jenis metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji keadaan sebenarnya yang terjadi masyarakat, yaitu mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. 14 Penelitian hukum empiris diartikan juga sebagai penelitian hukum yang sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang riil dikaitkan dengan variable-variabel sosial lain. 15 Obyek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan prilaku masyarakat dalam penerapan hukum. Metode ini dipilih karena dalam permasalahan yang dibahas diperlukan pandangan dan sikap dari lembaga yang bersangkutan, sehingga dapat memberikan gambaran terhadap pelaksanaan aturan yang berlaku. Data dan Sumber Data berasal dari Data Primer yaitu informan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Gianyar, serta Data Sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Penentuan informan penelitian ini menggunakan Teknik NonProbability Sampling yaitu berkenaan dengan Purposive Sampling. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Data Kualitatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Mekanisme Penanganan Pelanggaran Pemilu Di Kabupaten Gianyar

Pengawasan dalam pemilihan bertujuan untuk memastikan setiap tahapan yang berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku guna meminimalisir terjadinya pelanggaran baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Hasil pengawasan harus dapat menunjukan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan, dan apakah sebab-sebabnya.16 Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan teori yang dapat memberikan jawaban terkait lembaga yang berwenang untuk menangani permasalahan pelanggaran administratif Pemilu. Teori negara hukum merupakan teori yang mampu menjawab permasalahan berkenaan dengan lembaga yang berwenang melaksanakan tugas untuk menangani pelanggaran administratif Pemili. Sayid Anshar dalam jurnalnya yang mengutip buku Bahder Johan Nasution menyebutkan bahwa negara menjadikan hukum sebagai “supreme”, setiap penyelenggara negara atau pemerintahan wajib tunduk pada hukum (subject to the law). Tidak ada kekuasaan di

atas law (above the law) semuanya ada di bawah law (under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).17 Didalam konsep negara hukum the Rule of Law terdapat konsep Rule by Law atau biasa disebut konsep tindakan negara harus berdasarkan hukum yang memiliki arti bahwa hukum menjadi suatu acuan bagi praktek atau tindakan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah. 18 Sehingga Bawaslu Kabupaten Gianyar memiliki kewenangan yang diberikan oleh UU Pemilu dalam ketentuan Pasal 101 dan Pasal 103 UU Pemilu sebagai berikut.

Pasal 101 menyatakan, Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas:

  • a.    Melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap:

  • 1.    pelanggaran Pemilu; dan

  • 2.    sengketa proses Pemilu;

  • b.    Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu diwilayah kabupaten/kota, yang terdiri atas:

  • 1.    pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;

  • 2.    pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tatacara pencalonan anggota DPRD kabupaten/kota;

  • 3.    penetapan calon anggota DPRD kabupaten/kota;

  • 4.    pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;

  • 5.    pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

  • 6.    pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;

  • 7.    pengawasan seluruh proses penghitungan suara dan penghitungan suara di wilayah kerjanya;

  • 8.    pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara,dan sertilikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;

  • 9.    proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh kecamatan;

  • 10.    pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan

  • 11.    proses penetapan hasil Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota;

  • c.    mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah kabupaten/kota;

  • d.    mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;

  • e.    mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kabupaten/kota, yang terdiri atas:

  • 1.  putusan DKPP;

  • 2.  putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;

  • 3.    putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota;

  • 4.    keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan

  • 5.    keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang ini;

  • f.    mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  • g.    mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota;

mengwaluasi pengawasan Pemilu di wilayah kabupaten/kota; dan

  • h.    melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang Bawaslu Kabupaten/Kota diatur dalam ketentuan Pasal 103 UU Pemilu yaitu:

  • a.    Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilu;

  • b.    Memeriksa dan mengkaji pelanggaran pemilu di wilayah kabupaten/kota serta merekomendasikan hasil pemeriksaan dan pengkajian kepada pihak-pihak yang diatur dalam Undang-Undang ini;

  • c.  Menerima, memeriksa, memediasi  atau mengajudikasi,  dan memutus

penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota;

  • d.  Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil

pengawasan di wilayah kabupaten/kota terhadap netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;

  • e.    Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Panwaslu Kecamatan setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu Provinsi apabila Panwalu Kecamatan berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  • f.    Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu dan sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota;

  • g.    Membentuk Panwaslu Kecamatan dan mengangkat serta memberhentikan anggota Panwaslu Kecamatan dengan memperhatikan masukan Bawaslu Provinsi; dan

  • h.    Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari paparan Pasal UU Pemilu ini, fungsi Bawaslu yang mulanya hanya bertugas untuk menjadi pengawas pelaksanaan pemilu menjadi memiliki kewenangan quasi judisial dalam sengketa administrasi pemilu dan tindak pidana pemilu.19 Meninjau dasar Bawaslu dalam penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 102 ayat (2) UU Pemilu, dimana Pasal tersebut dalam huruf d menyebutkan bahwa “dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf a, Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas: d. memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu.” Dari Pasal tersebut menegaskan bahwa pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi diwilayah Kabupaten/Kota diselesaikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota.

Pelanggaran Adminitratif Pemilu dalam Pasal 460 UU Pemilu diartikan sebagai pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaran Pemilu, tidak termasuk didalamnya tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik. Dalam praktik penanganan pelanggaran administratif Pemilu dilaksanakan dengan mekanisme persidangan.

Dugaan pelanggaran administratif Pemilu berasal dari Temuan dan Laporan sebagaimana disebutkan dalam Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Perbawaslu Penanganan Temuan dan Laporan), dimana dalam Pasal 1 angka 25 dijelaskan pengertian “Temuan Pelanggaran yang selanjutnya disebut Temuan adalah hasil pengawasan Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/ Desa, Panwaslu LN, dan/ atau Pengawas TPS pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu yang mengandung dugaan pelanggaran.” Kemudian dalam Pasal 1 angka 26 dijelaskan “Laporan Dugaan Pelanggaran yang selanjutnya disebut Laporan adalah laporan langsung Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, Peserta Pemilu, atau pemantau Pemilu kepada Bawaslu dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan/atau Pengawas TPS pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.”

Bawaslu Kabupaten/Kota menerima laporan yang telah memenuhi persyaratan formil dan materiil laporan. Syarat formil dan materiil diatur dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) Perbawaslu Penanganan Temuan dan Laporan meliputi :

  • (1)    Syarat formil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

  • a.    identitas Pelapor/pihak yang berhak melaporkan;

  • b.    pihak terlapor;

  • c.    waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dan/atau ditemukannya dugaan Pelanggaran Pemilu; dan

  • d.    kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan Pelanggaran dengan kartu tanda penduduk elektronik dan/atau kartu identitas lain.

  • (2)    Syarat materil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

  • a.    peristiwa dan uraian kejadian;

  • b.    tempat peristiwa terjadi;

  • c.    saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan d. bukti.

Laporan dari pelapor yang memenuhi syarat-syarat di atas, serta jenis pelanggaran yang dilanggar telah ditemukan berupa pelanggaran administratif pemilu, maka laporan tersebut dilakukan registrasi. Bawaslu Kabupaten/Kota memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Laporan Dugaan Pelanggaran diterima dan diregistrasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) Perbawaslu Penanganan Temuan dan Laporan.

Laporan diregister, selanjutnya dibentuk Majelis Pemeriksa yang didasari Pasal 5 ayat (1) Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu (selanjutnya disebut Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu) yang berbunyi “Pembentukan majelis pemeriksa dilakukan melalui rapat pleno Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.” Ketua majelis pemeriksa adalah ketua Bawaslu Kabupaten/Kota, selain terbentuknya majelis pemeriksa dibentuk pula perangkat-perangkat persidangan lainnya, seperti sekertaris pemeriksa, asisten pemeriksa, notulen, perisalah, pengaman sidang, dan lainnya guna memperlancar proses persidangan yang ditetapkan dalam keputusan ketua Bawaslu Kabupaten/Kota.

Setelah terbentuknya majelis pemeriksa, pertama majelis pemeriksa melakukan pemeriksaan pendahuluan atas kelengkapan dan keabsahan dokumen Temuan atau Laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu atau pelanggaran administratif Pemilu TSM yang didasari oleh ketentuan Pasal 40 Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu. Ketika kelengkapan dan keabsahan dokumen lengkap maka dibuat putusan pendahuluan yang akan disampaikan kepada pelapor dan terlapor dalam sidang pembacaan putusan pendahuluan, Adapun putusan pendahuluan ini memuat tentang laporan diterima sebagai pelanggaran administratif Pemilu, selanjutnya majelis pemeriksa menindaklanjuti dengan sidang pemeriksaan dan menentukan jadwal sidang pemeriksaan.

Pemberitahuan sidang pemeriksaan diberitahukan oleh sekertaris pemeriksa kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses penanganan pelanggaran yaitu pelapor dalam hal ini adalah masyarakat dan terlapor adalah peserta Pemilu untuk dilakukannya sidang pemeriksaan, serta saksi-saksi. Dalam sidang pemeriksaan majelis akan menggali informasi dan keterangan kepada pihak-pihak yang telah di undang untuk memberikan jelasan atas peristiwa yang dianggap mengandung unsur pelanggaran administratif pemilu. Sidang Pemeriksaan di Bawaslu Kabupaten Gianyar berjalan

layaknya persidangan di Pengadilan pada umumnya yang mana sidang ini menjunjung hukum acara yang berlaku di Indonesia. Sidang Pemeriksaan Pelanggaran Administratif Pemilu atau Pelanggaran Administratif Pemilu TSM dilaksanakan melalui tahapan:

  • a.    pembacaan materi laporan dari Pelapor atau penemu;

  • b.    tanggapan/jawaban terlapor;

  • c.    pembuktian;

  • d.    kesimpulan pihak Pelapor atau penemu dan terlapor; dan

  • e.    putusan.

Majelis Pemeriksa memutus pelanggaran administratif berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah, Adapun dalam Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu pada Pasal 27 ayat (2) ditentukan alat bukti berupa:

  • a.    keterangan saksi;

  • b.    surat atau tulisan;

  • c.    petunjuk;

  • d.    dokumen elektronik;

  • e.    keterangan Pelapor atau keterangan terlapor dalam sidang pemeriksaan; dan/atau

  • f.    keterangan ahli.

Majelis pemeriksa menjatuhkan sanksi didasarkan pada ketentuan Pasal 36 Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu yaitu Sanksi terhadap terlapor/pelaku Pelanggaran Administratif Pemilu adalah: a. perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. teguran tertulis; c. tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu; dan/atau d. sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang mengenai Pemilu.

Majelis pemeriksa membacakan putusannya dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan Bawaslu Kabupaten/Kota pada sidang pemeriksaan yang terbukti melakukan pelanggaran administratif Pemilu berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu memuat amar putusan yang berbunyi:

  • a.    menyatakan terlapor, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Pelanggaran Administratif Pemilu;

  • b.    memerintahkan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme pada tahapan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  • c.    memberikan teguran tertulis kepada terlapor;

  • d.    memerintahkan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota agar terlapor untuk tidak diikutkan pada tahapan Pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu; dan/atau memberikan sanksi administratif

lainnya kepada terlapor sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai Pemilu.

Secara keseluruhan, lama waktu penanganan laporan pelanggaran administratif Pemilu dari dilaporkannya pelanggaran oleh Masyarakat hingga diputuskannya pelanggaran tersebut oleh Bawaslu Kabupaten/Kota adalah 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana amanat Pasal 461 ayat (5) UU Pemilu yang berbunyi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota wajib memutus penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah temuan dan laporan diterima dan diregistrasi.

Hasil wawancara dengan I Wayan Gede Sutirta (Koordinator Divisi Hukum, Penanganan, dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Gianyar) menyampaikan bahwasannya jumlah pelanggaran Administratif pemilu di wilayah Kabupaten Gianyar pada Pemilu Tahun 2019 adalah sejumlah 51 kasus dugaan pelanggaran administratif yang bersumber dari temuan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan (Selanjutnya disebut Panwascam) dan 2 dugaan pelanggaran administratif yang bersumber dari Laporan masyarakat. Untuk dugaan pelanggaran administratif yang ditemukan oleh Panwascam, seluruhnya telah diselesaikan oleh mereka berdasarkan amanat UU Pemilu, sedangkan 2 Laporan masyarakat kepada Bawaslu Kabupaten Gianyar diselesaikan dengan proses persidangan. Adapun laporan masyarakat berkenaan dengan pelanggaran administratif Pemilu adalah pelanggaran kampanye di tempat ibadah. Dari 2 Laporan masyarakat ke Bawaslu Kabupaten Gianyar, penelitian ini memfokuskan pada 1 laporan masyarakat yang diregistrasi oleh Bawaslu Kabupaten Gianyar dengan Nomor: 001/LP/PL/ADM.Berkas/Kab.Gianyar/17.04/PEMILU/XI/2018

Sebenarnya pelanggaran kampanye di tempat ibadah merupakan pelanggaran pidana, akan tetapi pada saat pembahasan dengan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentragakkumdu) laporan tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pleno Nomor : 19/BAWASLU-PROV.BA-04/PM.05.02/11/2018, namun hasil klarifikasi Bawaslu Kabupaten Gianyar menunjukkan bahwasannya dugaan pelanggaran yang terjadi berindikasi kearah pelanggaran administratif Pemilu.

Adapun laporan pelanggaran administratif Pemilu di Kabupaten Gianyar bernomor 001/ADM/BWSL/17.04/PEMILU/XI/2018 yang telah memenuhi syarat formil dan materiil laporan dilakukan registrasi dengan nomor 001/LP/PL/ADM.Berkas/Kab.Gianyar/17.04/PEMILU/XI/2018 selanjutnya membentuk majelis pemeriksa yang diketuai oleh I Wayan Hartawan (Ketua Bawaslu Kabupaten Gianyar) dan dilakukan sidang pendahuluan dengan putusan pendahuluan bernomor sama dengan nomer registrasi laporan.

Pasca pembacaan putusan pendahuluan dilakukan pemanggilan pelapor, terlapor, saksi serta pihak terkait untuk dilakukan sidang pemeriksaan, yang mana tata cara sidang pemeriksaan berjalan sesuai dengan apa yang telah dibahas diatas pada bagian tahapan sidang pemeriksaan. Dalam pembuktian, majelis pemeriksa menghadirkan pihak terkait selain saksi-saksi yang diajukan oleh pelapor, adapun pihak terkait yang di undang adalah KPU Kabupaten Gianyar dan Kepolisian Resor Gianyar. Berdasarkan bukti dan fakta yang ada dipersidangan, majelis pemeriksa mengeluarkan putusan yang bernomor: 001/ADM/BWSL/17.04/PEMILU/XI/2018 pada amarnya

menyebutkan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Pelanggaran Administratif Pemilu terkait tata cara dan prosedur pelaksanaan kampanye dan memerintahkan KPU Kabupaten Gianyar untuk memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada terlapor.

  • 3.2. Hambatan Penanganan Dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu

Lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan salah satu penyelenggara Pemilu di Indonesia selain KPU. 20 Dalam melaksanakan penanganan dugaan pelanggaran administratif pemilu, Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan sidang pemeriksaan. Bawaslu Kabupaten/Kota dalam membuktikan suatu pelanggaran adalah sah dan meyakinkan diperlukan bukti-bukti yang mendukung majelis untuk memutus pelanggaran itu. Alat bukti yang diatur dalam Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu dalam Pasal 27 ayat (2) yang tersusun secara hierarki meliputi:

  • a.    keterangan saksi;

  • b.    surat atau tulisan;

  • c.    petunjuk;

  • d.    dokumen elektronik;

  • e.    keterangan Pelapor atau keterangan terlapor dalam sidang pemeriksaan; dan/atau

  • f.    keterangan ahli.

Untuk memberikan jawaban atas permasalahan ini digunakan teori sistem hukum yang dipopulerkan oleh Lawrence M. Friedman, dimana dalam teori ini terbagi atas 3 (tiga) komponen pokok yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Jurnal milik Hutomo dan Soge yang mengutip buku Lawrence M. Friedman menjelaskan berkenaan dengan ketiga sistem hukum sebagai berikut:

Struktur Hukum menurut Friedman adalah “The structure of a system is its skeletal framework; …the permanent shape, the institutional body of the system.” Ini berarti bahwa struktur suatu sistem adalah kerangka- kerangkanya; sebuah bentuk permanen, badan institusional dari sistem.

Substansi Hukum adalah “The substance is composed of substantive rules and also about how institutions should behave”. Ini berarti bahwa substansi hukum terdiri dari aturan substantif dan juga bagaimana seharusnya institusi berperilaku.

Budaya Hukum menurut Friedman adalah “It is the element of social attitude and value. Behavior depends on judgement about which options are useful or correct. Legal culture refers to those parts of general culture-customs, opinions, ways of doing and thinking-that bend social forces toward or away from the law.” Ini berarti bahwa budaya hukum adalah elemen dari sikap dan nilai sosial. Perilaku bergantung pada penilaian tentang pilihan mana yang berguna atau benar. Budaya hukum

mengacu pada bagian-bagian dari budaya umum-adat istiadat, pendapat, cara melakukan dan berpikir-yang membelokkan kekuatan sosial ke arah atau menjauh dari hukum.21

Dilihat dari segi substansi hukum sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwasannya pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi diwilayah Kabupaten/Kota menjadi tanggungjawab Bawaslu Kabupaten/Kota untuk memutusnya dengan dasar hukum yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Berkenaan dengan substansi hukum dapat dikatakan bahwa substansi hukum sudah jelas. Kemudian budaya hukum merupakan pandangan masyarakat terhadap adanya aturan hukum, dalam penanganan pelanggaran administratif Pemilu di Bawaslu Kabupaten Gianyar budaya hukum masyarakat telah berjalan dengan adanya partisipasi masyarakat dalam melaporkan adanya dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Kabupaten Gianyar dengan kata lain sudah ada kultur yang mendukung pelaksanaan penanganan pelanggaran Pemilu ini. Namun dalam struktur hukum masih terjadi kendala, walaupun tata cara sudah secara jelas diatur dalam regulasi, tetapi dalam prakteknya tidaklah berjalan serupa dengan apa yang diatur dalam regulasi tersebut sehingga menimbulkan hambatan dalam penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu.

Meskipun dalam melaksanakan penanganan pelanggaran administratif pemilu di Kabupaten Gianyar telah berjalan sesuai prosedurnya, akan tetapi masih terdapat hambatan-hambatan yang terjadi dalam prosesnya. Hasil wawancara dengan I Wayan Gede Sutirta, I Wayan Hartawan, dan Ni Made Suniari Siartikawati (Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kabupaten Gianyar) menyampaikan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Gianyar dalam melaksanakan penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu, yaitu meliputi:

Hambatan pertama yang dihadapi Bawaslu Kabupaten/Kota adalah dalam pembuktian yaitu keterangan saksi. Dalam Pasal 52 ayat (1) Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu berbunyi: “Dalam hal pemeriksaan memerlukan keterangan dari ahli, saksi, dan/atau lembaga terkait, majelis pemeriksa dapat melakukan pemanggilan sesuai dengan kebutuhan atau berdasarkan usulan terlapor dan/atau Pelapor.” Terjadi inkonsistensi dalam Perbawaslu ini, dimana keterangan saksi secara hieraki tersusun pada urutan pertama yang berarti sangat dibutuhkan dalam pembuktian sedangkan dalam pemanggilannya diberikan keleluasaan kepada majelis pemeriksa untuk memanggil sesuai dengan kebutuhannya.

Selain itu, kata “dapat” dalam bunyi Pasal 52 ayat (1) ini bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak wajib, sehingga jika saksi tidak hadir dalam sidang pemeriksaan tentu tidak menjadi masalah. Lebih lanjut dalam ketentuan ini, majelis pemeriksa tidak memiliki kewenangan untuk melakukan Upaya Paksa sebagaimana pemanggilan saksi pada hukum acara pidana yang mana majelis hakim dapat memaksa saksi hadir dalam persidangan guna memberikan kejelasan atas suatu peristiwa hukum. Tetapi Perbawaslu tidak memberikan pengaturan berkenaan pemanggilan secara bertahap, seperti pemanggilan pertama tidak hadir, berikutnya dilakukan pemanggilan kedua,

dan seterusnya, jika tetap tidak hadir maka dapat dilakukan upaya paksa untuk hadir dalam sidang pemeriksaan tidak diatur dalam Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu. Jadi alat bukti berupa keterangan saksi menjadi seperti tidak terlalu diperlukan dalam memutus pelanggaran administratif pemilu, akan tetapi ia menududuki peringkat pertama dalam hierarki alat bukti dalam Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu. Walaupun disyaratkan memutus pelanggaraan dengan minimal 2 alat bukti, keterangan saksi selain bukti-bukti lain merupakan kunci suksesnya penanganan pelanggaran.

Hambatan kedua yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Gianyar adalah berkenaan dengan putusan, dimana dalam Pasal 461 ayat (6) UU Pemilu yang berbunyi: “Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu berupa:

  • a.    perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan;

  • b.    teguran tertulis;

  • c.    tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu; dan

  • d.    sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

Lebih lanjut dalam Pasal 462 UU Pemilu yang berbunyi “KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama 3 (tiga) hari keda sejak tanggal putusan dibacakan.” Dari sini terlihat bahwasannya Bawaslu Kabupaten/Kota hanya memiliki kewenangan untuk memutus pelanggaran administratif pemilu sedangkan eksekusi putusan tersebut dilakukan oleh penyelenggara lainnya yaitu KPU.

Dari seluruh penanganan pelanggaran yang telah dilaksanakan oleh Bawaslu Kabupaten Gianyar dapat dikatakan bahwa Bawaslu Kabupaten hanya melaksanakan proses penanganan pelanggaran administratif Pemilu hingga putusan namun Bawaslu Kabupaten Gianyar tidak dapat melakukan eksekusi sanksi terhadap pelanggaran yang telah diputuskan. Seperti yang terjadi di Gianyar, sekalinya memberikan putusan berupa “terguran tertulis” kepada terlapor dari serangkaian pemeriksaan yang telah berlalu, Bawaslu Kabupaten Gianyar seolah menjadi “macan kertas” yang mana kekuatan putusannya hanya memberikan teguran kepada terlapor, disisi lain hanya mampu merekomendasi kepada KPU untuk memberikan sanksi sesuai dengan amar putusan yang telah tertuang dalam Putusan hasil sidang pemeriksaan di Bawaslu Kabupaten/Kota.

Lebih lanjut hambatan ketiga yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Gianyar pada saat penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu, diluar teknis penanganan pelanggaran, Ni Made Suniari Siartikawati sebagai pengampu divisi Pengawasan merasa kewalahan dikarenakan jumlah personil Bawaslu Kabupaten Gianyar yang minim, dimana komisioner berjumlah 3 orang, dibantu oleh 8 orang staf kesekretariatan, serta 3 orang Pegawai Negeri Sipil, ketika menjalankan persidangan mereka semua terlibat dalam proses persidangan, disisi lain tahapan Pemilu tetap berjalan dan harus diawasi, sehingga menyebabkan proses Pengawasan tahapan Pemilu yang berlangsung tidak maksimal pada saat adanya sidang pemeriksaan dikarenakan habisnya jumlah personil lembaga kedalam persidangan.

  • 4. Kesimpulan

Mekanisme penanganan dugaan pelanggaran administratif Pemilu di Kabupaten Gianyar diawali dari Laporan masyarakat. Yang kemudian dilakukan pemenuhan persyaratan formil dan materiil oleh pelapor, setelah Laporan lengkap dilakukan registrasi dan menentukan jenis pelanggaran yang terjadi. Dilanjutkan dengan pembentukan majelis pemeriksa yang diketuai oleh ketua Bawaslu Kabupaten Gianyar. Pertama dilakukan sidang pendahuluan untuk memastikan kelengkapan dan keabsahan dokumen Temuan atau laporan dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu dengan mengundang pelapor dan terlapor lalu dibuat putusan pendahuluan. Setelah sidang pendahuluan diputuskan, dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan, majelis membuat putusan berdasarkan fakta-fakta maupun keterangan yang tersaji di dalam sidang pemeriksaan yang sudah berlangsung. Putusan oleh majelis berupa sanksi didasarkan pada ketentuan Pasal 36 Perbawaslu Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu, majelis pemeriksa pada Bawaslu Kabupaten Gianyar memberikan Sanksi terhadap terlapor/pelaku Pelanggaran Administratif Pemilu berupa teguran tertulis.

Kendala pertama yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Gianyar adalah dalam pembuktian yaitu keterangan saksi. Kata “dapat” dalam bunyi Pasal 52 ayat (1) ini bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak wajib, sehingga jika saksi tidak hadir dalam sidang pemeriksaan tentu tidak menjadi masalah. Kendala kedua yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Gianyar adalah berkenaan dengan putusan. Bawaslu Kabupaten/Kota hanya memiliki kewenangan untuk memutus pelanggaran administratif Pemilu sedangkan eksekusi putusan tersebut dilakukan oleh penyelenggara lainnya yaitu KPU. Dan kendala ketiga adalah keterbatasan personil lembaga pada saat persidangan tidak dapat melakukan pengawasan dengan maksimal terhadap tahapan Pemilu yang tengah berlangsung. Kedepannya pembentuk peraturan wajib lebih memperhatikan aspek empiris dari keberlakuan suatu peraturannya sehingga hambatan penanganan pelanggaran administrasi Pemilu dapat dikurangi karena proses penanganan pelanggaran Pemilu selalu berkejaran dengan waktu yang tidak panjang, dengan kata lain dituntut untuk cepat.

Ucapan terima Kasih (Acknowledgments)

Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian jurnal ini, adapun secara khusus kami sampaikan kepada Pimpinan dan Koordinator Sekretariat Bawaslu Kabupaten Gianyar beserta staf yang telah membantu memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk penyempurnaan Artikel ini, Orang Tua penulis yang telah senantiasa memberikan segalanya yang dibutuhkan penulis selama menjalani masa pendidikan. Dan seluruh pihak yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, tenaga, dan waktunya untuk membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Daftar Pustaka

Buku

Amiruddin, and Asikin H.Z. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Sodikin. Hukum Pemilu; Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. Bekasi: Gramata Publishing, 2014.

Jurnal

Adam Setiawan. “Eksistensi Lembaga Pengawasan Pengelolaan Keuangan Negara.” Jurnal Hukum & Pembangunan 49, no. 2    (2019):    265–78.

https://doi.org/10.21143/jhp.vol49.no2.2002.

Ananingsih, Sri Wahyu. “Tantangan Dalam Penanganan Dugaan Praktik Politik Uang Pada Pilkada Serentak 2017.” Masalah-Masalah Hukum 45, no. 1 (2016): 49–57. https://doi.org/https://doi.org/10.14710/mmh.45.1.2016.49-57.

Anshar, Sayid. “Konsep Negara Hukum Dalam Perspektif Hukum Islam.” Soumatera Law        Review        2,        no.         2        (2019):         235–45.

https://doi.org/https://doi.org/10.22216/soumlaw.v2i2.4231.

Ayuni, Qurrata. “Gagasan Pengadilan Khusus Untuk Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah.” Jurnal Hukum & Pembangunan 48, no. 1  (2018):  199–221.

https://doi.org/https://doi.org/10.21143/.vol48.no1.1602.

Benuf, Kornelius, and Muhamad Azhar. “Metodologi Penelitian Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer.” Gema Keadilan 7, no. 1 (2020): 20–33. https://doi.org/https://doi.org/10.14710/gk.7.1.20-33.

Cepalo, A Syarifudin. “Implikasi Adanya Upaya Hukum Terhadap Putusan BAWASLU TENTANG PELANGGARAN ADMINISTRATIF PEMILU.” Jurnal.Fh.Unila.Ac.Id      4,      no.      1      (June      5,      2020):      1.

https://doi.org/10.25041/cepalo.v4no1.1897.

Fahmi, Khairul, Feri Amsari, Busyra Azheri, and Muhammad Ichsan Kabullah. “Sistem Keadilan Pemilu Dalam Penanganan Pelanggaran Dan Sengketa Proses Pemilu Serentak 2019 Di Sumatera Barat Electoral Justice System In Handling.” Jurnal Konstitusi          17,           no.          1           (2020):           001–026.

https://doi.org/https://doi.org/10.31078/jk1711.

Hendra Wijaya, Made. “Keberadaan Konsep Rule Of Law Di Dalam Teori Negara Hukum.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 2, no. 3 (2018): 1689–99.

Hutomo Puslemasmil, Priyo, Badan Pembinaan Hukum TNI, Markus Marselinus Soge Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, and BPSDM Hukum dan HAM. “PERSPEKTIF TEORI SISTEM HUKUM DALAM PEMBAHARUAN PENGATURAN SISTEM PEMASYARAKATAN MILITER.” Legacy: Jurnal Hukum Dan Perundang-Undangan. Vol. 1, March 2021.

Iqbal Nasir. “Analisis Hukum Pelanggaran Administrasi Pemilu/Pemilihan.” Khazanah Hukum 2, no. 1 (2020): 41–50. https://doi.org/10.15575/kh.v1i1.

Ja’far, M. “Eksistensi Dan Integritas Bawaslu Dalam Penanganan Sengketa Pemilu.” Madani      Legal      Review      2,      no.      1      (2018):      59–70.

https://doi.org/10.31850/malrev.v2i1.332.

Kartini, Dede Sri. “Demokrasi Dan Pengawas Pemilu.” Journal of Governance 2, no. 2 (2017). https://doi.org/https://doi. org/10.31506/jog.v2i2.2671.

Muzahhirin, L. Said Ruhpina, and Eko Purnomo Crisdianto. “KEDUDUKAN BAWASLU DALAM SISTEM PERADILAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUN.” Private Law 1, no. 1 (2021): Private Law (2021).

Noviawati, Evi, and Mamay Komariah. “Efektivitas Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.” JURNAL  ILMIAH LIVING  LAW 11,  no. 2  (2019):  140–51.

https://doi.org/https://doi.org/10.30997/jill.v11i2.2100.

Pakpahan, Zainal Abidin. “PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK PADA PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, ANGGOTA DPR,

ANGGOTA DPD, DAN ANGGOTA DPRD SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA (Suatu Kajian Terhadap Format Sistem Pemilu Indonesia Ke Depan Yang Tepa.” Jurnal Sosial Ekonomi Dan Humaniora 5, no. 2 (2019): 161–85. https://doi.org/10.29303/jseh.v5i2.60.

Rois, Iwan, and Ratna Herawati. “Urgensi Pembentukan Peradilan Khusus Pemilu Dalam Rangka Mewujudkan Integritas Pemilu.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 7, no. 2 (July 2018):    267.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2018.v07.i02.p10.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20I7 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109).

Republik Indonesia, Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pemilihan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 324).

Republik Indonesia, Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 325).

630